Categories
Istanbul

2019 Ibu dan Bayi Lebih Banyak Hidup

Hasil gambar untuk ibu dan bayi

IBU  DAN  BAYI  LEBIH  BANYAK  HIDUP

fx. wikan indrarto*)

Kamis, 19 September 2019 UNICEF dan WHO melaporkan adanya lebih banyak ibu dan bayi yang mampu bertahan hidup hari ini, daripada sebelumnya. Meskipun ada kemajuan, saat ini masih tetap ada seorang ibu hamil atau bayi baru lahir yang meninggal di suatu tempat di seluruh dunia, setiap 11 detik. Apa yang perlu dicermati?

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/05/09/2019-kematian-bayi/

.

Sejak tahun 2000, kematian bayi telah berkurang hampir setengahnya dan kematian ibu lebih dari sepertiga, sebagian besar karena peningkatan akses ke layanan kesehatan yang terjangkau dan berkualitas. “Di negara-negara yang menyediakan bagi semua warganya layanan kesehatan yang aman, terjangkau, berkualitas tinggi, maka ibu dan bayi mampu bertahan hidup dan berkembang,” kata Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO. “Ini adalah kekuatan cakupan kesehatan semesta atau universal health couverage (UHC).”

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/03/22/2019-kehilangan-bayi/

.

Bayi menghadapi risiko kematian tertinggi pada bulan pertama, terutama jika mereka dilahirkan terlalu cepat (premature) atau terlalu kecil (BB lahir rendah = BBLR), mengalami komplikasi selama kelahiran, cacat bawaan, atau infeksi. Sekitar sepertiga dari kematian ini terjadi pada hari pertama dan hampir tiga perempat pada minggu pertama. “Di seluruh dunia, kelahiran bayi adalah peristiwa yang menggembirakan. Namun demikian, setiap 11 detik, kelahiran adalah tragedy bagi keluarga, ”kata Henrietta Fore, Direktur Eksekutif UNICEF. “Sepasang tangan yang terampil untuk membantu ibu dan bayi baru lahir di sekitar waktu kelahiran, bersama dengan tersedianya air bersih, nutrisi yang memadai, obat-obatan dasar dan vaksin, dapat membuat perbedaan antara kehidupan dan kematian. Kita harus melakukan semua yang diperlukan untuk berinvestasi dalam UHC untuk menyelamatkan hidup yang berharga ini. ”

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/06/30/2019-capaian-uhc/

.

Perkiraan tentang kematian ibu dan bayi tersebut juga menunjukkan adanya ketidaksetaraan yang luas di seluruh dunia, dengan ibu dan bayi di sub-Sahara Afrika menghadapi risiko kematian yang jauh lebih tinggi, daripada di semua wilayah lain. Tingkat kematian ibu hampir 50 kali lebih tinggi pada ibu di sub-Sahara Afrika dan bayi mereka 10 kali lebih mungkin meninggal pada bulan pertama kehidupan mereka, dibandingkan dengan sesamanya di negara berpenghasilan tinggi. Pada tahun 2018, sekitar 1 dari 13 anak di sub-Sahara Afrika meninggal sebelum ulang tahun kelima mereka dan kejadian ini 15 kali lebih tinggi daripada risiko yang dihadapi seorang anak di Eropa, di mana hanya 1 dari 196 anak sebayanya yang meninggal.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/01/17/2019-kematian-anak/

.

Wanita di sub-Sahara Afrika menghadapi risiko kematian seumur hidup 1 banding 37 selama kehamilan atau melahirkan. Sebagai perbandingan, risiko seumur hidup untuk seorang wanita di Eropa adalah 1 dalam 6.500. Sub-Sahara Afrika dan Asia Selatan merupakan lokasi sekitar 80% dari kematian ibu dan bayi global. Negara yang mengalami konflik bersenjata atau krisis kemanusiaan sering kali memiliki sistem kesehatan yang lemah, yang mempersulit ibu dan bayi mengakses perawatan penyelamat nyawa yang penting.

.

Dunia telah membuat kemajuan besar dalam mengurangi angka kematian ibu dan bayi. Sejak 1990, telah terjadi pengurangan 56% dalam kematian anak di bawah 15 tahun dari 14,2 juta kematian menjadi 6,2 juta pada 2018. Negara-negara di Asia Timur dan Tenggara telah membuat kemajuan paling besar, dengan penurunan 80% pada kematian balita. Dan dari tahun 2000 hingga 2017, rasio kematian ibu menurun sebesar 38%. Asia Selatan telah membuat peningkatan terbesar dalam kelangsungan hidup ibu dengan penurunan hampir 60% dalam rasio kematian ibu sejak tahun 2000. Belarus, Bangladesh, Kamboja, Kazakhstan, Malawi, Maroko, Mongolia, Rwanda, Timor-Leste dan Zambia adalah beberapa negara yang telah menunjukkan kemajuan besar dalam mengurangi angka kematian ibu dan bayi. Keberhasilan telah terjadi karena adanya kemauan politik untuk meningkatkan akses ke layanan kesehatan yang berkualitas dengan berinvestasi pada penciptaan tenaga kesehatan profesional, layanan gratis untuk ibu hamil dan bayi, serta untuk mendukung program keluarga berencana. Banyak dari negara yang telah berhasil tersebut, karena telah fokus pada perawatan kesehatan primer dan UHC.

.

Untuk bayi yang bertahan hidup di bulan pertama, penyakit menular seperti pneumonia, diare dan malaria merupakan penyebab kematian bayi terbanyak di dunia. Pada anak yang lebih besar, cedera, termasuk cedera lalu lintas di jalan raya dan tenggelam menjadi penyebab penting kematian dan cacat. Kematian ibu disebabkan oleh komplikasi kebidanan, seperti tekanan darah tinggi selama kehamilan, perdarahan hebat atau infeksi selama atau setelah melahirkan. Kondisi ini semakin diperburuk oleh penyakit atau kondisi yang sebelumnya ada dan diperburuk oleh efek kehamilan.

.

Target global untuk mengakhiri angka kematian ibu yang dapat dicegah (target SDG 3.1) adalah untuk mengurangi angka kematian ibu melahirkan (AKI) menjadi kurang dari 70 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030. Dunia akan gagal mencapai target ini, bahkan lebih dari 1 juta jiwa ibu akan meninggal, jika laju kemajuan saat ini terus berlanjut tanpa perbaikan. Target SDG (3.2) untuk mengakhiri kematian yang dapat dicegah pada bayi baru lahir dan anak balita, adalah dengan mengurangi angka kematian neonatal hingga setidaknya 12 per 1.000 kelahiran hidup, dan kematian balita hingga paling sedikit 25 per 1.000 kelahiran hidup. Pada 2018, 121 negara telah mencapai angka kematian balita serendah ini. Di antara 74 negara yang tersisa, 53 negara di antaranya memerlukan pendampingan untuk mempercepat kemajuan dalam mencapai target SDG pada kelangsungan hidup anak pada tahun 2030.

.

Data capaian kinerja Kemenkes RI tahun 2015-2017 menunjukkan telah terjadi penurunan jumlah kasus kematian ibu. Jika di tahun 2015 AKI (Angka Kematian Ibu) mencapai 4.999 kasus maka di tahun 2016 sedikit mengalami penurunan menjadi 4.912 kasus dan di tahun 2017 mengalami penurunan tajam menjadi sebanyak 1.712 kasus AKI. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan dari tahun ke tahun AKB (Angka Kematian Bayi) mengalami penurunan signifikan. Dari 68 kematian per 1.000 kelahiran hidup pada 1991, hingga 24 kematian per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2017.

.

Laporan UNICEF dan WHO 2019 bahwa lebih banyak ibu dan bayi yang mampu bertahan hidup hari ini daripada sebelumnya, juga telah terjadi di Indonesia. Kemajuan ini didukung oleh konsep cakupan kesehatan semesta atau Universal Health Couverage (UHC). Di Indonesia UHC akan dicapai dengan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

.

Apakah kita sudah terlibat berperan?

Sekian

Yogyakarta, 25 September 2019

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161

Categories
Istanbul

2019 Jantung Anak

Hasil gambar untuk hari jantung sedunia

JANTUNG  ANAK

fx. wikan indrarto*)

Pada hari Minggu, 29 September 2019 diperingati sebagai Hari Jantung Sedunia (World Heart Day) 2019. Peringatan tersebut sebagai langkah untuk memastikan kesetaraan kesehatan jantung untuk semua (heart health equity for all), termasuk anak. Apa yang perlu disadari?

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/07/17/2019-obat-dan-alat-diagnostik-baru/

.

Peringatan Hari Jantung Sedunia bertujuan untuk menciptakan sebuah komunitas global pahlawan jantung (Heart Heroes). Pahlawan ini adalah setiap orang dari semua lapisan masyarakat, yang bertindak untuk hidup  lebih lama, lebih nyaman dan lebih baik, karena memiliki jantung yang lebih sehat. Caranya adalah dengan membuat berbagai janji. Pertama, janji untuk keluarga kita masing-masing, yaitu akan memasak dan makan yang lebih sehat. Kedua janji untuk anak, yaitu akan mendampingi berolahraga lebih banyak dan lebih aktif, untuk mengatakan tidak kepada rokok dan membantu orang yang kita cintai untuk berhenti. Ketiga janji sebagai seorang profesional kesehatan untuk membantu pasien berhenti merokok dan menurunkan kadar kolesterol. Semuanya adalah sebuah janji sederhana untuk jantung kita.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/01/17/2019-kematian-anak/

.

Penyakit jantung terutama karena pola hidup yang tidak sehat adalah pembunuh nomor satu di dunia saat ini, tetapi pada bayi dan anak sedikit berbeda. Dr. Nikmah Salamiah, SpA (K), PhD dari Ikatan Dokter Anak Indonesia menjelaskan bahwa jantung merupakan organ vital yang memegang peran penting pada kehidupan setiap insan, termasuk bayi dan anak yang sedang mengalami tumbuh kembang. Struktur dan fungsi jantung yang normal sangat dibutuhkan untuk mempertahankan peredaran darah yang stabil, guna mencukupi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh seorang anak. Sayangnya, 7 hingga 8 bayi per 1.000 kelahiran hidup dilahirkan dengan Penyakit Jantung Bawaan (PJB).

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/04/24/2019-dokter-digital/

.

Anak dengan PJB memiliki kelainan struktur jantung yang dapat berupa lubang atau defek pada sekat ruang jantung, penyempitan atau sumbatan katup atau pembuluh darah yang berasal atau bermuara ke jantung, ataupun abnormalitas konfigurasi jantung serta pembuluh darah. Kelainan struktur tersebut dapat bersifat tunggal ataupun berkombinasi, sehingga menimbulkan PJB kompleks. Kendati terdapat ratusan bahkan ribuan tipe kelainan, secara garis besar PJB dapat dikelompokkan menjadi dua tipe. Tipe pertama disebut dengan PJB biru (sianotik), yaitu jenis PJB yang menyebabkan warna kebiruan (sianosis) pada kulit dan selaput lendir terutama di daerah lidah, bibir dan ujung-ujung anggota gerak akibat kurangnya kadar oksigen di dalam darah. Tipe yang kedua disebut dengan PJB non-sianotik, yaitu PJB yang tidak menimbulkan warna kebiruan pada anak. PJB non-sianotik umumnya menimbulkan gejala gagal jantung yang ditandai dengan sesak yang memberat saat menetek atau beraktivitas, bengkak pada wajah, anggota gerak, serta perut, dan gangguan pertumbuhan yang menyebabkan kekurangan gizi.

.

Tergantung pada jenis dan kompleksitas kelainan, gejala dan tanda PJB dapat dikenali sejak lahir atau sebaliknya hanya menimbulkan gejala minimal, seperti berat badan sulit naik atau infeksi saluran napas berulang, sehingga tidak terdeteksi hingga dewasa. Dokter biasanya mencurigai adanya PJB bila mendeteksi adanya tanda atau gejala gagal jantung, kulit kebiruan, ataupun mendengar kelainan bunyi atau bising jantung. Masalahnya, sering kali PJB tidak memberikan gejala atau tanda klinis yang khas saat bayi baru lahir, mengingat sirkulasi darah dan sistem pernapasan masih mengalami transisi dari masa janin ke periode pascalahir. Untuk itu, perlu pemantauan yang cermat untuk mendeteksi adanya PJB. Deteksi dan identifikasi PJB sangat penting mengingat ‘timing’ yang tepat untuk tindakan pengobatan berbeda-beda menurut jenis dan berat-ringannya kelainan. Terdapat PJB yang memerlukan tindakan operasi atau intervensi kateter segera setelah lahir, tetapi sebaliknya terdapat tipe kelainan yang hanya memerlukan pemantauan, hingga anak tumbuh sampai dewasa. Saat ini hampir semua tipe PJB dapat dikoreksi, baik melalui tindakan operasi ataupun intervensi kateter (non-bedah).

.

Sejauh ini, penyebab PJB belum diketahui secara pasti, tetapi berdasarkan penelitian, diduga bersifat multifaktorial, yaitu melibatkan kerentanan genetik (bawaan) dan faktor lingkungan. Paparan rokok saat kehamilan (baik ibu perokok aktif maupun pasif), konsumsi obat tertentu, infeksi pada kehamilan, diabetes melitus, dan sindrom atau kelainan genetik tertentu, seperti sindrom Down, dilaporkan meningkatkan risiko kelainan jantung bawaan pada bayi. Yang penting diperhatikan adalah pembentukan jantung terjadi di masa awal kehamilan, dan hampir selesai pada 4 minggu setelah pembuahan, yaitu saat Ibu sering kali baru menyadari kehamilannya. Untuk itu, penting bagi setiap Ibu untuk menjaga kesehatan dan asupan nutrisi saat mempersiapkan dan selama periode kehamilan.

.

Nyeri dada adalah keluhan klinik tersering yang terkait dengan kelainan jantung, biasanya dipicu atau bertambah berat dengan aktivitas fisik (exertional chest pain), disertai keluhan jantung berdebar atau irama jantung tidak teratur. Anak agak besar sering melaporkan sebagai nyeri seperti ditekan, atau terdapat beban di atas dada dan mungkin menjalar, atau diikuti gejala pingsan atau hampir pingsan, dan pusing yang disertai mata berkunang-kunang. Untuk menyingkirkan kelainan jantung, pada umumnya dibutuhkan pemeriksaan tambahan berupa rekam listrik jantung (elektrokardiografi atau EKG) dan ultrasonografi jantung (ekokardiografi). Pada anak besar, juga dapat dilakukan tes latihan dengan treadmill atau sepeda statis, untuk melihat apakah gejala nyeri dada dan perubahan EKG terjadi dengan aktivitas fisik atau olahraga.

.

Momentum Hari Jantung Sedunia (World Heart Day) 2019 mengingatkan kita, akan peran besar para pahlawan jantung (Heart Heroes), termasuk untuk Penyakit Jantung Bawaan (PJB) pada anak.

Sudahkah kita bertindak bijak?

Sekian

Yogyakarta, 23 September 2019

*) Dokter spesialis anak RS Panti Rapih dan Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161

Categories
Istanbul

2019 Iklim yang tidak Sehat

Hasil gambar untuk iklim dan kesehatan

IKLIM  YANG  TIDAK  SEHAT

fx. wikan indrarto*)

Pada hari Rabu, 11 September 2019 para para pemimpin dunia dihimbau untuk melindungi kesehatan warganya dari perubahan iklim. Hal ini disebabkan karena perubahan iklim adalah salah satu ancaman kesehatan yang paling mendesak di dunia. Apa yang seharusnya dilakukan?

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/01/30/2019-tantangan-kesehatan-global/

.

Direktur Jendral WHO, Sekretaris Jenderal PBB, dan para pemimpin dunia lainnya pada KTT Aksi Iklim (Climate Action Summit) di Majelis Umum PBB. KTT ini akan menunjukkan komitmen konkret yang dibuat semua pemerintah, untuk mengatasi perubahan iklim, mengamankan dan meningkatkan derajad kesehatan dan kesejahteraan segenap warga negara. Dua komitmen telah disepakati, yang pertama adalah janji untuk memastikan bahwa udara memenuhi standar keselamatan WHO paling lambat tahun 2030, dengan menyelaraskan perubahan iklim dan kebijakan nasional terkait polusi udara. Yang kedua adalah menyediakan sumber daya keuangan untuk melindungi warga negara atas gangguan kesehatan akibat perubahan iklim. Saat ini hanya kurang dari 0,5% pendanaan internasional terkait perubahan iklim, yang dialokasikan untuk kesehatan.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/01/31/2019-tantangan-kesehatan-global-2/

.

Biaya kerusakan langsung yang menyebabkan gangguan kesehatan, tetapi tidak termasuk biaya di berbagai sektor lain yang turut serta menentukan derajad kesehatan, seperti pertanian, air bersih dan sanitasi, diperkirakan berkisar antara USD 2-4 miliar per tahun pada tahun 2030. Daerah dengan infrastruktur kesehatan yang lemah, kebanyakan di negara berkembang, tentu saja akan menjadi yang paling tidak mampu mengatasinya, apalagi kalau tanpa bantuan pihak luar, untuk mempersiapkan dan merespons.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/07/13/2019-cuaca-panas-dan-kesehatan/

.

Meskipun pemanasan global dapat membawa beberapa manfaat lokal, seperti lebih sedikit kematian karena musim dingin di daerah beriklim sedang dan peningkatan produksi makanan di daerah tertentu, dampak kesehatan secara keseluruhan dari perubahan iklim justru cenderung sangat negatif. Temperatur udara ekstrem yang meningkat tinggi berkontribusi langsung pada kematian akibat penyakit kardiovaskular dan pernapasan, terutama di kalangan bayi, balita dan orang lanjut usia. Dalam gelombang panas musim panas tahun 2003 di Eropa misalnya, lebih dari 70.000 kematian telah dilaporkan. Suhu udara yang tinggi juga meningkatkan kadar ozon dan polutan lainnya di udara bebas, yang memperburuk penyakit kardiovaskular dan pernapasan.

.

Tingkat serbuk sari dan aeroallergen lainnya juga lebih tinggi pada suhu panas ekstrem. Partikel ini dapat memicu kekambuhan serangan asma, yang mempengaruhi sekitar 300 juta orang. Secara global, jumlah bencana alam terkait cuaca yang dilaporkan telah meningkat tiga kali lipat sejak tahun 1960-an. Setiap tahun, bencana alam ini mengakibatkan lebih dari 60.000 kematian, terutama di negara berkembang. Naiknya permukaan air laut dan peristiwa cuaca yang semakin ekstrem akan menghancurkan wilayah  hunian, rumah warga, fasilitas medis dan layanan penting lainnya. Pada hal, lebih dari setengah populasi dunia hidup dalam jarak kurang dari 60 km dari pinggir laut. Selain itu, semakin banyak orang yang mungkin terpaksa berpidah tempat dengan mobilitas yang tinggi, yang pada gilirannya mempertinggi risiko berbagai dampak kesehatan, dari gangguan mental hingga penyakit menular.

.

Banjir dan curah hujan juga meningkat dalam frekuensi dan intensitas dan diperkirakan akan terus meningkat sepanjang abad saat ini. Banjir mencemari pasokan air tawar, meningkatkan risiko penyakit yang ditularkan melalui air, dan menciptakan tempat berkembang biak bagi serangga pembawa penyakit seperti nyamuk. Luapan air juga menyebabkan risiko tenggelam dan cedera fisik, merusak rumah dan mengganggu pasokan layanan medis dan umum.

.

Naiknya suhu dan curah hujan yang bervariasi kemungkinan akan menurunkan produksi makanan pokok di banyak daerah termiskin. Ini akan meningkatkan prevalensi kekurangan gizi yang saat ini menyebabkan 3,1 juta kematian setiap tahun. Kondisi iklim sangat mempengaruhi penyakit yang ditularkan melalui air, serangga, siput, atau hewan berdarah dingin lainnya. Perubahan iklim cenderung memperpanjang musim penularan penyakit yang ditularkan melalui vektor dan mengubah jangkauan geografisnya. Malaria sangat dipengaruhi oleh iklim. Ditularkan oleh nyamuk Anopheles, malaria membunuh lebih dari 400.000 orang setiap tahun, terutama anak balita di Afrika. Vektor nyamuk Aedes dari demam berdarah dengue juga sangat sensitif terhadap kondisi iklim, dan penelitian menunjukkan bahwa perubahan iklim kemungkinan akan terus meningkatkan paparan terhadap demam berdarah.

.

Perubahan iklim diperkirakan akan menyebabkan sekitar 250.000 kematian tambahan per tahun antara tahun 2030 dan 2050. Diperkirakan 38.000 kematian global karena paparan udara panas pada bayi, balita dan orang lanjut usia, 48.000 kematian karena diare akut, 60.000 kematian karena malaria, dan 95.000 kematian karena kekurangan gizi pada anak.

.

Indonesia saat ini dalam kondisi darurat energi karena terus menurunnya produksi minyak mentah dan terus naiknya kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) masyarakat. Akibatnya kebutuhan impor BBM terus meningkat. Besarnya devisa untuk impor BBM terus bertambah sejalan dengan jatuhnya nilai rupiah. Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 66 Tahun 2018 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (BBN) Jenis Biodiesel dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Penggunaan B20 atau ‘biofuel’ untuk bahan bakar mesin diesel kendaraan besar dan kapal laut di Indonesia, diharapkan dapat mengurangi dampak pencemaran udara dan perubahan iklim.

.

Banyak kebijakan dan pilihan individu memiliki potensi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, memperbaiki iklim yang tidak sehat, dan menghasilkan manfaat tambahan kesehatan utama. Yang paling sederhana adalah menggunakan transportasi publik dan pergerakan aktif yang aman, misalnya bersepeda atau berjalan kaki, bukan menggunakan kendaraan pribadi. Hal ini terbukti dapat mengurangi emisi karbon yang menyebabkan sekitar 4,3 juta kematian global per tahun, dan mengurangi polusi udara sekitar, yang menyebabkan sekitar 3 juta kematian global setiap tahun.

.

Sudahkah kita bijak?

Sekian

Yogyakarta, 12 September 2019

Bee Jay Resort Probolinggo, Jawa Timur

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161

Categories
antibiotika COVID-19 dokter Healthy Life medicolegal resisten obat vaksinasi

2019 Hari Keselamatan Pasien Dunia

Keselamatan Pasien dan Faktor Manusia - Tribun-bali.com

HARI  KESELAMATAN  PASIEN  DUNIA

Fx. Wikan indrarto*)

Pada hari Selasa, 17 September 2019 diperingati sebagai Hari Keselamatan Pasien Dunia (World Patient Safety Day). Apa yang perlu diketahui?

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/06/26/2019-hukum-kesehatan/

.

Setiap tahun terjadi 134 juta peristiwa buruk karena perawatan pasien yang tidak aman di RS, terutama di negara berpenghasilan rendah dan menengah, yang berkontribusi terhadap 2,6 juta kematian. Sekitar 15% dari biaya di RS berhubungan dengan kegagalan langkah keselamatan pasien (treating patient safety failures) di negara anggota Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD). Selain itu, sekitar 4 dari 10 pasien dirugikan dalam layanan di fasilitas kesehatan tingkat pertama dan rawat jalan. Pada hal, diperkirakan hingga 80% kerugian ini dapat dihindari.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/05/18/2019-dilema-akreditasi-rs/

.

Menyadari keselamatan pasien sebagai prioritas kesehatan global, dengan semangat ‘tidak seorang pun boleh dirugikan dalam perawatan kesehatan’, semua negara Anggota WHO menetapkan 17 September sebagai Hari Keselamatan Pasien Sedunia. Peringatan tahun 2019 ini mengambil tema : melintasi jurang kualitas global, meningkatkan layanan kesehatan di seluruh dunia (Crossing the global quality chasm: Improving health care worldwide).

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/07/17/2019-obat-dan-alat-diagnostik-baru/

.

Fokus perhatian tahun ini adalah pada Pemberian Obat Tanpa Bahaya (Medication Without Harm). Praktek pengobatan yang tidak aman dan kesalahan pengobatan adalah penyebab utama cedera dan kerusakan organ tubuh pasien, yang sebenarnya dapat dihindari. Secara global, biaya yang terkait dengan kesalahan pengobatan diperkirakan mencapai $ 42 milyar USD per tahun dan kesalahan dapat terjadi pada berbagai tahap proses penggunaan obat.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/07/05/2019-regulasi-obat/

.

Kesalahan pengobatan terjadi ketika sistem pemberian obat yang lemah dan atau faktor manusia, seperti kelelahan dokter atau petugas RS lainnya, kondisi lingkungan yang buruk atau kekurangan staf. Semua itu dapat mempengaruhi praktik peresepan, pencatatan, pengeluaran, administrasi dan pemantauan penggunaan obat, yang kemudian dapat mengakibatkan kerusakan organ parah, cacat, dan bahkan kematian pasien. Berbagai intervensi untuk mengatasi frekuensi dan dampak kesalahan pengobatan telah dikembangkan, namun implementasinya bervariasi.

.

Penggunaan obat yang tidak aman merugikan jutaan orang dan menelan biaya miliaran US dolar setiap tahun. Praktek pengobatan yang tidak aman dan kesalahan pengobatan adalah penyebab utama cidera yang dapat dihindari, dalam sistem perawatan kesehatan di seluruh dunia. Secara global, biaya yang terkait dengan kesalahan pengobatan diperkirakan mencapai US $ 42 miliar per tahun, belum termasuk upah yang hilang, produktivitas yang menurun, atau biaya perawatan kesehatan yang tidak perlu. Bahkan 15% dari pengeluaran anggaran kesehatan terbuang untuk menangani semua aspek efek samping obat. Sekitar 15% dari total pengeluaran RS di negara-negara OECD adalah untuk mengatasi akibat langsung dari efek samping obat, dengan kejadian yang paling berat termasuk tromboemboli vena, dekubitus, dan infeksi di RS.

.

baca juga https://dokterwikan.wordpress.com/2019/07/08/2019-perawatan-diri/

.

Infeksi di RS mempengaruhi 14 dari setiap 100 pasien yang dirawat inap. Dari setiap 100 pasien yang dirawat di RS di  7 negara berpenghasilan tinggi dan 10 negara berpenghasilan rendah dan menengah, akan memperoleh infeksi terkait perawatan kesehatan atau ‘Health Care-Associated Infections’ (HAI), yang memengaruhi ratusan juta pasien di seluruh dunia. Setiap tahun sekitar 3,2 juta pasien mengalami HAI di seluruh Uni Eropa dan total 37.000 di antaranya meninggal sebagai akibat langsung. Langkah pencegahan dan pengendalian infeksi yang sederhana dan murah, seperti kebersihan tangan yang tepat, dapat mengurangi frekuensi HAI hingga lebih dari 50%.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/02/02/resistensi-antibiotik-global/

.

Selain itu, lebih dari satu juta pasien meninggal setiap tahun akibat komplikasi tindakan bedah. Tindakan pembedahan oleh dokter masih menghasilkan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi secara global, dengan setidaknya 7 juta orang per tahun mengalami komplikasi bedah yang melumpuhkan, yang mana lebih dari 1 juta orang meninggal. Meskipun angka kematian perioperatif terkait pembiusan atau tindakan anestesi telah semakin menurun selama 50 tahun terakhir, sebagian merupakan hasil dari upaya untuk meningkatkan keselamatan pasien perioperatif, namun masih tetap dua sampai tiga kali lebih tinggi terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah, daripada di negara berpenghasilan tinggi.

.

Sementara penggunaan radiasi telah meningkatkan luaran klinis layanan kesehatan, paparan terhadap radiasi adalah juga merupakan masalah kesehatan dan keselamatan masyarakat. Penggunaan  radiasi pengion untuk keperluan medis, adalah penyumbang tunggal terbesar dalam paparan radiasi terhadap populasi dari sumber buatan. Di seluruh dunia, ada lebih dari 3,6 miliar pemeriksaan x-ray dilakukan setiap tahun, dengan sekitar 10% di antaranya terjadi pada anak. Selain itu, ada lebih dari 37 juta tindakan kedokteran nuklir dan 7,5 juta prosedur radioterapi yang dilakukan setiap tahun, secara global. Penggunaan radiasi medis yang tidak tepat atau oleh petugas yang tidak terampil, dapat menyebabkan bahaya kesehatan bagi pasien dan petugas profesional perawatan kesehatan di sekitarnya.

.

Diperlukan mobilisasi luas dari para pemangku kepentingan, yang mendukung tindakan berkelanjutan untuk mencapai Pemberian Obat Tanpa Bahaya (Medication Without Harm). Momentum Hari Keselamatan Pasien Sedunia (World Patient Safety Day) 2019 mengingatkan kita agar ‘tidak seorang pun boleh dirugikan dalam memperoleh perawatan kesehatan.’

.

Apakah kita sudah bertindak?

Sekian

Kompleks Candi di Siem Reap, Kerajaan Kamboja

Yogyakarta, 3 September 2019

*) Dokter spesialis anak RS Panti Rapih dan Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161

Categories
Istanbul

2019 Informasi Vaksinasi

Gambar terkait

INFORMASI  VAKSINASI

fx. wikan indrarto*)

Pada hari Jumat, 26 April 2019 di Brussel, Belgia, dikeluarkan pernyataan untuk menentang disinformasi vaksinasi. Pernyataan tersebut dibacakan dengan lantang oleh Mr. Jyrki Katainen, Perdana Menteri Finlandia (2011 sampai 2014) dan Wakil Presiden Komisi Eropa bidang ‘Jobs, Growth, Investment and Competitiveness’, pada Pekan Imunisasi Eropa. Apa maknanya bagi kita?

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/12/27/2018-vaksin-bukan-mitos/

Vaksinasi adalah salah satu intervensi di bidang kesehatan masyarakat, yang paling sukses hingga saat ini. Vaksin tidak hanya mampu mencegah penyakit dan menyelamatkan nyawa, tetapi juga mengurangi biaya perawatan kesehatan. Selama dua abad terakhir, telah terbukti secara konsisten bahwa vaksin bekerja. Ini adalah fakta, bukan masalah pendapat seseorang. Sayangnya, banyak dari kita yang membaca berita bagus dan tidak diragukan lagi, telah terpengaruh oleh berita utama yang mengejutkan, yaitu tentang munculnya wabah penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin, dalam beberapa tahun terakhir, yang mengakibatkan konsekuensi kesehatan yang parah dan kadang-kadang kematian, yang sebenarnya dapat dihindari. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyebut disinformasi tentang vaksin sebagai salah satu dari 10 ancaman di bidang kesehatan masyarakat teratas tahun 2019 ini. Disinformasi ini berarti kepercayaan pada ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran sedang terkikis.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/02/27/2019-vaksin-dengue/

.

Dalam laporan yang dimuat di ‘Eurobarometer’ tentang sikap terhadap vaksinasi yang diterbitkan hari Jumat, 26 April 2019, ternyata 85% warga Uni Eropa tetap realistis dan percaya, bahwa vaksinasi adalah cara yang efektif untuk mencegah penyakit menular, yang mampu melindungi diri sendiri dan orang lain di sekitarnya. Kekebalan komunitas (herd immunity) adalah sangat penting, terutama ketika seseorang memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah dan tidak dapat divaksinasi, karena meraka akan terlindungi oleh komunitasnya.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/04/16/2019-pekan-imunisasi-sedunia/

.

Eurobarometer juga menunjukkan bahwa sekitar setengah dari warga Uni Eropa telah divaksinasi dalam lima tahun terakhir, dan sebagian besar (79%) telah berkonsultasi dan percaya kepada dokter sebagai petugas kesehatan profesional, untuk mendapatkan informasi tentang vaksinasi. Namun demikian, ada beberapa temuan lain yang mengkhawatirkan, misalnya 48% responden orang Eropa percaya bahwa vaksin sering kali dapat menghasilkan efek samping yang parah, dan 38% responden berpendapat bahwa vaksin dapat menyebabkan suatu penyakit yang sebenarnya justru harus terlindungi.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/07/24/2018-senjang-imunisasi/

.

Dengan ini berarti bahwa diperlukan usaha yang lebih keras lagi untuk meningkatkan cakupan vaksin dan memerangi disinformasi vaksin, yang ternyata masih jauh dari selesai. Diperlukan dukungan politik untuk mewujudkan manfaat vaksinasi, pentingnya penelitian lanjutan untuk terciptanya vaksin yang lebih baik, dan mempermudah akses ke layanan vaksin untuk semua warga. Hal yang terakhir namun tidak kalah penting, adalah membentuk solidaritas global dan tindakan tegas terhadap disinformasi vaksin. Masyarakat global seharusnya bergabung untuk meningkatkan kesadaran tentang satu fakta sederhana, yaitu Kinerja Vaksin ! (Vaccines Work!).

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2017/07/03/etika-imunisasi/

.

Imunitas setelah vaksinasi adalah pertahanan terbaik terhadap penyakit menular yang serius, dapat dicegah, dan kadang-kadang mematikan. Berkat vaksinasi yang meluas, penyakit cacar telah dapat diberantas, Eropa telah bebas polio, dan banyak penyakit infeksi lain hampir dapat tersingkirkan. Saat ini, lebih dari 100 juta anak telah divaksinasi setiap tahun terhadap penyakit seperti difteri, tetanus, pertusis, tuberkulosis, polio, campak, dan hepatitis B. Vaksinasi mencegah sekitar 2,5 juta kematian di seluruh dunia setiap tahun, dan mengurangi biaya perawatan kesehatan karena penyakit tertentu, termasuk obat antimikroba yang sering diresepkan secara kurang tepat untuk penyakit infeksi virus.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/07/18/2019-hilang-peluang-sehat/

.

Meskipun vaksinasi memiliki rekam jejak yang cemerlang, beberapa negara UE dan negara tetangga di sekitarnya saat ini menghadapi wabah penyakit menular, yang sebenarnya dapat dicegah dan belum pernah terjadi sebelumnya, karena tingkat cakupan vaksinasi yang tidak mencukupi. Akses yang tidak merata terhadap vaksin dan memudarnya kepercayaan masyarakat terhadap vaksinasi, merupakan alasan yang memprihatinkan, dan bahkan merupakan tantangan utama bagi para dokter dan ahli kesehatan masyarakat.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/06/07/2019-hoaks-medis/

.

Ternyata masih banyak anak di Eropa, apalagi di belahan dunia lainnya, tidak divaksin dan tetap rentan terhadap penyakit yang berpotensi mengancam jiwa. Kunci untuk mencegah konsekuensi serius sebagai akibat tidak divaksin, adalah memastikan bahwa setiap komunitas tidak hanya siap, tetapi juga memiliki informasi tentang vaksin yang baik. Perlu dilakukan gerakan membongkar mitos tentang vaksin, mempromosikan argumen berbasis ilmiah, dan memastikan bahwa setiap individu memahami pentingnya vaksin pada setiap tahap kehidupan, hal ini sama pentingnya dengan menyediakan akses yang setara ke vaksin.

.

Untuk meningkatkan cakupan imunisasi anak, ‘European Centre for Disease Prevention and Control’ (ECDC) dan ‘European Medicines Agency’ (EMA) memberikan beberapa rekomendasi. Yaitu menerapkan langkah praktik terbaik selama terjadinya wabah penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin, juga mendanai proyek imunisasi melalui program kesehatan nasional, meningkatkan data untuk memantau cakupan vaksinasi, mendorong asosiasi profesi kesehatan, agar membantu mengadvokasi imunisasi untuk anak kepada orang tua, dan memberikan informasi obyektif yang berbasis bukti, terutama kepada para profesional kesehatan.

.

Pernyataan menentang disinformasi vaksinasi oleh Mr. Jyrki Katainen untuk masyarakat Uni Eropa, tentu juga relevan bagi kita di Indonesia. Mari kita meningkatkan kesadaran bersama tentang satu fakta sederhana, yaitu Kinerja Vaksin ! (Vaccines Work!).

Sudahkah kita bertindak bijak?

Sekian

Yogyakarta, 29 Agustus 2019

Reuni Forsino di Probolinggo Jawa Timur

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Pengurus ARSSI DIY, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161

Categories
Istanbul

2019 Limbah Medis

Hasil gambar untuk limbah medis adalah

LIMBAH  MEDIS

fx. wikan indrarto*)

Pengelolaan limbah medis di Rumah Sakit (RS), baik limbah padat ataupun cair, sudah diatur secara ketat. Namun demikian, masyarakat sekitar RS di DIY masih sering merasa cemas, berkeberatan dan terganggu, bahkan menuntut secara berlebihan. Apa yang sebaiknya dilakukan?

.

Limbah medis adalah hasil buangan dari suatu aktivitas medis, yang harus sesegera mungkin diolah setelah dihasilkan, sedangkan penyimpanan menjadi pilihan terakhir, hanya jika limbah tidak dapat langsung diolah. Untuk mengoptimalkan upaya penyehatan lingkungan RS dari pencemaran limbah yang dihasilkannya, maka RS harus mempunyai fasilitas pengelolaan limbah sendiri, yang ditetapkan melalui KepMenKes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan RS.

Pertama berupa Fasilitas Pengelolaan Limbah padat, yaitu setiap RS harus melakukan reduksi limbah, dimulai dari sumbernya dan harus mengelola dan mengawasi penggunaan bahan kimia yang berbahaya dan beracun (B3). Selain itu, setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis di RS, mulai dari pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan, harus melalui sertifikasi dari pihak yang berwenang. Kedua berupa Fasilitas Pengolahan Limbah Cair, karena limbah cair harus dikumpulkan dalam container, yang sesuai dengan karakteristik kimia, radiologi, volume, dan prosedur penanganan dan penyimpanannya. RS harus memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah sendiri, sebelum akhirnya dialirkan ke tempat lain sesuai ketentuan.

.

Selain itu, Permenkes Nomer 7 Tahun 2019 Tentang Kesehatan Lingkungan RS, pada pasal 4 ayat 2 menyebutkan bahwa, penyelenggaraan RS ramah lingkungan antara lain meliputi pengembangan tapak atau lahan RS, penghematan energi listrik, juga penghematan dan konservasi air. Selain itu, pengaturan tentang limbah medis cair dan konservasi air, juga dilakukan oleh Kementrian Lingkungan Hidup, yaitu melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air Limbah, yang mengatur secara cukup rinci. Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah, saat akan dibuang atau dilepas ke dalam media air, misalnya sungai atau riol dari suatu usaha dan atau kegiatan, termasuk RS.

.

Riol (riool) kota adalah jaringan saluran pembuangan air kotor di dalam kota, yang menghubungkan saluran riol gedung dengan unit pengolahan air kotor di dalam kota. Oleh karena di Indonesia sistem pengaliran air kotor dengan sistem pengaliran air hujan terpisah, maka fungsi riol kota hanya untuk mengalirkan air kotor atau limbah cair dari rumah tangga dan juga dari RS. Bupati atau walikota setempat dalam menerbitkan izin pembuangan air limbah ke sumber air, wajib menggunakan baku mutu lebih ketat, yang diperoleh dari hasil kajian dokumen lingkungan atau kajian pembuangan air limbah ke sumber air.

.

Beberapa parameter limbah cair RS sebelum dialirkan ke sungai harus dipenuhi, termasuk parameter fisika yang meliputi suhu air dan kandungan zat padat terlarut ataupun tersuspensi. Parameter kimia meliputi pH, minyak lemak, dan amonia nitrogen. Juga parameter mineral meliputi besi, mangan, barium, tembaga, seng, krom, merkuri, timbal, stanum, arsen, selenium, nikel, kobal, sianida, sulfida, fluorida, klorin, amoniak, nitrat, nitrit dan fenol, semuanya harus di bawah ambang batas aman.

.

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta telah mengeluarkan Peraturan Daerah DIY Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Baku Mutu Air Limbah, meliputi  air limbah yang dikelompokkan dalam 3 (tiga) sektor, yaitu industri, pelayanan kesehatan dan jasa pariwisata. Untuk air limbah dari pelayanan kesehatan atau RS, tidak hanya berlaku ketentuan parameter fisika dan kimia saja. Namun demikian, juga dipersyaratkan para meter mikrobiologi, yaitu kandungan bakteri Coliform maksimal 5.000 MPN/100 ml, sedangkan bakteri patogen lainnya, yaitu Salmonela, Shigela, Vibrio Cholera, dan Streptococus harus negatif. Debit limbah cair yang diijinkan dibuang ke sungai atau riol paling banyak tergantung dari tipe RS, yaitu tipe A 600, B dan C 500, sedangkan D dan RS khusus maksimal 450 liter/bed/hari.

.

Berdasarkan hasil pertemuan Pengurus Asosiasi RS Swasta Indonedsia (ARSSI) Cabang DIY, Badan Pengawas RS (BPRS), dan Dinas Kesehatan DIY pada hari Senin, 26 Agustus 2019, saat ini permasalahan pelik yang dihadapi oleh banyak RS di DIY terkait pengolahan limbah, pada dasarnya bersifat administratif terkait dengan dokumen lingkungan, izin lingkungan, dan persyaratan lainnya. Misalnya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Upaya Pengelolaan Lingkungan, dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL dan UPL) RS tidak mencakup kegiatan Pengolahan Limbah B3. Mungkin saja RS telah memiliki dokumen Amdal dan UKL/UPL, tetapi tidak memiliki izin lingkungan, juga perbedaan persepsi kewenangan penilaian AMDAL antara Dinas Provinsi DIY dan Kabuapten atau Kota, sehingga ada beberapa Dinas Kabupaten atau Kota yang tidak mengeluarkan izin lingkungan. Sedangkan untuk masalah pada persyaratan lainnya, misalnya lokasi RS berdekatan dengan fasilitas pendidikan, berada di daeah lembah, atau RS tidak memiliki lahan yang cukup luas untuk lokasi insinerator.

.

Ketatnya pengaturan limbah medis cair dari RS, tentu saja menuntut investasi yang cukup besar, yang sangat mungkin memberatkan RS kecil. Dengan demikian kecemasan masyarakat di sekitar RS akan bahaya limbah cair dari RS dan kendala administratif perijinan lingkungan, perlu mendapatkan terobosan yang cepat, adil, dan terjangkau bagi semua pihak.
.


Sudahkah kita bertindak bijak?

Sekian

Yogyakarta, 29 Agustus 2019

Melihat pengelolaan limbah medis di RS Khusus Anak Kantha Bopha III Siem Reap, Kamboja

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Pengurus ARSSI DIY, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161

Categories
Istanbul

2019 Epidemi Rokok Global

Image result for who report on the global tobacco epidemic 2019

EPIDEMI  ROKOK  GLOBAL

fx. wikan indrarto*)

Pada hari Jumat, 26 Juli 2019 dilaporkan adanya banyak kemajuan yang telah dibuat dalam memerangi rokok, tetapi peningkatan tindakan terus diperlukan, untuk membantu lebih banyak orang keluar dari produk yang mematikan ini. Laporan WHO ketujuh tentang epidemi rokok global 2019, menganalisis upaya nasional di berbagai negara, untuk menerapkan berbagai langkah dari Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC), yang telah terbukti mampu mengurangi permintaan akan rokok. Apa yang perlu disadari?

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/05/27/2019-hari-tanpa-tembakau-sedunia/

.

Banyak pemerintah telah membuat kemajuan dalam perang global melawan tembakau. Sekitar 5 miliar orang saat ini tinggal di beberapa negara yang telah memperkenalkan aturan larangan merokok, paling tidak empat kali lebih banyak orang daripada satu dekade yang lalu. Namun demikian, banyak negara lainnya masih belum menerapkan kebijakan secara memadai, termasuk membantu orang untuk berhenti merokok.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/07/12/2018-rokok-gelap/

.

Langkah FCTC yang disebut intervensi “M-POWER”, telah terbukti menyelamatkan banyak nyawa dan mengurangi biaya perawatan kesehatan. M-POWER diluncurkan pada tahun 2007 untuk mempromosikan tindakan pemerintah terhadap 6 buah strategi pengendalian tembakau. M (Monitor tobacco use and prevention policies) pemantauan penggunaan tembakau dan kebijakan pencegahannya. P (Protect people from tobacco smoke) melindungi orang dari asap rokok. O (Offer help to quit tobacco use) menawarkan bantuan untuk berhenti merokok. W (Warn people about the dangers of tobacco) peringatan tentang bahaya rokok. E (Enforce bans on tobacco advertising promotion and sponsorship) terapkan larangan untuk iklan, promosi, dan sponsor tembakau, juga R (Raise taxes on tobacco) atau meningkatkan pajak tembakau.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/09/24/1819/

.

Fokus laporan global 2019 ini adalah pada kemajuan yang telah dibuat oleh beberapa negara, dalam membantu perokok untuk berhenti. Untuk itu, layanan berhenti merokok harus ditingkatkan (tobacco cessation services must be stepped up). Program ini mulai diluncurkan di Brasil pada hari Jumat, 26 Juli 2019, sebuah negara yang telah menjadi yang kedua setelah Turki, untuk sepenuhnya menerapkan semua langkah M-POWER pada tingkat pencapaian tertinggi. Bahkan Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO, mendesak semua pemerintah untuk menerapkan layanan berhenti merokok, sebagai bagian dari upaya untuk memastikan cakupan kesehatan semesta atau ‘Universal Health Couverage’ (UHC) bagi segenap warganya. “Berhenti merokok adalah salah satu hal terbaik yang dapat dilakukan oleh siapa pun, untuk kesehatan mereka sendiri,” kata Dr. Tedros.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/09/24/1819/

.

Saat ini 2,4 miliar orang tinggal di negara yang telah menyediakan layanan berhenti merokok komprehensif, atau 2 miliar lebih banyak dibandingkan pada tahun 2007. Namun demikian, hanya 23 negara yang menyediakan layanan berhenti merokok pada tingkat praktik terbaik. Layanan berhenti merokok mencakup layanan telephone hotline berhenti merokok secara nasional yang bebas pulsa, layanan “m-Cessation” untuk menjangkau populasi yang lebih besar, karena menggunakan aplikasi telepon seluler, konseling oleh petugas layanan kesehatan, termasuk hipnotherapi, dan terapi penggantian nikotin dengan biaya yang terjangkau.

.

Michael R. Bloomberg, ‘Global Ambassador for Noncommunicable Diseases and Injuries’ dan pendiri ‘Bloomberg Philanthropies’, memuji upaya setiap pemerintah untuk membantu orang berhenti merokok. Semakin banyak negara yang menjadikan pengendalian tembakau sebagai prioritas program, tentu akan dapat menyelamatkan lebih banyak nyawa. Peredaran rokok juga menurun secara proporsional di sebagian besar negara. Namun demikian, di beberapa negara pertumbuhan populasi tetap tinggi, yang berarti bahwa jumlah perokok tetap tinggi. Saat ini, diperkirakan ada 1,1 miliar perokok, sekitar 80% di antaranya tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah.

.

Dibandingkan laporan terakhir yang dikeluarkan pada tahun 2017, laporan epidemi tembakau global tahun 2019 ini menemukan bahwa 36 negara telah memperkenalkan satu atau lebih langkah M-POWER, pada tingkat pencapaian tertinggi. Lebih dari setengah populasi dunia, sekitar 3,9 miliar orang yang tinggal di 91 negara, telah mendapat manfaat dari peringatan bahaya rokok berupa grafik besar, menjadikannya ukuran M-POWER dengan cakupan populasi tertinggi. Selain itu, ada 14 negara lagi yang telah menerapkan undang-undang peringatan grafik yang besar di tingkat praktik terbaik. Pertumbuhan cakupan populasi terbesar terlihat pada langkah peningkatkan pajak tembakau. Cakupan populasi dari kebijakan M-POWER ini hampir dua kali lipat dari 8% pada 2016 menjadi 14% pada 2018. Meskipun langkah ini adalah cara paling efektif untuk mengurangi peredan rokok, tetapi peningkatan pajak rokok masih merupakan kebijakan M-POWER dengan cakupan populasi terendah.

.

Dari 5 miliar orang warga dunia yang dilindungi oleh setidaknya satu kebijakan M-POWER, 3,9 miliar orang tinggal di negara berkembang, atau 61% dari semua orang di negara berkembang. Terdapat 59 negara yang belum mengadopsi satupun langkah M-POWER pada tingkat pencapaian tertinggi, dimana 49 di anataranya adalah negara berkembang. Di 34 negara berpenghasilan rendah di dunia, 17 negara pada hari ini memiliki setidaknya satu kebijakan M-POWER, pada tingkat praktik terbaik dibandingkan dengan 3 pada tahun 2007. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendapatan masyarakat tidak menjadi penghalang bagi pengendalian tembakau.

.

Sebanyak 7 negara, yaitu Antigua, Benin, Burundi, Gambia, Guyana, Niuegini, dan Tajikistan, telah mengadopsi undang-undang bebas asap rokok lengkap yang mencakup semua tempat umum dalam ruangan dan tempat kerja. Sebanyak 4 negara lainnya, yaitu Czechia, Arab Saudi, Slovakia dan Swedia, telah melangkah maju ke praktik terbaik layanan berhenti merokok. Namun demikian, selama periode yang sama, sebanyak 6 negara lain turun peringkat dari kelompok tertinggi.

.

Sebanyak 14 negara lainnya, yaitu Barbados, Kamerun, Kroasia, Siprus, Georgia, Guyana, Honduras, Luksemburg, Pakistan, Saint Lucia, Arab Saudi, Slovenia, Spanyol dan Timor-Leste, telah mengadopsi aturan wajib peringatan bahaya tembakau secara grafik besar pada bungkus rokok. Sebanyak 10 negara, yaitu Antigua, Azerbaijan, Benin, Kongo, Republik Demokratik Kongo, Gambia, Guyana, Niuegini, Arab Saudi dan Slovenia, telah memperkenalkan larangan komprehensif untuk iklan, promosi, dan sponsor rokok. Selain itu, sebanyak 10 negara laiinnya, yang meliputi Andorra, Australia, Brasil, Kolombia, Mesir, Mauritius, Montenegro, Selandia Baru, Makedonia Utara, dan Thailand, telah menaikkan pajak yang mencakup setidaknya 75% dari harga eceran rokok.

.

Apakah kita sudah terlibat membantu menurunkan epidemi rokok di sekitar kita?

Sekian

Gunung Bromo, Batok dan Semeru Jawa Timur hari Sabtu dini hari, 24 Agustus 2019

Yogyakarta, 30 Agustus 2019

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161