Categories
Istanbul

2019 Kekerasan pada Kelahiran Bayi

Hasil gambar untuk kelahiran bayi normal

KEKERASAN  PADA  KELAHIRAN  BAYI

fx. wikan indrarto*)

Rabu, 9 Oktober 2019 ‘the Lancet’ menampilkan laporan yang menunjukkan bahwa lebih dari sepertiga bayi baru lahir di empat negara berpenghasilan rendah, dilahirkan dari ibu yang mengalami penganiayaan selama persalinan di fasilitas kesehatan. Ibu yang lebih muda dan kurang berpendidikan, ditemukan paling berisiko mengalami penganiayaan oleh petugas kesehatan. Bagaimana bayi tersebut akan berkembang?

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/09/26/2019-ibu-dan-bayi-lebih-banyak-hidup/

.

Bayi baru lahir di Ghana, Guinea, Myanmar dan Nigeria, mencapai 838 (42%) dari total 2.016 persalianan yang menyebabkan ibu mengalami pelecehan fisik atau verbal, stigma atau diskriminasi. Sedangkan 14% lainnya mengalami pelecehan fisik, yang paling sering ditampar, dipukul atau ditinju oleh petugas medis. Selain itu, ada juga bayi yang lahir dari ibu dengan tingkat yang tinggi dari operasi bedah caesar, episiotomi dan pemeriksaan  dalam vagina yang tidak perlu.

.

Pada hal, pedoman WHO telah mempromosikan perawatan bersalin yang penuh hormat untuk semua ibu, yaitu perawatan yang menjaga ‘martabat, privasi, dan kerahasiaan, memastikan kebebasan dari bahaya dan perlakuan buruk, dan memungkinkan pilihan tindakan medis berdasarkan informasi yang memadai, selama persalinan dan melahirkan’.

.

Di antara bayi yang lahir dari 2.016 orang ibu, 35 (13%) bayi lahir melalui operasi bedah caesar yang dilakukan tanpa persetujuan ibu. Demikian juga 190 bayi lahir dari ibu yang dilakukan tindakan episiotomi tanpa persetujuan ibu, dari total 253 (75%) ibu yang dilakukan episiotomi. Pemeriksaan vagina ibu secara berlebihan dan tanpa persetujuan ibu terjadi dalam 59% kasus (2.611 dari 4.393 pemeriksaan). Selain pelecehan fisik, 752 (38%) dari 2.016 ibu mengalami tingkat pelecehan verbal yang tinggi, yaitu paling sering diteriaki, dimarahi dan diejek. Selain itu, 11 ibu mengalami stigma atau diskriminasi, biasanya mengenai ras atau etnis mereka.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/05/09/2019-kematian-bayi/

.

Untuk mengatasi penganiayaan selama persalinan yang juga berdampak pada kesehatan bayi baru lahir, sistem kesehatan setempat harus dimintai pertanggungjawaban. Selain itu, sumber daya yang memadai harus tersedia dalam layanan kesehatan ibu yang berkualitas dan dapat diakses, serta kebijakan yang jelas tentang hak-hak ibu. Dokter dan bidan juga membutuhkan dukungan dan pelatihan berulang, untuk memastikan bahwa ibu melahirkan dan bayi baru lahir, diperlakukan dengan belas kasih dan bermartabat.

.

Strategi yang dapat dilakukan meliputi pertama, mendesain ulang ruang bersalin untuk memenuhi kebutuhan ibu melahirkan dan bayi baru lahir, termasuk memungkinkan privasi dan pendampingan oleh petugas medis. Kedua, meningkatkan penerapan regulasi tentang persetujuan tindakan medik atau ‘informed consent,’ pada semua intervensi medis. Ketiga, memberikan pendampingan dan dukungan yang memadai bagi petugas kesehatan, agar mampu memberikan perawatan berkualitas lebih baik. Keempat, mengizinkan semua ibu yang menginginkannya memiliki seorang pendamping selama proses persalinan dan kelahiran bayi.

.

Kelima, asosiasi tenaga kesehatan profesional, seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI) atau Ikatan Bidan Indonesia (IBI) juga wajib memainkan peran penting dalam mempromosikan dan mendukung perawatan penuh hormat untuk ibu melahirkan. Yang terakhir, memastikan bahwa penganiayaan terhadap ibu melahirkan secara konsisten harus diidentifikasi dan dilaporkan, dengan langkah pencegahan yang sesuai secara lokal, juga harus diterapkan. Kebijakan dan program layanan kesehatan di manapun, hendaknya mampu memastikan bahwa semua ibu akan memiliki pengalaman kehamilan dan persalinan yang positif, didukung oleh petugas layanan kesehatan profesional, yang diberdayakan dalam sistem kesehatan yang berfungsi dengan baik.

.

Pada tahun 2014 telah disepakati program pencegahan dan penghapusan rasa tidak hormat dan penganiayaan ibu selama persalinan. Hal tersebut disebabkan karena penganiayaan ibu selama persalinan, adalah pelanggaran hak ibu hamil yang dapat berdampak buruk pada bayi yang dilahirkannya. Rekomendasi WHO tahun 2018 tentang perawatan selama persalinan atau intrapartum agar memberikan pengalaman bagi ibu melahirkan yang positif, menyoroti pentingnya perawatan yang berpusat pada ibu melahirkan, melalui pendekatan holistik berbasis hak asasi manusia. Rekomendasi ini termasuk penyediaan perawatan kehamilan yang penuh hormat yang menjaga martabat, privasi, dan kerahasiaan ibu, memungkinkan pilihan tindakan medis berdasarkan informasi dan dukungan petugas kesehatan, yang terus menerus selama persalinan dan melahirkan, serta memastikan kebebasan dari penganiayaan atas ibu.

.

Meskipun ada bukti perlakuan terhadap ibu melahirkan yang abai, kasar, dan tidak sopan selama persalinan di fasilitas kesehatan, namun tidak ada konsensus di tingkat global tentang bagaimana kejadian ini didefinisikan dan diukur. Meghan A. Bohren dan tim menuliskan laporan yang berjudul ‘Penganiayaan Ibu saat Melahirkan di Fasilitas Kesehatan Secara Global’ (The Mistreatment of Women during Childbirth in Health Facilities Globally: A Mixed-Methods Systematic Review) dan diterbitkan pada 30 Juni 2015 https: //doi.org/10.1371/journal.pmed.1001847

.

Dari database PubMed, CINAHL, dan Embase dengan menggunakan pendekatan CERQual, didapatkan 65 penelitian dari 34 negara. Temuan kualitatif penganiayaan ibu saat melahirkan diringkas dalam tujuh domain, yaitu (1) pelecehan fisik, (2) pelecehan seksual, (3) pelecehan verbal, (4) stigma dan diskriminasi, (5) kegagalan untuk memenuhi standar perawatan profesional, (6) hubungan yang buruk antara ibu dan petugas kesehatan, dan (7) kondisi dan kendala sistem kesehatan.

.

Pengaruh penganiayaan dan kekerasan pada ibu melahirkan terhadap kesehatan bayinya adalah beberapa hal buruk berikut ini. Pertama, mempengaruhi emosi. Emosi bayi akan menjadi lebih cepat berubah, menjadi lebih sulit tidur, gangguan menyusui dan pertumbuhan BB. Kedua, menurunkan fungsi luhur otak. Efek penganiayaan dan kekerasan yang terjadi pada ibu juga dapat mempengaruhi struktur dan perkembangan otak ibu, hingga terjadi penurunan fungsi otak di bagian tertentu. Hal ini dapat mengganggu proses pengasuhan bayi hingga ibu mengalami gangguan kesehatan mental. Ketiga, memiliki risiko terkena penyakit lainnya yang lebih tinggi. Trauma akibat penganiayaan dan kekerasan pada ibu saat melahirkan, berhubungan dengan anak yang cenderung memiliki sistem imun yang lebih buruk dibandingkan anak lainnya. Keempat, memiliki kebiasaan buruk. Ibu yang mengalami penganiayaan dan kekerasan fisik saat melahirkan cenderung akan memiliki kebiasaan merokok, ketergantungan alkohol, keinginan untuk bunuh diri, dan penyalahgunaan obat terlarang, bahkan ketika sedang menyusui bayinya. Bahkan jika tidak mendapat penanganan yang tepat, ibu yang sebelumnya merupakan korban dapat menjadi pelaku kekerasan itu sendiri, termasuk terhadap bayinya, di kemudian hari.

.

Tulisan Meghan A Bohren dan tim yang berjudul ‘How women are treated during facility-based childbirth in four countries: a cross-sectional study with labour observations and community-based surveys’, dipublikasikan oleh ‘The Lancet’ untuk umum. Laporan ‘the Lancet’ yang menunjukkan bahwa lebih dari sepertiga bayi baru lahir, dilahirkan dari ibu yang mengalami penganiayaan selama persalinan di fasilitas kesehatan, sangat memperihatinkan dan layak dicegah.

Sudahkah kita berperan bijak?

Sekian

Yogyakarta, 18 Oktober 2019

*) Dokter spesialis anak RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161

By Fx Wikan Indrarto

Dokter Fx Wikan Indrarto

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *