Categories
anak COVID-19 dokter Healthy Life sekolah UHC vaksinasi

2021 Vaksinasi COVID-19 untuk Anak

Vaksinasi Covid-19 Anak 6-11 Tahun di Kota Tangerang Dimulai Besok 14  Desember 2021 - News Liputan6.com

VAKSINASI  COVID-19  UNTUK  ANAK

fx. wikan indrarto*)

Meskipun kasus COVID-19 positif pada anak usia 6-17 tahun hanya 10-13% dari total populasi, tetapi vaksinasi COVID-19 untuk anak tetaplah perlu untuk diberikan. Apa yang harus disiapkan?

.

Kasus COVID-19 positif terbanyak di Indonesia ada pada kelompok usia dewasa muda usia 18-30 tahun sebanyak 21%, dan dewasa usia 31-45 tahun sebanyak 25%. Setelah kelompok sasaran yang lebih prioritas tersebut telah mendapatkan vasinasi COVID-19, maka anak usia 6-11 tahun telah menjadi kelompok sasaran berikutnya.

.

Tujuan vaksinasi anak usia 6-11 tahun adalah pertama, mencegah sakit berat dan kematian pada anak yang terinfeksi COVID-19. Kedua, mencegah penularan pada anggota keluarga dan saudara dekatnya yang belum dapat divaksinasi atau yang mempunyai risiko terinfeksi. Ketiga, mendukung pelaksanaan pembelajaran tatap muka di sekolah, dan meminimalisasi penularan COVID-19 di sekolah. Keempat, mempercepat tercapainya kekebalan kelompok (herd immunity).

.

Jumlah sasaran program vaksinasi anak usia 6-11 tahun di Indonesia adalah 26,5 juta anak, berdasarkan data Sensus Penduduk 2020, yang akan diberikan secara bertahap. Vaksin yang digunakan adalah Sinovac (Coronavac atau COVID-19 Biofarma), sedangkan vaksin merek lain masih menunggu ijin penggunaan darurat (EUA) dari BPOM RI dan Rekomendasi ITAGI. Tempat pelaksanaan vaksinasi adalah di puskesmas, rumah sakit, atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, termasuk pos pelayanan vaksinasi di sekolah, satuan pendidikan lain, atau Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA).

.

Vaksinasi Covid-19 Anak Usia 6-11 Tahun Dimulai Besok

Vaksinasi anak dimulai secara bertahap di kabupaten atau kota, dengan syarat khusus, dan sudah dimulai di Jakarta Selasa, 14 Desember 2021 lalu. Kabupaten atau kota yang mulai dapat memberikan vaksinasi COVID-19 untuk anak, adalah yang cakupan vaksinasi COVID-19 dosis 1 sudah >70% dan cakupan vaksinasi pada lansia telah >60%. Jumlah sasaran anak usia 6-11 tahun secara nasional pada tahap pertama sebesar ± 8,8 juta anak. Ketersediaan vaksin untuk sasaran ini sudah terjamin memadai, sehingga tidak perlu dikawatirkan.

.

Pemberian vaksin COVID-19 Sinovac adalah dengan cara suntikan ke dalam otot atau intramuskular di bagian lengan atas, dengan dosis 0,5 mL. Sangat dianjurkan anak didampingi oleh orang tua atau wali. Vaksinasi ini diberikan sebanyak dua kali dengan interval minimal 28 hari, sedangkan jarak pemberian dengan vaksin lain pada program imunisasi rutin atau tambahan adalah 4 minggu.

.

Sebelum pelaksanaan vaksinasi COVID-19, anak harus dilakukan skrining dengan menggunakan format standar. Pertama adalah suhu tubuh, kalau suhu > 37,5 0C, maka vaksinasi ditunda sampai demam sembuh dan suhu stabil baik. Kedua adalah tekanan darah yang diukur menggunakan manset khusus anak. Jika tekanan darah >140/90 mmHg pengukuran tekanan darah diulang 5 (lima) sampai 10 (sepuluh) menit kemudian. Jika masih tinggi maka vaksinasi ditunda dan dirujuk ke dokter spesialis anak.

.

Ketiga adalah riwayat anak mendapat vaksin lain dalam program imunisasi rutin atau tambahan. Bila mendapatkan dalam rentang waktu kurang dari 2 minggu sebelumnya, maka vaksinasi COVID-19 ditunda sampai berjarak 4 minggu. Keempat, tentang riwayat sakit COVID-19 pada anak, untuk derajat ringan dan sedang vaksinasi ditunda 1 bulan setelah sembuh, sedangkan untuk derajat berat vaksinasi ditunda 3 bulan setelah sembuh. Kelima, apakah dalam keluarga terdapat kontak erat dengan pasien COVID-19, dan jika ada kontak, vaksinasi sebaiknya ditunda 2 minggu.

.

Keenam, apakah saat itu anak menderita demam atau batuk pilek atau nyeri menelan atau muntah atau diare. Jika ya, vaksinasi ditunda, dan anak dianjurkan untuk berobat. Ketuju, apakah dalam 7 hari terakhir anak pernah mendapat perawatan inap di RS atau menderita kedaruratan medis seperti sesak napas, kejang, tidak sadar, berdebar-debar, mengalami perdarahan, hipertensi, atau bergetar (tremor) hebat. Jika Ya, vaksinasi ditunda sampai dinyatakan sembuh oleh dokter yang menanganinya.

.

Kedelapan, apakah anak sedang menderita gangguan imunitas, seperti hiperimun, auto imun, alergi berat dan defisiensi imun: gizi buruk, HIV berat, dan penyakit keganasan. Jika Ya, vaksinasi ditunda, sampai diizinkan oleh dokter yang merawat. Kesembilan, apakah anak sedang menjalani pengobatan dengan obat imunosupresan jangka panjang, misalnya steroid lebih dari 2 minggu atau sitostatika, dan jika Ya, vaksinasi ditunda, sampai diizinkan oleh dokter yang merawat.

.

Kesepuluh, apakah anak mempunyai riwayat alergi berat seperti sesak napas, bengkak, urtikaria di seluruh tubuh atau gejala syok anafilaksis (tidak sadar) setelah vaksinasi apapun sebelumnya, dan jika Ya, maka pemberian vaksinasi disarankan dilakukan di rumah sakit. Kesebelas, apakah anak laki-laki penyandang penyakit hemofilia atau kelainan pembekuan darah, dan jika Ya, maka proses pemberian vaksinasi disarankan dilakukan juga di rumah sakit, dengan persiapan AHF (Anti Hemofilia Factors) yang memadai.

.

Langkah paling efektif yang dapat dilakukan untuk mengurangi penyebaran virus COVID-19, adalah dengan menerapkan protokol kesehatan ketat. Paling tidak berupa menjaga jarak fisik minimal 1 meter dari orang lain, memakai masker yang pas, membuka jendela untuk meningkatkan ventilasi, dan menghindari ruang yang berventilasi buruk atau ramai. Selain itu, juga menjaga tangan tetap bersih, etika batuk atau bersin secara benar, yaitu ke siku yang tertekuk atau menggunakan tisu sekali pakai, dan anak usia 6-11 tahun juga divaksinasi COVID-19, saat tiba gilirannya.

Sudahkah kita melakukannya?

Sekian

Yogyakarta, 15 Desember 2021

*) Dokter spesialis anak RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161

Categories
anak COVID-19 Healthy Life resisten obat UHC vaksinasi

2021 MIS-C pada Anak COVID-19

Kemiripan MIS-C Akibat COVID-19 dengan Penyakit Kawasaki pada Anak -  Alomedika

MIS-C  PADA  ANAK COVID-19

fx. wikan indrarto*)

Selasa, 23 November 2021 WHO mengeluarkan pedoman terbaru tentang pengobatan anak dengan sindrom inflamasi multisistem atau ‘multisystem inflammatory syndrome’ yang terkait dengan COVID-19 (MIS-C). Apa yang penting?

.

WHO pertama kali menggambarkan kondisi ini pada Mei 2020. MIS-C adalah kondisi langka namun serius di mana anak dengan COVID-19 mengalami peradangan yang mempengaruhi berbagai organ tubuh. Meskipun MIS-C adalah kondisi yang serius, dengan perawatan medis yang tepat, anak dengan kondisi ini akan pulih. Pedoman terbaru WHO merekomendasikan penggunaan kortikosteroid selain perawatan suportif, bukan imunoglobulin (IVIG) plus perawatan suportif, atau perawatan suportif saja, pada anak (usia 0-18 tahun) yang dirawat di rumah sakit dengan MIS-C, selain pengobatan dan perawatan suportif. Rekomendasi bersyarat  dengan kepastian sangat rendah ini muncul setelah tersedianya tiga studi observasional, mengumpulkan data dari total 885 pasien anak.

.

Secara keseluruhan, anak tetap berisiko rendah terkena COVID-19 yang parah atau kritis, tetapi mirip dengan orang dewasa, kondisi mendasar tertentu membuat anak lebih rentan terhadap penyakit parah. Yang paling sering dilaporkan dari kondisi ini adalah obesitas, penyakit paru-paru kronis (termasuk asma), penyakit kardiovaskular dan imunosupresi. Manajemen klinis pasien COVID-19: pedoman hidup, 23 November 2021 oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dapat dilihat pada link berikut :

.

https://app.magicapp.org/#/guideline/j1WBYn/rec/L0z8gb

.

Rekomendasi bersyarat yang kedua adalah pada anak yang dirawat di rumah sakit berusia 0–18 tahun yang memenuhi definisi kasus standar untuk MIS-C dan kriteria diagnostik untuk penyakit Kawasaki, WHO menyarankan penggunaan kortikosteroid selain standar perawatan untuk penyakit Kawasaki. Ini juga rekomendasi bersyarat, kepastian sangat rendah.

.

Rekomendasi bersyarat berarti manfaat lebih besar daripada kerugian bagi sebagian besar orang, tetapi tidak untuk semua orang. Sebagian besar pasien mungkin menginginkan opsi ini. Rekomendasi yang lemah tidak berarti bahwa tidak ada bukti yang cukup untuk mendukung tindakan yang disarankan. Memang, ada dua alasan untuk rekomendasi yang lemah: i) buktinya berkualitas rendah, ATAU ii) ada keseimbangan  antara manfaat dan bahaya dari tindakan. Implikasi dari rekomendasi yang lemah, secara umum dokter harus “berpikir dua kali” dan mempertimbangkan faktor individu pasien ketika akan menerapkan rekomendasi yang lemah. Pengambilan keputusan dokter bersama keluarga pasien diperlukan untuk sebagian besar rekomendasi yang lemah.

.

Waspada, Ini Gejala dan Komplikasi MIS-C COVID pada Anak - Info Sehat  Klikdokter.com

Risiko MIS-C pada bayi baru lahir memang tidak besar. Namun demikian, WHO tetap merekomendasikan bahwa ibu dengan suspek atau terkonfirmasi COVID-19 harus didorong untuk memulai dan melanjutkan menyusui. Ibu harus diberi konseling bahwa manfaat menyusui secara substansial lebih besar daripada potensi risiko penularan.

.

Segera setelah bayi lahir, ibu sebenarnya tidak boleh dipisahkan dari bayinya, kecuali jika ibu terlalu lemah untuk merawat bayinya. Jika ibu tidak mampu merawat bayi, pengasuh keluarga lain yang kompeten harus dilibatkan. Ibu dan bayi harus dimampukan untuk tetap bersama selama tinggal di kamar yang sama (rawat gabung), sepanjang siang dan malam, dan mempraktikkan kontak kulit, baik ibu atau bayi dicurigai atau terkonfirmasi infeksi virus COVID-19 sekalipun.

.

Bayi yang lahir dari ibu diduga atau dikonfirmasi COVID-19 harus disusui dalam waktu 1 jam setelah kelahiran. Ibu harus menerapkan protokol kesehatan yang sesuai, kontak kulit-ke-kulit dini dan tidak terputus, antara ibu dan bayi harus difasilitasi dan didorong sesegera mungkin setelah lahir. Hal ini berlaku juga untuk bayi yang lahir prematur atau berat badan lahir rendah. Jika bayi baru lahir atau bayi sakit dan memerlukan perawatan khusus unit neonatal, termasuk bayi dengan MIS-C, ibu harus dibantu mengakses bayi secara mudah.

Konseling menyusui, dukungan psikososial dasar, dan dukungan pemberian makan praktis, harus diberikan kepada semua wanita hamil dan ibu yang memiliki bayi dan anak kecil, jika ibu, bayi atau anak mereka dicurigai atau dikonfirmasi terinfeksi COVID-19, yang berisiko menjadi MIS-C. Jika ibu terlalu tidak sehat untuk menyusui atau memerah ASI, carilah alternatif terbaik dengan urutan prioritas sebagai berikut.

.

Pertama, ASI donor harus diberikan jika tersedia dari bank ASI. Kedua, jika persediaan terbatas, prioritaskan ASI donor untuk bayi baru lahir prematur dan berat badan lahir rendah. Ketiga, ibu pengganti menyusui dapat menjadi pilihan tergantung pada penerimaan ibu dan keluarga, ketersediaan ibu pengganti. Pilihan ‘wet nursing’ atau disusui oleh ibu lain yang juga sedang menyusui anak atau ibu pengganti, yang sesuai berdasarkan kelayakan, keamanan, keberlanjutan, konteks budaya, penerimaan ibu dan ketersediaan layanan. Tes COVID-19 terhadap seorang wanita yang berpotensi menjadi ibu pengganti tidak diperlukan. Dalam wilayah di mana HIV lazim, calon ibu pengganti harus menjalani konseling HIV dan tes cepat jika tersedia. Jika tidak ada tes, lakukan penilaian risiko HIV. Jika penilaian atau konseling risiko HIV tidak memungkinkan, fasilitasi dan dukung menyusui basah. Terakhir keempat, susu formula sebagai pengganti ASI dapat digunakan sebagai pilihan terakhir.

.

Rekomendasikan penggunaan kortikosteroid dan dukungan pemberian ASI pada anak (usia 0-18 tahun) dengan MIS-C perlu dilakukan, meskipun bersyarat dan dengan kepastian sangat rendah. Sudahkah kita bijak?

.

Sekian

Yogyakarta, 27 November 2021

*) Dokter spesialis anak di RS RS Panti Rapih Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, Lektor FK UKDW, WA: 081227280161,

Categories
anak antibiotika COVID-19 Healthy Life UHC vaksinasi

2021 OMICRON COVID-19

WHO: Risiko Covid-19 Varian Omicron Sangat Tinggi Halaman all - Kompas.com

OMICRON  COVID-19

fx. wikan indrarto*)

Pada 26 November 2021, WHO menetapkan varian B.1.1.529 sebagai varian yang menjadi perhatian (variant of concern), bernama Omicron. Apa yang menarik?

.

Pertama tentang cara penularan, sampai saat ini belum jelas apakah Omicron lebih mudah menular (misalnya, lebih mudah menyebar dari orang ke orang) dibandingkan dengan varian lain, termasuk Delta. Jumlah orang yang dites positif telah meningkat di wilayah Afrika Selatan yang terkena varian ini, tetapi studi epidemiologi sedang dilakukan untuk memahami apakah itu karena Omicron atau faktor lainnya.

.

Kedua tentang tingkat keparahan penyakit, saat ini juga belum jelas apakah infeksi Omicron menyebabkan penyakit yang lebih parah dibandingkan infeksi dengan varian lain, termasuk Delta. Data awal menunjukkan bahwa ada peningkatan tingkat rawat inap di Afrika Selatan, tetapi ini mungkin disebabkan oleh peningkatan jumlah keseluruhan orang yang terinfeksi, bukan akibat infeksi spesifik dengan Omicron. Saat ini tidak ada informasi yang menunjukkan bahwa gejala yang terkait dengan Omicron berbeda dari varian lainnya. Infeksi awal yang dilaporkan terjadi pada kelompok mahasiswa, yaitu individu yang lebih muda yang cenderung memiliki penyakit yang lebih ringan, tetapi memahami tingkat keparahan varian Omicron akan memakan waktu berhari-hari hingga beberapa minggu. Semua varian COVID-19, termasuk varian Delta yang dominan di seluruh dunia, dapat menyebabkan penyakit parah atau kematian, khususnya bagi orang yang paling rentan, sehingga tindakan pencegahan tetaplah selalu menjadi kunci pengendalian penularan.

.

Ketiga tentang hubungan dengan infeksi SARS-CoV-2 sebelumnya, bukti awal menunjukkan bahwa mungkin ada peningkatan risiko infeksi ulang dengan Omicron, pada orang yang sebelumnya pernah terinfeksi COVID-19, dibandingkan dengan varian lainnya, tetapi bukti klinis masih terbatas. Data lebih lanjut tentang hal ini akan tersedia dalam beberapa hari dan minggu mendatang. Keempat tentang efektivitas vaksin COVID-19, saat ini sedang dianalisis dampak Omicron pada tindakan pencegahan selama ini yang sudah ada, termasuk vaksin COVID-19. Vaksin tetap penting untuk mengurangi potensi penyakit menjadi parah dan kematian, termasuk melawan varian dominan yang saat ini beredar, yaitu Delta. Vaksin COVID-19 saat ini tetap efektif mencegah penyakit menjadi parah dan kematian. 

.

Varian Omicron Perburuk Pandemi Covid-19? Ini 6 Analisa WHO - Tekno Tempo.co

Kelima tentang efektivitas tes COVID-19, saat ini tes PCR yang banyak digunakan tetap mampu mendeteksi infeksi, termasuk infeksi dengan Omicron, seperti pada varian lain juga. Penelitian sedang berlangsung untuk menentukan apakah ada dampak pada jenis tes lain, termasuk tes cepat antigen COVID-19. Keenam tentang efektivitas pengobatan, saat ini kortikosteroid dan IL6 ‘Receptor Blockers’ masih terbukti efektif pasien dengan COVID-19 yang parah. Metode pengobatan dan perawatan lain akan diteliti untuk melihat apakah masih efektif, mengingat perubahan pada bagian virus dalam varian Omicron.

.

Tindakan yang disarankan untuk semua negara, terkait bahwa Omicron telah ditetapkan sebagai ‘Variant of Concern’ yang menjadi perhatian  bersama, sesuai beberapa rekomendasikan WHO berikut. Pertama, meningkatkan pengawasan pergerakan orang dan pengurutan kasus. Kedua, berbagi urutan genom pada database yang tersedia untuk umum, seperti GISAID, yaitu lembaga internasional yang didirikan Jerman sejak 2008, sebagai bank data beragam virus influenza di seluruh duni. Ketiga, melaporkan kasus atau klaster awal ke WHO. Keempat, melakukan investigasi lapangan dan pemeriksaan di laboratorium secara lebih rinci, termasuk sekuensing. Tujuannya adalah untuk lebih memahami karakteristik Omicron dalam laju penularan atau tingkat keparahan penyakit, juga kemampuan parasat diagnostik, efektivitas vaksin COVID-19, dan terapi standar, bahkan juga dampak terhadap kesehatan masyarakat dan gangguan sosial.

.

Setiap negara harus terus menerapkan langkah pencegahan di bidang kesehatan masyarakat yang efektif, untuk mengurangi laju penularan COVID-19 secara keseluruhan, tidak hanya varian Omicron, menggunakan analisis risiko dan pendekatan berbasis sains. Negara juga harus meningkatkan kapasitas fasilitas kesehatan, jumlah tenaga medis dan ketersediaan alat kesehatan, untuk mengantisipasi peningkatan kasus. Selain itu, sangat penting bahwa ketidakadilan dalam akses untuk mendapatkan vaksin COVID-19 segera diatasi, untuk memastikan bahwa semua kelompok rentan di manapun, termasuk tenaga kesehatan dan orang lanjut usia, menerima dosis pertama dan kedua, di samping akses yang adil terhadap pengobatan dan diagnostik.

.

Langkah paling efektif yang dapat dilakukan oleh masing-masing individu untuk mengurangi penyebaran virus COVID-19, adalah dengan menerapkan protokol kesehatan. Paling tidak berupa menjaga jarak fisik minimal 1 meter dari orang lain, memakai masker yang pas, membuka jendela untuk meningkatkan ventilasi, dan menghindari ruang yang berventilasi buruk atau ramai. Selain itu, juga menjaga tangan tetap bersih, etika batuk atau bersin secara benar, yaitu ke siku yang tertekuk atau menggunakan tisu sekali pakai, dan divaksinasi COVID-19 saat tiba gilirannya.

.

Sudahkah kita melakukannya?

Sekian

Yogyakarta, 29 November 2021

*) Dokter spesialis anak RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161