Categories
Istanbul

2019 Kehilangan Bayi

Hasil gambar untuk kehilangan bayi

KEHILANGAN  BAYI

fx. wikan indrarto*)

Kehilangan bayi (losing a baby) dalam kehamilan karena keguguran atau kelahiran mati, masih merupakan hal yang tabu di seluruh dunia, terkait dengan stigma dan rasa malu. Banyak ibu masih tidak menerima perawatan yang tepat dan penuh hormat, ketika bayi mereka meninggal selama kehamilan atau persalinan. Apa yang harus disadari?

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/01/17/2019-kematian-anak/

Keguguran adalah kejadian paling umum untuk kehilangan bayi selama kehamilan. March of Dimes, sebuah organisasi internasional yang bekerja untuk kesehatan ibu dan anak, memiliki data tingkat keguguran 10-15% pada ibu yang tahu bahwa mereka hamil. Kehilangan bayi didefinisikan secara berbeda di seluruh dunia, tetapi secara umum bayi yang meninggal sebelum kehamilan berusia 28 minggu disebut keguguran (miscarriage) dan pada atau setelah 28 minggu kehamilan disebut bayi lahir mati (stillbirths). Setiap tahun, terjadi 2,6 juta keguguran dan bayi lahir mati di seluruh dunia dan banyak dari kematian ini, sebenarnya dapat dicegah. Namun demikian, keguguran dan kelahiran mati tidak dicatat secara sistematis, bahkan di negara maju sekalipun, sehingga mungkin saja jumlahnya dapat lebih tinggi. Bayi lahir mati (stillbirth) terjadi pada sekitar 2.000 keluarga Australia setiap tahun. Tingkat kelahiran mati belum berubah dalam 20 tahun terakhir dan bagi penduduk asli Australia, bahkan terjadi dua kali lebih tinggi. Namun demikian, sebelum hal itu terjadi pada satu dari enam ibu, banyak ibu hamil tidak pernah berpikir bahwa bayi dapat mati di dalam rahim.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/09/21/2018-kematian-anak/

Ada banyak alasan mengapa keguguran dapat terjadi, termasuk kelainan struktur tubuh janin, usia ibu, dan infeksi. Sebenarnya banyak di antaranya dapat dicegah, seperti infeksi malaria dan sifilis, meskipun memastikan penyebab yang tepat seringkali sulit. Nasihat umum untuk mencegah keguguran berfokus pada makanan yang sehat, berolahraga, menghindari rokok, narkoba dan alkohol, membatasi kafein, mengendalikan stres, dan mengendalikan kenaikan berat badannya. Kesemuanya menempatkan penekanan pada perbaikan faktor gaya hidup, tetapi sebenarnya justru dapat menyebabkan ibu merasa bersalah, bahwa ibu telah menyebabkan keguguran.

.

Bayi lahir mati pada umumnya terjadi selama kehamilan. Namun demikian, 1 dari 2 bayi lahir mati terjadi selama proses persalinan, yang sebenarnya banyak di antaranya dapat dicegah. Sekitar 98% kelahiran mati terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Untuk itu, meningkatkan kualitas perawatan yang lebih baik selama kehamilan dan persalinan, dapat berperan dalam mencegah lebih dari setengah juta kelahiran mati di seluruh dunia. Bahkan di negara berpenghasilan tinggi, layanan kesehatan di bawah standar merupakan faktor penting dalam kelahiran mati.

.

Ada beberapa cara untuk mengurangi jumlah bayi yang meninggal dalam kehamilan, misalnya meningkatkan akses ke perawatan antenatal, menciptakan kesinambungan layanan melalui perawatan yang dipimpin oleh bidan sampai pada perawatan komunitas, jika memungkinkan. Mengintegrasikan pengobatan infeksi selama kehamilan, pemantauan detak jantung janin, dan pengawasan proses persalinan sebagai bagian dari paket perawatan terpadu, dapat menyelamatkan 1,3 juta bayi dari kejadian lahir mati. Pada awal tahun 2019, sekitar 200 juta ibu yang ingin menghindari kehamilan, tidak memiliki akses ke layanan kontrasepsi modern. Ketika ibu benar hamil, 30 juta ibu tidak melahirkan di fasilitas kesehatan dan 45 juta ibu menerima perawatan antenatal yang tidak memadai atau tidak ada, sehingga menempatkan ibu dan bayi pada risiko komplikasi dan kematian, yang jauh lebih besar.

.

Budaya tradisional seperti sunat perempuan dan pernikahan anak sangat merusak kesehatan reproduksi anak perempuan dan kesehatan bayi mereka. Ibu yang memiliki bayi pada usia yang terlalu muda, dapat berbahaya bagi ibu dan bayinya. Ibu remaja, usia 10 – 19 tahun, jauh lebih mungkin untuk mengalami eklampsia atau infeksi rahim dibandingkan ibu berusia 20-24 tahun, yang kedua kondisi tersebut dapat meningkatkan risiko bayi lahir mati. Bayi yang lahir dari ibu yang berusia kurang dari 20 tahun, juga lebih cenderung memiliki berat badan lahir rendah, prematur, atau memiliki kondisi neonatal yang parah, yang semuanya dapat meningkatkan risiko bayi lahir mati. Sunat perempuan meningkatkan risiko ibu mengalami persalinan yang lama, terhambat, disertai perdarahan, dan robekan jalan lahir yang parah. Bayi yang dilahirkannya, jauh lebih mungkin membutuhkan resusitasi neonatal saat persalinan, dan menghadapi risiko kematian yang tinggi, selama persalinan atau setelah kelahiran.

.

Menempatkan ibu menjadi fokus perawatan sangatlah penting, agar ibu mendapatkan pengalaman kehamilan yang positif, baik dalam aspek biomedis dan fisiologis, juga untuk mendapatkan dukungan sosial, budaya, emosional dan psikologis. Namun demikian banyak ibu, bahkan di negara-negara maju dengan akses ke perawatan kesehatan terbaik, ternyata menerima perawatan yang tidak memadai setelah kehilangan bayi. Bahkan istilah yang digunakan oleh dokter untuk menjelaskan keguguran dan bayi lahir mati, dapat bersifat traumatis bagi ibu, misalnya “serviks yang tidak kompeten” atau “blighted ovum,” karena keduanya sangat menyedihkan bagi para ibu.

.

Ibu sering kali tidak menerima informasi apa pun tentang keguguran. Para dokter, bidan dan perawat sangat sering dingin dan tidak ramah, bahkan mereka bersikap seolah-olah itu hanya prosedur medis rutin. Diperlukan petugas medis yang memiliki sedikit rasa kemanusiaan, yang kemudian meyakinkan ibu bahwa ibu dapat mencoba lagi untuk hamil. Bergantung pada kebijakan rumah sakit, tubuh bayi yang lahir mati dapat diperlakukan sebagai limbah RS dan dimusnahkan. Aturan lokal ada yang berlaku bagi seorang ibu yang bayinya telah meninggal, diharuskan untuk menggendong bayi lain selama beberapa hari, sampai dia bisa melahirkan bayinya yang telah meninggal tersebut. Bahkan di negara maju, ibu dapat melahirkan bayi mereka yang telah meninggal di sebuah kamar bersalin, bersama dengan ibu lain yang bayinya sehat. Meskipun mungkin ada alasan medis untuk ketentuan itu, namun hal tersebut sebenarnya sangat menyusahkan bagi ibu dan pasangannya.

.

Mungkin sulit untuk merumuskan apa yang harus dikatakan, ketika ibu kehilangan bayi dalam kehamilan, tetapi kepekaan, dukungan, dan empati seharusnya diberikan bagi ibu, termasuk kesempatan untuk mengungkapkan perasaan mereka. Daripada mengatakan “Segala sesuatu terjadi karena suatu alasan”, sebaiknya mengatakan yang lain seperti “Saya sangat menyesal. Saya dapat membayangkan ini sangat menyedihkan bagi Anda.” Selain itu, daripada mengatakan “Setidaknya ibu tahu bahwa ibu dapat hamil”, cobalah hanya mendengarkan dan mungkin bertanya “Apa kabar?”. Juga daripada mengatakan “Setidaknya ibu sudah memiliki anak yang sehat”, mungkin lebih baik mengatakan “Saya sangat menyesal atas kehilangan bayi ini”.

.

Untuk menyelamatkan lebih banyak bayi yang meninggal dalam kehamilan, perlu tambahan tindakan untuk meningkatkan akses ibu hamil ke perawatan antenatal. Selain itu, juga membentuk kesinambungan perawatan dalam masalah emosi, psikologi, sosial, budaya dan medis, khususnya bagi ibu yang kehilangan bayinya.

Apakah kita sudah bijak?

Sekian

Yogyakarta, 21 Maret 2019

*) Ketua IDI Cabang Kota Yogyakarta, dokter spesialis anak di RS RS Panti Rapih Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, Lektor FK UKDW, WA: 081227280161.

Categories
Istanbul

2019 Lawan Tuberkulosis

Hasil gambar untuk tuberkulosis

LAWAN  TUBERKULOSIS

fx. wikan indrarto*)

Rekomendasi WHO terbaru diterbitkan pada hari Rabu, 20 Maret 2019,  untuk mempercepat kemajuan mengatasi tuberkulosis (TB). Rekomendasi tersebut adalah bagian dari paket tindakan intervensi medis yang lebih besar, yang dirancang untuk membantu semua negara dalam meningkatkan kemajuan layanan, untuk mengakhiri TB (end TB), dalam menyambut Hari TB Sedunia 2019. Tema Hari TB Sedunia 2019 adalah: Sudah waktunya untuk mengakhiri TB (It’s time to end TB). Apa yang perlu dicermati?

.

TB adalah penyakit menular penyebab kematian tertinggi di dunia, yang menimbulkan sekitar 4.500 kematian setiap hari. Beban terberat dipikul oleh masyarakat yang menghadapi tantangan sosial-ekonomi, yaitu mereka yang bekerja dan tinggal di lingkungan berisiko tinggi, yang termiskin dan terpinggirkan. Strain bakteri tuberkulosis (TB) dengan kebal atau resistensi terhadap obat lebih sulit diatasi, daripada yang peka terhadap obat, dan mengancam kemajuan global menuju target yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam ‘the End TB Strategy’. Oleh karena itu ada kebutuhan mendesak untuk pengobatan dan perawatan pasien TB kebal obat. Sejak tahun 2000, sekitar 54 juta jiwa telah dapat diselamatkan, dan kematian TB telah turun sepertiga. Namun demikian, sekitar 10 juta orang masih jatuh sakit TB setiap tahun, sehingga terlalu banyak kehilangan  waktu produktif untuk perawatan TB, terlebih untuk jenis TB yang sudah kebal obat (MDR-TB).

.

Panduan terbaru ini difokuskan untuk meningkatkan keberhasilan pengobatan TB yang sudah kebal terhadap berbagai obat atau Multi Drug Resistant TB (MDR-TB). WHO merekomendasikan untuk beralih ke paket pengobatan telan atau rejimen oral secara penuh, dalam mengobati MDR-TB. Paket perawatan baru ini lebih efektif dan kecil kemungkinannya menimbulkan efek samping yang merugikan. Selain itu, rekomendasi lainnya adalah pemantauan secara aktif tentang aspek keamanan obat dan memberikan dukungan konseling, untuk membantu pasien agar dapat menyelesaikan paket pengobatannya.

.

Rekomendasi baru tersebut juga dirancang untuk membantu semua negara menutup kesenjangan, juga memastikan tidak ada seorangpun yang tertinggal dalam program mengakhiri TB. Elemen-elemen kunci rekomendasi terbaru tersebut meliputi, pertama kerangka kerja dengan akuntabilitas baik, untuk mengoordinasikan tindakan lintas sektor dalam memantau kemajuan program pengobatan TB. Kedua, kolaborasi berbagai pihak dalam mengetahui data epidemi TB, melalui perubahan teknis pemantauan manual menjadi sistem pengawasan TB digital atau ‘electronic TB surveillance systems’. Ketiga, panduan untuk penentuan prioritas yang efektif, dalam intervensi TB yang lebih bermakna, berdasarkan analisis jalur pasien saat mengakses perawatan. Keempat, pedoman baru tentang pengendalian infeksi dan pengobatan profilaksis atau pencegahan, untuk infeksi TB laten. Kelima, pembentukan satuan tugas untuk memastikan keterlibatan masyarakat sipil yang efektif dan bermakna.

.

Antara tahun 2011 dan 2018, WHO telah mengeluarkan rekomendasi kebijakan berbasis bukti tentang pengobatan dan perawatan pasien dengan MDR-TB. Rekomendasi ini termasuk pedoman pengobatan untuk tuberkulosis yang resisten terhadap berbagai obat, yang merupakan edisi terbaru diterbitkan pada bulan Desember 2018. Rekomendasi kebijakan ini telah dikembangkan. menggunakan pendekatan GRADE (Grading of Recommendations, Assessment, Development and Evaluation) untuk merangkum bukti, dan merumuskan rekomendasi kebijakan.

.

Pedoman mencakup rekomendasi kebijakan tentang rejimen pengobatan untuk TB yang kebal atau resisten terhadap isoniazid, termasuk pemantauan kultur bakteri pasien yang sedang dalam pengobatan, kombinasi terapi dengan obat antiretroviral (ART) yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), penggunaan tindakan pembedahan, juga model dukungan dan perawatan pasien yang optimal.

.

Resistensi terhadap obat TB adalah hambatan besar untuk perawatan dan pencegahan TB yang efektif secara global. TB yang resisten terhadap beberapa obat (MDR-TB) disebabkan oleh multifaktorial dan dipicu karena pengobatan yang tidak tepat, manajemen pasokan dan kualitas obat yang buruk, dan penularan bakteri melalui udara di tempat umum. Manajemen kasus menjadi sulit dan tantangannya lebih parah, karena biaya ekonomi dan sosial yang lebih besar, yang harus ditanggung pasien.

.

Penambahan dua obat TB baru, yaitu bedaquiline dan delamanid, untuk pengobatan TB yang resisten terhadap obat, telah menjanjikan karena selama ini tingkat keberhasilan pengobatan seringkali konsisten tetap rendah. Setelah proses persetujuan yang dipercepat di Amerika Serikat oleh ‘Food and Drug Administration’ (FDA) pada Desember 2012 untuk bedaquiline dan persetujuan bersyarat di Eropa oleh ‘European Medicine Agency’ (EMA) pada Desember 2013 untuk delamanid, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan rekomendasi bersyarat untuk penggunaan obat tersebut dalam dua dokumen pedoman kebijakan sementara, yang diterbitkan masing-masing pada tahun 2013 dan 2014. Meskipun data uji coba fase III belum tersedia, tetapi data tambahan tentang keamanan dan efektivitas bedaquiline sudah ada. Demikian pula, dua penelitian tentang farmakokinetik, keamanan, dan tolerabilitas delamanid pada pasien anak dengan MDR-TB, juga telah tersedia.

.

Momentum Hari TB Sedunia 2019 dengan tema : Sudah waktunya untuk mengakhiri TB (It’s time to end TB), mengingatkan kita untuk menggunakan bedaquiline dan delamanid, untuk pengobatan TB yang telah resisten terhadap obat.

Sudahkah kita bijak?

Sekian

Yogyakarta, 22 Maret 2019

*) Ketua IDI Cabang Kota Yogyakarta, dokter spesialis anak di RS RS Panti Rapih Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, Lektor FK UKDW, WA: 081227280161,

Categories
Istanbul

2019 Menumpas Hepatitis

Hasil gambar untuk hepatitis b

MENUMPAS HEPATITIS

fx. wikan indrarto*)

Pada hari Jumat, 1 Maret 2019 diterbitkan laporan bahwa imunisasi hepatitis B telah mengurangi infeksi menjadi kurang dari 1% anak di Wilayah Pasifik Barat. Namun demikian, untuk menumpas atau menghilangkan penularan infeksi hepatitis B dari ibu-ke-anak pada tahun 2030, diperlukan intervensi tambahan. Apa yang penting?

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/07/09/2018-hari-hepatitis-sedunia/

Hepatitis B adalah infeksi virus yang menyerang hati dan menyebabkan hampir 900.000 kematian di seluruh dunia setiap tahun, sebagian besar akibat sirosis hati, kanker hati dan komplikasi lainnya. Vaksinasi memberikan perlindungan seumur hidup terhadap hepatitis B dan risiko penyakit yang terkait. Semua bayi baru lahir seharusnya menerima dosis pertama vaksin hepatitis B dalam waktu 24 jam setelah kelahiran, diikuti oleh setidaknya dua dosis lagi dalam tahun pertama kehidupan.

.

Sebuah artikel berjudul “Progress toward Hepatitis B Control and Elimination of Mother-to-Child Transmission of Hepatitis B Virus ─ Western Pacific Region, 2005–2017” diterbitkan pada Jumat, 1 Maret 2019. Artikel itu melaporkan bahwa antara 2005 dan 2017, cakupan dosis pertama vaksin hepatitis B setelah bayi lahir, meningkat dari 63% menjadi 85% bayi baru lahir. Tingkat pemberian dosis ketiga vaksin hepatitis B, meningkat dari 76% menjadi 93% selama periode yang sama. Cakupan global untuk vaksin hepatitis B dosis pertama dan ketiga pada 2017 masing-masing adalah 43% dan 84%.

.

Laporan kemajuan yang mengesankan dalam menjangkau anak selama jangka waktu tersebut, termasuk pencegahan 7 juta kematian melalui vaksinasi hepatitis B, adalah dorongan untuk menghilangkan penularan hepatitis B di wilayah tersebut pada tahun 2030. Hal ini karena sebagian besar infeksi hepatitis B ditularkan dari ibu ke bayi selama kelahiran. Semua wanita hamil harus diperiksa uji saring hepatitis B dan jika positif, pada bayi yang terpapar virus selama kelahiran segera diberikan imunoglobulin hepatitis B untuk mencegah infeksi.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/04/28/2018-kendalikan-hepatitis/

Tindakan untuk mengurangi penularan virus hepatitis B dari ibu-ke-bayi adalah bagian dari inisiatif yang lebih luas, yang mencakup penghapusan penularan HIV dan sifilis ke bayi baru lahir. Semua negara di Wilayah Pasifik Barat telah menyetujui rencana untuk menghilangkan penularan dari ibu ke anak dari ketiga penyakit pada tahun 2030.

.

Prevalensi hepatitis B tertinggi di Wilayah Pasifik Barat dan Afrika, di mana masing-masing 6,2% dan 6,1% dari populasi orang dewasa. Keduanya jauh lebih tinggi dibandingkan Timur Tengah (3,3%), Asia Tenggara, termasuk Indonesia (2,0%), Eropa (1,6 %), dan Amerika (0,7%). Di daerah yang sangat endemis, virus hepatitis B paling umum menyebar dari ibu ke anak saat lahir (penularan perinatal), atau melalui penularan horizontal (paparan darah yang terinfeksi), terutama dari anak yang terinfeksi ke anak yang tidak terinfeksi, selama 5 tahun pertama kehidupan. Perkembangan infeksi kronis sangat umum terjadi pada bayi yang terinfeksi dari ibunya atau sebelum usia 5 tahun.

.

Diagnosis laboratorium infeksi hepatitis B berfokus pada pendeteksian antigen permukaan hepatitis B (HbsAg). Infeksi HBV akut pada pemeriksaan laboratorium klinik ditandai oleh adanya antibodi HBsAg dan imunoglobulin M (IgM) terhadap antigen inti (HbcAg). Selama fase awal infeksi, pasien juga seropositif untuk antigen hepatitis B e (HBeAg). HBeAg biasanya merupakan penanda replikasi virus pada tingkat tinggi. Adanya HBeAg yang positif menunjukkan bahwa darah dan cairan tubuh orang yang terinfeksi tersebut, pada kondisi sangat menular. Infeksi kronis ditandai oleh menetapnya HBsAg selama setidaknya 6 bulan (dengan atau tanpa HBeAg). Persistensi HBsAg adalah penanda utama risiko untuk berkembangnya penyakit hati kronis dan kanker hati (karsinoma hepatoseluler) di kemudian hari.

.

Tidak ada pengobatan khusus untuk hepatitis B akut. Oleh karena itu, perawatan ditujukan untuk menjaga kenyamanan pasien dan keseimbangan gizi, termasuk penggantian cairan yang hilang akibat muntah dan diare. Infeksi hepatitis B kronis dapat diobati dengan obat antivirus oral atau obat yang ditelan. Pengobatan tersebut dapat memperlambat perkembangan menjadi sirosis, mengurangi kejadian kanker hati, dan meningkatkan kelangsungan hidup jangka panjang.

.

WHO merekomendasikan obat tenofovir atau entecavir oral, karena ini adalah obat yang paling manjur untuk menekan virus hepatitis B. Kedua obat jarang menyebabkan resistensi dibandingkan dengan obat lain, mudah dikonsumsi karena hanya 1 kali sehari, dan memiliki sedikit efek samping, sehingga hanya memerlukan pemantauan terbatas. Entecavir tidak dipatenkan, tetapi ketersediaan dan biaya sangat bervariasi. Tenofovir hanya dilindungi oleh hak paten sampai tahun 2018 di sebagian besar negara berpendapatan menengah dan tinggi, sehingga sebelum tahun 2018 biayanya berkisar antara US $ 400 hingga US $ 1.500 untuk satu tahun. Sementara beberapa negara berpenghasilan menengah (seperti China dan Rusia) masih menghadapi hambatan regulasi hak paten dalam mengakses tenofovir, pada hal harga tenofovir generik sebenarnya cukup terjangkau. Mekanisme Pelaporan Harga obat dunia atau ’Global Price Reporting Mechanism’ (GPRM) menunjukkan bahwa biaya untuk satu tahun perawatan berkisar antara US $ 48 hingga US $ 50 pada Februari 2017.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/07/24/2018-senjang-imunisasi/

Pada bulan Maret 2015, WHO meluncurkan “Pedoman untuk pencegahan, perawatan dan pengobatan pertama orang yang hidup dengan infeksi hepatitis B kronis”. Terdapat 3 rekomendasi, yaitu pertama, mempromosikan penggunaan tes diagnostik sederhana dan non-invasif untuk menilai tahap penyakit hati dan kelayakan untuk perawatan, kedua memprioritaskan pengobatan untuk mereka yang memiliki penyakit hati paling lanjut dan risiko kematian terbesar, dan ketiga, merekomendasikan penggunaan obat dalam kelompok nucleos(t)ide analogues, untuk pasien yang resistensi obat (tenofovir dan entecavir, dan entecavir pada anak yang berusia antara 2–11 tahun) untuk pengobatan lini pertama dan kedua hepatitis B.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/04/20/2018-pekan-imunisasi-sedunia/

Vaksin hepatitis B adalah intervensi medis andalan dalam pencegahan hepatitis B. WHO merekomendasikan bahwa semua bayi menerima vaksin hepatitis B sesegera mungkin setelah lahir, dianjurkan dalam waktu 24 jam pertama kehidupan. Rendahnya insiden infeksi HBV kronis pada anak balita saat ini, berhubungan dengan semakin meluasnya penggunaan vaksin hepatitis B. Pada 2015, cakupan global dosis pertama segera setelah kelahiran bayi untuk vaksin hepatitis B adalah 84% dan dosis ketiga baru mencapai 39%. Wilayah Amerika dan Wilayah Pasifik Barat adalah wilayah yang memiliki cakupan vaksinasi paling luas.

.

Imunisasi hepatitis B telah terbukti mampu mengurangi infeksi pada kurang dari 1% anak di Wilayah Pasifik Barat. Kini saatnya kita bertindak untuk menumpas penularan infeksi hepatitis B dari ibu-ke-anak dengan intervensi tambahan, yaitu peningkatan cakupan imunisasi hepatitis B dosis ketiga global dan penggunaan obat tenofovir atau entecavir oral, dengan target akan tercapai pada tahun 2030.

Apakah kita sudah terlibat membantu?

Sekian

Yogyakarta, 13 Maret 2019

*) Ketua IDI Cabang Kota Yogyakarta, dokter spesialis anak di RS RS Panti Rapih Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, Lektor FK UKDW, WA: 081227280161,

Categories
Istanbul

2019 Lawan Influenza

Hasil gambar untuk influenza

LAWAN  INFLUENZA

fx. wikan indrarto*)

Senin, 11 Maret 2019 telah diterbitkan panduan melawan influenza (Global Influenza Strategy) untuk periode tahun 2019-2030, yang bertujuan melindungi warga dunia dari ancaman influenza. Tujuan dari strategi ini adalah untuk mencegah influenza, mengendalikan penyebaran influenza dari hewan ke manusia, dan mempersiapkan diri menghadapi pandemi influenza berikutnya. Apa yang perlu dicermati?

.

Dipersilakan juga membuka link berikut ini :

https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/311184/9789241515320-eng.pdf

.

Influenza tetap menjadi salah satu tantangan kesehatan masyarakat terbesar di dunia. Setiap tahun di seluruh dunia, diperkirakan ada 1 miliar kasus, dimana 3 hingga 5 juta adalah kasus parah, yang mengakibatkan sekitar 650.000 kematian karena gagal pernafasan terkait influenza.  Ancaman pandemi influenza selalu ada, karena setiap saat berlangsung penularan virus influenza baru dari hewan ke manusia, dan berpotensi menyebabkan pandemi. Dengan demikian, kita harus waspada dan bersiap diri, termasuk karena alasan biaya untuk mengatasi wabah influenza adalah besar, dan akan jauh lebih besar daripada biaya pencegahan.

.

Strategi yang baru ini adalah yang paling komprehensif dan berjangkauan luas, yang pernah diterbitkan WHO untuk melawan influenza. Strategi ini menguraikan tindakan untuk melindungi populasi setiap tahun dan membantu mempersiapkan pandemi melalui penguatan program kesehatan rutin, yang memiliki dua tujuan utama.

,

Pertama, membangun kapasitas negara yang lebih kuat untuk pengawasan dan respons atas penyakit, pencegahan, pengendalian, dan kesiapsiagaan melawan influenza. Untuk mencapai hal ini, setiap negara seharusnya memiliki program melawan influenza secara khusus. Kedua, mengembangkan alat yang lebih baik untuk mencegah, mendeteksi, mengendalikan, dan mengobati influenza, seperti vaksin yang lebih efektif, obat antivirus, dan asuhan keperawatan, dengan tujuan menjadikannya dapat diakses oleh semua negara.

.

Strategi ini bertujuan untuk membawa kita mempersiapkan sistem kesehatan untuk mengelola guncangan (manage shocks), karena pandemi influenza, dan ini hanya aman terjadi ketika sistem kesehatan nasional kuat. Strategi melawan influenza yang baru ini, disusun berdasarkan data selama lebih dari 65 tahun, oleh ‘Global Influenza Surveillance and Response System’ (GISRS), yang memantau tren musiman dan kemungkinan pandemi influenza. Dengan demikian setiap negara akan dapat mengidentifikasi secara lebih baik, tidak hanya influenza, tetapi juga berbagai penyakit menular lainnya, seperti Ebola atau Middle East respiratory syndrome karena infeksi coronavirus di wilayah Timur Tengah (MERS-CoV). Melalui implementasi strategi influenza global yang baru, dunia akan lebih mampu untuk mengurangi dampak influenza setiap tahun dan lebih siap menghadapi pandemi influenza, karena ancaman pandemi influenza selalu ada.

.

Pandemi dapat muncul ketika virus influenza jenis yang baru menyerang manusia, menyebar dan menyebabkan penyakit pada manusia. Pandemi influenza tidak dapat diprediksi kapan atau dari mana akan muncul. Namun demikian, yang jelas bahwa pandemi influenza jenis lain tidak dapat dihindari. Pada tahun 1918 terjadi peristiwa wabah penyakit menular yang paling menghancurkan dalam sejarah, yaitu pandemi influenza 1918. Sejak 1918 tiga pandemi influenza telah terjadi, yaitu pada tahun 1957, 1968 dan 2009 (H1N1). Risiko penularan virus influenza baru dari hewan ke manusia, akan berpotensi menyebabkan pandemi adalah hal yang nyata. Influenza merupakan beban penyakit global sepanjang tahun, sehingga strategi ini berfungsi sebagai peringatan bahwa kita harus terus mempersiapkan diri untuk melawan pandemi influenaza berikutnya.

.

Saat ini dunia sudah lebih siap daripada sebelumnya, tetapi masih belum cukup siap untuk melawan pandemi influenza, karena masih ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Sangat penting bahwa semua sistem kesehatan nasional di seluruh dunia, menjadi siap untuk mencegah dan mengendalikan influenza. Warga dunia saat ini sudah saling terhubung, sehingga kolaborasi adalah kunci untuk memastikan kesiapan dunia dalam melawan pandemi influenza. Dunia membutuhkan alat yang lebih baik untuk memerangi influenza. Melalui strategi yang baru ini, pengembangan terus menerus dilakukan, untuk terbentuknya alat global yang lebih baik dalam mencegah, mendeteksi, mengendalikan dan mengobati influenza. Alat-alat ini termasuk vaksin, obat antivirus dan asuhan keperawatan yang lebih efektif, yang dapat diakses untuk semua negara.

.

Biaya yang diperlukan dalam proses persiapan lebih sedikit daripada untuk menanggapi pandemi influenza. Pandemi yang parah dapat mengakibatkan jutaan kematian secara global, dengan dampak sosial dan ekonomi yang meluas. Biaya kesiapsiagaan dan pencegahan pandemi diperkirakan kurang dari US $ 1 per orang per tahun, yaitu kurang dari 1% dari perkiraan biaya untuk mengatasi pandemi influenza. Dengan berinvestasi dalam upaya pencegahan, pengendalian, dan kesiapsiagaan influenza, semua negara akan melihat manfaat lain di luar pandemi influenza, melalui penguatan keseluruhan sistem perawatan kesehatan nasional.

.

Panduan melawan influenza (Global Influenza Strategy) yang diterbitkan hari Senin, 11 Maret 2019 dapat membantu semua negara, mengintegrasikan program nasional melawan influenza dengan upaya lainnya. Integrasi ini juga untuk mencapai cakupan kesehatan semesta atau Universal Health Couverage (UHC).

Sudahkah kita bijak?

Sekian

Yogyakarta, 13 Maret 2019

*) Ketua IDI Cabang Kota Yogyakarta, dokter spesialis anak di RS RS Panti Rapih Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, Lektor FK UKDW, WA: 081227280161,

Categories
Istanbul

2019 Hari TB Sedunia

Hasil gambar untuk hari tb sedunia 2019

HARI TB DUNIA 2019

fx. wikan indrarto*)

Setiap tanggal 24 Maret didedikasikan sebagai Hari Tuberkulosis (TB) Dunia (World TB Day) pada untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak TB yang menghancurkan pada bidang kesehatan, sosial dan ekonomi. Dr. Robert Koch mengumumkan penemuan bakteri penyebab TB, pada 24 Maret 1882 yang membuka jalan menuju diagnosa dan penyembuhan penyakit ini. Pada saat Dr. Koch mengumumkan penemuannya di Berlin, Jerman waktu itu TB mewabah di seluruh Eropa dan Amerika, bahkan menyebabkan kematian 1 dari setiap 7 orang penderitanya. Apa yang terjadi?

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/01/22/2019-akhiri-tb/

Sampai sekarang TB tetap menjadi penyakit infeksi yang paling mematikan di dunia. Setiap hari, hampir 4.500 orang meninggal karena TB dan hampir 30.000 orang jatuh sakit TB, yang sebenarnya merupakan penyakit yang dapat dicegah dan disembuhkan. Namun demikian, upaya global untuk memerangi TB sebenarnya telah menyelamatkan sekitar 54 juta jiwa sejak tahun 2000 dan mengurangi angka kematian TB sebesar 42%.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/01/18/2019-tantangan-tb/

Tema Hari TB Sedunia 2019 : ‘Saatnya’ (It’s time), yang menunjukkan komitmen global untuk 5 hal penting. Pertama, meningkatkan akses kepada pencegahan dan perawatan, kedua membangun akuntabilitas, ketiga memastikan pembiayaan yang memadai dan berkelanjutan termasuk untuk penelitian, keempat mempromosikan diakhirinya stigma dan diskriminasi, dan kelima mempromosikan tanggapan TB yang adil, berbasis hak dan berpusat pada orang.

.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah meluncurkan inisiatif bersama ‘Temukan TB dan obati semua sampai tuntas’ (Find. Treat. All. #EndTB), dengan pendanaan dari Global Fund dan Stop TB Partnership. Gerakan ini bertujuan untuk mempercepat penghapusan TB dan memastikan akses ke perawatan, sejalan dengan dorongan WHO secara keseluruhan menuju Universal Health Coverage (UHC). Saatnya untuk bertindak! Sudah waktunya untuk Mengakhiri TB.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/08/20/2018-delamanid-untuk-mdr-tb/

TB adalah salah satu dari 10 penyebab kematian terbesar di dunia dan juga di Indonesia pada tahun 2017. Penyakit ini juga pembunuh utama orang dengan HIV dan penyebab utama kematian pasien terkait dengan resistensi obat antimikroba. Pada 2017, diperkirakan ada 10 juta penderita baru (insiden) TB di seluruh dunia, di mana 5,8 juta adalah laki-laki, 3,2 juta adalah perempuan dan 1 juta adalah anak-anak. Orang yang hidup dengan HIV menyumbang 9% dari total penderita TB. Delapan negara menyumbang 66% dari kasus baru, yaitu India, Cina, Indonesia, Filipina, Pakistan, Nigeria, Bangladesh, dan Afrika Selatan.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/08/09/2018-mdr-tb-2/

Pada 2017, 1,6 juta orang meninggal karena TB, termasuk 0,3 juta di antara orang dengan HIV. Namun demikian, secara global angka kematian TB turun 42% antara tahun 2000 dan 2017. Tingkat keparahan epidemi nasional sangat bervariasi antar negara, ada yang kurang dari 10 kasus baru per 100.000 penduduk di sebagian besar negara berpenghasilan tinggi, tetapi ada 150‒400 di sebagian besar dari 30 negara dengan beban TB yang tinggi, dan di atas 500 di beberapa negara termasuk Mozambik, Filipina, dan Afrika Selatan.

.

Pada tahun yang sama, terjadi 6,4 juta kasus TB baru dengan 3,6 juta kesenjangan antara insiden dan kasus yang dilaporkan, yang berarti lebih dari separo kasus TB tidak terdata. Sepuluh negara menyumbang 80% dari kesenjangan ini, dengan tiga teratas di antaranya adalah India, Indonesia, dan Nigeria, terhitung hampir setengah (46%). Pengobatan TB menyelamatkan 54 juta jiwa di seluruh dunia pada rentang tahun 2000 dan 2017. Secara global, tingkat keberhasilan pengobatan bagi pasien yang baru didiagnosis TB adalah 82% pada tahun 2016.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/04/09/2018-layanan-tbc/

Tantangan yang ada pada tahun 2017, terdapat 558.000 orang menderita TB resisten atau kebal terhadap rifampisin (RR-TB), yaitu obat lini pertama untuk mengatasi TB yang paling efektif, dan dari jumlah ini, 82% akhirnya menjadi TB kebal beberapa obat atau multi-resistan (MDR-TB). Sekitar 160.000 kasus MDR / RR-TB terdeteksi dan dilaporkan pada tahun 2017. Dari jumlah tersebut, total 140.000 orang tersebut kemudian mendapatkan pengobatan dengan rejimen lini kedua. Tingkat keberhasilan pengobatan dengan obat lini kedua hanya 55% dan tetap rendah secara global. Bahkan di antara kasus TB-MDR pada tahun 2017, sekitar 8,5% adalah TB yang resisten terhadap obat secara luas (TB-XDR).

.

WHO merekomendasikan perawatan pencegahan TB untuk orang yang hidup dengan HIV dan semua kontak yang tinggal di rumah tangga dengan penderita TB. Sebanyak 960.000 orang yang baru menjalani perawatan HIV, disertai dengan pengobatan pencegahan TB di Indonesia pada tahun 2017 atau 36% dari orang dalam perawatan HIV. Selain itu, jumlah anak balita yang mendapatkan terapi pencegahan TB mencapai 280.000 anak pada 2017, atau mengalami peningkatan tiga kali lipat dari tahun 2015, tetapi masih hanya sekitar satu dari lima anak saja, dari 1,3 juta anak yang diperkirakan memenuhi syarat untuk mendapatkannya.

.

Tes diagnostik cepat untuk deteksi resistensi TB dan rifampisin saat ini telah tersedia, yaitu pemeriksaan Xpert MTB / RIF®. Dari 48 negara dengan beban TB tinggi, 32 telah menggunakan algoritma nasional yang menerapkan Xpert MTB / RIF® sebagai tes diagnostik awal untuk semua orang yang diduga menderita TB paru. Pada akhir 2017, 68 negara melaporkan telah mulai menggunakan bedaquiline, dan 42 negara telah menggunakan delamanid, keduanya adalah obat untuk mengatasi MDR-TB .

.

Sejumlah kecil teknologi muncul pada 2017-2018 dan beberapa belum menunjukkan kinerja yang memadai dalam penelitian awal. Tes diagnostik TB cepat, akurat dan kuat yang tunggal, ternyata masih belum cocok untuk digunakan secara global. Selain itu, dua belas kandidat vaksin anti TB sedang dalam uji klinis, empat buah di Fase I, enam buah di Fase II dan dua buah di Fase III. Semuanya termasuk kandidat vaksin untuk mencegah perkembangan infeksi dan penyakit TB, dan kandidat untuk membantu meningkatkan hasil pengobatan untuk penyakit TB. Selain itu, ada 20 obat, beberapa rejimen pengobatan, dan 12 kandidat vaksin dalam uji klinis. Pendanaan untuk penelitian dan pengembangan TB telah meningkat dan mencapai puncaknya US $ 724 juta pada tahun 2008 sampai 2016. Namun demikian, dana ini hanya 36% dari perkiraan keperluan dana yang mencapai US $ 2 miliar per tahun.

.

Momentum Hari TB Sedunia 24 Maret 2019 mengingatkan agar kita berada di jalur yang benar, untuk mencapai target TB global dalam SDG 2016-2030. Kini ‘Saatnya’ (It’s time) dengan cara ‘Bersatu membasmi TB’ (Unite to End TB).

Sudahkah Anda terlibat membantu?

Sekian

Yogyakarta, 14 Maret 2019

*) Ketua IDI Cabang Kota Yogyakarta, dokter spesialis anak di RS RS Panti Rapih Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, Lektor FK UKDW, WA: 081227280161,

Categories
Istanbul

2019 Kepemimpinan Sehat oleh Perempuan

Hasil gambar untuk dokter wanita pertama indonesia

KEPEMIMPINAN SEHAT OLEH PEREMPUAN

fx. wikan indrarto*)

Pada Hari Perempuan Internasional (International Women’s Day) Jumat lalu, 8 Maret 2019 terungkap banyaknya perempuan yang telah memiliki peran dalam memajukan layanan kesehatan. Apa yang membanggakan?

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/08/20/2018-hari-kemanusiaan-sedunia/

Salah satu perempuan yang paling terkenal adalah Florence Nightingale (1820-1910), ahli statistik abad ke-19 dan pelopor keperawatan modern, yang memahami manfaat kebersihan dan sanitasi dalam mencegah penyakit. Fe del Mundo (1911–2011), seorang dokter anak dari Filipina, adalah dokter perempuan pertama di Harvard Medical School, USA. Anandi Gopal Joshi (1865-1887) adalah salah satu dokter perempuan India pertama, yang ditunjuk sebagai dokter yang bertugas di sebuah rumah sakit di India tengah, sebelum dia meninggal karena tuberkulosis pada usia 22 tahun. Elizabeth Garrett Anderson (1836-1917), lahir tak lama setelah Florence Nightingale, belajar sendiri bahasa Prancis sehingga ia bisa memperoleh gelar medis di Universitas Sorbonne di Paris. Dia menjadi dokter wanita pertama di Inggris.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/11/07/2018-dokter-pahlawan/

Pada abad ke-20, Anne Szarewski (1959-2013) dokter perempuan yang menemukan penyebab kanker leher rahim dan Françoise Barré-Sinoussi yang lahir 1947, menemukan HIV sebagai penyebab AIDS. Selain itu, Marie Thomas (1896-1966) adalah dokter perempuan pertama yang pada tahun 1922 lulus dari Studiefonds voor Opleiding van Vrouwelijke Inlandsche Artsen (SOVIA) di Batavia. Sedangkan Dr. dr. Siti Fadilah Supari, SpJP(K) adalah menteri kesehatan perempuan pertama di Indonesia pada periode 2004-2009, yang merupakan menteri kesehatan ke 17 sejak Indonesia merdeka. Selanjutnya, menteri kesehatan dijabat oleh para dokter perempuan seperti Dr.PH dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH (2009-2012), dr. Nafsiah Mboi, SpA, MPH ( 2012-2014) dan Prof. Dr. dr. Nila Djuwita F. Moeloek SpM(K) (sejak 2014 sampai sekarang).

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/05/17/2018-peran-lengkap-dokter/

Namun demikian, pada tahun 2019 ini jumlah perempuan masih hanya sepertiga dari peneliti bidang kesehatan di seluruh dunia. Beberapa daerah seperti Asia Tengah serta Amerika Latin dan Karibia memiliki keseimbangan gender yang hampir sama, tetapi di Eropa dan Amerika Utara, proporsi perempuan tetap sekitar 30-35%. Perempuan juga memiliki kendala dalam berjuang untuk naik pangkat di bidang layanan kesehatan dan ilmu pengetahuan. Anggota perempuan hanya 12% dari total anggota akademi sains nasional di seluruh dunia. Tenaga kesehatan perempuan memang mencapai 70% dari total tenaga kesehatan di seluruh dunia, namun perempuan hanya menempati 25% posisi kepemimpinan dalam bidang layanan kesehatan.

.

Diskriminasi jender, bias, pelecehan seksual, dan ketidakadilan telah dipastikan sebagai hambatan sistemik bagi kemajuan perempuan, dalam karirnya pada bidang layanan kesehatan global. Namun demikian, sudah banyak tanda positif bahwa perubahan untuk perempuan telah terjadi. Di WHO misalnya, perempuan memegang 60% posisi kepemimpinan senior. WHO juga memiliki pusat kesetaraan gender aktif untuk memastikan bahwa pertimbangan gender diterapkan pada kebijakan untuk tenaga kesehatan di seluruh dunia. Selain itu, segalanya juga berubah di dunia akademis, dimana tahun 2018 lalu, hampir 40% anggota baru di ‘National Academy of Medicine’ adalah perempuan.

.

Tantangan bagi sesama perempuan masih tetap nyata, yaitu sekitar 303.000 perempuan meninggal karena sebab yang dapat dicegah, terkait dengan kehamilan dan persalinan, pada tahun 2015. Di seluruh dunia, satu dari lima perempuan masih tidak memiliki akses selama persalinan ke tenaga kesehatan yang terampil, yang dapat mencegah atau menangani sebagian besar komplikasi kehamilan. Lebih dari 10% perempuan di dunia, dan sekitar 20% perempuan di negara berkembang, mengalami depresi sekitar persalinan. Hal ini sangat mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan perempuan dan perkembangan awal anak-anak mereka. Diperkirakan 2,6 juta kematian bayi terjadi secara global pada tahun 2015, 98% dari kematian tersebut terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Prematuritas, komplikasi selama persalinan dan kelahiran, dan infeksi seperti sepsis, pneumonia, tetanus, dan diare adalah penyebab utama kematian bayi, yang semuanya sebenarnya dapat dicegah.

.

Sekitar 5,4 juta anak balita global meninggal pada 2017. Anak balita di Afrika sub-Sahara 14 kali lebih mungkin meninggal daripada anak di negara berpenghasilan tinggi. Penyebab utama kematian anak perempuan dan laki-laki termasuk komplikasi kelahiran prematur, radang paru-paru, asfiksia saat lahir, kelainan bawaan, diare dan malaria, dengan tingkat kematian sama pada anak perempuan dan laki-laki. Pada hal sebagian besar kondisi ini dapat dicegah atau diobati dengan intervensi sederhana dan terjangkau. Diskriminasi gender juga terjadi pada anak perempuan, karena lebih kecil kemungkinannya untuk mendapatkan vaksinasi, layanan kesehatan, dan nutrisi yang baik daripada anak laki-laki sebayanya.

.

Oleh sebab itu, perlu dilakukan pendidikan khusus untuk anak perempuan dan perempuan dewasa, guna meningkatkan derajad kesehatan. Meskipun ada kemajuan yang dicapai selama 20 tahun terakhir, anak perempuan masih lebih kecil kemungkinannya untuk bersekolah daripada anak laki-laki. Anak perempuan berusia 5-9 memiliki risiko kematian yang relatif lebih tinggi karena adanya penyakit menular yang dapat dicegah, misalnya infeksi saluran pernapasan bawah, penyakit diare, atau malaria. Infeksi saluran pernafasan yang lebih rendah juga merupakan penyebab utama kematian pada remaja perempuan berusia 10-14 tahun.

.

Selama masa pubertas, secara global sekitar 18% anak perempuan, dibandingkan dengan 8% anak laki-laki, mengalami pelecehan seksual. Diperkirakan 120 juta gadis remaja telah mengalami hubungan seksual paksa atau tindakan seksual paksa lainnya. Masalah gizi adalah masalah utama, dengan kegemukan dan obesitas dapat menyebabkan kematian dini dan kecacatan di kemudian hari pada anak laki-laki, sementara anak perempuan justru mengalami anoreksia nervosa dan gangguan makan lainnya. Selain itu, anemia defisiensi besi mempengaruhi sejumlah besar gadis remaja.

.

Penyebab utama kematian wanita berusia 15-24 tahun adalah bunuh diri, kecelakaan lalu lintas di jalan, HIV / AIDS, diare dan TBC. Gangguan depresi, terkait dengan melukai diri sendiri dan bunuh diri, adalah penyebab utama kesehatan yang buruk. Afrika Sub-Sahara adalah wilayah yang memiliki beban HIV tertinggi di antara remaja perempuan dan perempuan muda. Perempuan muda dan anak perempuan tunduk pada serangkaian praktik berbahaya dan kekerasan, termasuk pernikahan dini. Setiap tahun, 12 juta anak perempuan menikah sebelum usia 18 tahun. Selain itu, sekitar 12,8 juta kelahiran terjadi di antara remaja perempuan berusia 15-19 tahun, dan 3,9 juta aborsi tidak aman terjadi di kalangan perempuan berusia 15-19 tahun setiap tahun, berkontribusi pada kematian ibu dan masalah kesehatan yang berkelanjutan.

.

HIV / AIDS tetap menjadi penyebab utama kematian di kalangan perempuan dalam kelompok usia dewasa awal (25–49 tahun) secara global. Penyakit tidak menular, khususnya penyakit jantung adalah penyebab utama kedua. TBC adalah ancaman besar lainnya. Sekitar 214 juta wanita usia reproduksi di negara berkembang yang ingin menghindari kehamilan, tidak menggunakan metode kontrasepsi modern, sehingga terjadi 44% kehamilan yang tidak dikehendaki dan sekitar 56 juta aborsi setiap tahun, setengahnya tidak aman.

.

Momentum Hari Perempuan Internasional (International Women’s Day) Jumat lalu, 8 Maret 2019, adalah saat untuk mengingat kembali bahwa perempuan di seluruh dunia, memainkan peran kepemimpinan yang sama pentingnya dalam layanan kesehatan, seperti halnya laki-laki, terutama untuk sesama perempuan.

.

Sudahkah itu juga terjadi di sini?

Sekian

Yogyakarta, 11 Maret 2019

*) Ketua IDI Cabang Kota Yogyakarta, dokter spesialis anak RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161,

Categories
Istanbul

2019 Kelainan Bawaan

Hasil gambar untuk kelainan bawaan

KELAINAN BAWAAN

fx. wikan indrarto*)

Pada tahun 2001, March of Dimes meluncurkan serangkaian pertemuan dua tahunan yang disebut Konferensi Internasional tentang Kelainan Bawaan dan Disabilitas atau ‘International Conference on Birth Defects and Disabilities’ (ICBD). ICBD terakhir pada 2017 diselenggarakan di Bogotá, Kolombia. ICBD tahun 2019 akan diselenggarakan di Cinnamon Grand Colombo Hotel, di 77 Galle Rd, Colombo Sri Lanka. Apa yang harus disadari?

.

Konsensus ICBD mencantumkan tindakan utama untuk memaksimalkan pengawasan kelainan bawaan, pencegahan, dan perawatan. Pada dasarnya adalah program untuk meningkatkan pengawasan, mengurangi risiko terjadinya kelainan bawaan, dan mencegah serta mengobati infeksi yang terkait dengan kelainan bawaan. Selain itu, juga menerapkan skrining bayi baru lahir, menyediakan perawatan dan layanan untuk anak dengan kelainan bawaan dan disabilitas, melibatkan pemerintah, masyarakat sipil, dan lembaga internasional.

.

Implementasi dan peningkatan intervensi berbasis bukti menggunakan pendekatan kolaboratif multisektoral dan multidisiplin telah disetujui peserta konggres. Semua negara dapat memanfaatkan teknologi dan media sosial untuk mengadvokasi pernyataan konsensus tersebut. Pernyataan konsensus dapat digunakan sebagai panduan oleh pemerintah dan lembaga nonpemerintah untuk mengambil langkah segera untuk meningkatkan kualitas hidup mereka yang hidup dengan kelainan bawaan dan disabilitas.

.

Kelainan bawaan atau cacat lahir berkontribusi hingga 21% dari kematian anak balita di Amerika Latin dan Karibia, dan beban itu diperparah oleh epidemi virus Zika. Virus Zika (ZIKV) yang telah membuat heboh dunia kesehatan internasional pertama kali ditemukan pada tahun 1947 di hutan Zika, Uganda. Pada tahun 2007, virus ini pernah menyebabkan wabah penyakit di daerah Lautan Pasifik. Bahkan pada tahun 2015, ZIKV dilaporkan menyebar hingga ke wilayah Brazil dan Panama. Kemampuan ZIKV untuk menyebar secara luas antar-negara bahkan antar-benua menimbulkan kekhawatiran bahwa virus tersebut dapat mencapai Indonesia. Virus Zika dibawa oleh nyamuk yang juga membawa virus demam berdarah, yaitu Aedes aegypty. Selain itu, gejala yang ditimbulkan oleh demam Zika pun mirip dengan gejala demam berdarah. Virus Zika tidak menyebabkan kematian. Namun, ZIKV dapat meningkatkan risiko mikrosefali pada bayi (ukuran kepala lebih kecil dari normal) dan kelainan bawaan lain, apabila menginfeksi ibu hamil pada trimester pertama.

.

Dampak kelainan bawaan pada anak bergantung oleh pandangan anak terhadap organ tubuhnya, penyakitnya, pengobatan yang diterimanya, dan pandangan terhadap kematian. Dampak pada anak tercermin pada perkembangan psikososialnya, keterlibatannya dengan teman sebaya serta prestasi di sekolah. Sedangkan dampak terhadap keluarganya, antara lain terhadap status psikososial orang tua, aktifitas dan status ekonomi keluarga serta peran keluarga di masyarakat.

.

Pada tahun 2016 Badan Pusat Statistik (BPS) menerbitkan survei ketenagakerjaan nasional (sakernas) dengan estimasi jumlah tenaga kerja penyandang kelainan bawaan dan disabilitas di Indonesia sebesar 12,15 persen. Yang masuk kategori sedang sebanyak 10,29 persen dan kategori berat sebanyak 1,87 persen. Sementara untuk prevalensi disabilitas provinsi di Indonesia antara 6,41 persen sampai 18,75 persen. Tiga provinsi dengan tingkat prevalensi tertinggi adalah Sumatra Barat, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Selatan. Dari angka 12,15 persen penyandang disabilitas, 45,74 persen tingkat pendidikan tidak pernah atau tidak lulus SD, jauh dibandingkan pekerja non-penyandang disabilitas, yaitu sebanyak 87,31 persen berpendidikan SD ke atas.

.

Kondisi kelainan bawaan dan disabilitas sangat mungkin menyebabkan anak sangat bergantung kepada orangtua dan keluarganya. Waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk merawat remaja dengan penyakit kronis lebih banyak sehingga seringkali menimbulkan masalah ekonomi. Orangtua menjadi merasa bersalah, frustasi, cemas dan depresi terhadap penyakit yang diderita anaknya. Bagi anak atau anggota keluarga yang lain, waktu kebersamaan dengan orangtua akan berkurang.

.

Penatalaksanaan yang optimal pada remaja dengan kelainan bawaan dan disabilitas adalah sangat penting. Dalam hal ini harus melibatkan pengelolaan kesehatan mental, memantau perkembangan anak, dan melibatkan keluarga, karena pengobatan sederhana saja sering kali tidak cukup. Anak atau remaja dengan kelainan bawaan atau disabilitas harus bekerja sama dengan tim kesehatan, percaya terhadap tatalaksana pengobatan yang diberikan, dan mempunyai keluarga yang mendukung dan membantu dalam rencana pengobatan. Beberapa prinsip penatalaksanaan adalah sebagai berikut pertama pendidikan kesehatan, dengan menjelaskan tentang perjalanan penyakitnya dan keterbatasan pengobatan. Pendidikan kesehatan harus langsung pada penderita dan keluarganya dan harus menggunakan bahasa yang mudah dimengerti. Kedua, merespons terhadap emosi yang berubah, termasuk mendengarkan baik-baik, berikan waktu yang cukup bagi remaja dan keluarganya untuk mengemukakan perasaannya, kekhawatirannya, dan harapannya. Ketiga, melibatkan keluarga. Dukungan pada keluarga dan petunjuk penatalaksanaan sangat penting. Keluarga harus dibantu agar tidak melakukan sikap yang berlebihan terhadap anak, seperti terlalu melindungi, terlalu khawatir dan memberikan perhatian yang berlebihan. Keempat, melibatkan pasien, karena saat anak atau remaja dilibatkan dalam penatalaksaan penyakitnya, maka mereka akan lebih patuh dan bertanggungjawab.

.

Kelima, melibatkan tim multidisiplin. Beberapa ahli diperlukan dalam menatalaksana anak dan remaja dengan kelainan bawaan dan disabilitas, seperti dokter, psikolog, pekerja sosial, okupasi-terapis, fisioterapis, ahli gizi, dan ahli lain yang terkait. Keenam, menyediakan perawatan yang berkelanjutan. Anak atau remaja dengan kelainan bawaan dan disabilitas membutuhkan seseorang yang dapat dipercaya. Paling sedikit salah satu dari anggota tim, lebih baik dokter dari fasilitas kesehatan primer (FKTP), yang membina hubungan jangka panjang dengan penderita dan keluarganya. Peran dokter disini adalah mengkoordinasi perawatan berbagai spesialis (multidisiplin), memantau tumbuh kembangnya, memberikan petunjuk yang mungkin diperlukan, dan lain sebagainya. Ketujuh, menyediakan pelayanan rawat jalan yang komprehensif. Dalam hal ini diperlukan pelayanan psikologikal, pendampingan belajar bersosialisasi, dan pendidikan luar biasa. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa remaja yang mendapatkan pelayanan yang komprehensif, dapat menurunkan frekuensi rawat inap, lama dirawat inap, biaya di rumah sakit, dan menurunkan kemungkinan dirawat inap kembali.

.

Anak dan remaja dengan kelainan bawaan dan disabilitas perlu mendapat perhatian khusus, oleh karena kondisinya berbeda dengan anak normal. Anak ini dapat mengalami gangguan pada setiap sektor tumbuh kembangnya, sehingga diperlukan kerjasama dari petugas professional multidisiplin dalam mengatasi hal ini.

Apakah kita sudah bijak?

Sekian

Yogyakarta, 11 Maret 2019

*) Ketua IDI Cabang Kota Yogyakarta, dokter spesialis anak di RS RS Panti Rapih Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, Lektor FK UKDW, WA: 081227280161.

Categories
Istanbul

2019 Bayi Sifilis

Hasil gambar untuk bayi dengan sifilis

BAYI SIFILIS

fx. wikan indrarto*)

Pada hari Rabu, 27 Februari 2019 diterbitkan perkiraan baru oleh HRP (the UNDP, UNFPA, UNICEF, WHO and World Bank Special Programme of Research in Human Reproduction) bahwa ada lebih dari setengah juta (sekitar 661.000) total kasus bayi sifilis (congenital syphilis) pada tahun 2016, yang menghasilkan lebih dari 200.000 kelahiran mati (stillbirths) dan 150.000 kematian bayi baru lahir (neonatal deaths). Apa yang harus dicermati?

Hasil gambar untuk bayi dengan sifilis

Sifilis atau raja singa adalah penyakit infeksi menular seksual yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum yang ditemukan oleh oleh Fritz Schaudinn dan Erich Hoffmann pada 1905. Penularan biasanya melalui kontak seksual, tetapi juga dapat ditularkan dari ibu ke janin selama kehamilan atau saat kelahiran, yang menyebabkan terjadinya sifilis kongenital. Sifilis diyakini telah menginfeksi 12 juta orang di seluruh dunia pada tahun 1999, dengan lebih dari 90% kasus terjadi di negara berkembang. Setelah jumlah kasus menurun secara dramatis sejak ketersediaan penisilin di seluruh dunia pada 1940-an, angka infeksi kembali meningkat sejak pergantian milenium di banyak negara, terkadang muncul bersamaan dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV).

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/11/26/2018-hari-aids-sedunia/

Hasil gambar untuk bayi dengan sifilis

Dua dari tiga bayi sifilis lahir tanpa gejala. Gejala umum yang kemudian berkembang pada beberapa tahun pertama kehidupan meliputi hepatosplenomegali (70%), ruam (70%), demam (40%), neurosyphilis (20%), dan pneumonitis (20%). Sifilis kongenital tahap akhir dapat terjadi pada 40% bayi meliputi kelainan bentuk hidung, tanda Higoumenakis, atau persendian Clutton. Uji serologi untuk deteksi sifilis lebih mudah, ekonomis, dan lebih sering dilakukan. Terdapat dua jenis uji serologi yaitu uji non-treponema yang meliputi Venereal Disease Research Laboratory (VDRL) dan Rapid Plasma Reagin (RPR), serta uji treponema yang meliputi Fluorescent Treponemal Antibody Absorption (FTA-ABS) dan Treponema Pallidum Haem Agglutination (TPHA).

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/11/26/bayi-bebas-hiv-dari-ibu/

Hasil gambar untuk bayi dengan sifilis

Sifilis kongenital atau bawaan dapat dicegah dan diobati, selama pemeriksaan laboratorium dan perawatan diberikan kepada wanita hamil secara lebih awal, yaitu selama perawatan antenatal. Risiko hasil buruk pada janin dapat diminimalkan, jika seorang wanita hamil yang terinfeksi sifilis, dapat melakukan pemeriksaan laboratorium dan menerima pengobatan yang memadai pada awal kehamilan, idealnya sebelum trimester kedua.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/06/13/2018-uhc-di-indonesia/

Hasil gambar untuk bayi dengan sifilis

Pengobatan sifilis pertama yang efektif dengan obat Salvarsan, dikembangkan pada tahun 1910 oleh Paul Ehrlich, yang diikuti oleh penisilin dan konfirmasi keefektifannya dipastikan pada tahun 1943. Sampai sekarang, pengobatan lini pertama bagi sifilis adalah satu dosis suntikan intramuskular Penisilin G atau satu dosis azitromisin telan. Doksisiklin dan tetrasiklin adalah pilihan lainnya, namun karena terdapat risiko kelainan pada janin, dosisiklin dan tetrasiklin tidak direkomendasikan untuk wanita hamil. Ceftriakson, obat antibiotik generasi ketiga sefalosporin, mungkin saja seefektif obat berbasis penisilin.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/02/02/resistensi-antibiotik-global/

Hasil gambar untuk bayi dengan sifilis

Beban global sifilis bawaan menurun selama periode tahun 2012-2016, meskipun tidak signifikan, dari sekitar 750.000 menjadi 660.000 kasus. Perbaikan juga terjadi dalam uji saring, pengobatan, dan pengawasan sifilis pada ibu hamil. Oleh sebab itu, sangat penting bahwa semua wanita usia subur dilakukan skrining sifilis dini dan lanjutan perawatan, sebagai bagian dari perawatan antenatal berkualitas tinggi. Selain itu, sistem dan program kesehatan perlu memastikan bahwa semua wanita yang didiagnosis dengan sifilis, serta bayi mereka, dirawat secara efektif dan bahwa pasangan seksual mereka dijangkau untuk pemeriksaan laboratorium dan pengobatannya.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/05/22/2018-tanpa-antibiotika/

Program eliminasi sifilis kongenital dilakukan dengan menghilangkan penularan sifilis dari ibu-ke-bayi (Prevention of Mother-to-Child-Transmission of Syphilis) telah terjadi di beberapa bagian dunia. Dalam beberapa tahun terakhir 12 negara telah divalidasi oleh WHO, karena telah berhasil menghilangkan penularan sifilis dan HIV dari ibu ke anak. Malaysia pada 8 Oktober 2018 menjadi negara pertama di Wilayah Pasifik Barat yang disertifikasi WHO, karena telah mampu menghilangkan penularan HIV dan sifilis dari ibu-ke-bayi.

Gambar terkait

Kajian Epidemiologi HIV Indonesia yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan RI (2016), menyebutkan bahwa sekitar 10% perempuan Indonesia telah melaporkan mengalami sejumlah gejala terkait IMS, termasuk HIV dan sifilis. Kasus sifilis yang dilaporkan di Indonesia tahun 2011 hanya 2.933 orang, meningkat terus pada tahun 2012, 2013, dan puncaknya pada tahun 2014 mencapai 8.840, sedangkan tahun 2016 telah turun menjadi 7.055 orang. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2017 Tentang Eliminasi Penularan HIV, Sifilis, dan Hepatitis B Dari Ibu Ke Anak, menyebutkan bahwa target program Eliminasi Penularan di Indonesia adalah pada tahun 2022. Indikatornya berupa infeksi baru Sifilis pada bayi ≤50 kasus bayi terinfeksi Sifilis per 100.000 kelahiran hidup.

Hasil gambar untuk bayi dengan sifilis

Kecurigaan infeksi sifilis pada bayi dilakukan dengan pemeriksaan serologi titer RPR bayi pada usia 3 bulan, dan dinyatakan terinfeksi Sifilis jika Titer bayi lebih dari 4 kali lipat titer ibunya, misal jika titer ibu 1:4 maka titer bayi 1:16 atau lebih. Selain itu, juga bila titer bayi lebih dari 1:32. Target cakupan pemeriksaan ini tahun 2020 adalah 80% dari ibu hamil diperiksa Sifilis dan 100% ibu hamil dengan Sifilis diobati dengan Benzatin Penicilin G 2,4 juta IU suntikan IM dosis tunggal pada fase dini, diulang 2 kali dengan selang waktu 1 minggu atau dirujuk ke RS. Selain itu, 100% anak dari ibu Sifilis mendapat pengobatan dosis tunggal Benzatin Penicilin G 50.000 IU/kgBB suntikan IM, pemeriksaan titer RPR usia 3 bulan dibandingkan titer ibunya, atau pemantauan klinis sampai usia 2 tahun. Target pencapaiannya adalah 95% anak dari ibu Sifilis hasil pemeriksaan titer RPR jadi negatif atau sama dengan titer ibu, anak sehat, tanpa cacat atau kematian.

Hasil gambar untuk bayi dengan sifilis

Penanganan infeksi Sifilis pada bayi baru lahir dari ibu Sifilis, dengan RPR Titer < 1/8, diulang pemeriksaan titrasi minimal 3 bulan, bila perlu dengan terapi penicillin G Kristal aqueous 50.000 unit/kgbb/dosis suntikan iv tiap 12 jam selama 7 hari, dilanjutkan tiap 8 jam sampai genap 10-14 hari. Jika cairan otak atau LCS tidak normal dan dicurigai bayi mengalami neurosifilis, penicillin G Kristal aqueous dinaikkan dosis menjadi 200.000 unit/kgbb/dosis suntikan iv tiap 6 jam selama 10-14 hari.

Hasil gambar untuk bayi dengan sifilis


Laporan HRP pada Rabu, 27 Februari 2019 tentang bayi sifilis layak dicermati. Target nasional Indonesia bahwa pada tahun 2022 sehahrusnya 100% ibu bersalin, termasuk ibu yang terinfeksi sifilis, dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan dan ditolong oleh tenaga kesehatan. Dengan demikian, infeksi sifilis pada bayi baru lahir di seluruh pelosok Indonesia dapat ditangani dengan benar.

Sudahkah kita bertindak?

Sekian

Yogyakarta, 7 Maret 2019

*) Ketua IDI Cabang Kota Yogyakarta, dokter spesialis anak RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161,

Categories
Istanbul

2019 Hari Ginjal Sedunia

Hasil gambar untuk hari ginjal sedunia 2019

HARI GINJAL SEDUNIA 2019

fx. wikan indrarto*)

Hari Ginjal Sedunia (World Kidney Day) jatuh pada Kamis ke-2 setiap bulan Maret. Tahun ini hari ginjal sedunia dirayakan pada hari Kamis, 14 Maret 2019 dan tema yang diambil adalah Kesehatan Ginjal Untuk Siapa Saja Di Manapun (Kidney Health for Everyone and Everywhere). Apa yang harus dilakukan?

Hasil gambar untuk hari ginjal sedunia 2019

Kampanye ini ditujukan dapat menjadi wadah untuk mewujudkan masyarakat yang lebih sehat pada umumnya, dan kesehatan ginjal masyarakat yang lebih baik pada khususnya. Selain itu, juga melakukan kegiatan pencegahan penyakit ginjal yang terjangkau, termasuk pada bayi dan anak. Kesehatan ginjal pada bayi dapat dipantau melalui warna air kemih atau urine yang tak lazim. Warna urine bayi merah muda, merah atau cokelat tua, dapat disebabkan karena kelainan darah seperti anemia hemolitik, jejas pada ginjal atau saluran kemih, makanan seperti buah beri, buah bit, atau obat seperti rifampicin, desferioksamin, fenoftalein, dan infeksi saluran kemih.

Gambar terkait

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi yang terjadi pada ginjal dan saluran kemih, salah satu penyakit infeksi yang sering terjadi pada anak selain infeksi saluran napas atas dan diare. ISK perlu mendapat perhatian karena ISK merupakan penyakit yang sering menyebabkan gagal ginjal pada anak yang mengakibatkan anak memerlukan tindakan cuci darah (dialisis) dan cangkok ginjal (transplantasi ginjal). 

Hasil gambar untuk hari ginjal sedunia 2019

Selain itu, ISK dapat menyebabkan berbagai gejala yang tidak menyenangkan dan komplikasi, seperti demam, nyeri pinggang, nyeri ketika berkemih, hipertensi (tekanan darah tinggi), dan infeksi di seluruh tubuh (sepsis) yang menyebabkan kematian. ISK yang terjadi pada perempuan ketika masih anak-anak dapat menimbulkan komplikasi kelak pada saat mereka menjadi ibu hamil. Oleh karena itu, ISK pada anak memerlukan tata laksana yang optimal. ISK paling sering disebabkan bakteri ‘Escherichia coli’ (E. coli) yaitu sekitar 60-80 persen. Kuman ini berasal dari saluran cerna. Selain kuman E. coli, ISK dapat disebabkan kuman lain, seperti Klebsiela, Proteus, Enterokokus, Enterobakter, dan berbagai kuman lainnya.

Pada bayi usia satu bulan sampai satu tahun, gejala klinis dapat berupa demam, penurunan berat badan, gagal tumbuh, nafsu makan berkurang, cengeng, tampak kuning, kolik, muntah, dan diare. Pada anak lebih besar, gejala penyakit biasanya lebih khas, berupa gejala lokalsaluran kemih, seperti nyeri ketika berkemih, anyang-anyangan, ‘ngompol’, air kemih keruh, dan nyeri pinggang. Selain itu, dapat dijumpai mual, muntah, diare, demam tinggi disertai menggigil, yang kadang-kadang sampai kejang.

Gambar terkait

Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia termasuk di negara kita, yang juga dapat mengenai anak. Seorang anak dikatakan menderita PGK bila didapatkan salah satu kriteria yaitu kerusakan ginjal berlangsung selama 3 bulan atau lebih, berupa kelainan struktur atau fungsi dengan atau tanpa penurunan fungsi yang diukur melalui laju filtrasi glomerulus (LFG), dapat berbentuk adanya kelainan dalam komposisi urin atau adanya kelainan dari hasil pencitraan atau dari biopsi ginjal. Kriteria lainnya, yaitu terdapat penurunan LFG <60 mL/menit/1,73 m2  selama 3 bulan atau lebih, dengan atau tanpa gejala kerusakan ginjal yang telah disebutkan.

Hasil gambar untuk penyakit ginjal kronik adalah

Penyebab PGK pada balita paling sering adalah kelainan bawaan, misalnya kelainan atau kekurangan dalam pembentukan jaringan ginjal, disertai adanya sumbatan atau tanpa sumbatan. Sedangkan pada usia 5 tahun ke atas sering disebabkan oleh penyakit yang diturunkan, misalnya penyakit ginjal polikistik atau penyakit yang didapat, misalnya glomerulonefritis kronis. Orangtua ataupun masyarakat dapat melakukan upaya pencegahan primer PGK yaitu dengan cara mencegah pemaparan terhadap faktor-faktor yang dapat menyebabkan penyakit ginjal, misalnya strategi untuk mengurangi pemaparan terhadap infeksi pada saat kehamilan, pencegahan penyakit ginjal yang diturunkan dengan cara konseling genetik, pencegahan obesitas, deteksi awal dan penanganan hipertensi dan kencing manis. Pencegahan sekunder dilakukan bekerja sama antara dokter dan keluarga, dalam upaya pencegahan terjadinya progresifitas kerusakan ginjal dari PGK stadium 1-5 dengan melakukan penanganan yang tepat pada setiap tahap PGK. Sedangkan pencegahan tersier berfokus pada penundaan komplikasi jangka panjang, disabilitas atau kecacatan akibat PGK dengan cara pemasangan dialisis atau transplantasi ginjal.  

Hasil gambar untuk penyakit ginjal kronik adalah

Selain berbagai penyakit di atas, anak dapat juga mengalami tekanan darah tinggi atau hipertensi, apabila kesehatan ginjalnya terganggu.  Secara umum, kejadian hipertensi pada anak berkisar 1-2%. Peningkatan angka kejadian hipertensi pada anak dan remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain peningkatan kejadian obesitas atau kegemukan dan perubahan gaya hidup, seperti anak kurang beraktivitas, terlalu banyak bermain gadget atau menonton televisi, asupan makanan yang tinggi kalori, tinggi garam, serta minuman yang mengandung alkohol dan kafein, kebiasaan merokok, stres mental, dan kurang tidur. Anak derngan hipertensi mempunyai risiko hampir 4 kali lebih besar untuk menderita hipertensi pada masa dewasa dibandingkan anak normal. Hipetensi pada anak memberikan dampak pada kesehatan kardiovaskular pada masa dewasa, karena pengerasan pembuluh darah (aterosklerosis) telah berlangsung sejak masa anak.

Hasil gambar untuk hipertensi

Batasan tekanan darah normal pada anak, berbeda-beda untuk setiap kelompok umur, jenis kelamin, dan tinggi badan anak. Hal ini berbeda dengan dewasa yang menggunakan satu batasan tekanan darah normal untuk semua umur, jenis kelamin, dan ukuran tubuh. Di samping itu, tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik, stres (misalnya anak menangis), dan rangsangan yang lain. Oleh karena itu pengukuran tekanan darah memerlukan kondisi anak yang tenang, dilakukan di dalam ruang yang menyenangkan anak, setelah anak beristirahat sejenak.

Hasil gambar untuk hipertensi

Pada anak kecil dan pra-remaja sebagian besar merupakan hipertensi yang disebabkan oleh penyakit primer. Penyakit ginjal dan pembuluh darah ginjal merupakan penyebab tersering, contohnya seperti peradangan ginjal, infeksi ginjal kronik, penyumbatan aliran urin, batu ginjal, kelainan kongenital saluran kemih, penyempitan pembuluh darah ginjal, dan sebagainya. Hipertensi primer atau esensial lebih sering ditemukan pada remaja, meliputi 85-90% kasus. Hipertensi primer sangat jarang ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun. Faktor risiko yang dikaitkan dengan terjadinya hipertensi esensial adalah riwayat hipertensi dalam keluarga dan kegemukan atau obesitas.

Gambar terkait

Momentum Hari Ginjal Sedunia (World Kidney Day) Kamis, 14 Maret 2019 dengan tema Kesehatan Ginjal untuk siapa saja di manapun, juga dirancang untuk bayi dan anak. Idealnya setiap anak yang berusia 3 tahun atau lebih menjalani pemeriksaan tekanan darah, setidaknya setahun sekali, dengan pengukuran berat dan tinggi badan secara reguler. Selain itu, juga dilakukan berbagai tindakan pencegah dan perbaikan gaya hidup yang terjangkau, demi kesehatan ginjal anak.

Sudahkah kita beetindak?

Sekian

Yogyakarta, 4 Maret 2019

*) Ketua IDI Cabang Kota Yogyakarta, dokter spesialis anak, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161,

Categories
Istanbul

2019 Mari Mendengarkan

Hasil gambar untuk world hearing day 2019

MARI MEDENGARKAN

fx. wikan indrarto*)


Hari Pendengaran Sedunia (World Hearing Day) dirayakan pada Minggu, 3 Maret 2019. Pemilihan tanggal 3 Maret atau 3.3 disebabkan karena kedua kombinasi angka tersebut menyerupai bentuk dua daun telinga manusia. Apa yang menarik?

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/09/10/2018-kecanduan-games/

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) meluncurkan “hearWHO”, sebuah aplikasi gratis untuk perangkat seluler, yang memungkinkan orang untuk memeriksa pendengaran mereka secara teratur, dan melakukan intervensi awal dalam kasus gangguan pendengaran. Aplikasi ini dapat diperoleh pada https://www.who.int/deafness/2un4ym.gif, dan ditargetkan untuk mereka yang berisiko mengalami gangguan pendengaran, atau yang sudah mengalami beberapa gejala terkait dengan gangguan pendengaran.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/05/11/2018-isk-aplikasi/

Mereka yang secara khusus akan mendapat manfaat dari alat baru ini, adalah orang yang sering terpapar bising suara tingkat tinggi. Misalnya mereka yang mendengarkan musik keras atau bekerja di tempat-tempat yang bising, orang yang menggunakan obat yang berbahaya bagi pendengaran; dan orang yang berusia di atas 60 tahun. Gejala yang mengindikasikan timbulnya gangguan pendengaran meliputi mendengar atau memilikisensasi dering di telinga, yang dikenal sebagai tinitus, bagian kata atau kalimat dalam percakapan harian yang sering hilang, atau kecenderungan untuk meningkatkan volume perangkat televisi, radio atau audio.

baca juga :https://dokterwikan.wordpress.com/2018/09/03/2018-screen-time/

Hasil gambar untuk world hearing day 2019

Lebih dari 5% populasi dunia atau sekitar 466 juta orang, mengalami gangguan pendengaran. Perkiraan tersebut mencakup 432 juta orang dewasa dan 34 juta anak, bahkan diperkirakan pada tahun 2050 lebih dari 900 juta orang atau satu dari setiap sepuluh orang, akan mengalami gangguan pendengaran. Secara global, gangguan pendengaran yang tidak tertangani, menimbulkan biaya perawatan tahunan sebesar US $ 750 miliar.

Gambar terkait

Deteksi dini gangguan pendengaran sangat penting, termasuk pada anak, untuk mengidentifikasi perilaku kurang sehat yang berisiko dan perlu diubah. Selain itu, juga memastikan intervensi medis yang paling tepat yang diperlukan, untuk mengatasi gangguan pendengaran pada tahap awal. Intervensi semacam itu akan dilakukan oleh tim dokter yang berpengalaman dalam mengatasi gangguan pendengaran. Intervensinya dapat berkisar dari penggunaan tulisan dan bahasa isyarat, hingga alat bantu dengar dan implan koklea di dalam telinga bagian tengah. Intervensi untuk mencegah, mengidentifikasi dan mengatasi gangguan pendengaran tentu saja berbiaya lebih efisien dan efektif.

Hasil gambar untuk world hearing day 2019

“Banyak orang dengan gangguan pendengaran tidak menyadarinya dan karena itu mereka kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan, melakukan tugas profesional dan menikmati kehidupan sehari-hari,” kata Dr. Etienne Krug, Direktur Departemen WHO untuk Manajemen Penyakit Tidak Menular, Kecacatan, dan Kekerasan dan Cidera Pencegahan. Pemeriksaan pendengaran secara teratur memastikan bahwa gangguan pendengaran diidentifikasi dan ditangani sedini mungkin.

Hasil gambar untuk world hearing day 2019

Aplikasi ‘hearWHO’ didasarkan pada teknologi digit-in-noise yang divalidasi. Pengguna akan diminta untuk berkonsentrasi, mendengarkan dan masuk ke perangkat mobile, HP atau tablet dengan serangkaian tiga angka ketika diminta. Angka-angka ini telah direkam terhadap berbagai tingkat suara latar belakang, mensimulasikan kondisi saat mendengarkan percakapan dalam kehidupan sehari-hari. Aplikasi ini menampilkan skor pengguna dan interpertasinya, serta menyimpan hasil pemeriksaantersebut, sehingga setiap pengguna dapat memantau status pendengaran dari waktu ke waktu.

Hasil gambar untuk world hearing day 2019

Mode pengingat untuk mengikuti pemeriksaan selanjutnya secara berkala, dapat diatur oleh pengguna sendiri. Aplikasi ini dapat digunakan oleh individu maupun petugas kesehatan dengan tujuan untuk memfasilitasi pemeriksaan skrining pendengaran awal, terutama di daerah dengan sumber daya rendah. Halyang terpenting, aplikasi ini akan membantu kita semua meningkatkan kesadaran akan pentingnya perawatan telinga dan fungsi pendengaran. Hal ini karena sekali hilang, pendengaran tidak akan dapat kembali.

Gambar terkait

Prevalensi gangguan pendengaran akan meningkat pesat dalam beberapa dekade mendatang karena perubahan demografi populasi, peningkatan paparan faktor risiko seperti kebisingan, rekreasi luar ruang, serta persistensi kondisi telinga yang tidak diobati, seperti otitis media atau radang telinga tengah. Banyak penyebab gangguan pendengaran yang sebenarnya dapat dicegah.

Hasil gambar untuk world hearing day 2019


Pada anak 60% gangguan pendengaran dapat dicegah melalui strategi kesehatan masyarakat. Mereka yang memiliki gangguan pendengaran dapat sangat diuntungkan dari intervensi yang tepat waktu dan tepat metode. Implementasi yang efektif dari strategi yang terbukti untuk mencegah gangguan pendengaran dan rehabilitasi mereka yang mengalami gangguan ireversibel, memang memerlukan sejumlah langkah di bidang kesehatan masyarakat yang harus dilakukan, termasuk integrasi layanan perawatan telinga dan pendengaran yang berkualitas tinggi dan komprehensif, ke dalam sistem kesehatan nasional. Perawatan pendengaran dan gangguan pendengaran disorot sebagai masalah kesehatan masyarakat, dengan diadopsinya resolusi (WHA70.13) tentang pencegahan tuli dan gangguan pendengaran, pada sidang Majelis Kesehatan Dunia tahun 2017.

Hasil gambar untuk world hearing day 2019

Momentum Hari Pendengaran Dunia (World Hearing Day) 3 Maret 2019 dan dengan dukungan aplikasi ‘hearWHO’ ini, setiap orang didorong untuk memeriksa fungsi pendengaran (Check your hearing!). Banyak orang yang hidup dengan gangguan pendengaran tanpa disadari, sehingga mereka kehilangan suara dan kata-kata tertentu, yang mungkin saja sangat penting. Memeriksa pendengaran menjadi langkah pertama dalam mengatasi masalah tersebut, untuk melestarikan hadiah berharga yang membantu kita menikmati kehidupan.

Sudahkah kita bijak?

Sekian

Yogyakarta, 2 Maret 2019

*) Sekretaris IDI Wilayah DIY, dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Lektor di FK UKDW, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161, e-mail : fxwikan_indrarto@yahoo.com