Categories
Istanbul

2005 MENAPAK TANAH SUCI

 

MENAPAK  TANAH  SUCI

fx. wikan indrarto & b. sari prasetyati *)

Perjalanan kami ke tanah suci berlangsung dari Minggu Pon 30 Oktober sampai dengan Minggu Kliwon, 6 November 2005 yang lalu. Berikut kami laporkan apa yang kami lihat, rasa, dengar dan alami di sana, yang kemudian kami tambahkan dengan apa yang kami kutip dan baca dari buku ‘Tanah Air Alkitab, Napak Tilas di Tanah Suci’ (selanjutnya disebut buku saja) dengan editor Reuven Dorot, terbitan tahun 1996. Kesemuanya kami gabungkan, agar apa yang kami tuliskan dapat lebih mudah dipahami.

 

 

Peta Tanah Suci

Perlu dipahami terlebih dahulu, bahwa The Holy Land (tanah suci) seluas hampir 14.000 mil persegi, yang sekarang mencakup 5 negara berdaulat (Israel, Palestina, Yordania, Lebanon, Suriah dan Mesir) bukanlah wilayah yang luas. Akan tetapi, apa yang dahulu pernah terjadi di sana memainkan peranan yang sangat besar dalam sejarah umat manusia. Tanah ini terbentang dari wilayah Phoenicia (saat ini masuk Lebanon) dan Gaulan (Suriah) di paling utara, ke selatan adalah Galilea (Israel) dan Decapolis (Yordania), lalu Samaria (Palestina) dan Perae (Yordania), ke selatan lagi adalah Yudea (Israel dan sebagian Palestina) sampai paling selatan dan barat adalah Sinai (Mesir). Tanah dimana para nabi dan Yesus Kristus dengan pengajaranNya dan hukum spiritualNya yang abadi, seharusnya dapat membawa manusia kepada keadilan, perdamaian dan kasih persaudaraan, melalui 3 agama monotheis terbesar di dunia, yaitu Kristen, Islam dan Yahudi.

Sejak dahulu kala sampai sekarang, sangat banyak sekali para peziarah yang datang dari segala penjuru dunia, mengahadapi segala susah payah dan risiko, untuk melihat tanah dengan sejarah luar biasa ini, yang telah sangat umum mereka ketahui sejak masa kecil mereka. Hal itu jugalah yang mendorong kami berdua, bergabung dengan 45 peziarah dari seluruh tanah air melakukan perjalanan ziarah ini dalam koordinasi Ritz Tour Indonesia. Rombongan kami didampingi oleh Romo Benny Susetyo, Pr dari Komisi E Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) Jakarta. Perjalanan kami dari Yogyakarta ke Jakarta, terus ke Abu Dhabi ibu kota Uni Emirat Arab, transit semalam di Bahrain yang terletak di jantung Teluk Persia, kemudian dilanjutkan ke Amman di pusat Kerajaan Yordania, tidaklah perlu kami jelaskan terperinci di sini.

Perjalanan ziarah kami dimulai dari Hotel Amman West di pusat Kerajaan Yordania, menggunakan bis wisata dari Jordan Express Tourist Transport (JETT) yang berwarna biru putih, dipandu oleh Mrs. Lana, seorang wanita Rusia yang merupakan local guide kami, menuju ke tujuan pertama : Gunung Nebo.

 100_0422  100_0419.JPG

Bis JETT dan kami di depan Hotel West Amman,

di pusat Kerajaan Yordania

Bis JETT dengan Mrs. Lana (local guide)

di Gunung Nebo

Lokasi pasti Gunung Nebo dalam Alkitab tidak begitu jelas (Bil 32), tetapi tradisi Kristen kuno sejak abad ke 4 menunjukkan adanya suatu bukit yang terletak 10 km di sebelah utara kota Madaba. Gunung Nebo diyakini sebagai tempat Musa dalam perjalanannya keluar dari Mesir, melihat secara lengkap di kejauhan, tanah yang dijanjikan Allah (Ulangan 32-34), tetapi akhirnya Musa justru meninggal dan dikuburkan di situ. Di gunung itu juga Musa menancapkan tongkat yang dililit ular, atas perintah Allah untuk menyembuhkan bangsa Israel yang sakit dalam perjalanan 40 tahun keluar dari Mesir. Di puncak bukit itulah dibangun kapel oleh para pastor ordo Fransiskan, batu nisan Musa dan tongkat ular sebagai lambang kesembuhan dan medis.

 100_0410  100_0413.JPG

Kami di depan tongkat dililit ular,

lambang penyembuhan dari Musa

Di sini Musa diyakini berdiri dan melihat seluruh tanah terjanji di kejauhan sana itu, lho

Dari wilayah Kerajaan Yordania, kami melanjutkan perjalanan memasuki wilayah Israel. Di perbatasan yang dijaga sangat ketat oleh para serdadu dan intel Israel di Allenby Bridge yang bersenjata lengkap dan modern, kami harus melewati suatu proses imigrasi yang melelahkan. Dengan menggunakan bis wisata Israel, perjalanan kami lanjutkan dengan didampingi Mr. Faris Sabha, seorang Yahudi Kristen sebagai local guide.

 yerikho

Yerikho, kota ‘Seribu Palem’ pada buku dengan banyak pohon palma

dan Jabal (bukit) Qarantal atau Bukit Pencobaan di kejauhan sana.

Setelah menyeberangi Sungai Yordan di perbatasan, kota terdekat yang kami kunjungi adalah Yerikho. Kota ini terletak pada 820 kaki (sekitar 400 m) di bawah permukaan laut, tepatnya di lembah Sungai Yordan. Sejak masa lalu Yerikho dikenal dengan kekayaan akan sumber air tanah (debitnya sekitar 4.000 liter per menit), jeruk, pisang dan kurma. Yerikho yang juga disebut ‘Kota Seribu Palem’ pada musim panas mempunyai iklim yang menyenangkan dengan udara hangatnya, yang disertai semerbak harum berbagai bunga. Kota yang saat ini masuk dalam wilayah Palestina ini, selain sebagai kota yang terletak paling rendah, juga dikenal sebagai kota berdinding tertua di dunia, yang dibangun pada abad ke 8 SM

Di kota yang pernah diserbu Yosua (1 Raja16:34) ini, masih tumbuh dengan suburnya pohon ara yang dulu dipanjat Zakheus, seorang pemungut cukai yang bertubuh pendek untuk melihat Yesus lewat (Luk 19,1). Selain itu, Barthimeus, orang buta yang disembuhkan Yesus tinggal tidak jauh dari situ (Mrk 10,46).

 100_0490  100_0425

Inilah bis wisata kami

Mahfouz Tourist Travel dari Israel

Pohon ara Zakheus, yang tetap tumbuh dan dikunjungi banyak orang di Yerikho

Di sebelah selatan kota ada Jabal (bukit) Qarantal yang memanjang dan disebut Bukit Pencobaan, yang gambarnya dapat dilihat dari foto pada buku di atas. Di bukit itulah Yesus dicobai iblis (pencobaan pertama dan ketiga) yang berlangsung setelah Yesus dibaptis oleh Yohanes Pemandi di Sungai Yordan (Luk 4:1-13, Mat 4:1-11 dan Mrk 1:12-13). Dari puncak bukit yang disebut Moah ini kita dapat melihat pemandangan Lembah Sungai Yordan secara utuh, dan dianggap sebagai tempat iblis memperlihatkan seluruh kerajaan di dunia. Pada abad ke 6, sebuah gereja dibangun di tempat yang dianggap pernah ditempati oleh Yesus pada masa puasa 40 harinya (Mat 4:3). Sejak abad ke 13, gereja tersebut tidak ditempati lagi dan baru pada tahun 1974, Gereja Yunani Orthodoks membangun biara dan menempatinya sampai sekarang.

Kami menikmati makan siang dengan menu Arab yang cukup terlambat kami santap, sebab habis waktu kami untuk urusan imigrasi di perbatasan Israel. Setelah makan siang, atau tepatnya makan sore, kami melanjutkan perjalanan ke Laut Mati. Dengan panjang 47 mil dan lebar terjauh hanya 10 mil, total luas permukaannya 360 mil persegi dengan kedalaman maksimalnya mencapai 1278 kaki. Laut Mati terletak pada 1290 kaki (sekitar 400 m) di bawah permukaan laut, merupakan tempat terendah di seluruh dunia dan dinamakan demikian, sebab tidak ada kehidupan apapun di dalamnya. Hal ini dikarenakan kadar garamnya yang sangat tinggi sekitar 27% (atau 6 kali lipat kadar garam di laut biasa) dan disebabkan karena tidak adanya saluran air keluar. Sedangkan setiap hari sekitar 7 ton air dari Sungai Yordan dan sungai-sungai kecil lainnya, mengalir ke laut ini degan sulfur (belerang) dan nutrisi lainnya. Mineral pada air yang tidak dapat mengalir keluar inilah yang kemudian mengendap dan dengan adanya penguapan hebat dari panasnya Lembah Sungai Yordan, dan meninggalkan banyak simpanan zat-zat yang bersifat solid dan kimiawi di laut ini.

Mengambang di Laut Mati, tidak tenggelam karena berat jenis airnya

laut mati

Dengan demikian, wajar saja kalau berat jenis air di laut ini > 1, sehingga siapapun akan mengambang dan tidak dapat tenggelam di dalamnya. Banyak peziarah yang mengambang dan dilumuri lumpur dari dasarnya, sebab diyakini dapat menyembuhkan penyakit kulit, rematik maupun penuaan. Di tepinya telah disediakan kamar bilas dengan air tawar yang bersih. Kami berdua telah mencoba mengambang dan berhasil, seperti pada foto di samping.

Segera setelah kami semua mandi bersih dengan air tawar, kami melanjutkan perjalanan ke kota Tiberias. Rute yang kami tempuh adalah menyusuri Sungai Yordan ke arah hulu, sehingga kami tiba di sana menjelang makan malam. Kota Tiberias ini terletak di tepi barat Danau Galilea dan berada pada kedalaman 682 kaki di bawah permukaan air laut. Herodes Antipas sebagai wali negeri membangun kota ini dengan beberapa tempat yang indah, yaitu gedung teater dan kuil yang terbuat dari emas dan marmer, juga tempat pemandian umum air hangat yang terkenal di seluruh Kekaisaran Romawi dan namanya diambil dari Kaisar Tiberias yang berkuasa. Masa penjajahan Romawi di seluruh tanah suci berlangsung dari tahun 63 SM sampai 324 M, yaitu sejak Panglima Pompei merebut Yerusalem dan menjadikannya daerah penyangga bersama Kekaisaran Parthian. Raja Herodes Agung memimpin negeri ini dengan loyalitas yang tinggi kepada penjajah Romawi, membangun Bait Allah ke II di Yerusalem. Saat Titus dan tentara Yahudi memberontak, Yerusalem bagian atas dan Bait Allah dihancurkan oleh pasukan Romawi. Pemberontakan bangsa Yahudi yang kedua dipimpin oleh Bar Kochba, namun dikalahkan oleh Panglima Hadrian yang menyebut Yerusalem baru sebagai Aelia Capitolina, sehingga sebagian besar bangsa Yahudi mengungsi ke wilayah Galilea, tepatnya ke kota Tiberias ini.

Setelah masa itu, Tiberias menggantikan Yerusalem sebagai pusat kota, tempat tinggal orang bijak, rohaniwan dan intelektual Yahudi pindahan dari Yerusalem. Di kota inilah Taurat (kitab Mishna) disusun pada tahun 2000 SM. Di kota ini juga huruf hidup, tanda baca dan tata bahasa diperkenalkan dalam bahasa Ibrani. Banyak para rabbi Yahudi terkenal dikubur di kota ini, sehingga menjadikannya salah satu dari 4 kota suci umat Yahudi. Kami menginap di Hotel Jordan River, di pinggir jalan utama kota Tiberias yang ramai, tepat di tepi dermaga Danau Galilea selama 2 malam.

Pada pagi harinya, setelah sarapan bersama dan misa kudus harian di hotel, kami mengunjungi Gunung Tabor, sedikit di luar kota ke arah barat daya. Gunung ini mempunyai ketinggian 1900 kaki di atas permukaan laut dan merupakan gunung terindah dan paling terkenal di seluruh tanah Galilea. Oleh pemazmur, kekuatan dan keindahan gunung ini merupakan pernyataan kekuasaan Tuhan. Dalam Mazmur 89:13, Daud bermazmur bahwa Gunung Tabor dan Gunung Hermon bersorak sorai akan nama Tuhan. Keindahan gunung ini sering disebut dalam Alkitab dan dianggap sebagai gunung kudus bagi bangsa Israel, sejak menjadi saksi bagi kekuatan Tuhan, yang dimanifestasikan sebagai kemenangan perang oleh kaum Barak yag dipimpin Sisera (Hak 4:6). Bagi umat Kristen, gunung ini merupakan gunung suci, sebab di tempat inilah Yesus berubah rupa (transfigurasi) dan pakaianNya putih berkilauan bersama Musa dan Elia, 2 nabi besar jaman Perjanjian Lama (Luk 9:28-36). Arsitek besar Italia Antonio Berluzzi pada tahun 1924 membangun sebuah gereja di puncak gunung ini untuk memperingati peristiwa tersebut. Konstruksinya merupakan gabungan dari sisa-sisa bangunan geraja zaman Byzantine pada abad ke 6 dan zaman Crusader (Perang Salib) abad ke 12. Dari kejauhan, gereja transfigurasi ini nampak sangat indah seperti pada gambar di bawah.

 100_0455  100_0459

Di depan Kapel Transfigurasi

di puncak Gunung Tabor

Di dinding gereja Nazareth, nampak mosaik malaikat Gabriel berbicara kepada Maria

Pada siang harinya, kami melanjutkan ke kota Nazareth, yang terletak di bawah Gunung Tabor sisi sebelah barat. Nazareth berarti ‘tiada yang baik’ (Yoh 1:46), merupakan desa kecil di Galilea dengan penduduk hanya 400 orang pada jaman Yesus hidup. Saat ini, Nazareth merupakan salah satu kota utama bagi umat Kristen, sebab di sinilah Allah mengumumkan kelahiran PuteraNya, ‘firman Tuhan itu telah menjadi manusia dan diam di antara kita’ (Yoh 1:14). Di kota inilah Yesus dibesarkan dan menghabiskan masa kecilnya dengan bermain, berlari dan bersembunyi di bukit-bukit, tanpa ada perbedaan antara diriNya dengan anak-anak sebayaNya. Ketika Yesus memulai pelayananNya di kota ini, Dia ditolak untuk menggenapi apa yang dikatakan Alkitab (Luk 4:24). Pencobaan oleh iblis yang kedua terjadi di kota ini (Luk 4:28-29) yang saat ini justru merupakan kota paling padat dan banyak penduduk Arab yang beragama Kristen di seluruh tanah suci. Di Nazareth, kami mengunjungi Gereja Kabar Suka Cita yang besar dan megah, dibangun pada tahun 1960-68 di atas gua dimana Perawan Maria diberitahu malaikat Gabriel bahwa dirinya akan mengandung dan melahirkan Yesus (Luk 1). Arsitek Italia lainnya, Sidnor Muzio, membangun 2 buah geraja yang saling berhubungan dan didekorasi dengan ilustrasi pemberitahuan malaikat kepada Maria. Salah satu dindingnya terdapat mosaik gambar Gabriel berbicara dengan Maria seperti terlihat pada foto di atas.

 Kapal Santo Petrus  100_0474

Seperti inilah kapal Petrus yang menjaring ikan di Danau Galilea, sebelum dipanggil Yesus, ada pada buku

Suasana kapal kami di Danau Galilea saat akan berlayar dan sharing pengalaman

Setelah dari Nazareth, kami kembali ke Tiberias, untuk makan siang di dermaga Danau Galilea, dengan menu spesial ‘ikan Santo Petrus’. Ikan tersebut secara tradisi diyakini sebagai keturunan ikan yang dahulu dijala langsung oleh Petrus, sebelum dipanggil Yesus sebagai muridNya. Danau Galilea (sea of Galilee) nama Yahudinya adalah Kineret (‘kecapi’) karena berbentuk seperti kecapi dan sering juga disebut sebagai Genesaret (Luk 8). Danau dengan panjang 13 mil (21 km), lebar 7 mil, kedalaman maksimal 157 kaki, terletak pada ketinggian 686 kaki di bawah permukaan laut. Air tawarnya berasal dari anak Sungai Yordan dari Gunung Hermon dan pada umumnya airnya tenang, tetapi kadang secara tiba-tiba badai yang kuat mengubahnya menjadi danau yang berbahaya dengan ombaknya yang tinggi. Pada masa Yesus, danau ini merupakan urat nadi lalu lintas manusia dan barang yang menuju ke seluruh arah. Di danau yang indah dengan 9 kota di sekelilingnya inilah Yesus mulai megajar tentang Kerajaan Allah, menghabiskan sisa hidupnya, memberikan hampir semua ajaranNya dan melakukan hampir semua mujizatNya. Di tepi danau ini, Yesus memanggil para nelayan yaitu Petrus, Andreas dan Yakobus saudaraya, beserta semua muridNya (Mat 4: 18-20 dan Mrk 3:13-19). Di sini juga Yesus menyembuhkan orang kusta (Mat 8:1-8), berbicara pada orang banyak dari atas perahu (Mrk 3:7-12), meredakan angin badai (Mat 8:23-27) dan berjalan di atas air (Mat 14:16-21).

Setelah makan siang dengan nasi yang mengenyangkan, kami semua juga mencoba berlayar di danau tersebut, dengan perahu yang dirancang khusus berbentuk mirip dengan perahu Petrus dahulu. Di dalam pelayaran tersebut, kami semua saling mendengarkan dalam forum sharing pengalaman antar anggota. Setelah menempuh rute yang sama dengan yang dahulu dilalui Petrus sewaktu ada badai dan diredakan Yesus, kami melanjutkan perjalanan ke Bukit Sabda Bahagia (Mount of Beatitudes). Di puncak gunung dengan pemandangan indah ke Danau Galilea, ordo Fransiskan dengan arsitek Italia Giovani Matsuo pada tahun 1930 membangun sebuah gereja bersegi 8 (oktagonal), untuk mengenang ziarah 8 kelompok yang mendapat pelajaran langsung dari Yesus pada ‘kotbhah di bukit’ (Mat 5-7). Arsitek Italia tersebut merancang jendelanya yang panjang-panjang, dengan serambi dan tiang-tiangnya. Semuanya memungkinkan para pengunjung dapat melihat lereng-lereng bukit di sekitarnya, sama seperti latar belakang saat Yesus mengajar, sebagaimana dahulu disebut dalam Alkitab. Gereja itu nampak pada foto ini.

 100_0481  Gereja Sabda Bahagia

Di depan Geraja Sabda Bahagia bersegi 8 (oktagonal) di Bukit Sabda Bahagia

Geraja Sabda Bahagia pada buku dalam bentuk utuh dengan Danau Galilea di belakangnya

Dari Bukit Sabda Bahagia di tepi barat laut Danau Galilea, kami melanjutkan lagi perjalanan ke Kapernaum, yang juga terletak di tepi utara danau yang sama. Pada masa Yesus, kota besar ini berpenduduk 5000 orang (10 kali lipat lebih besar daripada Nazareth), merupakan pusat kebudayaan dan pemerintahan Romawi, bahkan mungkin merupakan kota yang terindah, terbesar dan terkaya di sepanjang tepi Danau Galilea. Ketika Yesus diusir dari Nazareth, Dia pergi dan menetap di Kapernaum (Mat 1, Mrk 2:1) dan menjadikannya pusat pelayananNya selama kurang lebih 20 bulan. Di sini terdapat rumah Petrus (Mat 8:5) dan sinagoga bergaya Korintu (Mrk 1:21). Di kota ini Yesus menyembuhkan orang kusta, ibu mertua Petrus serta anak perempuan seorang perwira tentara Romawi (Mrk 8:1-15), orang lumpuh yang diturunkan melalui atap (Mat 9:8) dan bernubuat tentang kota ini (Mat 11:23-24) yang akan hancur dan hilang untuk waktu yang sangat lama. Pada kenyataannya, kehancuran Kapernaum ternyata disebabkan oleh gempa bumi yang sangat hebat pada abad ke 7. Saat ini Kapernaum yang disebut ‘kota Yesus’ hanyalah berupa tumpukan reruntuhan arkeologis di tengah kebun palem di tepi utara Danau Galilea. Kapernaum digali oleh arkeolog Perancis pada tahun 1905 dan penemuan terpentingnya adalah sinagoga tua yang terkenal dan sebuah bangunan yang dianggap sebagai rumah Petrus. Semua gambarnya dapat dilihat pada foto di bawah ini.

 100_0483  Sinagoga Kaprenaum

Di depan sisa sinagoga Kapernaum,

tempat Yesus mengajar

Reruntuhan arkeologis sinagoga Kapernaum

secara utuh dalam buku di sore yang cerah

Dari Kapernaum, langsung saja kami mengunjungi Tabgha, di tepi barat Danau Galilea, terletak di tengah antara Kota Tiberias dan Bukit Sabda Bahagia. Kata ini berasal dari kata ‘heptapegon’ dalam bahasa Yunani yang berarti tujuh mata air. Di sinilah Yesus memberi makan kepada 5.000 orang laki-laki dengan memperbanyak 5 roti dan 2 ekor ikan (Mrk 6:30-44 dan Yoh 6). Ada 2 buah gereja yang dibangun di sini pada jaman Byzantine, dan baru pada tahun 1932 ditemukan sisa-sisa kedua gereja tersebut. Di bawah altarnya terdapat mosaik yang menggambarkan sebuah keranjang roti dengan ikan di dekatnya. Foto altar tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah.

 100_0488  100_0491

Patung Petrus yang memegang kunci sorga, di halaman bekas rumahnya di Kapernaum

Batu di bawah altar geraja Tagbha diyakini sebagai batu yang diduduki Yesus saat memperbanyak roti dan ikan yang nampak pada mosaik.

Dari Tabgha, kami melewati kota Tiberias ke arah selatan, mengunjungi tempat mengalirnya Sungai Yordan dari sisi paling selatan Danau Galilea. Sungai Yordan ini merupakan kumpulan dari 4 anak sungai yang airnya terus menerus mengalir turun dari Gunung Hermon di bagian utara tanah Gaulan (saat ini masuk wilayah Suriah) yang berpuncak salju, menuju ke Laut Mati. Panjang lurus aslinya 160 mil (105 km), tetapi berkelak-kelok sehingga mencapai 250 km dengan rata-rata lebarnya 1000 kaki dan dianggap sebagai sungai suci (Mat 3, Mrk 1, dan Luk3). Sekalipun hanya sungai kecil, sungai ini banyak disebut di Alkitab diantaranya penyeberangan bangsa Israel yang dipimpin Yosua, anak Musa (Yosua 3), keajaiban mata kapak yang mengapung (2 Raja 6), sembuhnya Naaman dari penyakit lepra (2 Raja 5) dan pembaptisan Yesus (Mat 3). Yordanit adalah sebuah desa yang dipercaya sebagai tempat yang secara tradisi dianggap sebagai tempat pembaptisan Yesus dan terletak 5 mil sebelah timur Yerikho. Kami tidak mengunjungi Yordanit, tetapi suatu tempat lain yang sekarang digunakan untuk pembaharuan permandian oleh umat Kristen dari seluruh dunia, seperti pada foto di bawah ini. Sayang kami terlalu malam sampai di gerbang tempat itu.

 100_0494  Baptis di Sungai Yordan

Terlalu malam kami sampai ke tempat ini, sehingga suasana ritual pembaharuan pembaptisan tidak dapat

tervisualisasi dengan baik.

Suasana pembaharuan baptis yang dilakukan para peziarah dari seluruh dunia. Pada siang hari nampak jelas dan nyata

seperti gambar pada buku ini

Setelah semua peziarah melakukan pembaharuan permandian dan diberkati oleh Romo Benny Susetyo, Pr dengan air Sungai Yordan, kami kembali ke hotel di Tiberias. Pagi harinya, kami keluar dari hotel dan melanjutkan perjalanan ke kota Kana, ke arah barat dari pusat kota Tiberias. Sampai saat ini, terdapat 3 atau 4 tempat yang dianggap sebagai Kana yang disebut dalam Alkitab. Kana yang teletak sekitar 4 mil dari sebuah jalan antara Nazareth dan Tiberias dianggap sebagai Kana yang sesungguhnya. Kana dikenal umat Kristen sebagai tempat dimana Yesus membuat mujizat yang pertama, yaitu mengubah air menjadi anggur pada suatu pesta perkawinan adat Yahudi (Yoh 2:1-11). Saat ini ada 2 buah gereja, yaitu milik gereja Yunani Orthodoks dan milik gereja Katolik, yang dibangun di atas tempat yang secara tradisi dianggap sebagai tempat berlangsungnya pesta perkawinaan di Kana, untuk memperingati mujizat tersebut. Selain itu, mujizat yang lain adalah Yesus yang tetap di Kana dapat menyembuhkan anak pegawai istana yang sakit di Kapernaum (Yoh 4:46-54). Kami mengikuti misa kudus, di ruang gereja utama, tempat salah satu dari 6 tempayan yang dahulu airnya telah diubah Yesus menjadi anggur diletakkan. Dalam misa tersebut, semua peziarah melakukan pembaharuan janji perkawinannya bersama pasangannya masing-masing, dan bahkan diberikan sertifikat khusus berbahasa Latin, dan ditandatangani oleh pastor kepala setempat. Gereja yang indah tersebut dapat dilihat pada foto di bawah ini.

 Gereja Kana  100_0503

Gereja yang dibangun di atas tempat pesta pernikahan di Kana. Salah satu tempayan airnya ada di dalam ruang utama gereja ini.

Foto pada buku diambil dari sudut atas

Semua pasangan peziaah diberkati oleh Rm Benny Susetyo dan melakukan pembaharuan janji pernikahan di dalam gereja Kana ini.

Foto kami diambil dari sudut bawah.

Dari situ, setelah kami semua mencicipi anggur Kana seperti yang dahulu dibuat Yesus, kami terus menuju ke arah barat, sampai ke garis timur pantai Laut Tengah (Mediternian), tepatnya di bekas kota besar, yaitu Kaesarea. Kota yang dibangun oleh Raja Herodes pada tahun 20 SM ini merupakan pelabuhan kelas dunia di tepi timur Laut Mediterania. Selama lebih dari 600 tahun, Kaesarea merupakan ibukota resmi dari daerah yang disebut Propinsi Yudea oleh para penjajah Romawi. Selama jaman Yesus, Pontius Pilatus memerintah dari kota ini atas nama Kaisar di Roma, kemudian diganti oleh Filipus (Kis 8:40). Di kota ini juga Petrus mengajar Kornelius (Kis 10) dan Paulus ditahan (Kis 26). Penggalian arkeologis telah dapat menemukan adanya sebuah bangunan teater raksasa di tepi selatan kota, parit dan dinding saluran air yang dibangun pasukan Perang Salib pada tahun 1101 yang dipercaya sepanjang 20 km, dari puncak Gunung Karmel yang kaya air menuju ke pusat kota.

 100_0527  Saluran Air

Situs arkeologis sepanjang 500 meter, merupakan sisa saluran air dari Gunung Karmel ke pusat kota Kaesarea.

Foto kami dari sudut depan persis.

Situs arkeologis yang awalnya terbentang 20 km, merupakan saluran air bersih

untuk penduduk kota Kaesarea.

Foto pada buku dari depan atas di sore yang cerah.

Perjalanan kami diteruskan dengan menyusuri pantai timur Laut Tengah menuju ke barat. Pada siang hari yang cerah kami memasuki kota modern Tel Aviv dan makan siang di restoran Cina. Tel Aviv adalah kota baru yang dibangun di pinggiran kota Jaffa, nama yang banyak disebut di Alkitab sebagai benteng angkatan laut Romawi yang kemudian lenyap. Dari Tel Aviv, kami menjauhi garis pantai dan menuju ke timur, ke arah kota tua Yerusalem. Gambaran lengkap kota Yerusalem dari kejauhan yang akan kami tuju, dapat dilihat pada foto di bawah.

 Yerusalem

Lansekap Yerusalem, dengan ciri khas kubah kuning Masjid Umar (Dome of the Rock)

Kami sampai di pusat ziarah kami, Yerusalem, pada sore hari yang sangat cerah. Kota ini berdiri di tengah-tengah Bukit Yudea dan telah dipilih oleh Allah. Pada awalnya, Yerusalem adalah sebuah benteng Kanaan yang dinamakan Yebus, sampai akhirnya diambil alih oleh pasukan Raja Daud pada sekitar tahun 1000 SM (2 Samuel 5). Raja Salomo membangun kota ini dan membuat Bait Allah yang pertama di sana (1 Raja 6), digunakan oleh raja-raja Yudea yang berikutnya untuk memerintah dan akhirnya banyak yang dikuburkan di sini juga (2 Raja 8:24). Kemudian kota ini dihancurkan oleh pasukan Babilon pada tahun 586 SM (Yeremia 39), yang diikuti dengan masa-masa menyakitkan bagi bangsa Israel di pengasingan (Maz 137). Kota ini merupakan kota suci bagi setengah penduduk dunia dan menjadi pusat dari 3 agama monotheis terbesar di dunia. Bagi orang Yahudi, Yerusalem merupakan simbol kejayaan masa lalu dan sekaligus pengharapan akan masa depan yang gemilang. Bagi orang Kristen, Yerusalem adalah kota Yesus dengan pelayanan terakhirNya. Kota yang menjadi saksi penderitaan dan kematianNya di kayu salib, bahkan juga kebangkitanNya dari kubur. Bagi orang Islam, kota ini adalah kota dimana Nabi Muhammad SAW dipercaya naik ke sorga.

Yerusalam adalah kota sumber dari iman, hukum spiritual dan paling suci, walaupun kenyataannya merupakan kota teror, perang dan darah karena diperebutkan oleh banyak bangsa sejak dahulu kala, bahkan sampai sekarang ini. Pasukan penjajah yang telah pernah merebutnya adalah meliputi bangsa Asyur, Babilon, Yunani, Romawi, Byzantin, Arab dan pasukan Perang Salib. Kota Yerusalem selalu disebut sebagai Kota Perdamaian, walaupun pedang dan mesiu telah sering dan berulang kali menghancurkan anak-anak kandungnya sendiri. Di kota ini telah terjadi peperangan yang paling sering dalam sejarah, dibandingkan dengan kota manapun lainnya di seluruh dunia. Saat ini, Yerusalem terbagi menjadi 2 bagian, yang ‘Baru’ dibangun dalam 30 tahun terakhir dan digunakan juga untuk ibukota pemerintahan Israel, walaupun masih ditentang oleh banyak negara lainnya. Yang ‘Lama’ dikelilingi oleh tembok besar dan dibangun pada pertengahan abad 16 oleh bangsa Turki. Tempat-tempat suci utama terdapat di dalam kota ‘Lama’ yang dikelilingi tembok. Tembok yang sangat mengesankan ini sebenarnya merupakan pengelompokan beberapa konstruksi yang berasal dari periode berbeda. Tembok yang terlihat sekarang dibangun oleh Sultan Sulaiman, pemimpin bangsa Turki pada tahun 1538 – 1542, memiliki keliling 2,5 mil dengan tinggi rata-rata 40 kaki, dilengkapi dengan 34 buah menara pengawas dan 8 buah pintu gerbang. Pintu gerbang ‘Baru’, ‘Damaseus’ dan ‘Herodes’ yang dikuasai pasukan Perang Salib tahun 1099 terletak di sebelah utara. Gerbang ‘St. Stefanus’ tempat terjadinya hukum rajam pelemparan batu atas Santo Stefanus (Kisah Para Rasul 7) dan ‘Emas’ (yang telah ditutup oleh bangsa Turki sejak 1580) terletak di sebalah timur. Gerbang ‘Dung’ dan ‘Zion’ yang rusak karena 2 kali perang modern Arab – Israel (pada tahun 1948 dan 1967) terletak di sebelah selatan dan gerbang ‘Jaffa’ terletak di sebalah barat. Gerbang ‘Emas’ adalah yang paling dikenal sebagai gerbang Yerusalem (‘Yerusalem Gate’).

Tempat yang pertama kami kunjungi sore itu di kota Yerusalem adalah Bukit Zion. Bukit ini semula merupakan istana Raja Daud, namun tradisi yang berkembang menggesernya menjadi bagian dari kota berdinding Yerusalem di bawah kekuasaan Raja Hizkia (abad 8 SM). Di bukit itulah kami mengunjungi makam Raja Daud, tempat yang sangat disucikan oleh umat Yahudi, dan Ruang Perjamuan Terakhir. Malam menjelang penangkapanNya, Yesus menikmati makan malam terakhir bersama para murid di sebuah tempat (Yoh 13). Perayaan ekaristi atau komuni di Gereja Katolik Roma merupakan liturgi penting untuk mengenang peristiwa ini (Mrk 14 dan Luk 22). Perjamuan terakhir yang dikenang sebagai ‘cenacle’ di desa Essene di kaki Bukit Zion, dikenang dalam bentuk kapel yang dihancurkan oleh bangsa Turki pada tahun 614, kemudian dibangun kembali sebagai sebuah masjid dengan menambahkan sebuah ruang ceruk bagi imam sholat, seperti terlihat pada gambar di bawah.

 100_0538  Ruang Perjamuan Terakhir

Ruang tempat Yesus dan muridNya mengadakan perjamuan terakhirNya

Ruang Perjamuan Terakhir Yesus dengan ceruk imam untuk sholat milik umat muslim pada buku

Dari Ruang Perjamuan Terakhir ini, kami melanjutkan dengan naik bis ke sisi lain Bukit Zion, yaitu ke Gereja Santo Petrus dan Ayam Berkokok (St. Peter en Gallicantu). Geraja ini dibangun pada tahun 1931 di tempat yang secara tradisi dianggap sebagai rumah Imam Kepala Yusuf Kayafas. Yesus yang ditangkap tentara Romawi di taman Getsemani dibawa ke rumah ini. Di suatu ruang tahanan bawah tanah (yang biasa digunakan untuk menahan para penipu di pasar tua Yerusalem) itulah Yesus menghabiskan seluruh malamNya untuk menghadapi persidangan pertamaNya (Mat 26:57-63, Mrk 14:53-65, Luk 22:63-71 dan Yoh 18:12-14). Di rumah itu juga Petrus menangis pada saat ayam jantan berkokok di pagi buta, sesuai dengan yang dikatakan Yesus mengenai penyangkalan 3 kali oleh Petrus terhadap diriNya (Mat 26:34, Mrk 14:66-72, Luk 12:54-62 dan Yoh 18:15-18), sehingga disebut Gereja Santo Petrus dan Kokok Ayam (St. Peter en Gallicantu) seperti terlihat pada foto di bawah. Setelah itu, kami menuju hotel untuk makan malam menu Israel.

 100_0545  Gereja Ayam Berkokok

Gereja Santo Petrus dengan kubah biru dan patung ayam berkokok di atasnya

Gereja Santo Petrus dan patung ayam berkokok dengan cahaya matahari penuh pada buku

Pada malam itu kami menginap 2 malam di Jerusalem Gate Hotel, di wilayah kota baru Yerusalem sebelah utara.

Hari pertama kami di Yerusalem, pagi hari kami mengunjungi bukit lainnya, yaitu Bukit Zaitun. Bukit ini terletak di sebelah timur kota Yerusalem, puncaknya terletak 3000 kaki lebih tinggi dari kota dan dipisahkan oleh lembah Kidron. Bukit yang sangat sering disebut dalam Alkitab karena sering dikunjungi Yesus ini, merupakan bukit yang indah dan kota Yerusalem dapat terlihat secara utuh bagi siapapun yang berada di situ, dan diabadikan sebagai gambar lansekap seperti pada halaman 9. Di bukit inilah Yesus bernubuat tentang kehancuran Yerusalem, mengajarkan doa Bapa Kami, berdoa yang terakhir kalinya sebelum ditangkap dan terangkat ke sorga. Dalam Alkitab Yesus membawa para muridNya menuju Bukit Zaitun dan setelah memberkati mereka, Yesus naik ke sorga (Kis 4:9-12). Puncak Bukit Zaitun dianggap sebagai tempat Yesus naik ke sorga. Gereja Byzantine dibangun di tempat ini pada abad ke 4, kemudian dihancurkan oleh bangsa Persia pada tahun 614. Crusader membangun kembali gereja yang lain pada abad ke 12. Kapel kecil yang dibangun Crusader di sebuah lapangan, terdapat batu di mana jejak kaki Yesus terbentuk ketika Yesus naik ke sorga. Batu tersebut di dalam gereja kecil ini dapat dilihat pada gambar di bawah.

 100_0643  100_0566

Di depan hotel

tempat kami menginap di Yerusalem.

Batu terakhir yang diinjak Yesus sebelum diangkat ke sorga, diyakini terdapat tapak kaki Yesus

Gereja lainnya adalah Gereja Pater Noster (bahasa Latin), dibangun di tempat yang secara tradisi dianggap sebagai tempat Yesus mengajarkan doa Bapa Kami (Mat 6:10-13) di lereng barat Bukit Zaitun, menubuatkan kehancuran Yerusalem dan kedatanganNya yang kedua pada akhir zaman (Mat 24:1-3, Mrk 12:1-4 dan Luk 21:5-7). Kaisar Konstantin pertama kali membangun gereja di puncak bukit ini, dihancurkan bangsa Persia pada tahun 614 dan dibangun kembali oleh Crusader pada abad ke 12. Pada akhir Perang Salib saat Crusader dikalahkan, gereja tersebut dihancurkan dan dikuasai oleh kaum Muslim. Pada tahun 1868 permaisuri kekaisaran Peranis, Aurelia de Bossi de la Tour D’Auvergne, membeli tanah ini dan tahun 1875 dia membangun biara untuk para suster Ordo Karmelit. Di dalam gereja, pada dinding-dinding serambinya terdapat tulisan lengkap doa Bapa Kami dalam berbagai bahasa di dunia, termasuk bahasa Indonesia. Permaisuri Aurelia de Bossi itu sendiri dikuburkan di salah satu serambi gereja.

Setelah itu, kami berjalan kaki bersama menuruni Bukit Zaitun untuk masuk ke dalam Taman Getzemani. Taman yang berarti ‘tempat penggilingan buah zaitun’ ini terletak di kaki Bukit Zaitun sebelah barat, dan merupakan tempat yang paling disenangi Yesus untuk menyendiri, berdoa dan bermeditasi (Luk 22:39). Di taman inilah Yesus mengalami saat yang paling sedih, bergumul untuk memilih menderita dan mati di kayu salib (Luk 2:22-42) dan akhirnya Yudas Iskariot datang bersama pelayan Imam Kepala dan Tentara Romawi untuk mengkhianati gurunya (Mat 26:36-56, Mrk 14:32-52, Luk 22:39-53 dan Yoh 18). Akhirnya dibuatlah kapel berkubah seperti air mata yang disebut Dominus Flevit, bahasa Latin yang berarti Tuhan menangis, untuk mengenang di situlah Yesus sangat sedih, bahkan sampai menangis (Luk 19:41).

Kemudian kami melangkah lebih jauh ke dalam pusat taman tersebut dan sampailah di Gereja Segala Bangsa. Pada tahun 379 M Byzantin membangun basilika pertamanya, di suatu tempat yang diyakini sebagai tempat yag disucikan oleh doa dan penderitaan Yesus. Basilika ini merupakan tempat yang pertama kali dihancurkan oleh bangsa Persia pada tahun 614. Pada abad ke 12 Crusader membangun kembali gereja ini dan merupakan salah satu gereja yang paling indah di seluruh Yerusalem. Gereja yang sekarang ini berdiri dibangun pada tahun 1919 – 1924 dan didonasi oleh 16 negara besar di dunia saat itu, sehingga dinamakan ‘Gereja Segala Bangsa’. Cahaya remang-remang yang menembus melalui jendela yang berwarna ungu kebiruan dan keindahan ornamen interiornya, mampu menciptakan atmosfer yang menyenangkan untuk berdoa dan bermeditasi. Sisa dari batu yang secara tradisi dianggap sebagai tempat Yesus berdoa sambil menangis, terletak di depan altar gereja. Altarnya berbentuk seperti mangkuk, mengingatkan kita kepada doa Yesus saat berteriak ‘biarlah cawan ini lalu daripadaKu’ (Mat 26:39). Mosaik di atas altar memperlihatkan gambar saat Yesus berdoa sambil sangat sedih.

 100_0580  Batu Getsemani

Gambar atas adalah altar berbentuk mangkuk dengan batu besar di depannya, tempat Yesus dahulu menangis sedih sambil berdoa.

Gambar di samping diambil dari buku, menggambarkan altar mangkuk, batu doa dan mosaik dinding kesedihan Yesus

Pada siang harinya, kami melanjutkan perjalanan ke Betlehem, yaitu meninggalkan pusat kota Yerusalem ke arah selatan. Kota Betlehem ini terletak di tepi gurun Yudea, 5 mil dari Yerusalem, di atas bukit berbatu pada ketinggian 2600 kaki di atas permukaan air laut. Betlehem saat ini berpenduduk hampir 40.000 orang, sebagian besar muslim, berada di dalam wilayah otoritas Palistina dan dikepung oleh tembok beton setinggi 3 meter, yang dibangun oleh Israel untuk mencegah para imigran dan teroris pelintas batas. Betlehem berarti ‘rumah roti’ dalam bahasa Ibrani yang menggambarkan kembalinya Naomi setelah masa paceklik lewat dan telah membuatnya menyingkir (Rut 3:1-5). Kota ini sangat menarik, sebab dalam Alkitab disebutkan bahwa kematian Rahel, kelahiran dan penobatan Daud oleh Nabi Samuel sebagai Raja Israel yang besar dilakukan di kota ini (1Sam 16:1-4) dan akhirnya kelahiran Yesus (Mat 2:5) di kota ini membuatnya menjadi abadi dan namanya hidup di hati setiap orang Kristen, meskipun sekarang dikuasai sepenuhnya oleh muslim Palestina.

 Gereja Segala Bangsa  100_0584

Gereja Segala Bangsa pada gambar dari buku pada siang yang cerah.

Mosaik luar yang indah di dinding depan

Gereja Segala Bangsa di Taman Getzemani

Tempat yang diyakini sebagai gua tempat Yesus lahir di Betlehem, saat ini merupakan sebuah gereja kuno. Di tahun 135 Kaisar Hadrian menajiskan gua tempat kelahiran Yesus dengan membangun sebuah kuil yang dipersembahkan kepada dewa Adonis. Pada abad ke 4 Kaisar Constantine menghancurkan kuil tersebut dan dibawahnya nampak ‘gua’ yang masih utuh. Kaisar Constantine kemudian membangun sebuah basilika yag sangat kaya dengan dekorasi dan lukisan dinding. Pada tahun 529 basilika ini dihancurkan orang-orang Samaria yang memberontak terhadap kekaisaran Byzantine. Kemudian Kaisar Yustinus membangunnya kembali dan masih terpelihara sampai sekarang ini. Di tahun 614 ketika bangsa Persia menghancurkan seluruh gereja dan biara di tanah suci, gereja inilah satu-satunya yang terhindar dari penghancuran, sebab di dinding luarnya saat itu terlukis 3 orang majus dari timur yang menyembah Yesus dan dianggap serupa dengan mereka. Basilika ini berbetuk salib dengan ukuran 170 kaki panjangnya dan 80 kaki lebarnya. Di dalam gereja ini terdapat bintang Daud dari perak dengan tulisan dalam bahasa Latin ‘Hi de Maria Virgine Jesus Christ Netus Est’ (di sinilah Yesus Kristus dilahirkan oleh Perawan Maria). Atap aslinya sudah diganti pada abad ke 4 dan dinding gua tersebut terbuat dari asbes tahan api yang didonasikan oleh Tuan Mamahon, Presiden Republik Perancis pada tahun 1874. Di bawahnya terdapat 3 buah gua, 2 di ataraya adalah kapel tempat tinggal St. Heronimus yang selalu tinggal di gua tersebut saat menterjemahkan Alkitab dari bahasa Ibrani ke dalam bahasa Latin (the vulgate), sehingga bisa diterjemahkan ke dalam segala bahasa. Yang lain adalah kapel ‘orang tak bersalah’ untuk mengingatkan teror Raja Herodes yang memerintahkan pembantaian terhadap semua anak laki-laki di Betlehem (Mat2:14).

Dari Bintang Daud di pusat kota Betlehem, kami melanjutkan perjalanan ke arah timur, menuju Gereja Padang Gembala. Walaupun dalam Alkitab tidak dilukiskan secara tepat letaknya, tempat di mana para gembala mendengarkan sabda tentang kelahiran Yesus (Luk2), tetapi secara tradisi sebuah padang yang berjarak 3 mil sebelah timur Betlehem, dianggap sebagai tempat di mana para gembala ditemui malaikat dan diberi kabar tentang kelahiran Yesus. Ada bintang terang di kubah gereja ini, yang digunakan gembala dan 3 orang majus untuk menemukan gua kelahiran Yesus.

 100_0595  Bintang Daud

Bintang Daud dari perak di bawah altar di Gereja Kelahiran Betlehem,

tempat bayi Yesus lahir

Bintang Daud pada buku,

dengan pencahayaan yang sangat optimal

Kapel bawah tanah pada buku, di bawah Gereja Padang Gembala yang diyakini sebagai gua asli para gembala yang dahulu didatangi malaikatKapel Kelahiran  Bintang terang di kubah Gereja Padang Gembala.

100_0607

Setelah makan siang masakan Cina di Betlehem, kami kembali ke Yerusalem untuk melakukan jalan salib di sore hari, agar kerumunan orang di pasar tua kota Yerusalem semakin sedikit. Sebelum jalan salib, kami mengunjungi Gereja Santa Anna dan kolam Bethesda. Gereja di sebelah kolam Bethesda ini dibangun pada tahun 1140 atas permintaan dari istri Raja Baldwin I, dibangun di atas sebuah ruangan bawah tanah, yang dipercayai sebagai goa tempat kelahiran Maria, ibu Yesus, dan tinggal dengan Anna dan Yoakim orang tuanya. Setelah Crusader dikalahkan pada Perang Salib, oleh Sultan Salahudin gereja tersebut digunakan untuk sekolah teologi Islam dan tempat belajar AlQuran. Pada tahun 1856 setelah Perang Krimean, Sultan Abdul Majid memberikan tempat ini kepada Kaisar Napoleon III atas jasanya dalam perang tersebut. Gereja ini memiliki arsitektur terbaik dalam bidang akustik, sehingga setiap kelompok peziarah selalu bernyanyi bersama dan suaranya terdengar sangat merdu karena pantulannya di dinding gereja.

Kolam Bethesda ini terletak beberapa yard saja dari gerbang ‘St. Stefanus’ di dalam tembok kota Yerusalem kuno. Pada jaman Yesus, kolam ini terletak di luar tembok utara kota, dekat dengan gerbang ‘Domba’, sebuah pintu masuk ke dalam Bait Allah di kota Yerusalem kuno. Di tepi kolam selalu dipenuhi oleh orang-orag sakit, karena mereka percaya bahwa riak air kolam yang diyakini digoncangkan oleh malaikat Tuhan, dapat menyembuhkan segala macam penyakit. Kolam ini dianggap suci oleh semua orang Kristen semenjak Yesus menyembuhkan seorang lumpuh selama 38 tahun (Yoh 5:2-4) pada hari Sabbat. Kolam ini lama sekali tertimbun reruntuhan, dan kini tinggal sisa-sisa batu arkeologis dengan bentuk persegi ukuran 350 kali 200 kaki, dengan kedalaman 25 kaki.

 100_0613  100_0611

Gereja Santa Anna yang memiliki

arsitektur akustik sangat baik

Situs arkeologis Kolam Bethesda di samping Gereja Santa Anna

Sampailah kami pada tahap paling menyedihkan dalam ziarah ini, yaitu mengikuti jalan salib. Via Dolorosa (bahasa Latin untuk ‘jalan penderitaan’) adalah jalan kecil yang dilalui Yesus ketika memikul salib, dari rumah Ponsius Pilatus (Mat 27:11-26 dan Luk 23:13-25) sampai ke bukit Golgota (Yoh 19:17-30). Peristiwa dari jalan sengsara ini diperingati pertama kali oleh para pastor ordo Fransiskan pada abad ke 14, melalui 14 buah pemberhentian (stasi), dimana 9 buah didasarkan pada Alkitab dan 5 lainnya didasarkan pada tradisi. Secara terperinci adalah, 2 buah di dalam kompleks Benteng Antonia kuno yang pada jaman Yesus merupakan barak besar tentara Romawi, 7 buah di sepanjang lorong jalan yang membelah pasar kota tua Yerusalem, dan 5 buah yang terakhir terletak di Bukit Golgota di dalam ‘Gereja Kubur Suci’ (Church of The Holy Sepulchre). Tugu yang menandai permulaan via dolorosa dikenal sebagai tugu ‘Ecce Homo’ (Lihatlah manusia itu). Tradisi menyebutkan bahwa di tempat itulah Pilatus berseru pada orang-orang Yahudi : ‘Lihatlah manusia itu!’, sambil menunjuk ke arah Yesus.

 Salib Peziarah

Gambar pada buku, para peziarah memanggul salib besar

Gereja kubur suci (church of the holy sepulchre) ini berdiri di atas Bukit Golgota, tempat Yesus disalib dan dikuburkan, dan merupakan tempat ziarah paling penting bagi umat Kristen dari masa Byzantine sampai masa Perang Salib. Gereja ini dibangun tahun 324 dan merupakan bagian dari kota Yerusalem yang diperluas oleh Raja Herodes Agripa. Raja Hadrian yang ingin melenyapkan pengaruh agama Yahudi dan Kristen, kemudian membangun kuil untuk menyembah Dewa Yupiter dan menajiskan tempat tersebut. Pada tahun 362 Kaisar Konstantin kemudian menghancurkan kuil Yupiter ini dan membangun sebuah basilika yang lebih megah, tetapi dihancurkan lagi oleh bangsa Persia pada tahun 614. Pembangunan yang berikut dengan skala lebih kecil dilakukan oleh Raja Abbot Modestos, tetapi dihancurkan lagi oleh Raja Khalif Hakim pada tahun 1009. Penghancuran inilah yang menyebabkan terjadinya Perang Salib antara umat muslim melawan Kristen selama lebih dari 200 tahun.

Perang Salib yang merupakan perang besar ini terjadi pada tahun 1009 sampai 1250 M, sejak Paus Urbanus II mengajak umat Kristen kuno membebaskan tempat-tempat bersejarah umat Kristen di seluruh tanah suci. Setelah membebaskan Yerusalem, penduduk muslim dibantai, dan panglima Kristen Raja Balding I membangun monarki Latin. Namun, setelah Sultan Saladin menang di Hattin, Pasukan Salib akhirnya memperoleh konsesi berupa akses ke tempat-tempat suci melalui jalur perundingan dan perangpun selesai.

Gereja yang ada sekarang dibangun oleh Crusader. Di dalam gereja ini terdapat kalvari dan kubur Yesus. Kalvari merupakan batu besar di bukit Golgota dengan tinggi 45 kaki, yang pada jaman Yesus disebut sebagai tempat yang berarti ‘tengkorak’ karena bentuknya. Saat ini di kalvari terdapat 2 buah kapel, yang sebuah dianggap sebagai tempat penyaliban Yesus milik Gereja Yunani Orthodoks. Yang satunya lagi dipercaya sebagai tempat dimana Yesus ditelanjangi dari pakaianNya (Mat 27:35 dan Yoh 19:23) dan dipaku di atas kayu salib milik Gereja Katolik Roma. Mayat Yesus diletakkan di sebuah kubur milik Yusuf dari Arimatea yang kaya (Mat 27:57-58) di kaki Kalvari (Yoh 19:42). Monumen peringatan dengan kubah Mosotivenya yang ada sekarang ini dibangun pada tahun 1810 oleh Gereja Orthodoks Yunani. Di geraja yang sangat mistis tetapi selalu ramai ini terdapat 6 kolompok yang mengadakan kebaktian harian rutin, yaitu Gereja Orthodoks Yunani, Armenia, Katholik Roma, Orthodoks Suriah, Koptik dan Gereja Ethiopia secara bergantian.

 100_0618  100_0620

Jalan Salib Yesus, dalam ‘gaya Jawa’,

melalui lorong pasar kota tua Yerusalem.

Pemberhentian terakhir

sebelum masuk ke Golgota

 100_0622  Gereja Kubur Suci

Gambar atas : Gerbang Gereja Kubur Suci (Church of The Holy Sepulchre) di puncak Golgota menjelang malam.

Gambar samping : gereja yang sama pada buku yang cerah dan utuh.

 Kubur Suci  100_0626

Kami berdoa bersama di depan batu yang diyakini sebagai batu Yesus dibaringkan.

Gambar samping pada buku : Batu tempat Yesus dibaringkan setelah wafat, untuk diminyaki sebelum dikuburkan.

Setelah kami puas berdoa, bahkan sampai merasa merinding haru di tempat yang paling mistis, yaitu kubur Yesus, kami kembali menyusuri lorong kota tua Yerusalem. Kami menuju ke Tembok Ratapan di seberang Masjid Umar yang sangat terkenal.

Tembok ratapan (wailing wall atau hakotel hamma’aravi) adalah tempat yang dianggap paling suci bagi orang Yahudi. Tembok ini disebut juga dinding barat (western wall) dianggap sebagai serambi barat bagian dari peninggalan Bait Allah yang terakhir dan dibangun oleh Raja Herodes. Pada masa penjajahan Kekaisaran Romawi, orang Yahudi hanya diijinkan oleh Panglima Titus berkunjung ke Yerusalem setahun sekali, untuk berdoa dan memperingati hancurnya Bait Allah, serta meratapi pencerai beraian bangsa Israel, sehingga bagian dari tembok ini disebut Tembok Ratapan. Maria juga berdoa dan membawa bayi Yesus ke tempat ini untuk dikuduskan bagi Allah (Luk 2: 22-28). Kebiasaan berdoa dan meratap ini berjalan terus sampai sekarang. Para peziarah Yahudi akan berdoa, bernyanyi, meratap dan memukul-mukulkan kepalanya pada tembok itu di hari Sabbat. Selain itu, tulisan pemohonan mereka pada Tuhan dalam gulungan kertas kecil akan diselipkan di antara batu tembok tersebut. Pada periode 1948 sampai 1967 saat Yerusalem dikuasai oleh tentara Kerajaan Yordania, orang Yahudi kembali tidak diijinkan datang. Baru sejak kemenangan Israel pada Perang Enam Hari tahun 1967, Tembok Ratapan menjadi tempat yang khusus disediakan untuk berdoa bagi orang Yahudi sampai sekarang, terutama pada hari Sabbat.

Di sebelah Tembok Ratapan terdapat Masjid Umar yang sangat terkenal. Sebutannya ‘dome of the rock’ (kubah batu) dan dibangun pada akhir abad ke 7 (688-691) pada jaman Kalifah Ommayad, oleh Caliph Abdul El Malik bin Marwan, yang menginginkan Yerusalem sebagai tempat suci bagi orang muslim, selain Mekkah dan Medinah di Arab Saudi. Masjid ini dianggap sebagai tempat suci ketiga oleh umat muslim, setelah Ka’bah di Mekkah dan makam Nabi Muhammad SAW di Madinah. Masjid ini bersisi 8, setiap sisiya berukuran 63 kaki, dengan diameter 180 kaki dan tinggi 108 kaki. Kubahnya yang khas, karena berwarna kuning keemasan, memilki diameter 78 kaki, terbuat dari campuran perunggu yang berlapis emas secara khusus, disumbangkan oleh Raja Husein dari Kerajaan Yordania. Saat ini, masjid yang merupakan ‘permata arsitektur Yerusalem’ ini menjadi ciri khas kota Yerusalem yang terlihat dari kejauhan (gambar lansekap). Batu dari Gunung Moria terdapat tepat di bawah kubah masjid, panjang 15 yard, lebar 12 yard dan tinggi 2 yard. Batu ini secara tradisi dianggap sebagai batu di mana Abraham hampir mengorbankan anaknya Iskhak. Umat muslim percaya, dari batu yang sama Nabi Muhammad SAW naik ke sorga. Pada masa Bait Allah dahulu, batu itu digunakan sebagai tempat untuk mempersembahkan korban bakaran. Oleh karena tempat suci umat muslim, maka daerah ini tertutup bagi para peziarah non muslim, seperti kami semua.

 Tembok Ratapan

Gambar di buku dari udara. Nampak Tembok Ratapan yang dikerumuni banyak orang Yahudi,

di seberang Masjid Umar atau Kubah Batu (Dome of The Rock) yang berkubah kuning

 100_0642  100_0575

Tembok Ratapan di waktu malam, dengan kubah Masjid Umar di sebelahnya

Permata arsitektur Yerusalem (Masjid Umar) yang berkubah emas dilihat dari Bukit Zaitun

di seberang Yerusalem

Setelah puas mengelilingi kota Yerusalem kuno di malam terakhir, kami mulai berkemas untuk pulang. Rute pulang kami dari Yerusalem melalui darat menuju Qumran, kota kecil yang subur di tengah padang gersang di tepi barat Laut Mati. Di kota inilah kami berpisah dengan sebagian peziarah yang akan melanjutkan perjalanan ke Mesir. Dari situ kami menyeberang lagi ke wilayah Kerajaan Yordania melalui pos perbatasan Allenby Bridge seperti saat kami datang. Perjalanan pulang melalui Amman, Abu Dhabi dan Jakarta tidaklah perlu diceritakan secara mendetil. Demikianlah laporan perjalanan kami, dengan harapan kita semua mendapat menfaat yang sebesar-besarnya. Terima kasih banyak atas segala perhatian, dukungan doa, dan terlebih atas bantuannya menjaga anak-anak selama kami tinggal pergi.

Sekian.

Yogyakarta, Kamis Legi malam, 10 November 2005, pk. 23.16 wib

*) peziarah dan sekaligus pelancong dari tanah Jawa