Categories
anak COVID-19 dokter Healthy Life resisten obat tuberkulosis

2024 Hari TB Dunia

HARI  TUBERKULOSIS  DUNIA 2024

fx. wikan indrarto

Tema Hari Tuberkulosis (TBC atau TB) Sedunia 2024 : ‘Yes! Kita bisa mengakhiri TBC!’. Kampanye ini menyampaikan harapan agar kita kembali ke jalur yang benar untuk membalikkan keadaan terpuruk, dalam melawan epidemi TB. Diperlukan 3 hal pokok, yaitu kepemimpinan dengan komitmen tinggi, peningkatan investasi, dan penerapan rekomendasi WHO yang baru dengan lebih cepat. Bagaimana melakukannya?

.

Hari TB Dunia diadakan setiap tanggal 24 Maret untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak buruk TB dalam bidang kesehatan, sosial dan ekonomi, juga untuk meningkatkan upaya mengakhiri epidemi TB global. Pada 24 Maret 1882 Dr. Robert Koch menemukan penyebab penyakit TB, yaitu bakteri Mycobacterium tuberculosis. Pada saat Dr. Koch mengumumkan penemuannya di Berlin, waktu itu TB mewabah di seluruh Eropa dan Amerika, bahkan menyebabkan kematian 1 dari setiap 7 orang penderitanya. Kemajuan yang telah kita dapatkan, 75 juta nyawa telah terselamatkan sejak tahun 2000 melalui upaya global untuk mengakhiri TB. Namun demikian, masih ada 10,6 juta orang terserang TB dan 1,3 juta orang meninggal karena TB pada tahun 2022 yang lalu.

.

Menyusul komitmen yang dibuat oleh para Kepala Negara pada pertemuan Tingkat Tinggi PBB pada tahun 2023 untuk mempercepat kemajuan dalam mengakhiri TB, fokus tahun 2024 ini beralih untuk mewujudkan komitmen tersebut menjadi tindakan nyata. Juga untuk membantu banyak negara dalam meningkatkan akses terhadap pengobatan pencegahan TB, WHO merekomendasikan untuk meningkatkan penerapan pengobatan pencegahan TB secepatnya. Selain itu, investasi sumber daya, dukungan, perawatan dan informasi yang berkelanjutan sangat penting untuk memastikan akses universal terhadap perawatan TB dan penelitian medis untuk mencapai Cakupan Kesehatan Semesta atau Universal Health Coverage (UHC).

.

Penerapan rekomendasi WHO yang baru dengan lebih cepat seharusnya dilakukan. Target jangak pendek rekomendasi tersebut adalah tersedianya lebih banyak investasi untuk pengobatan pencegahan TB, pemberian rejimen pengobatan TB yang lebih pendek, tes molekuler cepat untuk diagnostik infeksi TBC, dan inovasi alat medis digital.

.

Pemberian Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT) bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi TB pada individu yang terpapar dan untuk menghentikan perkembangan dari infeksi TB ke arah TB aktif (sakit TB). Sasaran prioritas pemberian TPT sesuai rekomendasi WHO adalah populasi anak dan remaja yang berisiko tinggi menderita TB, yaitu anak dan remaja dengan HIV/AIDS, kontak serumah dengan pasien TB paru yang terkonfirmasi bakteriologis, pasien imunokompromais selain HIV (misalnya kanker, dialisis, mendapat kortikosteroid jangka panjang, persiapan transplantasi organ) dan bersekolah atau tinggal di asrama, di lapas dan rumah singgah, tempat penitipan anak (daycare), pengguna narkoba, dll.

Syarat pemberian TPT TB adalah tidak sakit TB, tidak ada kontraindikasi TPT, misalnya hepatitis akut atau kronis, neuropati perifer (jika menggunakan isoniazid), konsumsi alkohol biasa atau berat, dan terdapat bukti infeksi TB baik secara in vivo (uji kulit tuberkulin) ataupun in vitro (Interferon Gama Release Essay = IGRA). Rejimen obat untuk TPT TB tersedia lebih banyak pilihan, misalnya 6H (Isoniazid selama 6 bulan), 3RH (Rifampisin & Isoniazid selama 3 bulan), 3HP (Rifapentin & Isoniazid selama 3 bulan untuk usia >2 tahun), 4R (Rifampisin selama 4 bulan),  dan 1HP (Isoniazid & Rifapentin selama 1 bulan untuk usia >2 tahun). 

.

Untuk menegakkan diagosis TB, sebelum ini dilakukan dengan pemeriksaan bakteriologis dari spesimen dahak pasien. Belajar dari PCR COVID-19 saat pandemi, sekarang pemeriksaan tes cepat molekuler (TCM) justru diprioritaskan, antara lain pemeriksaan Nucleic Acid Amplification Test/NAAT (misalnya Xpert MTB/RIF) dan Line Probe Assay/LPA (misalnya Hain GenoType). Pemeriksaan TCM mempunyai nilai diagnostik yang lebih baik daripada pemeriksaan mikroskopis dahak, tetapi masih di bawah uji biakan. Saat ini TCM direkomendasikan sebagai alat diagnosis utama untuk penegakan diagnosis TB (terkonfirmasi bakteriologis). Namun demikian, hasil negatif TCM tidak menyingkirkan diagnosis TB pada anak dan remaja.

.

Pemberian rejimen pengobatan TB sesuai rekomendasi WHO harus semakin digencarkan. Paduan pemberian Obat Anti TB (OAT) pada anak dan remaja jenis rejimen pertama adalah 2RHZ 4RH (2 bulan Rifampisin, Isoniazid dan pirazinamid dilanjutkan 4 bulan Rifampisin dan Isoniazid) untuk TB paru tidak terkonfirmasi bakteriologis, TB kelenjar intratoraks tanpa obstruksi saluran respiratori dan TB kelenjar. Rejimen kedua adalah 2RHZE 4RH (2 bulan Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid dan Ethambutol dilanjutkan 4 bulan Rifampisin dan Isoniazid) untuk kasus TB paru pada remaja usia ≥15 tahun tanpa memandang klasifikasi dan tingkat keparahan.  Dalam hal ini untuk kasus TB paru terkonfirmasi bakteriologis, TB paru kerusakan luas, TB paru dengan HIV, TB ekstra paru, kecuali TB milier, meningitis TB, dan TB tulang. Rejimen ketiga adalah 2RHZE 10 RH (2 bulan Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid dan Ethambutol dilanjutkan 10 bulan Rifampisin dan Isoniazid) untuk kasus TB paling berat, yaitu meningitis TB, TB tulang, dan TB paru milier. 

.

Momentum Hari Tuberkulosis (TB) Dunia Minggu, 24 Maret 2024 mengingatkan kita semua agar berinvestasi untuk mengakhiri TB dan menyelamatkan lebih banyak pasien. Selain itu, kita semua wajib menerapkan rekomendasi WHO yang baru dengan lebih cepat, baik dalam aspek diagnosis dengan TCM, terapi pencegahan (TPT) TB laten dan pengobatan TB sampai tuntas, untuk mengakhiri epidemi TB global.

Sudahkah kita bijak?

Sekian

Yogyakarta, 23 Maret 2024

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Alumnus S3 UGM.

Categories
anak antibiotika COVID-19 dokter Healthy Life Malaria resisten obat tuberkulosis vaksinasi

2021 Waspada Resistensi Antimikroba

Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) – HISFARSI DIY

WASPADA   RESISTENSI  ANTIMIKROBA

fx. wikan indrarto*)

Ringkasan tulisan tersebut di atas dimuat di Kompas Digital Jumat, 26 November 2021 :

https://www.kompas.id/baca/opini/2021/11/26/waspada-resistensi-antimikroba

Pekan Kesadaran Antimikroba Sedunia diadakan pada 18-24 November setiap tahun. Tema 2021 adalah ‘Spread Awareness, Stop Resistance’ (Sebarkan Kewaspadaan, Hentikan Resistensi) untuk menyerukan kepada pemangku kepentingan, pembuat kebijakan, penyedia layanan kesehatan, dan masyarakat umum, untuk terlibat dalam kewaspadaan tentang Resistensi Antimikroba (AMR). Apa yang menarik?

.

Resistensi antimikroba (AMR) adalah ancaman kesehatan dan pembangunan global. Hal ini membutuhkan tindakan multisektoral yang mendesak untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), karena AMR adalah salah satu dari 10 besar ancaman kesehatan masyarakat global yang dihadapi umat manusia. Antimikroba meliputi antibiotik, antivirus, antijamur, dan antiparasit, yaitu obat yang digunakan untuk mencegah dan mengobati infeksi pada manusia, hewan, dan tumbuhan.

.

Pada tahun 2019, indikator AMR baru dimasukkan dalam kerangka pemantauan SDG. Indikator ini memantau frekuensi infeksi darah atau sepsis, yang disebabkan karena dua patogen yang telah resistan terhadap obat tertentu, yaitu Staphylococcus aureus (MRSA) yang resistan terhadap methicillin dan E. coli resisten terhadap sefalosporin generasi ketiga (3GC). Pada tahun 2019, terdapat 25 negara memberikan data tentang infeksi aliran darah atau sepsis akibat MRSA dan 49 negara memberikan data tentang E. coli. Dengan demikian tingkat rata-rata MRSA adalah 12,11% dan 3GC adalah 36,0%.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2021/09/25/2021-libas-tifus/

.

Strain Mycobacterium tuberculosis penyebab TBC yang resisten terhadap antibiotik mengancam kemajuan dalam mengatasi epidemi tuberkulosis global. Pada tahun 2018, ada sekitar setengah juta kasus baru TB yang resistan terhadap rifampisin (RR-TB), obat TB paling poten saat ini dan sebagian besar menjadi TB yang resistan terhadap berbagai obat (MDR-TB), suatu bentuk tuberkulosis yang resisten terhadap dua obat anti-TB yang paling kuat. Pada hal, hanya sepertiga dari sekitar setengah juta orang MDR/RR-TB pada tahun 2018 yang terdeteksi dan dilaporkan. MDR-TB memerlukan paket pengobatan yang lebih lama, kurang efektif dan jauh lebih mahal dibandingkan dengan TB yang tidak resistan. Selain itu, hanya kurang dari 60% MDR/RR-TB yang berhasil disembuhkan. Pada tahun 2018, diperkirakan 3,4% kasus TB baru dan 18% dari kasus yang sebelumnya diobati berubah menjadi TB-MDR/RR-TB dan munculnya resistensi terhadap obat TB ‘pilihan terakhir’ baru benar-benar merupakan ancaman besar.

.

Hati-hati! Sebelum Terapi Antibiotik, Pahami Dulu Tentang Resistensi  Antibiotik

Resistensi obat antivirus semakin mencemaskan, karena telah terjadi pada sebagian besar antivirus, termasuk obat antiretroviral (ARV) untuk HIV. Semua ARV, termasuk kelas yang lebih baru, berisiko menjadi sebagian atau seluruhnya tidak aktif karena munculnya HIV yang resistan terhadap obat (HIVDR). Pedoman ARV WHO terbaru sekarang merekomendasikan obat baru, dolutegravir, sebagai pengobatan lini pertama untuk orang dewasa dan anak. Munculnya jenis parasit yang resistan terhadap obat merupakan salah satu ancaman terbesar terhadap pengendalian malaria dan mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas malaria. Terapi kombinasi berbasis artemisinin (ACT) adalah pengobatan lini pertama yang direkomendasikan untuk malaria P. falciparum tanpa komplikasi, dan digunakan oleh sebagian besar negara endemik malaria. Prevalensi infeksi jamur yang resistan terhadap obat meningkat dan memperburuk situasi pengobatan yang sudah sulit. Banyak infeksi jamur memiliki masalah saat diobati seperti toksisitas, terutama untuk pasien dengan infeksi lain yang mendasarinya (misalnya HIV). Candida auris yang resistan terhadap obat, salah satu infeksi jamur invasif yang paling umum, sudah tersebar luas dengan meningkatnya resistensi yang dilaporkan terhadap flukonazol, amfoterisin B dan vorikonazol serta resistensi caspofungin yang muncul. Hal ini menyebabkan lebih sulit untuk mengobati infeksi jamur, kegagalan pengobatan, tinggal di rumah sakit lebih lama dan pilihan pengobatan yang jauh lebih mahal.

.

AMR merupakan masalah kompleks yang membutuhkan pendekatan multisektoral yang terpadu. Pendekatan ‘One Health’ menyatukan berbagai sektor dan pemangku kepentingan yang terlibat dalam kesehatan hewan, tumbuhan, dan manusia, baik yang hidup di darat dan air, juga produksi makanan, pakan hewan dan lingkungan. Diharapkan setiap negara akan mengembangkan rencana aksi nasional mereka sendiri, untuk mengatasi resistensi antibiotik sejalan dengan rencana global. Untuk mencapai tujuan ini, rencana aksi global menetapkan lima tujuan strategis: (1) meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang resistensi antibiotik; (2) memperkuat pengetahuan melalui surveilans dan penelitian; (3) mengurangi kejadian infeksi; (4) mengoptimalkan penggunaan obat antibiotik; dan (5) memastikan investasi berkelanjutan dalam melawan resistensi antibiotik.

.

Para dokter, apoteker dan petugas kesehatan lainnya dapat berperan dengan mencegah infeksi dengan memastikan tangan, instrumen medis dan lingkungan RS bersih, memberikan vaksinasi terbaru kepada pasien (up to date), ketika terjadi dugaan infeksi bakteri, melakukan kultur bakteri dan pemeriksaan penunjang medik lainnya untuk konfirmasi, hanya meresepkan dan mengeluarkan antibiotika ketika benar-benar dibutuhkan, pada dosis dan durasi pengobatan yang tepat. Para pejabat dan pembuat kebijakan kesehatan dapat bertindak dengan menyusun rencana aksi regional atau nasional yang kuat untuk mengatasi resistensi antibiotika, meningkatkan pengawasan infeksi bakteri yang telah resisten terhadap antibiotika, memperkuat langkah-langkah pencegahan dan pengendalian infeksi, juga mengatur dan mempromosikan penggunaan  obat antibiotika yang tepat dan berkualitas. Selain itu, juga membuat informasi tentang dampak resistensi antibiotika dan memberikan apresiasi atas pengembangan obat, vaksin serta alat diagnostik yang baru.

Resistensi Antibiotik, Kelak Infeksi Bakteri Pun Bisa Jadi Penyebab  Kematian Halaman 1 - Kompasiana.com
.

Para petugas sektor pertanian dapat bertindak dengan memberikan antibiotika pada hewan, hanya saat digunakan untuk mengobati penyakit menular dan di bawah pengawasan seorang dokter hewan, vaksinasi hewan untuk mengurangi kebutuhan antibiotika dan mengembangkan alternatif tindakan, selain penggunaan antibiotika pada tanaman yang terinfeksi. Selain itu, mempromosikan dan menerapkan praktek yang baik di semua tahap produksi ataupun pengolahan makanan dari sumber hewan dan tumbuhan, mengadopsi sistem yang berkelanjutan dengan meningkatkan kebersihan, biosecurity dan penanganan hewan bebas infeksi, melaksanakan standar internasional untuk penggunaan antibiotika yang bertanggung jawab, yang ditetapkan oleh OIE, FAO dan WHO. Para pelaku industri bidang kesehatan dapat membantu dengan berinvestasi untuk pengembangan antibiotika, vaksin, dan alat diagnostik baru.

.

Momentum Pekan Kewaspadaan Antibiotik Sedunia (World Antibiotic Awareness Week) pada 18–24 November 2021, mengingatkan kita semua bahwa ‘Spread Awareness, Stop Resistance’ (sebarkan Kewaspadaan, Hentikan Resistensi) tergantung pada niat dan usaha kita bersama.

Sudahkah kita menyadari?

Sekian

Yogyakarta, 16 November 2021

*) Dokter spesialis anak RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161

Categories
anak Healthy Life resisten obat tuberkulosis

2021 Obat TB Baru untuk Anak

Waspadai Tuberkulosis pada Anak, Inilah Upaya Pencegahannya!

OBAT TB  BARU  UNTUK  ANAK

fx. wikan indrarto*)

Pada hari Kamis, 26 Agustus 2021 Program Tuberkulosis Global Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan pembaruan penting untuk pedoman pengelolaan tuberkulosis (TB) pada anak dan remaja. Ini termasuk rekomendasi baru tentang pilihan cara diagnostik, rejimen pengobatan, serta algoritme keputusan pengobatan dan model perawatan yang optimal untuk pemberian layanan TB anak dan remaja. Apa yang baru?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/03/30/2020-pencegahan-tbc/

.

Tuberkulosis pada anak dan remaja telah diabaikan selama bertahun-tahun, tercermin dalam kesenjangan besar dalam akses ke layanan pencegahan dan pengobatan TB. Untuk itu pedoman diagnosis, pengobatan, pencegahan dan perawatan untuk anak dan remaja dengan TB telah disusun  berdasarkan bukti ilmiah terbaru.

.

Pembaruan utama termasuk 5 buah rekomendasi. Pertama, pada anak di bawah 10 tahun dengan tanda dan gejala TB paru direkomendasikan untuk penggunaan Xpert MTB/RIF Ultra pada aspirasi lambung atau spesimen tinja sebagai uji diagnostik awal TB. Selain itu, juga dapat digunakan untuk deteksi resistensi bakteri terhadap obat rifampisin. Kedua, pada anak dan remaja di bawah 16 tahun dengan TB tidak parah   yang diduga rentandengan obat (presumed drug-susceptible TB), direkomendasikan untuk menggunakan rejimen pengobatan lebih pendek, yaitu 4 bulan (2HRZ(E)/2HR), dan tidak lagi menggunakan rejimen obat standar selama 6 bulan (2HRZ(E)/4HR).

.

BAGAIMANA DIAGNOSIS TUBERKULOSIS PADA ANAK? - Berita | Kalimantan Barat

Memperpendek pengobatan pada anak dan remaja dengan tuberkulosis tidak berat, sebaiknya dilakukan. Bukti dari uji klinis SHINE (Shorter Treatment for Minimal Tuberculosis in Children) atau Pengobatan Singkat untuk Tuberkulosis Minimal pada Anak, berupa pemendekan pengobatan pada anak dengan TB tidak parah, bergejala, diduga rentan terhadap obat, dan hasil BTA-negatif, telah dilakukan di Uganda, Zambia, Afrika Selatan, dan India. Anak berusia di bawah 16 tahun diacak untuk menjalani pengobatan anti-tuberkulosis lini pertama standar selama 16 versus 24 minggu, menggunakan formulasi kombinasi dosis tetap yang direkomendasikan WHO untuk anak. Hasil efikasi utama penelitian tersebut adalah kematian pada 72 minggu terapi, kegagalan pengobatan, dan putus obat. Sedangkan aspek keamanan obat yang utama adalah efek samping obat. Penelitian mampu membuktikan bahwa rejimen pengobatan jangka pendeka selama 4 bulan tidak lebih buruk dibandingkan rejimen 6 bulan, untuk anak yang diobati untuk TB BTA-negatif yang tidak parah, dan dianggap rentan terhadap obat.

.

Ketiga, untuk anak dengan MDR/RR-TB segala usia direkomendasikan untuk menggunakan obat TB baru yaitu bedaquiline, sebagai bagian dari rejimen obat yang lebih pendek (direkomendasikan secara kondisional oleh WHO pada tahun 2020) atau sebagai bagian dari rejimen pengobatan yang lebih lama. Keempat, rekomendasi untuk menggunakan delamanid sebagai bagian dari rejimen pengobatan yang lebih lama, untuk anak dengan MDR/RR-TB segala usia. Keempat, pada anak dengan MDR/RR-TB segala usia obat bedaquiline dapat digunakan sebagai bagian dari rejimen obat yang lebih pendek (direkomendasikan secara kondisional oleh WHO pada 2020) atau sebagai bagian dari rejimen pengobatan yang lebih lama. Obat delamanid dapat digunakan sebagai bagian dari rejimen pengobatan yang lebih lama.

.

Kelima, pada anak dan remaja dengan meningitis TB yang dikonfirmasi secara mikrobiologis atau didiagnosis secara klinis, dianggap rentan terhadap obat, rejimen intensif 6 bulan yang terdiri dari 6HRZEto (isoniazid, rifampisin, pirazinamid dan ethionamide) dapat digunakan sebagai pilihan alternatif, meskipun WHO sebelumnya merekomendasikan rejimen 12 bulan terdiri dari 2HRZE/10HR. Keenam, dalam wilayah dengan beban TB yang tinggi, layanan terpadu yang terdesentralisasi dan berpusat pada keluarga sebaiknya dilaksanakan untuk meningkatkan deteksi kasus TB dan pemanfaatan pengobatan pencegahan TB.

.

Rekomendasi baru ini disebut komunikasi cepat (rapid communication) bertujuan untuk menginformasikan secara cepat dan luas dari kementerian kesehatan dan penyedia layanan di sektor publik dan swasta, mitra teknis dan pemangku kepentingan lainnya. Tujuannya adalah pertimbangan dan perubahan terkait dengan diagnosis, pengobatan dan perawatan TB untuk anak dan remaja, agar dapat diterapkan dengan perencanaan rinci di tingkat nasional, sebelum rilis pedoman yang diperbarui dan buku pegangan operasional terkait.

Mengenal Tuberkulosis TB Pada Anak, Ciri dan Gejala | Dunia Biza

Rekomendasi yang lebih terperinci akan diterbitkan dalam beberapa bulan mendatang, di samping buku pegangan operasional pelengkap, yang akan berisi panduan implementasi. Rekomendasi di atas didasarkan pada hasil pertemuan kelompok khusus (Guideline Development Group) pada Mei-Juni 2021 dengan topik pengelolaan TB pada anak dan remaja.

.

Rekomendasi diagnosis dan pengobatan TB untuk anak terbaru tersebut, ditujukan untuk mencapai target TB global dalam SDG 2016-2030 dengan semboyan “Find. Treat. All. #EndTB.” Inisiatif ini bertujuan untuk mempercepat pembasmian TB dengan memastikan tidak ada anak yang tertinggal (to ensure no one is left behind).

 Sudahkah Anda terlibat membantu?

Sekian

Yogyakarta, 3 September 2021

*) Dokter spesialis anak di RS RS Panti Rapih Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, Lektor FK UKDW, WA: 081227280161,

Rekomendasi WHO tersebut dapat dilihat pada :

https://www.who.int/publications/i/item/9789240033450
Categories
anak COVID-19 Healthy Life resisten obat tuberkulosis

2021 Tuberkulosis pada Anak

MENGENALI TBC PADA ANAK

TB  PADA  ANAK

fx. wikan indrarto*)

Penyakit tuberkulosis (TB) pada anak di bawah usia 15 tahun merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat penting, karena merupakan penanda adanya proses penularan TB yang baru terjadi. Apa yang sebaiknya dilakukan?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2021/03/24/2021-hari-tuberkulosis-sedunia/

.

TB disebabkan oleh bakteri yang disebut Mycobacterium tuberculosis. Bakteri TB menyebar dari orang ke orang melalui udara. Bakteri TB dikeluarkan ke udara ketika penderita TB mengalami batuk, bersin, berbicara, atau bernyanyi, sehingga anak di sekitarnya mungkin menghirup bakteri ini dan terinfeksi, dengan dua jenis TB pada anak, yaitu infeksi TB laten dan sakit TB.

.

Pertama, anak dengan infeksi TB laten biasanya diketahui dengan tes Mantoux pada kulit atau tes serologi darah yang menunjukkan adanya infeksi TB. Anak tersebut memiliki bakteri TB di dalam tubuhnya, tetapi bakterinya tidak aktif, sehingga anak tidak sakit dan tidak memiliki gejala klinis. Anak tersebut tidak berbahaya karena tidak dapat menyebarkan bakteri TB ke orang lain. Jika kondisi umum anak menurun, maka bakteri TB dapat menjadi aktif di dalam tubuh dan berkembang biak, sehingga akan mengalami sakit TB.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2019/01/22/2019-akhiri-tb/

.

Kedua, anak sakit TB setelah terinfeksi bakteri TB, karena anak lebih mungkin mengalami sakit TB dan lebih cepat terjadi sakit daripada orang dewasa. Dibandingkan dengan anak yang sakit TB karena terinfeksi baru, penyakit TB pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh infeksi TB masa lalu yang menjadi aktif, ketika sistem kekebalan menjadi lemah, misalnya adanya infeksi HIV atau ko infeksi TB HIV dan diabetes.

.

Tanda dan gejala penyakit TB pada anak antara lain batuk, rasa sakit atau lemah, lesu, dan atau berkurangnya semangat bermain. Juga penurunan berat badan atau gagal tumbuh, demam dan atau mengalami banyak keringat pada malam hari. Gejala penyakit TB di bagian tubuh lain bergantung pada daerah yang terkena. Bayi, anak kecil, dan anak dengan gangguan sistem imun (misalnya, anak dengan HIV) berada pada risiko tertinggi untuk berkembang menjadi bentuk TB yang paling parah seperti meningitis TB atau penyakit TB yang menyebar (disseminated TB disease).

.

Mengenal Kondisi TB Paru pada Anak yang Harus Moms Antisipasi – Good  Doctor | Tips Kesehatan, Chat Dokter, Beli Obat Online

Memastikan diagnosis sakit TB pada anak dengan tes laboratorium klinik adalah tantangan yang tidak mudah. Hal ini karena 2 penyebab utama, yaitu pada anak sulit untuk mengumpulkan spesimen dahak, apalagi pada bayi. Selain itu, tes laboratorium yang digunakan untuk menemukan TB dalam dahak (sputum BTA) cenderung memberikan hasil positif pada anak. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa anak lebih mungkin mengalami sakit TB, meski jumlah bakteri lebih sedikit (paucibacillary).

.

Karena alasan ini, diagnosis penyakit TB pada anak berbeda dengan dewasa, sering dibuat tanpa konfirmasi laboratorium sputum BTA, tetapi berdasarkan kombinasi 4 faktor berikut. Pertama, tanda dan gejala klinis sakit TB. Kedua, tes kulit Mantoux atau tuberkulin atau tes darah serologi TB  (IGRA) positif. Ketiga, foto rontgen dada yang memiliki pola sakit TB berat, dan keempat, riwayat kontak dengan orang dewasa yang mengidap TB menular.

.

Pengujian laboratorium TB pada anak yang biasanya merupakan satu-satunya tanda infeksi TB adalah reaksi positif terhadap tes kulit Mantoux atau tes darah serologi TB. Tes kulit TB adalah aman pada anak, dan lebih sering diterapkan daripada tes darah serologi TB untuk anak di bawah usia 5 tahun, karena lebih praktis dan ekonomis.

.

Semua anak dengan hasil tes kulit Mantoux positif untuk infeksi TB yang disertai gejala klinis TB, atau riwayat kontak dengan pengidap dewasa penyakit TB, harus menjalani evaluasi medis. Evaluasi medis untuk penyakit TB, termasuk rontgen dada dan pemeriksaan fisik untuk menyingkirkan sakit TB, dan harus dilakukan sebelum memulai pengobatan untuk infeksi TB laten. 

.

Anak di atas usia 2 tahun dengan infeksi TB laten dapat diobati dengan obat anti TB (OAT) lini pertama, yaitu isoniazid-rifapentin sekali seminggu selama 12 minggu. Pengobatan alternatif untuk infeksi TB laten pada anak adalah rifampisin harian selama 4 bulan atau isoniazid harian selama 9 bulan. Kedua jenis regimen obat tersebut sama-sama mudah dilaksanakan, namun demikian dokter sebaiknya menawarkan dan meresepkan rejimen pendek yang tentu lebih nyaman, jika memungkinkan. Semua pasien tentu lebih mungkin untuk menyelesaikan rejimen pengobatan yang lebih pendek.

.

Sakit TB pada anak diobati dengan beberapa kombinasi OAT selama 6 sampai 9 bulan. Penting untuk diperhatikan bahwa jika seorang anak berhenti minum obat sebelum selesai, anak tersebut dapat kembali sakit. Jika obat tidak diminum dengan benar, bakteri TB yang masih hidup dapat menjadi resisten terhadap obat tersebut. TB yang resisten terhadap obat lebih sulit dan lebih mahal untuk diobati, dan pengobatan berlangsung lebih lama, bahkan hingga 18 sampai 24 bulan.

.

Momentum Hari TB Sedunia Rabu, 24 Maret 2021 mengingatkan kita bahwa jam terus berdetak (The Clock is Ticking), dan kita hampir kehabisan waktu, untuk mencapai target TB global dalam SDG 2016-2030 dengan semboyan “Find. Treat. All. #EndTB.” Inisiatif ini bertujuan untuk mempercepat pembasmian TB dengan memastikan tidak ada anak yang tertinggal (to ensure no child is left behind).

 Sudahkah Anda terlibat membantu?

Sekian

Yogyakarta, 20 Maret 2021

*) Dokter spesialis anak di RS RS Panti Rapih Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, Lektor FK UKDW, WA: 081227280161,

Categories
anak HIV-AIDS resisten obat tuberkulosis UHC

2021 Hari Tuberkulosis Sedunia

Puncak Peringatan Hari Tuberkulosis Sedunia tahun 2021 - YouTube

HARI  TUBERKULOSIS  SEDUNIA  2021

fx. wikan indrarto*)

Setiap tahun diperingati Hari Tuberkulosis (TB) Sedunia pada tanggal 24 Maret, untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang penyakit TB yang menghancurkan secara medis, sosial dan ekonomi, dan untuk meningkatkan upaya mengakhiri epidemi TB global. Apa yang menarik?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/03/30/2020-pencegahan-tbc/

.

TB awalnya disebut “phthisis” di era Yunani kuno, “tabes” di jaman Romawi kuno, dan “schachepheth” dalam bahasa Ibrani kuno. Pada tahun 1700-an, TB disebut “wabah putih” (the white plague), karena wajah para pasien yang berubah pucat. Dr. Johann Schonlein menciptakan istilah “tuberkulosis” pada tahun 1834, meskipun diperkirakan bakteri Mycobacterium tuberculosis mungkin sudah ada selama 3 juta tahun sebelumnya. Pada abad 1800-an bahkan setelah Schonlein menamakannya tuberkulosis, TB juga disebut “Kapten Kematian” (Captain of all these men of death).

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2019/01/18/2019-tantangan-tb/

.

Pada tanggal 24 Maret 1882, Dr. Robert Koch di Berlin, Jerman mengumumkan penemuan Mycobacterium tuberculosis, bakteri penyebab TB. Pada waktu ini, TB membunuh satu dari setiap tujuh orang di Amerika Serikat dan Eropa. Penemuan Dr. Koch adalah langkah terpenting yang diambil untuk mengendalikan dan menghilangkan penyakit mematikan ini, yang awalnya disebut Koch Pulmonum (KP). Seabad kemudian, 24 Maret baru ditetapkan sebagai Hari TB Sedunia, yaitu sebuah hari yang didedikasikan untuk mengingatkan masyarakat tentang dampak TB di seluruh dunia.

.

Sampai saat ini TB tetap menjadi salah satu penyakit menular pembunuh paling mematikan di dunia. Setiap hari hampir 4.000 orang meninggal karena TB dan hampir 28.000 orang jatuh sakit, karena penyakit yang sebenarnya dapat dicegah dan disembuhkan ini. Sampai tahun lalu, upaya global untuk memerangi TB telah menyelamatkan sekitar 63 juta jiwa sejak tahun 2000.

.

Tema Hari TB Sedunia 2021 adalah : jam terus berdetak (The Clock is Ticking), untuk mengingatkan bahwa dunia hampir kehabisan waktu, karena komitmen memberantas TB yang dibuat oleh para pemimpin global, masih jauh dari terwujud. Hal ini sangat penting karena pandemi COVID-19 telah menempatkan kemajuan pananganan TB selama ini, pada risiko kegagalan. Selain itu, juga untuk memastikan akses yang adil ke layanan pencegahan dan perawatan TB sejalan dengan upaya global untuk mencapai Cakupan Kesehatan Semesta atau ‘Universal Health Coverage’ (UHC).

.

Sejarah Hari Tuberkulosis Sedunia yang Diperingati Setiap 24 Maret |  Limapagi

WHO menetapkan tiga indikator TB beserta targetnya yang harus dicapai oleh semua negara di dunia. Pertama, menurunkan jumlah kematian TB sebanyak 95% pada tahun 2035 dibandingkan kematian pada tahun 2015. Kedua, menurunkan insidens TB sebanyak 90% pada tahun 2035 dibandingkan tahun 2015, dan ketiga, tidak ada keluarga pasien TB yang terbebani pembiayaannya terkait pengobatan TB pada tahun 2035.

.

Target program Penanggulangan TB nasional yaitu eliminasi pada tahun 2035 dan Indonesia Bebas TB Tahun 2050. Eliminasi TB adalah tercapainya jumlah kasus TB 1 per 1.000.000 penduduk. Sementara tahun 2017 jumlah kasus TB saat ini sebesar 254 per 100.000 atau 25,40 per 1 juta penduduk Indonesia. WHO menetapkan standar keberhasilan pengobatan sebesar 85%. Angka keberhasilan di Indonesia pada tahun 2017 sebesar 87,8% (data per 21 Mei 2018). Angka kesembuhan cenderung mempunyai gap dengan angka keberhasilan pengobatan, fenomena menurunnya angka kesembuhan ini mencemaskan dan perlu mendapat perhatian besar karena akan mempengaruhi penularan penyakit TB.

.

Pencegahan dan pengendalian faktor risiko TB dilakukan dengan cara membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat, perilaku etika berbatuk, pemeliharaan dan perbaikan kualitas perumahan dan lingkungannya sesuai dengan standar rumah sehat, dan peningkatan daya tahan tubuh. Selain itu, juga penanganan penyakit penyerta TB dan penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi TB.

.

Penanganan COVID-19 saat ini juga dapat diterapkan dalam upaya eliminasi TB. Pelacakan yang agresif untuk menemukan penderita dapat dilakukan untuk mencari penderita TB yang belum terlaporkan. Selain itu, upaya preventif dan promotif untuk mengatasi TB bukan hanya menjadi tanggung jawab sektor kesehatan saja, melainkan juga menjadi tanggung jawab bersama berbagai pemangku kepentingan, dengan melibatkan banyak sektor pendukung lainnya secara terpadu. Meski tengah disibukkan dengan penanganan COVID-19, tetapi layanan TB maupun pengobatan terhadap pasien harus tetap berlangsung.

.

Memang ada pengurangan yang signifikan kasus TB baru pada paruh pertama tahun 2020, mungkin karena banyak negara memberlakukan ‘lockdown’ untuk mengekang penyebaran wabah COVID-19. Tiga negara dengan beban tinggi yakni India, Indonesia dan Filipina, melaporkan penurunan antara 25-30% TB selama enam bulan pertama tahun 2020 dibandingkan dengan periode sama tahun 2019 lalu. Ketiga negara tersebut juga termasuk negara dengan angka kasus virus COVID-19 tertinggi di dunia.

.

Momentum Hari TB Sedunia Rabu, 24 Maret 2021 mengingatkan kita bahwa jam terus berdetak (The Clock is Ticking), dan kita hampir kehabisan waktu, untuk mencapai target TB global dalam SDG 2016-2030 dengan semboyan “Find. Treat. All. #EndTB.” Inisiatif ini bertujuan untuk mempercepat pembasmian TB dengan memastikan tidak ada yang tertinggal (to ensure no one is left behind).

 Sudahkah Anda terlibat membantu?

Sekian

Yogyakarta, 19 Maret 2021

*) Dokter spesialis anak di RS RS Panti Rapih Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, Lektor FK UKDW, WA: 081227280161,