Categories
Healthy Life Jalan-jalan

2024 JELAJAH JEPARA LAGI

2024 JELAJAH  JEPARA  LAGI

Setelah menjelajahi Jepara pada pergantian tahun 2024 yang lalu, kembali kami melakukan perjalanan serupa yang lebih singkat.

baca juga : 2023-2024 JELAJAH JEPARA

Perteuan Gotrah Djojosasmitan di kediaman mbak Anik Surono di Perumahan Safira Waru Blok I No.8, Waru, Baki, Sukoharjo, Jawa Tengah.

Petualangan ke Jepara yang kedua, kami ber4 (dengan dik Bimoseno dan dik Larasati) dimulai dari Manahan, Surakarta, setelah menghadiri acara Gotrah Djojosasmitan di Waru, Baki, Sukoharjo, Jawa Tengah. Kami menempuh jarak 182 km dari pool Travel Rimba Raya di Manahan Surakarta, untuk menuju Jepara pada Lebaran hari kedua Kamis, 11 April 2024, pk. 13.30. Tujuan kami adalah mengantar dik Laras kembali menemui keluarga William Febuana di Mlonggo, Jepara.

Dengan mas Joni Krisdiman yang menjadi tuan rumah Gotrah Djojosasmitan 2024

Ide awal pendirian bisnis travel Rimba Raya ini berdasarkan pengalaman pribadi owner yakni, M. Rizky Alamsyah, saat  tahun 2014 hingga 2019 menjalani masa kuliah di luar kota dan menjadi pengguna jasa travel. Pada saat itu jasa travel tidak dapat melakukan penjemputan dan pengantaran hingga tujuan akhir penumpang, tetapi hanya penghantaran sampai di pool dalam kota saja. Selain itu, juga jasa travel hanya menyediakan fasilitas apa adanya,  jumlah seat yang banyak, sehingga membuat penumpang merasa tidak nyaman untuk sekedar istirahat selama di perjalanan. Karena itu Travel Rimba Raya saat ini selalu menggunakan kursi penumpang yang besar, agar lebih nyaman dan tidak merasakan pegal-pegal. Kami menikmati fasilitas armada berupa Toyota Hiace premio yang elit. Dilengkapi 8 captain seat, arm rest, legrest, USB port dan air mineral.

Travel Rimba Raya sudah siap di pool Manahan Surakarta untuk menuju ke Jepara, dengan dik Laras yang sedang kurang sehat

Kami diantar oleh dik Bayu Krisnadi dengan Innova D2,5 warna abu-abu menuju pool Travel Rimba Raya diperbatasan Kerten dan Manahan, beberapa saat sebelum acara Gotrah Djojosasmitan ditutup. Segera kami menikmati fasilitas armada dengan jumlah 8 seat yang langsung diguyur hujan, membuat jarak duduk antar penumpang sangat longgar. Fasilitas captain seat dengan arm rest & leg rest yang membuat penumpang dapat duduk dan beristirahat dengan nyaman selama perjalanan. Fasilitas USB port yang dapat menunjang kebutuhan penumpang yang tidak lepas dari mobilephone, sehingga penumpang tidak perlu cemas kehabisan baterai selama perjalanan. Juga Fasilitas air mineral, sehingga penumpang tidak akan dehidrasi selama perjalanan, meski kami ber4 lebih sering tertidur pulas sepanjang perjalanan.

.

Kami turun di perempatan Mlonggo, sekitar 13 km setelah Jepara, untuk dijemput William Febuana  (dulu teman sekelas dik Bimo dan sekarang pacar dik Laras) dengan Honda CRV K 1465 FC tipe kura-kura 2,4 tahun 2011. Julukan kura-kura ini juga pas untuk menggambarkan ketangguhannya melintasi beberapa generasi, karena masih tetap eksis sampai saat ini sudah beredar CR-V Gen6. Honda CR-V Gen 3 ini diproduksi antara 2007 sampai 2012,  berwujud SUV urban yang lebih kalem dan bergaya elegan dan mewah. Setelah mandi sore dan badan bugar, kami segera diajak keluarga William (Bapak Mulyono dan Ibu Harlina) makan malam di Yam Yam Restoran di Jl. Dr. Sutomo, Kauman, Jepara. Ini adalah salah satu tempat makan di Jepara yang sangat nyaman sekali. Di Yam Yam Resto, kita tidak hanya makan bersama keluarga dan relasi, namun juga dapat sekaligus menikmati sensasi lidah. Adapun untuk menu makanan yang disediakan sangatlah beragam, mulai dari menu ala Thailand, pizza, dan banyak lagi ala western, seafood yang enak.

Menikmati sensasi lidah saat makan malam Yam Yam Restoran di Jl. Dr. Sutomo, Kauman, Jepara

Setelah kenyang makan di Yam Yam Restoran Jepara, kami segera menuju ke Kura-Kura Ocean Park, sebuah wahana wisata keluarga yang terletak di Pantai Kartini, Jepara. Wahana ini diresmikan pada 22 Februari 2011 oleh Bupati Jepara. Bangunan ini terdiri dari 2 lantai, dengan lantai satu sebagai taman laut dengan akuarium yang berisi berbagai spesies ikan dan penyu. Sementara itu, lantai 2 sebagai wahana pendukung dari Kura-kura Ocean Park terdiri dari Spa Fish, Aquarium, Mini Theater dan Lounge, serta Kolam Sentuh. Malam itu Kura-Kura Ocean Park dipadati banyak pengunjung yang menikmati pemandangan malam taman laut, dengan desain penyu sebagai bangunan utamanya. Kura-Kura Ocean Park terletak di dalam kawasan Pantai Kartini yang kami tempuh selama 20 menit perjalanan darat dari pusat Kota Jepara. Bentuk kura-kura memang sengaja dipilih untuk menegaskan Jepara sebagai tempat pembudidayaan penyu sisik.

Kura-Kura Ocean Park yang besar menjulang di dalam kawasan Pantai Kartini Jepara pada malam hari yang ramai pengunjung

Taman laut yang terdiri dari dua lantai ini sangat unik. Di dalam beberapa akuarium yang ada di tempat ini, tersimpan kekayaan fauna Indonesia. Tidak hanya fauna yang hidup di air asin, taman wisata ini juga memiliki koleksi fauna yang hidup di air tawar. Di tempat tersebut sebenarnya ada bagian yang dinamakan terowongan misteri bawah laut. Oleh karena malam itu sudah tutup, kami tidak mampu berjalan di terowongan ini untuk menyaksikan aneka biota laut yang ada di sisi kiri dan kanan terowongan. Kami juga tidak mampu naik ke lantai 2 untuk  melihat pemandangan akuarium dari atas. Pada hal Kura-Kura Ocean Park ternyata juga memiliki kolam khusus bagi para pengunjung yang ingin menyentuh langsung ikan dan kura-kura tawar yang jinak. Sayang sekali, malam itu kami tidak dapat memberi makan ikan-ikan tawar. Pada hal, melihat ikan-ikan yang bergerombol memperebutkan makanan menjadi pemandangan yang menarik

Patung Kura-Kura Ocean Park yang gagah menjulang di dalam kawasan Pantai Kartini Jepara, bila dilihat dari atas

Jumat, 12 April 2024 pagi  setelah sarapan, kami mulai menjelajah sisi barat laut teritorial Kabupaten Jepara. Dari Desa Karangbendo, Kecamatan Mlonggo kediaman Bapak Mulyono dan Ibu Harlina kami menyusuri jalan raya kabupaten yang bagus melewati Desa Bondo, Kecamatan Bangsri untuk menuju PLTU Tanjung Jati Jepara. Desa Bondo mengingatkan kita akan awal mula penyebaran agama Kristen di sekitar Gunung Muria, sampai berdirinya Gereja Injil di Tanah Jawa (GITJ). Gereja Injili di Tanah Jawa (disingkat GITJ) adalah kelompok gereja Kristen Protestan beraliran menonit di Indonesia yang berpusat di Pati, Jawa Tengah. Wilayah pelayanannya cukup luas yakni meliputi sebagian Jawa Tengah dan beberapa daerah transmigran di Sumatra.

GITJ Kedungpenjalin Jepara

GITJ berdiri pada tanggal 30 Mei 1940 dari hasil penginjilan yang dilakukan oleh Pieter Janz dari Doopsgezinde Zendings-Vereniging (DZV) Belanda, yang dibantu oleh seorang penginjil pribumi bernama Kiai Ibrahim Tunggul Wulung. Semula GITJ hanya berada di sekitar wilayah Gunung Muria, tetapi kemudian berkembang ke Semarang, Salatiga, Yogyakarta, dan Sumatra. Jumlah GITJ saat ini mencapai  120 gereja (data pada 2022) dengan 68.205 jiwa. Jumlah Pendeta: 91 orang; Pendeta Emiritus: 24 orang; Pembantu Pendeta: 17 orang. Jumlah pelayan lainnya: 2.307 orang (Guru Injil, Penatua, Diaken, Guru Sekolah Minggu). Selain itu, kepersonaliaan saat ini adalah Ketua Umum: Pdt. Ch. Teguh Sayoga, S.Th., M.A., M.Pd.K. Sekretaris Umum: Pdt. Edi Cahyono, S.Th., M.A.C.E. Bendahara Umum: Iskandar M.Z., S.E.

Banyak sekali bangunan GITJ yang kami lihat dalam perjalanan yang diantar William Febuana dengan CR-V Kura-kura tersebut, bahkan mungkin setiap RW punya gereja sendiri. Saking banyaknya gereja membuat kami ingat tentang sejarah GITJ di wilayah Jepara dan sekitarnya tidak dapat dilepaskan dari karya Kiai Ibrahim Tunggul Wulung (1800-1885) dan para pengikutnya yang membentuk komunitas Kristen Jawa Merdeka di daerah Bondo, Banyutowo, Dukuhseti dan Tegalombo sejak tahun 1850-an. Dalam pelayanannya sekitar 30 tahun, Tunggul Wulung memiliki pengikut kurang lebih sekitar 1.000 orang, jauh lebih besar dibandingkan dengan pelayanan misi Pieter Anthoni Janzs dari badan misi DZV (Doopgesinde Zendings Vereeniging) yang mulai bekerja di Jepara dan sekitarnya tahun 1852.

Bupati Jepara Dian Kristiandi hadir pada peresmian makam Tunggul Wulung, di desa Bondo, Bangsri, Jepara, Selasa (29/03/2022)

Setelah Tunggul Wulung wafat pada tahun 1885, komunitas Kristen Jawa yang didirikannya lambat laun menggabungkan diri dengan jemaat DZV. Selanjutnya misi di daerah Jepara dan sekitarnya banyak dilaksanakan oleh Pieter Janzs dari DZV dan beberapa tokoh lokal, seperti Pasrah Karso dan Pasrah Noeriman. Dengan ijin dari Pemerintah Hindia Belanda, Jansz membuka desa-desa baru, di antaranya: Kedung penjalin, Margoredjo, Bumi Hardjo, dan Pakis Swawal. Karena pengaruh kebijakan politik Etis yang diterapkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada awal tahun 1900-an, maka kegiatan misi juga diarahkan ke dalam bentuk layanan pendidikan dan kesehatan. Dengan demikian banyak tenaga pengajar dan medis yang dihasilkan dari desa-desa Kristen, sampai terbentuknya RS Kristen Tayu di Kabupaten Pati yang legendaris. Dalam perkembangan selanjutnya, tenaga-tenaga pengajar dan medis ini banyak yang tersebar ke kota di mana kekristenan belum berkembang di sana. Selain itu karena banyak pemuda-pemuda Kristen dari desa yang belajar ke kota, sehingga kekristenan mulai mengalir ke perkotaan. Dari sinilah sebenarnya awal dari terbentuknya GITJ Jepara.

Saat berada di Desa Bondo, Tunggul Wulung ditemui oleh Radin Abas, seorang santri yang tengah keluar berkelana mencari ilmu dan jati diri. Belakangan Radin Abas masuk Kristen dengan nama Kiai Sadrach, yang kelak diingat sebagai figur intelektual Kristen Jawa dengan latar belakang pengetahuan agama dan kebudayaan Jawa. Seiring usianya yang kian senja, sejak 1875 Ibrahim Tunggul Wulung tinggal di sekitar Gunung Muria sampai tutup usia pada 1885. Ketika ia mati, jumlah pengikut Kristen di desa tersebut mencapai 1.058 orang. Pasca kematiannya, tak semua jemaat mengikuti warisan pemikiran Ibrahim Tunggul Wulun. Dari Desa Bondo yang bersejarah tersebut, kami segera menyusuri jalan pedesaan menuju ke PLTU Tanjung Jati B.

.

Terletak di ujung paling utara pulau Jawa tepatnya di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, berdiri PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) Tanjung Jati B yang merupakan salah satu pembangkit PLN untuk memenuhi kebutuhan listrik sistem interkoneksi Jawa-Bali, bahkan memegang peran sentral dalam sistem interkoneksi tersebut. Hingga triwulan III 2019, PLTU berkapasitas 4 x 710 MW (kapasitas terpasang) dengan daya mampu 4×660 MW ini memiliki kesiapan produksi listrik atau Equivalent Availability Factor (EAF) hingga 93,6% selama setahun, naik dari tahun lalu sebesar 89,8%.

PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) Tanjung Jati B dengan latar depan sawah subur di Jepara

Pembangkit ini paling produktif se-Indonesia, kemampuan produksi PLTU Tanjung Jati B diatas rata-rata kemampuan (pembangkit) lainnya, dengan kapasitas 10% kebutuhan listrik Jawa-Bali, sehingga mampu berkontribusi pada penjualan sebesar 12% kebutuhan listrik Jawa-Bali. PLTU Tanjung Jati B menjadi tulang punggung kelistrikan Jawa-Bali sejak pertama kali beroperasi pada tahun 2006. Adapun besaran 12% adalah setara dengan kebutuhan listrik sekitar 5 juta pelanggan rumah tangga.

PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) Tanjung Jati B di tepi pantai dengan banyak kapal tongkang pembawa material batubara di sekitarnya

.

Kami sangat kagum dengan megahnya PLTU tersebut yang kami ambil gambarnya dari sisi depan dengan sawah yang menghijau dan sisi belakang dengan laut yang membiru. Indah sekali. Saat ini sedang dibangun 2 (dua) pembangkit baru yaitu unit 5 dan 6, masing-masing berkapasitas 1000MW, sehingga membuat PLTU Tanjung Jati dapat menjadi yang terbesar se Asia Tenggara. Tahun 2015, PLTU Tanjung Jati B kembali memenangkan Asean Energy Awards dalam kategori pengelolaan batubara. Di sisi pengelolaan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat, PLTU Tanjung Jati B juga telah mendapatkan pengakuan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berupa Proper Hijau enam kali berturut-turut sejak tahun 2013.

Setelah puas dan bangga melihat kemegahan PLTU Tanjung Jati B, segera kami kembali pulang ke rumah keluarag William Febuana, sambil mampir beli buah pisang segar di pasar Bendo. Makan siang kami di rumah diselingi guyonan segar, sambil menghabiskan menu sea food yang pedas dan lezat. Setelah beristirahat sejenak, kami segre amenjelajah Pantai Pailus, sekitar 2 km dari rumah.

Eyang Kakung Sutarni, ayah kandung Ibu Harlina, usia 88 tahun yang tinggal di bibir Pantai Pailus, Mlonggo Jepara.

Kami sowan Eyang Kakung Sutarni, ayah kandung Ibu Harlina, usia 88 tahun yang tinggal di bibir pantai. Pantai Pailus adalah garis pantai yang landai di Desa Karanggondang, Kecamatan Mlonggo, Kabupaten Jepara yang menjadi salah satu tempat wisata baru yang layak dikunjungi wisatawan. Pantainya yang masih perawan dan relatif masih bersih serta alami. Pantai Pailus dikelola warga setempat, sehingga warung, penyewaan ban dalam, dan perahu wisata dikelola oleh warga desa sendiri, sehingga pengunjung serasa berada di pantai pribadi. Pantai yang seperti inilah yang sangat dicari oleh wisatawan terutama wisatawan. Karena wisatawan lebih suka wisata pantai perawan, sehingga warga Desa Karanggondang membuat peraturan yang isinya melarang siapapun yang membuat bangunan di Kawasan Pantai Pailus, dan pelanggaran didenda dengan jumlah sesuai ukuran bangunan tersebut. Hal ini dilakukan supaya para wisatawan yang sangat mendambakan wisata pantai yang sunyi bersih alami dan perawan bisa berdatangan ke Pantai Pailus. Secara tidak langsung para wisatawan tersebut masuk kampung-kampung untuk membeli makan minum maupun menginap di Desa Karanggondang, sehingga meningkatkan ekonomi warga Desa Karanggondang.

Setelah puas minum air kelapa muda dan makan gorengan hangat, baik pisang, tempe maupun bakwan, kami segera pamit pulang. Jumat, 12 April 2024 pk. 17.15 kami kembali menikmati kenyamaman Travel Rimba Raya yang elit, dari pertigaan Mlonggo, Jepara untuk pulang ke Yogyakarta. Hanya kami bertiga, karena dik Laras akan diantar William Febuana kembali ke Bandung malam itu, untuk melanjutkan rotasi klinik (ko0ass) di Bagian Mata di RS Emanual Bandung.

Bergaya di sebelah rumah Eyang Kakung Sutarni, ayah kandung Ibu Harlina, usia 88 tahun yang tinggal di bibir pantai Pailus, Mlonggo, Jepara.

Pamit pulang di halaman rumah kepada Bapak Mulyono dan Ibu Harlina di Mlonggo, Jepara, untuk kembali ke Timoho Yogyakarta

Travel Rimba Raya yang kami naiki berupa minivans terbaru dari Toyota, Hiace Premio berkapasitas 12-penumpang dibekali juga dengan transmisi 6-Speed Manual. Sistem keamanannya dibekali Power Door Locks. Hiace Premio memakai mesin serupa dengan Fortuner, yaitu turbo diesel berkode 1GD-FTV 4-silinder VNT Intercooler dengan kapasitas 2.800 cc. Mesin ini menghasilkan tenaga 177 ps pada 3.400 rpm dan torsi maksimum 420 Nm pada 1.400 hingga 2.600 rpm. Laju Travel Rimba Raya membelah kemacetan arus Lebaran 2024 membawa kami 5 jam perjalanan yang nyaman, meski diguyur hujan lebat. Kami mendarat di rumah Timoho menjelang pk. 23, yang tersu dilanjutnya memanjatkan puji syukur atas semua petualangan yang kami lalui.

Viva Rainha De Jepara pada jendela Travel Rimba Raya yang menggambarkan kejayaan dan keberanian Ratu Kalinyamat, pahlawan wanita dari Jepara

Sampai bertemu dalam petulangan selanjutnya