Categories
Istanbul

2019 Tantangan JKN

Hasil gambar untuk jkn adalah

TANTANGAN  JKN

fx. wikan indrarto*)

Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sudah berjalan 5 tahun. Namun demikian, tantangannya tidak juga terurai, baik dalam aspek kebijakan ataupun praktis di lapangan. Apa saja yang perlu dicermati?

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/11/14/2018-tarif-tunggal-jkn/

.

Berdasarkan hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tahun 2018, defisit BPJS Kesehatan mencapai Rp. 19,41 triliun. Kemudian pemerintah menyuntikkan bantuan keuangan senilai Rp. 10,29 triliun, sehingga posisi defisit atau gagal bayar menyusut menjadi Rp. 9,1 triliun. Defisit diprediksi akan lebih besar di tahun 2019 ini yakni hingga Rp. 28 triliun, berdasarkan hitungan selisih iuran yang diterima dan pelayanan kesehatan yang dibayarkan. Kondisi ini sudah membahayakan secara finansial, untuk keberlanjutan program JKN dan perlu dicarikan solusi komprehensif segera.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/02/04/2019-dengue-dalam-era-jkn/

.

Pada hari Selasa, 30 Juli 2019 Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden, di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, menjelaskan bahwa pemerintah telah sepakat untuk menaikkan premi atau iuran BPJS Kesehatan. Hal ini merupakan upaya dari pemerintah untuk menekan defisit JKN yang terjadi beberapa tahun belakangan. Presiden Joko Widodo juga telah mengintruksikan untuk meningkatkan perbaikan manajemen dan sistem kontrol di tubuh BPJS Kesehatan, bahkan akan mendesentralisasi BPJS Kesehatan. Dengan kata lain BPJS Kesehatan itu akan diotonomkan ke daerah, sama dengan sistem pemerintahan, karena tidak mungkin suatu instansi akan mampu mengontrol 200 juta lebih anggotanya. Kedua mekanisme tersebut melengkapi berbagai langkah lain, yang diprediksi akan mampu memperkecil terjadinya defisit.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/10/19/2018-batuk-pada-anak-dalam-era-jkn-2/

.

Sebagian RS sudah berhutang ke bank, karena klaim belum juga cair. Dalam hal ini RS menggunakan mekanisme SCF (Supply Chain Finance), yaitu skema yang melibatkan 3 pihak, RS, BPJS Kesehatan, dan perbankan. Pada hal, BPJS Kesehatan sebenarnya mampu membayar klaim RS sampai sebesar Rp. 11 triliun, karena telah terbit PMK Nomor 33 Tahun 2019. PMK itu berisi tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan dan Pertanggungjawaban Dana Iuran Jaminan Kesehatan Penerima Bantuan Iuran (PBI), sehingga memberikan kepastian likuiditas bagi BPJS Kesehatan, karena pada prinsipnya memungkinkan pemerintah membayar iuran lebih cepat untuk tagihan 5 bulan ke depan, bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI).

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/10/01/2018-rujukan-jkn-on-line/

.

Para dokter di fasilitas kesehatan sering dituduh melakukan fraud dan diaudit secara berulang, yaitu melakukan 12 jenis penyimpangan dalam pelayanan kesehatan menurut PMK No. 36 Tahun 2015. Padahal sebenarnya fraud juga dapat dilakukan oleh peserta JKN, BPJS Kesehatan, Kemkes dan pemerintah, tetapi rasanya tidak perlu dilakukan audit. Fraud oleh BPJS Kesehatan yang seharusnya diaudit dan dicegah adalah tindakan memperlambat proses verifikasi, memperlambat pembayaran klaim, tidak membayar klaim, membayar tidak sesuai tarif INA-CBG, membayar klaim tidak sesuai hak kartu peserta, mengganti kode diagnosis yang sudah benar, penunjukkan Faskes yang tidak layak, atau mengubah harga yang tidak sesuai e katalog. Fraud yang seharusnya juga diaudit dan dicegah karena dilakukan oleh supplier Farmasi dan Alkes, dapat berupa tidak mengirimkan pesanan obat sesuai  kebutuhan pasien JKN atau mengubah harga, sehingga tidak sesuai e katalog. Bahkan fraud dapat juga dilakukan oleh peserta JKN, misalnya dengan cara tidak membayar urun biaya saat naik kelas perawatan. Oleh sebab itu, audit BPKP dan kejaksaan juga seharusnya ditujukan untuk melihat dugaan fraud yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan, setara dengan proses audit yang telah sering dilakukan pada para dokter dan RS.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/09/24/1819/

.

Rumitnya klaim oleh RS untuk kasus pertolongan persalinan, juga perlu dicermati. Sesuai PMK no Hk.02.02/Menkes/514/2015 tentang Panduan Praktek Klinis Bagi Dokter di FKTP, bahwa Asuhan Persalinan Normal dilakukan secara mandiri dan tuntas. Selain itu, sesuai Peraturan Presiden RI nomer 82 tahun 2018 tentang JKN pasal 52 ayat 1 dan 2, bahwa pelayanan kesehatan yang tidak dijamin, termasuk rujukan atas permintaan sendiri. Namun demikian, ketentuan bahwa persalinan normal tanpa penyulit tidak dapat dijamin di RS atau FKRTL, melainkan harus di FKTP tidak semudah yang dibayangkan. Hal ini disebabkan karena definisi persalinan tanpa penyulit adalah kondisi yang bersifat prospektif, yang artinya baru dapat disimpulkan sebagai normal setelah proses persalinananya selesai.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/09/06/2018-medikolegal-jkn/

.

Meskipun ada ketentuan bahwa jika pesertra JKN yang datang ke RS tanpa melalui regulasi, maka tidak dapat dilakukan penjaminan, tetapi jalan keluar berupa aturan bahwa peserta JKN dapat menandatangani ‘informed consent’ sebagai pasien umum, tidaklah jalan keluar ideal. Sebaiknya layanan persalinan normal dijamin oleh program Jampersal (Jaminan Persalinan). Terdapat 4 sasaran subyek dalam pelaksanaan Jampersal, yakni: ibu hamil, ibu bersalin dan ibu nifas yang belum memiliki jaminan pembiayaan persalinan (pasca melahirkan sampai 42 hari) serta bayi baru lahir (0-28 hari).

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/09/06/2018-etika-biomedis-jkn/

.

Selain itu, para dokter yang tergabung di dalam IDI dan POGI (Persatuan Obstetri dan Ginekologi Indonesia) seharusnya secara cepat melakukan kajian ilmiah. Panduan Praktek Klinik (PPK) yang bersifat nasional dan praktis sebaiknya segera dirumuskan, agar para dokter dan bidan di FKTP dapat melakukan layanan persalinan normal secara tuntas dan tidak melakukan rujukan maternal yang terlambat. Persalinan normal serupa dengan kasus Dengue (DBD), yaitu bersifat prospektif dan kasus kematian pasien wajib dilakukan audit kematian secara rutin. Namun demikian, kasus Dengue yang juga wajib tuntas di FKTP, relatif sudah lebih tertata dan rujukan kasus ke RS yang tidak perlu, juga sudah dapat dikendalikan.

.

Tantangan dalam aspek kebijakan ataupun praktis di lapangan dalam program JKN, memerlukan pemikiran konstruktif dari segenap pihak. Dengan demikian, keberlanjutan program JKN yang bermanfaat bagi segenap warga Indonesia dapat terus diperbaiki.

Sudahkah Anda memberikan sumbang saran?

Sekian

Yogyakarta, 31 Juli 2019

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, dan Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161

Categories
Istanbul

2019 Pekan Menyusui Sedunia

Hasil gambar untuk pekan menyusui sedunia

PEKAN  MENYUSUI  DUNIA  2019

fx. wikan indrarto*)

Pekan Menyusui Dunia (World Breastfeeding Week) dirayakan setiap tahun mulai tanggal 1 hingga 7 Agustus, untuk mendorong pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan meningkatkan kesehatan bayi di seluruh dunia. Apa yang perlu dicermati?

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/07/18/2019-mp-asi/

.

Tahun 2019 ini, WHO dan UNICEF bekerja sama dengan para mitranya untuk mempromosikan pentingnya kebijakan pemberian ASI, dengan tema perayaan “Empower Parents, Enable Breastfeeding“ (Dukung Ayah Ibu, Kunci Sukses Menyusui). Selain itu, Pekan Menyusui Dunia diadakan juga untuk membantu ibu mengasuh dan menjalin ikatan dengan bayi di awal kehidupan bayi, karena periode itu sangat penting. Ini termasuk memberlakukan aturan cuti hamil dengan ibu tetap digaji untuk minimum 18 minggu, dan cuti paternitas dengan bapak tetap digaji, untuk mendorong tanggung jawab bersama merawat bayi atas dasar kesetaraan pria dan wanita. Ibu juga membutuhkan tempat kerja yang ramah ibu menyusui, untuk melindungi dan mendukung kemampuan ibu untuk terus menyusui, saat sudah harus kembali bekerja. Selain itu, ibu juga memiliki  waktu istirahat untuk menyusui, ruangan yang aman, cukup pribadi, dan higienis untuk memompa dan menyimpan ASI, dengan tempat penitipan bayi yang terjangkau.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/08/08/2018-nutrisi-bayi-pengungsi/

.

Menyusui telah terbukti mampu meningkatkan derajad kesehatan bagi ibu dan bayi. Meningkatkan pemberian ASI dapat menyelamatkan lebih dari 800.000 nyawa setiap tahun, mayoritas adalah bayi berusia di bawah 6 bulan. Selain itu, menyusui mengurangi risiko ibu terkena kanker payudara, kanker ovarium, diabetes tipe 2, dan penyakit jantung. Diperkirakan peningkatan menyusui dapat mencegah 20.000 kematian ibu setiap tahun akibat kanker payudara. WHO merekomendasikan IMD (Inisiasi Menyusui Dini) mulai satu jam setelah kelahiran dan pemberian ASI eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan. Secara nasional, cakupan bayi mendapat ASI eksklusif di Indonesia tahun 2018 yaitu sebesar 68,74%. Angka tersebut sudah melampaui target Renstra yaitu 47%. Persentase tertinggi cakupan pemberian ASI eksklusif terdapat pada Provinsi Jawa Barat (90,79%), sedangkan persentase terendah terdapat di Provinsi Gorontalo (30,71%).

.

Diperkirakan 78 juta bayi, atau sekitar tiga dari lima, tidak disusui dalam satu jam pertama kehidupan, yang disebut tidak menerima IMD, sehingga menempatkan bayi pada risiko yang lebih tinggi mengalami kematian dan menderita penyakit. Sebagian besar bayi ini dilahirkan di negara berpenghasilan rendah dan menengah.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/08/06/2018-ayo-imd/

.

Bayi baru lahir yang menyusui pada jam pertama kehidupan, secara signifikan lebih mungkin untuk bertahan hidup. Bahkan penundaan menyusui beberapa jam setelah kelahiran dapat menimbulkan konsekuensi medis yang mengancam jiwa bayi. Kontak kulit-ke-kulit antara bayi dengan ibu, bersama dengan menyusui secara langsung di puting payudara, akan merangsang produksi ASI ibu, termasuk kolostrum, yang sering juga disebut ‘vaksin pertama’ bayi, karena sangat kaya akan nutrisi dan antibodi.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/04/20/2018-promosi-asi/

.

Namun demikian, setiap tahun masih ada jutaan bayi baru lahir yang kehilangan manfaat IMD dan alasannya adalah hal-hal yang dapat kita ubah. Pada prinsipnya ibu hanya tidak menerima dukungan yang cukup, untuk menyusui dalam menit-menit pertama yang sangat penting setelah kelahiran, bahkan dari tenaga medis di fasilitas kesehatan sekalipun. Secara global, tingkat keberhasilan IMD tahun 2017 tertinggi di Afrika Timur dan Selatan (65%) dan terendah di Asia Timur dan Pasifik (32%). Hampir 9 dari 10 bayi yang lahir di Burundi, Sri Lanka dan Vanuatu diberi ASI dalam satu jam pertama. Sebaliknya, hanya 2 dari 10 bayi yang lahir di Azerbaijan, Chad dan Montenegro yang menerimanya.

.

“Menyusui memberi bayi awal terbaik dalam hidupnya,” kata Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO. “Kita semua, baik itu anggota keluarga, petugas kesehatan, pengusaha dan pemerintah, harus segera bertindak meningkatkan dukungan kepada para ibu, sehingga para ibu dapat memberi bayinya awal yang paling layak diterima bayi. Bayi baru lahir yang mulai menyusui antara 2 dan 23 jam setelah kelahiran, memiliki risiko meninggal 33% lebih besar, dibandingkan dengan bayi yang mulai menyusui dalam waktu satu jam setelah kelahiran. Di antara bayi baru lahir yang mulai menyusui sehari atau lebih setelah lahir, risikonya lebih dari dua kali lipat.

.

Pada tahun 2018, secara nasional persentase bayi baru lahir di Indonesia yang mendapat IMD yaitu sebesar 71,17%. Angka ini telah melampaui target Renstra sebesar 47,0%. Provinsi dengan persentase tertinggi bayi baru lahir mendapat IMD adalah Sulawesi Barat (88,49%) sedangkan provinsi dengan persentase terendah adalah Maluku (23,18%). Data dari 76 negara, menemukan bahwa meskipun pentingnya IMD telah disadari, tetapi masih terlalu banyak bayi baru lahir yang tidak mendapatkannya, karena beberapa alasan.

.

Pertama, pemberian makanan atau minuman dini untuk bayi baru lahir. Bahkan juga membuang kolostrum, memberi susu formula, madu atau air gula, yang menunda kontak kritis pertama bayi baru lahir dengan ibunya. Kedua, peningkatan kejadian operasi bedah caesar elektif atau terencana. Di Mesir, tingkat operasi caesar lebih dari dua kali lipat antara tahun 2005 dan 2014, meningkat dari 20% menjadi 52%. Selama periode yang sama, tingkat IMD menurun dari 40% menjadi 27%. Penelitian lain di 51 negara mencatat bahwa tingkat IMD secara signifikan lebih rendah pada bayi yang dilahirkan melalui operasi caesar. Di Mesir, hanya 19% bayi yang lahir dengan operasi caesar yang disusui pada jam pertama setelah kelahiran, dibandingkan dengan 39% bayi yang dilahirkan melalui persalinan alami.

.

Ketiga, kesenjangan dalam kualitas perawatan yang diberikan kepada ibu dan bayi baru lahir. Kehadiran dukun bayi yang terampil tampaknya tidak mempengaruhi tingkat IMD. Di 58 negara pada periode antara tahun 2005 sampai 2017, pengiriman dukun bayi untuk mendapatkan pelatihan di lembaga kesehatan tumbuh sebesar 18%, sementara tingkat IMD hanya meningkat sebesar 6%. Ternyata dalam banyak kasus, bayi dipisahkan dari ibu mereka segera setelah lahir dan bimbingan menyusui dari petugas kesehatan cukup terbatas. Di Serbia, angka cakupan IMD meningkat 43% dari 2010 hingga 2014, karena keberhasilan dalam upaya peningkatan perawatan yang diterima ibu saat melahirkan.

.

Momentum Pekan Menyusui Dunia (World Breastfeeding Week) tanggal 1 hingga 7 Agustus 2019, juga mengingatkan kita semua agar mendorong tanggung jawab bersama merawat bayi, atas dasar kesetaraan ayah dan ibu. Selain itu, juga mendesak pemerintah, lembaga donor dan pembuat keputusan lainnya, untuk mengadopsi langkah hukum yang kuat dalam membatasi pemasaran susu formula dan makanan pengganti ASI lainnya. Juga mendorong semua negara untuk membentuk kebijakan dan program menyusui pada jam pertama kehidupan bayi (IMD) secara nasional.

.

Apakah kita sudah bertindak bijak?

Sekian

Yogyakarta, 15 Juli 2019

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, dan Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161

Categories
Istanbul

2019 Hari Hepatitis Sedunia

Hasil gambar untuk hari hepatitis sedunia

HARI  HEPATITIS  SEDUNIA  2019

fx. wikan indrarto*)

Hari Hepatitis Sedunia atau ‘World Hepatitis Day’ dirayakan pada hari Minggu, 28 Juli 2019. Tanggal 28 Juli dipilih untuk menghormati ulang tahun pemenang hadiah Nobel bidang kedokteran, Profesor Baruch Samuel Blumberg, penemu virus hepatitis B (HBV) dan pengembang vaksin hepatitis B pertama. Apa yang sebaiknya kita sadari?

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/07/01/2019-wabah-hepatitis-a/

.

Penderita Hepatitis A pada awal bulan Juli 2019 di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, jumlahnya terus bertambah sampai menembus angka 1.000 orang. Virus hepatitis B dan C mempengaruhi 325 juta orang di seluruh dunia yang menyebabkan 1,4 juta kematian per tahun, sedangkan sebanyak 2.850.000 orang menjadi terinfeksi baru pada tahun 2017 yang lalu. Hepatitis adalah penyakit menular yang merupakan penyebab kematian atau pembunuh kedua terbesar setelah TBC. Selain itu, ternyata  orang yang terinfeksi hepatitis 9 kali lebih banyak daripada HIV. Pada hal hepatitis sebenarnya dapat dicegah, diobati, dan hepatitis C bahkan dapat disembuhkan secara tuntas. Namun, ternyata lebih dari 80% penderita hepatitis memiliki keterbatasan akses pada layanan pencegahan, pemeriksaan atau tes pengujian, dan pengobatan.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/03/21/2019-menumpas-hepatitis/

.

Tema Hari Hepatitis Sedunia 2019 adalah ‘berinvestasi dalam menghilangkan hepatitis (invest in eliminating hepatitis). Diperlukan investasi pendanaan setiap tahun untuk mencapai target eliminasi global hepatitis pada tahun 2030, sesuai cakupan kesehatan semesta atau ‘Universal Health Couverage’ (UHC). Kampanye ini bertujuan 2 hal. Pertama, untuk mendesak pembuat kebijakan nasional dan regional, agar meningkatkan komitmen politik dan keuangan dalam mengatasi hepatitis. Target eliminasi hepatitis sesuai dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dan UHC akan dicapai pada tahun 2030.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/04/28/2018-kendalikan-hepatitis/

.

Kedua, untuk mendorong kemajuan dalam mengakses layanan pencegahan, pemeriksaan atau tes, dan pengobatan hepatitis. Kematian akibat hepatitis telah meningkat selama 2 dekade terakhir, yang menunjukkan kurangnya kesadaran dan tindakan global, termasuk pada para pembuat kebijakan bidang kesehatan dan keuangan. Pada hal, banyak yang dapat dilakukan, karena hepatitis sebenarnya dapat dicegah, didiagnosis, diobati, dan dikelola dengan baik. Vaksin hepatitis B adalah intervensi medis dengan 98-100% efektif dalam mencegah infeksi hepatitis B baru. Untuk kasus hepatitis B, orang harus diperiksa darahnya atau dites dan jika ditemukan positif dan memenuhi syarat, harus diberikan pengobatan seumur hidupnya. Saat ini telah tersedia berbagai macam obat untuk Hepatitis B, yaitu interferon, peginterferon alfa-2a, lamivudin, adefovir, entecavir, telbivudin dan tenofovir. Untuk kasus hepatitis C, orang dapat disembuhkan dengan pengobatan sederhana selama 2-3 bulan, dengan obat antivirus langsung atau Direct Acting Antiviral (DAA). Ada tiga jenis obat DAA yang beredar di Indonesia, yaitu sofosbuvir, simeprevir, dan daclatasvir, sehingga bukan lagi menggunakan obat kombinasi pegylated interferon dan ribavirin.

.

Namun demikian, sebagian besar orang yang hidup dengan hepatitis, bahkan lebih dari 80%, tidak memiliki akses untuk pengujian atau pengobatan. Di antara orang yang hidup dengan hepatitis B, hanya 10% (27 juta) yang mengetahui status infeksi mereka pada tahun 2016. Dari orang yang didiagnosis ini, hanya 17% (4,5 juta) yang menerima pengobatan. Di antara orang yang hidup dengan hepatitis C, 19% (13,1 juta) mengetahui status infeksi mereka pada tahun 2017, di mana 15% (2 juta) mendapatkan penyembuhan pada tahun yang sama. Secara keseluruhan, antara tahun 2014 dan 2017, sekitar 5 juta orang telah mengalami penyembuhan dari hepatitis C di seluruh dunia.

.

Pada saat yang sama, banyak orang menjadi terinfeksi baru karena kurangnya layanan pencegahan. Pada tahun 2017, sekitar 1,1 juta orang terinfeksi baru yang berkembang menjadi infeksi hepatitis B kronis dan 1,75 juta orang mengalamin infeksi hepatitis C kronis. Secara bersama-sama, hepatitis B dan C merupakan jumlah tertinggi infeksi baru dari antara penyakit menular utama lainnya, dibandingkan infeksi HIV dan TBC. Oleh sebab itu, peningkatan program pengurangan bahaya, layanan pengendalian infeksi dan penularan melalui darah, juga upaya vaksinasi hepatitis B sangat dibutuhkan.

.

Untuk mencapai penghapusan (eliminasi) hepatitis pada tahun 2030 membutuhkan peningkatan besar dalam pendanaan untuk layanan pencegahan, pengujian dan pengobatan hepatitis sebagai bagian dari mencapai cakupan kesehatan universal (UHC). Analisis penetapan biaya WHO yang baru menggarisbawahi bahwa dana tambahan US $ 6 miliar per tahun akan dibutuhkan di negara berpenghasilan rendah dan menengah antara 2016 dan 2030, untuk mencapai target eliminasi hepatitis. Analisis ini selaras dengan Harga Kesehatan Dunia (SDG Health Price Tag) tahun 2017. Pada hal, hanya US $ 0,5 miliar saja yang diinvestasikan pada tahun 2016, dan jumlah ini terutama terdiri dari pembiayaan domestik.

.

Setiap negara perlu memastikan bahwa rencana pemeriksaan dan pengobatan hepatitis nasional, ditanggung dalam pendanaan khusus dan investasi. Pada April 2019 sebanyak 124 negara telah atau sedang mengembangkan rencana dan strategi eliminasi hepatitis nasional, tetapi banyak dari rencana ini masih kekurangan dana. Pada tahun 2017, hanya 58% dari 82 negara berpenghasilan rendah dan menengah yang dilaporkan memasukkan dana domestik ke dalam rencana anggaran eliminasi hepatitis nasional.

.

Setiap negara harus mencari harga yang paling optimal, untuk pembelian obat dan parasat diagnostik. Analisis terbaru menunjukkan bahwa pemeriksaan dan pengobatan hepatitis, adalah intervensi berdampak tinggi yang dapat membantu negara mempercepat kemajuan menuju UHC. Namun demikian, harga obat dan parasat diagnostik sangat tidak merata secara global, bahkan harga obatnya dapat sangat mahal di beberapa negara. Misalnya, obat hepatitis C dapat menelan biaya US $ 120.000 di beberapa negara berpenghasilan menengah, tetapi di Pakistan pengobatan kuratif yang sama dapat diperoleh dengan hanya US $ 20.

.

Berinvestasi dalam eliminasi hepatitis adalah keputusan politik dan finansial yang cerdas untuk mencapai hasil kesehatan yang lebih luas. Investasi dalam penghapusan hepatitis akan menyebabkan kenaikan 1,5% pada anggaran kesehatan global, tetapi pengeluaran itu akan menghasilkan derajad kesehatan masyarakat yang lebih baik. Mendanai pemeriksaan dan layanan pengobatan hepatitis dapat mengurangi kematian global sebesar 5% dan meningkatkan periode tahun hidup sehat sekitar 10% pada tahun 2030 kelak.

.

Berinvestasi dalam pemeriksaan dan pengobatan hepatitis berarti ikut mencegah kanker hati. Infeksi hepatitis A seperti di Pacitan, Jawa Timur pada umumnya dapat sembuh sendiri atau ‘self limited disease’. Infeksi kronis virus hepatitis B dan C mungkin secara klinis tidak menunjukkan gejala untuk waktu yang lama. Pada hal, secara perlahan merusak sel hati dan akhirnya menyebabkan kanker. Lebih dari 60% kasus kanker hati disebabkan oleh pemeriksaan yang terlambat dan pengobatan infeksi virus hepatitis B dan C yang tidak dilakukan secara benar. Dua pertiga dari kasus kanker hati ini disebabkan oleh hepatitis B, dan sepertiga oleh hepatitis C.

.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS, 2013) memperlihatkan proporsi pengidap Hepatitis B di Indonesia pada laki-laki 8,0% dan perempuan 6,4%, sedangkan menurut lokasi tempat tinggal di perkotaan 6,3% dan pedesaan 7,8%. Program Nasional dalam Pencegahan dan Pengendalian Virus Hepatitis B saat ini fokus pada pencegahan Penularan Ibu ke Anak (PPIA) karena 95% penularan Hepatitis B adalah secara vertical, yaitu dari Ibu yang Positif Hepatitis B ke bayi yang dilahirkannya. Sejak tahun 2015 telah dilakukan Kegiatan Deteksi Dini Hepatitis B (DDHB) pada ibu hamil di layanan Kesehatan dasar (Puskesmas) dan Jaringannya. Pemeriksaan Hepatitis B pada ibu hamil dilakukan melalui pemeriksaan darah dengan menggunakan tes cepat/Rapid Diagnostic Test (RDT) HBsAg. HBsAg (Hepatitis B Surface Antigen) merupakan antigen permukaan yang ditemukan pada virus hepatitis B yang memberikan arti adanya infeksi hepatitis B. Bayi yang lahir dari ibu yang terdeteksi Hepatitis B (HBsAg Reaktif) diberi vaksin pasif yaitu HBIg (Hepatitis B Imunoglobulin) sebelum 24 jam kelahiran disamping imunisasi aktif sesuai program Nasional (HB0, HB1, HB2 dan HB3). HBIg merupakan serum antibodi spesifik Hepatitis B yang memberikan perlindungan langsung kepada bayi.

.

Momentum Hari Hepatitis Sedunia atau ‘World Hepatitis Day’ pada hari Minggu, 28 Juli 2019, mengingatkan kita akan pentingnya tambahan investasi untuk pembiayaan program pencegahan, diagnosis dan pengobatan hepatitis.

Sudahkah kita bijak?

Sekian

Bersama dengan Dr. Doddy Aria, SpOG(K), Ketua IDI Wilayah NTB
di daerah dengan endemisitas Hepatitis B tertinggi di Indoneia

Yogyakarta, 11 Juli 2019

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, dan Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161

Categories
Istanbul

2019 Kelaparan masih ada

Hasil gambar untuk kelaparan masih ada

KELAPARAN  MASIH  ADA

fx. wikan indrarto*)

Pada hari Senin, 15 Juli 2019 ‘The State of Food Security and Nutrition in the World’  mengeluarkan data adanya sekitar 820 juta orang yang tidak memiliki cukup makanan pada tahun 2018, naik dari 811 juta pada tahun sebelumnya, yang merupakan tahun ketiga kenaikan berturut-turut. Ini menggarisbawahi tantangan besar untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) ke 2, yaitu ‘Nol Kelaparan’ pada tahun 2030. Apa yang perlu dicermati?

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/08/08/2018-nutrisi-bayi-pengungsi/

.

Kemajuan dalam mengurangi separoh jumlah anak yang terhambat pertumbuhannya, dan dalam mengurangi jumlah bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah, terbukti terlalu lambat, sehingga membuat target nutrisi SDG 2 lebih jauh dari jangkauan. Pada saat yang sama, justru terjadi tambahan tantangan, karena kelebihan berat badan dan obesitas terus meningkat di semua wilayah, terutama pada anak usia sekolah dan orang dewasa muda. Selain itu, peluang mengalami rawan pangan lebih tinggi terjadi pada wanita daripada pria di setiap benua, dengan kesenjangan terbesar di Amerika Latin. Tindakan untuk mengatasi tren yang meresahkan ini harus lebih berani, tidak hanya dalam skala, tetapi juga dalam hal kolaborasi multisektoral. Hal ini melibatkan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), Dana Internasional untuk Pengembangan Pertanian (IFAD), Dana Anak PBB (UNICEF), Program Pangan Dunia (WFP) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/09/06/2018-ancaman-kesehatan-global-2/

.

Kelaparan yang meningkat terjadi di banyak negara, terutama di mana pertumbuhan ekonomi tertinggal, yaitu di negara berpenghasilan menengah dan negara yang sangat bergantung pada perdagangan komoditas primer internasional. Laporan tahunan PBB 2019 juga menemukan bahwa ketimpangan pendapatan juga meningkat di banyak negara di mana kejadian kelaparan meningkat, menjadikannya semakin sulit bagi orang miskin, rentan atau terpinggirkan, untuk mengatasi perlambatan dan penurunan pertumbuhan ekonomi di negara tersebut.

.

Untuk itu, semua negera seharusnya mendorong program transformasi struktural yang berpihak pada kaum miskin dan inklusif. Selain itu, juga berfokus pada orang dan komunitas khusus, agar menjadi pusat kegiatan dalam mengurangi kerentanan ekonomi, sehingga banyak negara akan mampu berada pada jalur untuk mengakhiri kelaparan, kerawanan pangan, dan segala bentuk kekurangan gizi.

.

Situasi kelaparan yang paling mengkhawatirkan terjadi di Afrika, karena wilayah ini memiliki tingkat kelaparan tertinggi di dunia. Selain itu, juga terus meningkat secara perlahan namun pasti, di hampir semua sub-wilayah. Di Afrika Timur khususnya, hampir sepertiga dari populasi (30,8 persen) kekurangan gizi. Selain perubahan iklim dan konflik bersenjata, ternyata perlambatan dan penurunan pertumbuhan ekonomi mendorong peningkatan kelaparan. Sejak tahun 2011, hampir setengah negara di mana kelaparan meningkat, terjadi karena perlambatan pertumbuhan ekonomi atau stagnasi di Afrika.

.

Namun demikian, jumlah terbesar orang kurang gizi (lebih dari 500 juta) justru tinggal di Asia, sebagian besar di Asia selatan. Secara bersama-sama, Afrika dan Asia menanggung bagian terbesar dari semua bentuk malnutrisi, terhitung lebih dari sembilan dari sepuluh anak pendek atau stunting (stunted children) dan lebih dari sembilan dari sepuluh anak kurus (wasted children), di seluruh dunia. Di Asia selatan dan Afrika sub-Sahara, satu dari tiga anak pendek. Selain tantangan stunting dan kurus, wilayah Asia dan Afrika juga merupakan rumah bagi hampir tiga perempat dari semua anak yang kelebihan berat badan di seluruh dunia, sebagian besar didorong oleh konsumsi makanan yang tidak sehat.

.

Laporan tahun 2019 yang berjudul ‘melampaui rasa lapar’ (going beyond hunger) ini, memperkenalkan indikator baru untuk mengukur kerawanan pangan pada berbagai tingkat keparahan dan memantau kemajuan menuju SDG 2, khususnya prevalensi rawan pangan sedang atau berat. Indikator ini didasarkan pada data yang diperoleh langsung dari survei tentang akses masyarakat ke makanan dalam 12 bulan terakhir, menggunakan Skala Pengalaman Rawan Makanan atau ‘Food Insecurity Experience Scale’ (FIES). Orang yang mengalami kerawanan pangan tingkat moderat adalah orang yang menghadapi ketidakpastian tentang kemampuan mereka untuk mendapatkan makanan,  sehingga harus mengurangi kualitas dan atau jumlah makanan yang mereka makan.

.

Laporan tersebut memperkirakan bahwa lebih dari 2 miliar orang, sebagian besar di negara berpenghasilan rendah dan menengah, tidak memiliki akses teratur ke makanan dalam jumlah yang aman, bergizi, dan cukup. Namun demikian, akses ke makanan yang stabil tidak teratur, juga merupakan tantangan bagi banyak negara berpenghasilan tinggi, termasuk 8 persen dari populasi di Amerika Utara dan Eropa. Data ini adalah desakan untuk adanya transformasi pada sistem pangan global, untuk menyediakan diet sehat yang diproduksi secara berkelanjutan, untuk semua populasi dunia yang terus tumbuh.

.

Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam, Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) Arifin Rudiyanto, pada 10 April 2019 menyatakan bahwa tahun 2018 lalu, konsumsi makanan per kapita di Indonesia meningkat sekitar 5 persen, dan bahkan konsumsi kalori pada masyarakat berpendapatan rendah meningkat sekitar 8 persen. Dalam kondisi ini, tingkat stunting untuk anak balita di Indonesia turun 7 persen dibanding kondisi tahun 2013, menjadi 30,8 persen tahun 2018. Prevalensi anak kurus (wasting) pada anak balita juga turun 2 persen, menjadi 10 persen selama periode yang sama. Indonesia berada dalam kondisi transisi ekonomi, dengan pertumbuhan pendapatan lebih dari 5 persen per tahun, dan permintaan akan makanan tumbuh lebih dari empat persen. Perubahan ini tidak bisa dihindari, karena adanya pertumbuhan ekonomi yang cukup cepat, urbanisasi, dan perubahan gaya hidup.

.

Laporan Keamanan Pangan tahun 2017 yang lalu mengidentifikasi tiga faktor di balik meningkatnya kelaparan, yaitu konflik bersenjata, perubahan iklim, dan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Sampai tahun 2019 ini, ketiganya tetap berpengaruh dalam ketahanan pangan dan nutrisi global, sehingga ketiganya harus kita cegah terjadi di Indonesia.

Sudahkah kita bertindak?

Sekian

Yogyakarta, 25 Juli 2019

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, dan Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161

Categories
Healthy Life Istanbul Pendukung ASI

2019 MP-ASI

Gambar terkait

MP-ASI

fx. wikan indrarto*)

Di Brussels, Belgia, pada hari Senin 15 Juli 2019, dilaporkan bahwa dua penelitian baru dari WHO menunjukkan bahwa sebagian besar makanan bayi di Eropa, dipasarkan secara keliru sebagai makanan yang cocok untuk bayi di bawah usia 6 bulan, dan banyak dari makanan itu mengandung kadar gula terlalu tinggi. Apa yang perlu dicermati?

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/07/27/2018-pekan-menyusui-sedunia/

.

Rekomendasi WHO menyatakan bahwa bayi harus disusui secara eksklusif selama 6 bulan pertama. Panduan global 2016 tentang ‘Mengakhiri Promosi Makanan yang Tidak Pantas untuk Bayi dan Anak Kecil’, secara eksplisit menyatakan bahwa Makanan Pendamping ASI (MP-ASI), berupa makanan pelengkap komersial tidak boleh diiklankan untuk bayi di bawah usia 6 bulan. Nutrisi yang baik pada masa bayi dan anak usia dini, tetap menjadi kunci untuk memastikan pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal. Selain itu, juga untuk menghasilkan derajad kesehatan yang lebih baik di kemudian hari, termasuk pencegahan kelebihan berat badan, obesitas dan penyakit tidak menular terkait diet. Hal ini sesuai dengan Sasaran 3 Pembangunan Berkelanjutan PBB, untuk memastikan kehidupan yang sehat dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat untuk semua umur.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/08/08/2018-nutrisi-bayi-pengungsi/

.

Panduan Profil Gizi untuk bayi dan anak berusia 6-36 bulan, disusun sebagai pegangan pemilihan makanan mana yang tidak pantas, untuk dipromosikan bagi kelompok usia ini. WHO juga mengembangkan metodologi praktis untuk mengidentifikasi makanan bayi komersial yang tersedia di pasaran ritel, dan untuk melakukan pendatataan kandungan nutrisi pada label, serta informasi lain dari pengemasan, pelabelan dan promosi, termasuk klaim produsen. Metodologi ini pada awalnya digunakan untuk mengumpulkan data tentang 7.955 jenis produk makanan atau minuman, yang dipasarkan untuk bayi dan anak kecil dari 516 toko swalayan di 4 kota, yaitu Wina, Austria; Sofia, Bulgaria; Budapest, Hongaria; dan Haifa, Israel, pada rentang November 2017 dan Januari 2018.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/08/06/2018-ayo-imd/

.

Di keempat kota tersebut, sebagian besar produk makanan, mulai dari 28% hingga 60%, telah dipasarkan sesuai untuk kebutuhan nutrisi bayi di bawah usia 6 bulan. Meskipun pemasaran ini diizinkan berdasarkan undang-undang di seluruh Uni Eropa, tetapi produsen makanan itu tidak membayar fee kepada Kode Internasional Pemasaran Pengganti ASI (International Code of Marketing of Breastmilk Substitutes). Kode internasional dan WHO secara eksplisit menyatakan bahwa makanan pelengkap komersial tidak boleh dipasarkan dengan cara apapun, meskipun cocok untuk bayi di bawah usia 6 bulan.

.

Secara nasional, cakupan bayi mendapat ASI eksklusif tahun 2018 yaitu sebesar 68,74%. Angka tersebut sudah melampaui target Renstra tahun 2018 yaitu 47%. Persentase tertinggi cakupan pemberian ASI eksklusif terdapat pada Provinsi Jawa Barat (90,79%), sedangkan persentase terendah terdapat di Provinsi Gorontalo (30,71%). Sebanyak enam provinsi belum mencapai target Renstra tahun 2018. Selain itu, terdapat sembilan provinsi yang belum mengumpulkan data. Bayi yang tidak mendap[at ASI eksklusif tersebut, sangat rentan mengalami gangguan kesehatan, karena diberikan MP-ASI yang tidak sehat.

.

Makanan untuk bayi dan anak diwajibkan untuk mematuhi berbagai rekomendasi gizi dan komposisi. Meskipun demikian, ada kekhawatiran bahwa banyak produk makanan mungkin masih terlalu tinggi dalam kadar gula. Di 3 kota tadi, setengah atau lebih dari produk makanan mengandung lebih dari 30% kalori dari total kandungan gula. Sekitar sepertiga dari produk makanan tersebut mengandung gula, jus buah pekat atau bahan pemanis lainnya. Rasa (flavours) dan gula yang ditambahkan ini dapat memengaruhi perkembangan cita rasa anak, dengan meningkatkan kesukaan mereka pada makanan yang lebih manis.

.

Meskipun makanan segar seperti buah dan sayuran yang secara alami mengandung gula dalam kadar yang sesuai untuk kebutuhan bayi dan anak, kadar gula bebas yang sangat tinggi dalam produk komersial murni, juga patut dikhawatirkan. Dalam rangka menerapkan upaya gizi seimbang, setiap keluarga harus mampu mengenal, mencegah, dan mengatasi masalah gangguan gizi setiap anggota keluarganya. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 23 Tahun 2014 tentang Upaya Perbaikan Gizi. Adapun upaya yang dapat dilakukan oleh orangtua untuk mengenal, mencegah, dan mengatasi masalah gizi pada bayi, yaitu dengan cara menimbang berat badan secara teratur, memberikan ASI saja kepada bayi sejak lahir sampai umur 6 bulan, menu makanan yang bervariasi, menggunakan garam beryodium, dan pemberian suplemen gizi sesuai anjuran petugas kesehatan. Suplemen gizi yang diberikan menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 tahun 2016 tentang Standar Produk Suplementasi Gizi, meliputi kapsul vitamin A untuk balita, tablet tambah darah (TTD) dan makanan tambahan untuk ibu hamil, anak balita, dan anak usia sekolah, juga MP-ASI, bubuk multi vitamin dan mineral untuk bayi setelah usia 6 bulan.

.

Temuan bahwa sebagian besar MP-ASI di Eropa, dipasarkan secara keliru sebagai makanan yang cocok untuk bayi di bawah usia 6 bulan, dan banyak dari makanan itu mengandung kadar gula terlalu tinggi, sangatlah mengejutkan. Pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan harus terus digalakkan, agar semua bayi memperoleh haknya yang paling azasi, yaitu ASI, dan tidak diberikan MP-ASI secara dini.

Sudahkah kita bijaksana?

Sekian

Yogyakarta, 17 Juli 2019

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Lektor di FK UKDW, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161, e-mail : fxwikan_indrarto@yahoo.com

Categories
Istanbul

2019 Hilang Peluang Sehat

Hasil gambar untuk vaksinasi

HILANG  PELUANG  SEHAT

fx. wikan indrarto*)

Data global yang dikeluarkan hari Senin, 15 Juli 2019, menunjukkan bahwa 20 juta anak tidak mendapatkan vaksin campak, difteri, pertusis, dan tetanus (DPT) yang mampu menyelamatkan nyawa, pada sepanjang tahun 2018. Data baru dari WHO dan UNICEF tersebut menunjukkan bahwa lebih dari 1 dari 10 bayi kehilangan peluang untuk mendapatkan vaksin penyelamat. Apa yang harus divermati?

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/04/16/2019-pekan-imunisasi-sedunia/

.

Secara global, sejak 2018 yang lalu cakupan vaksinasi 3 dosis DTP dan satu dosis  campak telah terhenti pada angka sekitar 86 persen. Meskipun terkesan tinggi, angka ini ternyata tidak cukup. Diperlukan cakupan 95 persen secara global, lintas negara, wilayah dan komunitas, agar mampu melindungi masyarakat terhadap wabah penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin. “Vaksin adalah salah satu intervensi medis yang paling penting untuk mencegah wabah penyakit menular dan menjaga dunia kita agar tetap aman,” kata Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Pada saat sebagian besar bayi sudah divaksinasi, masih terlalu banyak bayi yang tertinggal. Adalah tidak dapat diterima, karena seringkali bayi yang paling berisiko adalah bayi dari keluarga yang paling miskin, yang paling terpinggirkan, yang terdampak oleh konflik bersenjata, atau dipaksa mengungsi keluar dari rumah mereka.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/07/24/2018-senjang-imunisasi/

.

Sebagian besar bayi yang tidak divaksinasi tinggal di negara termiskin, dan secara tidak merata terjadi di negara yang sistem layanan kesehatannya rapuh, atau terkena dampak konflik bersenjata. Pada tahun 2018, diperkirakan 19,4 juta bayi di seluruh dunia tidak memperoleh layanan imunisasi rutin seperti 3 dosis vaksin DPT. Sekitar 60% bayi ini tinggal di 10 negara, yaitu Angola, Brasil, Republik Demokratik Kongo, Ethiopia, India, Indonesia, Nigeria, Pakistan, Filipina, dan Vietnam. Jika bayi dan anak tersebut akhirnya jatuh sakit, mereka semua berisiko mengalami konsekuensi kesehatan yang paling parah, bahkan dapat meninggal. Hal ini disebabkan karena mereka paling tidak akan mungkin mampu, untuk mengakses perawatan dan layanan medis yang akan menyelamatkan nyawa.

.

Campak adalah penyakit infeksi yang sangat menular yang disebabkan oleh virus, yang biasanya mengakibatkan demam tinggi dan ruam kulit, dapat menyebabkan kebutaan, radang otak atau ensefalitis bahkan kematian. Pada akhir 2018 sekitar 86% anak telah menerima satu dosis vaksin campak pada ulang tahun kedua mereka, 171 negara telah memasukkan dosis kedua sebagai bagian dari imunisasi rutin, dan 69% anak menerima dua dosis vaksin campak sesuai dengan jadwal imunisasi nasional. Terjadinya wabah campak di beberapa negara menunjukkan adanya celah dalam cakupan (gaps in coverage), yang seringkali telah berlangsung selama bertahun-tahun.

.

Pada tahun 2018, hampir 350.000 kasus campak dilaporkan terjadi secara global, lebih dari dua kali lipat dibandingkan kejadian serupa pada tahun 2017. “Wabah campak adalah indikator sewaktu (real time indicator) yang menunjukkan bahwa kita memiliki lebih banyak pekerjaan yang harus dilakukan segera, untuk memerangi penyakit menular yang dapat dicegah,” kata Henrietta Fore, Direktur Eksekutif UNICEF. Oleh karena virus campak sangat menular, wabah campak menunjukkan adanya bayi yang kehilangan peluang sehat karena tidak divaksinasi (missing out on vaccines) terkait akses, biaya, atau kurang waspada (complacency).

.

Sepuluh Negara Dengan Angka Insiden Kasus Campak Tertinggi pada tahun 2018, sangat menarik dicermati. Hal ini karena ternyata tidak hanya terjadi di negara yang memiliki perbedaan sangat sedikit antara Cakupan Imunisasi Campak dalam persen pada tahun 2010 dengan tahun 2018, tetapi juga negara yang memiliki cakupan tetap tinggi. Hal ini sangat memprihatinkan, karena berarti masih adanya kejadian hilang peluang sehat yang belum berubah, dalam 8 tahun terakhir. Yaitu di Ukraina (56 dan 91), Republik Demokratik Kongo (74 dan 80), Madagaskar (66 dan 62), Liberia (65 dan 91), Somalia (46 dan 46), Serbia (95 dan 92), Georgia (94 dan 98), Albania (99 dan 96), Yaman (68 dan 64), dan Rumania (95 dan 90).

.

Di Indonesia, 14 provinsi telah berhasil mencapai target cakupan imunisasi campak sebesar 95% dan 9 provinsi di antaranya telah mencakup seluruh bayi di Provinsi tersebut yaitu Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, DKI Jakarta, Jambi, Lampung, Bali dan Kalimantan Tengah. Sedangkan provinsi dengan cakupan terendah yaitu Nusa Tenggara Timur (57,1%), Aceh (60,0%) dan Maluku (70,1%). Adapun jumlah kasus suspek campak yang dilaporkan di Indonesia antara 2014 sampai dengan Juli 2018 sebanyak 57.056 kasus, di mana 8.964 di antaranya positif campak. Ukraina adalah negara dengan tingkat insiden campak tertinggi yang dilaporkan pada tahun 2018. Pada hal, Ukraina telah berhasil memvaksinasi campak pada lebih dari 90% bayinya, tetapi karena cakupannya rendah sekitar 56% selama beberapa tahun sebelumnya, sehingga menyebabkan sejumlah besar anak yang lebih tua dan orang dewasa di Ukraina, beresiko mengalami serangan campak.

.

Beberapa negara lain dengan insiden campak tinggi dan cakupan imunisasi campak saat ini yang juga tinggi, ternyata memiliki kelompok orang dengan jumlah signifikan yang telah melewatkan vaksinasi campak di masa lalu, seperti Ukraina. Data ini menunjukkan bagaimana cakupan vaksinasi rendah dalam beberapa tahun atau pada komunitas tertentu, dapat memicu terjadinya wabah campak yang mematikan (spark deadly outbreaks).

.

Laporan WHO dan UNICEF bahwa pada tahun 2018 lebih dari 1 dari 10 bayi global telah kehilangan peluang untuk mendapatkan vaksin penyelamat nyama (missing out on vaccines), termasuk bayi di Indonesia yang tidak divaksinasi DPT 3 dan Campak, sangat memprihatinkan.

Apakah kita akan diam saja?

Sekian

Katedral Santo Yosep di Hanoi, Vietnam

Yogyakarta, 18 Juli 2019

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, dan Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161

Categories
Istanbul

2019 Obat dan Alat Diagnostik Baru

Hasil gambar untuk Essential Medicines List and List of Essential Diagnostics

OBAT  DAN  ALAT  DIAGNOSTIK  BARU

fx. wikan indrarto*)

Daftar Obat dan Alat Diagnostik Penting (Essential Medicines List and List of Essential Diagnostics) yang diterbitkan WHO pada hari Selasa, 9 Juli 2019 adalah panduan inti untuk semua negara dalam memprioritaskan produk kesehatan yang harus tersedia secara luas dan terjangkau, dalam seluruh sistem kesehatan. Hal ini untuk mengatasi tantangan bidang kesehatan, memprioritaskan terapi yang lebih efektif, dan meningkatkan akses layanan yang terjangkau. Apa yang menarik?

.

.

Ketika banyak negara bergerak menuju cakupan kesehatan semesta atau ‘Universal Health Couverage’ (UHC) dan berbagai obat menjadi lebih tersedia, akan sangat penting untuk juga memiliki alat diagnostik yang akurat, agar dapat memastikan perawatan yang lebih tepat. Lebih dari 150 negara menggunakan Daftar Obat Esensial WHO untuk memeputuskan tentang obat yang harus disediakan dengan nilai terbaik (the best value for money), berdasarkan bukti yang ada dan dampaknya terhadap derajad kesehatan. Kedua daftar fokus pada kanker dan tantangan kesehatan global lainnya, dengan penekanan pada solusi yang efektif, prioritas cerdas, dan akses optimal untuk pasien. Dimasukkannya dalam daftar beberapa obat kanker terbaru dan tercanggih ini, adalah dukungan kuat bahwa setiap orang berhak mendapatkan akses kepada obat yang mampu menyelamatkan jiwa, bukan hanya dengan pertimbangan finansial saja..

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/01/09/2019-biaya-uhc/

.

Daftar Obat Esensial yang diperbarui menambahkan 28 obat untuk pasien dewasa dan 23 untuk pasien anak dan menentukan penggunaan baru untuk 26 obat yang sudah terdaftar, menjadikan totalnya menjadi 460 obat yang dianggap penting, untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat yang utama. Meskipun angka ini mungkin tampak besar, tetapi itu hanya  sebagian kecil dari jumlah obat yang tersedia di pasaran. Dengan memfokuskan pilihan obat, sebenarnya kita semua menekankan manfaat untuk pasien dan pengeluaran yang bijaksana, dengan tujuan membantu negara memprioritaskan dan mencapai UHC.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/06/30/2019-capaian-uhc/

.

Ke-12 obat yang ditambahkan untuk terapi 5 jenis kanker dianggap sebagai yang terbaik, dalam hal kemampuannya memperpanjang kelangsungan hidup pasien, yaitu obat untuk kanker kulit melanoma, paru-paru, prostat, multiple myeloma dan leukemia. Terdapat 2 jenis obat imunoterapi (nivolumab dan pembrolizumab) yang telah memberikan tingkat kelangsungan hidup hingga 50%, untuk kanker kulit melanoma stadium lanjut, kanker yang sampai saat ini tidak dapat disembuhkan.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/09/13/2018-tahap-menuju-uhc/

.

Komite Obat Esensial WHO telah memperkuat saran tentang penggunaan antibiotik dengan memperbarui kategori waspada, yaitu antibiotik yang boleh digunakan pada infeksi paling umum dan serius, guna mencapai hasil pengobatan yang lebih baik, dan mengurangi risiko terjadinya resistensi antimikroba. Komite merekomendasikan agar tiga antibiotik baru untuk pengobatan infeksi multi-obat, ditambahkan dalam daftar ini.

.

Obat pengencer darah atau antikoagulan oral baru, telah dimasukkan dalam daftar untuk mencegah stroke sebagai alternatif obat warfarin, juga untuk pengobatan fibrilasi atrium jantung dan pengobatan trombosis vena dalam. Penambahan ini terutama menguntungkan bagi negara berpenghasilan rendah, karena tidak seperti warfarin, obat tersebut tidak memerlukan pemantauan rutin. Obat carbetocin yang stabil terhadap panas dapat digunakan untuk pencegahan perdarahan pada ibu setelah melahirkan atau postpartum. Obat baru ini memiliki efek yang mirip dengan oksitosin, yang merupakan terapi standar saat ini, tetapi memberikan keuntungan bagi negara tropis, karena tidak memerlukan sistem pendinginan dalam penyimpanannya.

.

Tidak semua usulan diterima dan masuk dalam daftar. Misalnya, obat untuk multiple sclerosis yang diajukan untuk dimasukkan, ternyata tidak diterima. Penyebabnya karena beberapa pilihan terapi yang telah digunakan di banyak negara, justru tidak dimasukkan dalam usulan pengajuan. Komite juga tidak merekomendasikan usulan methylphenidate, obat untuk anak dengan gangguan konsentrasi atau ‘Attention Deficit Hyperactivity Disorder’ (ADHD), karena komite menemukan ketidakpastian dalam perkiraan manfaat obat.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/02/23/2019-mencegah-kanker-serviks/

.

Daftar Parasat Diagnostik Esensial pertama yang diterbitkan pada tahun 2018, berkonsentrasi pada sejumlah penyakit infeksi prioritas, yaitu HIV, malaria, tuberkulosis, dan hepatitis. Daftar tahun 2019 ini telah diperluas untuk mencakup lebih banyak penyakit tidak menular, termasuk kanker. Mengingat betapa pentingnya penegakan diagnosis kanker dini, yaitu sekitar 70% kematian akibat kanker terjadi karena pasien terlambat didiagnosis, maka WHO menambahkan 12 alat pemeriksaan ke Daftar Alat Diagnostik Baru tahun 2019 ini, untuk mendeteksi tumor padat seperti kanker usus atau kolorektal, hati, leher rahim atau serviks, prostat, payudara, serta kanker non padat termasuk leukemia dan limfoma.

.

baca juga :https://dokterwikan.wordpress.com/2019/07/05/2019-regulasi-obat/

.

Parasat Diagnostik baru untuk penyakit menular, berfokus pada penyakit menular yang lazim di negara berpenghasilan rendah dan menengah seperti kolera, dan penyakit yang terabaikan seperti leishmaniasis, schistosomiasis, demam berdarah dengue, dan zika. Selain itu, juga alat diagnostik untuk influenza, khusus bagi masyarakat di mana tidak ada laboratorium klinik yang tersedia. Daftar alat diagnostik ini juga diperluas untuk mencakup pemeriksaan umum tambahan, seperti kadar zat besi (untuk anemia), kerusakan tiroid dan sel sabit, yaitu bentuk anemia yang diturunkan secara luas yang ada saat ini, khususnya di Afrika Sub-Sahara. Selain itu, juga pemeriksaan untuk skrining donor darah, agar layanan transfusi darah lebih aman.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/06/07/2019-hoaks-medis/

.

Dengan hanya menggunakan obat dalam Daftar Obat dan Alat Diagnostik Penting 2019 tersebut, sebenarnya kita semua telah memperioritaskan pada aspek manfaat bagi pasien dan pengeluaran anggaran yang bijaksana, untuk mencapai UHC. Di Indonesdia, UHC dicapai melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Apakah kita sudah bijak?

Sekian

Yogyakarta, 16 Juli 2019

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, dan Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161

Categories
Istanbul

2019 Hari Anak Nasional Indonesia

Hasil gambar untuk hari anak nasional 2019

HARI  ANAK  NASIONAL

fx. wikan indrarto*)

Di Indonesia, Hari Anak Nasional (HAN) diperingati setiap tanggal 23 Juli, sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1984 tertanggal 19 Juli 1984. Perayaan ini bertujuan untuk menghormati hak-hak anak di Indonesia. Apa yang sebaiknya dilakukan?

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/10/30/2018-semua-berhak-sehat/

.

Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo dipastikan hadir pada puncak peringatan HAN 2019 di Lapangan Karebosi, Makassar. Untuk malam penganugerahan Kabupaten dan Kota Layak Anak (KLA) 2019 dilaksanakan pada hari Selasa, 23 Juli 2019 malam, penghargaannya akan diserahkan langsung oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise. Tema HAN 2019 adalah ‘Peran Keluarga dalam Perlindungan Anak’, dengan slogan ‘Kita Anak Indonesia, Kita Gembira.’

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/04/29/2019-anak-yang-bermain/

.

Menurut Kementerian PPPA RI, KLA adalah Kabupaten atau Kota yang mempunyai sistem pembangunan berbasis hak anak, melalui pengintegrasian komitmen dan sumber daya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha, yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam kebijakan, program dan kegiatan untuk menjamin terpenuhinya hak dan perlindungan anak. Penilaian KLA terdiri dari 6 indikator kelembagaan dan 25 indikator substansi yang dikelompokkan dalam 5 klaster hak anak yaitu : Hak Sipil dan Kebebasan, Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif,  Kesehatan dan Kesejahteraan Dasar, Pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya, serta Perlindungan khusus.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/02/20/2019-kanker-darah-pada-anak/

.

Dalam klaster kesehatan dasar dan kesejahteraan, disebut KLA apabila memiliki indikator yang lebih baik dari angka rata-rata nasional dan terus membaik setiap tahun. Dalam hal ini meliputi Angka Kematian Bayi, Prevalensi gizi buruk, gizi kurang, stunting dan gizi lebih pada balita, Pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif, Pelayanan Ramah Anak di Puskesmas (PRAP), pelayanan Kesehatan Organ Reproduksi (kespro) Remaja, Penanganan NAPZA, HIV/AIDS, Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja, dan Disabilitas. Selain itu, dalam aspek kesejahteraan meliputi jumlah anak dari keluarga miskin yang memperoleh akses peningkatan kesejahteraan, persentase rumah tangga dengan akses air bersih dan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/05/28/2018-dampak-tembakau/

.

Risiko kematian bayi tertinggi adalah dalam 28 hari pertama kehidupan, yang disebut periode neonatal. Pada tahun 2017 lalu, 47% dari semua kematian anak balita adalah pada bayi baru lahir, naik dari 40% pada tahun 1990. Bayi yang meninggal dalam 28 hari pertama kehidupan, pada umumnya menderita kondisi dan penyakit yang terkait dengan kurangnya perawatan berkualitas saat lahir, dan atau segera setelah lahir, pada hari-hari pertama kehidupan. Kelahiran prematur, komplikasi terkait intrapartum (asfiksia neonatal atau kurang mampu bernapas spontan saat lahir), infeksi dan kelainan bawaan, menyebabkan sebagian besar kematian neonatal.

.

baca juga https://dokterwikan.wordpress.com/2019/05/09/2019-kematian-bayi/

.

Ibu yang menerima perawatan berkelanjutan yang dipimpin oleh bidan atau ‘midwife-led continuity of care’ (MLCC), dididik dan diatur dengan standar internasional, terbukti 16% lebih kecil kemungkinan kehilangan bayinya dan 24% lebih kecil kemungkinannya mengalami kelahiran prematur. MLCC adalah model perawatan di mana bidan dan tim memberikan perawatan kepada ibu yang sama selama kehamilan, persalinan dan periode pascanatal, bahkan meminta bantuan medis jika diperlukan. Dengan peningkatan pertolongan persalianan di fasilitas kesehatan, sudah hampir 80% secara global, ada peluang besar untuk menyediakan perawatan bayi baru lahir dan mengidentifikasi serta mengelola bayi baru lahir yang berisiko tinggi.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/03/22/2019-kehilangan-bayi/

.

Namun demikian, beberapa ibu dan bayi baru lahir hanya menginap di fasilitas kesehatan hanya selama 24 jam setelah kelahiran, kemudian diminta pulang ke rumah. Oleh sebab itu, terlalu banyak bayi baru lahir meninggal di rumah, karena keluar dari rumah sakit lebih awal, pada periode waktu paling kritis ketika komplikasi dapat terjadi. Selain itu, juga terjadi hambatan dan keterlambatan dalam mencari layanan medis.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/07/08/2019-perawatan-diri/

.

Perawatan bayi baru lahir yang penting adalah bahwa semua bayi harus menerima perlindungan eksternal, yang dilakukan dengan mempromosikan kontak kulit ke kulit antara ibu dan bayi, penanganan tali pusar yang higienis dan perawatan kulit secara umum, Inisiasi Menyusui Dini (IMD), dan pemberian ASI secara eksklusif. Selain itu, juga melakukan penilaian tanda atau masalah kesehatan yang serius, atau membutuhkan perawatan tambahan. Dalam hal ini mencakup bayi dengan berat lahir rendah, sakit, atau lahir dari ibu yang terinfeksi HIV. Juga diperlukan perawatan preventif, yaitu imunisasi BCG dan Hepatitis B, suntikan vitamin K, dan profilaksis infeksi mata. Dengan demikian Angka Kematian Bayi, Prevalensi gizi buruk, gizi kurang, stunting dan gizi lebih pada balita dapat dikurangi, sedangkan pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif dapat ditingkatkan, sesuai dengan indicator kluster kesehatan KLA.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/06/06/2019-kota-sehat/

.

Jaringan Global Kota yang terdiri dari hampir 800 kota di 40 negara, didirikan untuk mendorong pertukaran pengalaman dan saling belajar antar kota di seluruh dunia, sehingga setiap kota dapat memenuhi kebutuhan para penghuninya. Urban Health Initiative (UHI) WHO berfokus untuk memasukkan faktor kesehatan ke dalam kebijakan pembangunan kota.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/06/30/2019-capaian-uhc/

.

Pembangunan kota harus mampu meningkatkan aktivitas fisik warganya,  menyediakan ruang terbuka hijau, meningkatkan keselamatan di jalan raya, mengurangi kemacetan lalu lintas, meningkatkan penggunaan transportasi umum, dan mendesain perkotaan yang kompak, sehingga memungkinkan orang dari segala usia dan kemampuan, untuk seaktif mungkin. Pembuatan jalan raya harus mempertimbangkan kecepatan kendaraan, orang berjalan, masalah mobilitas, dan masalah keselamatan lainnya, bukan sekedar hanya merancang jalan sesuai ukuran kendaraan. Demikian pula, dimensi arsitektur fasilitas umum yang sangat tidak proporsional dengan ukuran tubuh manusia, terutama di lingkungan di mana orang ingin menghabiskan banyak waktu, tentu harus dikoreksi. Hal ini penting karena peningkatan aktivitas fisik, membutuhkan ruang di mana orang tidak harus terburu-buru dan sedapat mungkin merasa nyaman.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/08/08/2018-nutrisi-bayi-pengungsi/

.

Hampir tiga dekade lalu, Konvensi Hak Anak telah diberlakukan secara global, yang menjamin setiap bayi baru lahir berhak atas standar perawatan kesehatan tertinggi. Saat ini, setiap negara di seluruh dunia wajib memastikan bahwa sumber daya medis dan keuangan, tersedia untuk menciptakan hak itu menjadi kenyataan, bagi setiap bayi baru lahir agar tidak mengalami kematian. Selain itu, revitalisasi kota seharusnya mencermati hakekat dan kriteria Kota Layak Anak dan kota sehat menurut UHI (Urban Health Initiative) bagi semua warganya, sehingga bayi di kota tersebut dapat tumbuh menjadi anak Indonesia yang gembira, sesuai dengan slogan Hari Anak Nasional 2019.

Bagaimana sikap kita?

Sekian

Yogyakarta, 13 Juli 2019

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161

Categories
Istanbul

2019 Cuaca Panas dan Kesehatan

CUACA  PANAS  DAN  KESEHATAN

fx. wikan indrarto*)

Cuaca cukup ekstrem di Tanah Suci akan menyambut kedatangan jamaah haji dari Indonesia. Pada hari Jumat, 5 Juli 2019 Kepala Daerah Kerja (Daker) Bandara Jeddah dan Madinah di Arab Saudi, Arsyad Hidayat mengatakan, suhu udara akan cukup panas. antara 44 hingga 45 derajat Celsius (°C). Apa yang harus dicermati?

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/01/30/2019-tantangan-kesehatan-global/

.

Paparan cuaca panas terbukti meningkat karena perubahan iklim, tidak hanya terjadi di Tanah Suci saja, dan secara global bertambah dalam frekuensi, durasi, dan besarnya dampak. Antara tahun 2000 dan 2016, jumlah orang yang terkena gelombang panas meningkat sekitar 125 juta. Pada 2015 saja, tambahan 175 juta orang terkena gelombang panas dibandingkan dengan rata-rata pada tahun sebelumnya. Pada tahun 2003, terdapat 70.000 orang di Eropa meninggal akibat peristiwa cuaca panas pada bulan Juni-Agustus. Selanjutnya pada tahun 2010, sekitar 56.000 kematian terjadi selama gelombang panas dalam 44 hari di seluruh daratan Federasi Rusia.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/09/06/2018-ancaman-kesehatan-global-2/

.

Penambahan panas dalam tubuh manusia dapat disebabkan oleh kombinasi panas eksternal yang berasal dari lingkungan, dan panas tubuh internal yang dihasilkan dari proses metabolisme tubuh. Peningkatan panas yang cepat akibat paparan panas eksternal akan dapat membahayakan kemampuan tubuh untuk mengatur suhu, dan dapat menyebabkan kaskade penyakit, termasuk kram (heat cramps), kelelahan (heat exhaustion), stroke (heatstroke), dan hipertermia. Kematian dan rawat inap di RS karena cuaca panas dapat terjadi sangat cepat (hari yang sama), atau memiliki efek lambat (beberapa hari kemudian), dan mengakibatkan percepatan kematian atau perjalanan penyakit lainnya, khususnya pada hari pertama munculnya gelombang panas. Apalagi temperatur panas yang ekstrem, tentu juga dapat memperburuk kondisi kronis yang sudah stabil, pada penyakit kardiovaskular, pernapasan, serebrovaskular dan diabetes.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/06/06/2019-kota-sehat/

.

Untuk itu, beberapa tindakan intervensi perlu dilakukan segera, misalnya menjaga rumah agar tetap dingin dan periksa suhu kamar pada pukul 8, 10, 13 dan 22. Idealnya, suhu kamar harus dijaga di bawah 32 °C di siang hari dan 24 °C di malam hari. Hal ini sangat penting untuk bayi, balita, lansia atau memiliki kondisi penyakit kronis. Gunakan aliran udara malam untuk mendinginkan rumah dengan membuka semua jendela pada malam dan dini hari, ketika suhu luar lebih rendah dan jika aman untuk dilakukan. Sebaliknya, kurangi beban panas di dalam rumah dengan menutup jendela, terutama yang menghadap sinar matahari di siang hari. Matikan lampu dan sebanyak mungkin perangkat listrik yang mengeluarkan panas. Gantungkan gorden, awning, atau kisi-kisi di jendela yang terpapar sinar matahari pagi atau sore. Gantung handuk basah untuk mendinginkan udara dalam ruangan.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/11/02/2018-melawan-polusi-udara/

.

Dampak cuaca panas pada bayi dan anak tentu lebih berbahaya, terkait cadangan cairan tubuh. Pada bayi volume air total dalam tubuh sebanyak 65–80% dari berat badan. Persentase ini akan berkurang seiring bertambahnya usia, menjadi 55–60% saat remaja. Cairan diperlukan untuk berbagai fungsi tubuh, antara lain dalam metabolisme, fungsi pencernaan, fungsi sel, pengaturan suhu, pelarutan berbagai reaksi biokimia, pelumas, dan pengaturan komposisi elektrolit. Secara normal, cairan tubuh keluar melalui urin, feses, keringat, dan pernapasan dalam jumlah tertentu.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/06/02/2019-bebas-asma-saat-lebaran/

.

Kebutuhan cairan harian berbeda berdasarkan usia, jenis kelamin, massa otot, dan lemak tubuh. Diperkirakan, bayi usia 0–6 bulan memerlukan cairan 700 mL/hari; bayi 7–12 bulan 800 mL/hari; anak 1–3 tahun 1.300 mL/hari; anak 4–8 tahun 1.700 mL/hari; anak 9–13 tahun 2.400 mL/hari pada laki-laki dan 2.100 mL/hari pada perempuan; anak 14–18 tahun 3.300 mL/hari (laki-laki) dan 2.300 mL/hari perempuan. Cairan ini dapat berasal dari makanan maupun minuman. Cairan dari minuman dapat berasal dari air putih, susu, atau jus buah. Pada saat terjadi paparan cuaca panas, kebutuhan cairan dapat meningkat sampai 20% dibandingkan kebutuhan harian.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/12/28/2018-hadapi-tsunami/

.

Jika tinggal di ruangan ber-AC, sebaiknya segera tutup pintu dan jendela, serta hemat listrik yang tidak diperlukan. Kipas angin listrik dapat memberikan bantuan pendingan ruangan, tetapi ketika suhu udara meningkat di atas 35 °C, mungkin tidak mampu mencegah penyakit terkait panas. Hang tidak kalah penting adalah minum cukup cairan. Jauhkan orang dari sumber panas eksternal. Pindah ke kamar paling sejuk di rumah, terutama di malam hari. Jika udara rumah tidak sejuk, habiskan 2-3 jam sehari di tempat yang dingin, seperti gedung umum ber-AC, tetapi hindari pergi keluar rumah selama periode waktu terpanas pada hari itu. Hindari aktivitas fisik yang berat, tetapi bila terpaksa harus melakukannya, lakukan selama periode paling sejuk pada hari itu, yang biasanya terjadi pada pagi hari antara pk. 4 dan 7.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/05/20/2018-polusi-udara/

.

Berusahalah tetap berada di tempat yang teduh. Jangan meninggalkan anak atau hewan di dalam kendaraan yang diparkir. Jaga tubuh tetap dingin dan terhidrasi. Mandi dengan air dingin dan pembungkus dingin, handuk, dan spons. Kenakan pakaian yang ringan dan longgar dari bahan alami. Jika akan pergi ke luar rumah, kenakan topi lebar dan kacamata hitam. Gunakan sprei dan tidur tanpa bantal, untuk menghindari akumulasi panas. Minumlah secara teratur dan lebih sering, tetapi hindari alkohol, kafein dan gula. Makanlah dalam porsi kecil dan lebih sering. Hindari makanan yang tinggi protein. Jika memiliki masalah kesehatan, simpan obat di bawah suhu 25 °C atau di dalam lemari es, sesuai instruksi penyimpanan pada kemasan obat. Carilah saran medis jika menderita kondisi medis kronis atau menggunakan banyak obat sekaligus.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/07/01/2019-wabah-hepatitis-a/

.

Segera mencari bantuan jika merasa pusing, lemah, cemas atau sangat haus dan sakit kepala, keudian segera berpindah ke tempat yang dingin atau sejuk sesegera mungkin. Minumlah air atau jus buah untuk mengatasi dehidrasi. Segera istirahat di tempat yang dingin jika mengalami kejang otot yang menyakitkan, terutama di kaki, lengan atau perut, dan minum larutan rehidrasi oral yang mengandung elektrolit. Tindakan medis lebih lanjut diperlukan, jika kram otot karena panas bertahan lebih dari satu jam.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/07/08/2019-perawatan-diri/

.

Jika kulit orang teraba kering, mengigau, kejang dan atau tidak sadar, segera hubungi RS. Sambil menunggu bantuan, pindahkan orang itu ke tempat yang dingin, letakkan dia dalam posisi horizontal dan angkat kaki dan pinggul, dan lepaskan pakaian. Segera lakukan pendinginan eksternal, misalnya dengan meletakkan bungkusan es dingin di leher, ketiak dan selangkangan, mengipasi terus menerus dan semprotkan kulit dengan air sejuk pada suhu 25–30 °C. Ukur suhu tubuh, tetapi jangan diberikan obat pereda demam asam asetilsalisilat atau parasetamol. Posisikan seseorang yang tidak sadar di sisinya..

.

Paparan cuaca panas karena perubahan iklim, baik di Tanah Suci maupun secara global, memerlukan tindakan intervensi di bidang kesehatan masyakarat, juga untuk bayi dan anak.

Apakah kita sudah bertindak bijak?

Sekian

Yogyakarta, 10 Juli 2019

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161

Categories
Istanbul

2019 Perawatan Diri

Hasil gambar untuk perawatan diri adalah

PERAWATAN  DIRI

fx. wikan indrarto*)

Laporan global pada hari Senin, 24 Juni 2019 menyebutkan bahwa setidaknya 400 juta orang di seluruh dunia, tidak memiliki akses ke layanan kesehatan dasar yang paling penting. Selain itu, pada tahun 2035 kelak diperkirakan akan ada kekurangan hampir 13 juta dokter dan petugas kesehatan, sehingga sekitar 1 dari 5 populasi dunia akan hidup dalam lingkungan yang mengalami krisis kemanusiaan dan layanan kesehatan. Pada saat yang sama, parasat diagnostik baru, perangkat medis, obat dan inovasi digital akan mengubah cara orang berinteraksi dengan dokter dan petugas layanan di sektor kesehatan.  Apa yang perlu dicermati?

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/04/09/2018-layanan-tbc/

.

Menanggapi tantangan ini, WHO meluncurkan pedoman pertamanya tentang intervensi perawatan diri untuk kesehatan (self-care interventions for health). Fokus pedoman intervensi dalam volume pertama ini tentang kesehatan secara umum, termasuk tentang anak sakit, hak seksual dan kesehatan reproduksi. Beberapa intervensi termasuk pengambilan sampel sekret vagina sendiri untuk kecurigaan infeksi Human Papilloma Virus (HPV) dan Infeksi Menular Seksual (IMS), kontrasepsi suntik mandiri, alat prediksi siklus ovulasi, tes mandiri infeksi HIV dan pengelolaan medis sendiri untuk aborsi lengkap.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/05/18/2019-dilema-akreditasi-rs/

.

Perawatan diri pada pedoman ini adalah “kemampuan individu, keluarga dan masyarakat untuk meningkatkan derajad kesehatan, mencegah penyakit, menjaga status kesehatan, dan mengatasi penyakit atau kecacatan, dengan atau tanpa dukungan dari dokter dan petugas layanan kesehatan lainnya”. Pedoman ini disusun berdasarkan bukti ilmiah, terkait manfaat intervensi kesehatan tertentu yang dapat dilakukan secara mandiri, di luar areal fasilitas layanan kesehatan konvensional. Namun demikian, untuk beberapa hal kadang-kadang masih diperlukan dukungan dokter dan petugas layanan kesehatan lainnya. Hal penting pada pedoman ini adalah bahwa perawatan diri ini tidak menggantikan layanan kesehatan yang berkualitas tinggi, juga bukan jalan pintas untuk mencapai cakupan kesehatan semesta atau ‘Universal Health Couverage’ (UHC).

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/06/30/2019-capaian-uhc/

.

Intervensi kesehatan dalam perawatan diri diharapkan mampu mewujudkan kemanjuran diri (self-efficacy) yang baru, otonomi pasien, dan keterlibatan setiap orang dalam perbaikan derajad kesehatan individu. Dalam meluncurkan pedoman ini, WHO mengakui bahwa intervensi perawatan diri ini dapat memperluas akses ke layanan kesehatan, termasuk untuk populasi yang rentan. Dengan demikian, banyak orang akan semakin berperan aktif dalam perawatan kesehatan mereka sendiri. Selain itu, masyarakat juga memiliki hak untuk pilihan intervensi medis yang lebih luas, yang dapat memenuhi kebutuhan sepanjang hidup, dalam aspek kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/01/09/2019-biaya-uhc/

.

Intervensi perawatan diri adalah pendekatan pelengkap untuk perawatan kesehatan secara umum, yang membentuk bagian penting dari sistem kesehatan. Perawatan diri juga merupakan cara bagi sekelompok orang yang mengalami kendala terkait gender, pilihan politik, aspek budaya dan dinamika pergantian kekuasaan. Hal ini termasuk mereka yang dipindahkan secara paksa, misalnya para pengungsi, untuk memiliki akses ke layanan kesehatan umum. Pada prioritas pertama ini, juga dalam layanan bidang seksual ataupun reproduksi, karena banyak orang tidak dapat membuat keputusan mandiri, seputar aspek seksualitas dan reproduksi.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/09/13/2018-tahap-menuju-uhc/

.

Intervensi perawatan diri juga mencakup perbaikan lingkungan pendukung yang aman, agar masyarakat dapat mengakses dan menggunakan intervensi kesehatan di lingkungannya secara tepat. Selain itu, juga dilakukan untuk meningkatkan otonomi atau pilihan diri, dan membantu meningkatkan derajad kesehatan dan kesejahteraan banyak orang, terutama yang rentan dan terpinggirkan. Pentingnya intervensi perawatan diri dalam bidang kebijakan kesehatan, pembiayaan, dan sistem kesehatan, sejauh ini telah dinilai rendah. Selain itu, potensinya belum sepenuhnya diakui, meskipun faktanya banyak orang telah mempraktikkan beberapa hal dalam perawatan diri selama ribuan tahun.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/08/16/2018-fhc-menuju-uhc/

.

Pedoman WHO pertama tentang intervensi perawatan diri untuk kesehatan, dimulai dengan pentingnya kesehatan secara umum dan hak seksual ataupun reproduksi. Pedoman ini adalah langkah penting dalam menempatkan banyak orang di pusat layanan perawatan kesehatan, terciptanya intervensi medis berkualitas, sambil mempertahankan akuntabilitas sistem kesehatan. Saat ini sedang diadakan penilaian peran dokter dan petugas layanan kesehatan lainnya, termasuk kompetensi yang mereka butuhkan, untuk mendukung intervensi perawatan diri untuk tahap selanjutnya. Sampai saat ini, bukti menunjukkan bahwa perawatan diri memungkinkan dokter dan petugas penyedia layanan kesehatan, untuk melayani lebih banyak pasien dengan menggunakan keterampilan para pasiennya masing-masing.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/06/13/2018-uhc-di-indonesia/

.

Saat ini, jumlah dokter dan petugas kesehatan global sebanyak 12,9 juta dan kalau tidak ada perubahan besar, diperkirakan akan terjadi kekurangan tenaga kesehatan pada tahun 2035. Saat ini cakupan layanan kesehatan telah melayani 3,6 miliar orang, tetapi setengah dari populasi dunia tidak memiliki akses ke layanan kesehatan esensial. Selain itu, keterbatasan pendanaan untuk program bidang kesehatan global, terbukti menyebabkan 100 juta orang jatuh ke dalam kemiskinan, karena biaya perawatan kesehatan yang tidak terjangkau.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/07/05/2019-regulasi-obat/

.

Untuk itu, pedoman intervensi perawatan diri untuk masyarakat umum tersebut akan diperluas sampai mencakup pencegahan dan pengobatan penyakit tidak menular. Selain itu, juga telah dibentuk komunitas global dalam praktik perawatan diri, yang akan melakukan penelitian dan dialog, selama bulan perawatan diri pada 24 Juni sampai 24 Juli 2019.


Sudahkah kita ikut bertindak?

Sekian

Yogyakarta, 2 Juli 2019

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Lektor FK UKDW, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161.