Categories
anak bayi prematur dokter Healthy Life Pendukung ASI vaksinasi

2024 Hari Pendengaran Dunia

HARI  PENDENGARAN  DUNIA  2024

fx. wikan indrarto

Hari Pendengaran Dunia Minggu, 3 Maret 2024 mengambil tema mewujudkan perawatan telinga dan fungsi pendengaran bagi semua orang. Hal ini disebabkan karena gangguan pendengaran atau “kecacatan yang tidak terlihat”, bukan hanya karena tidak adanya gejala yang terlihat, tetapi lebih karena gangguan ini telah lama mendapat stigma di masyarakat dan diabaikan oleh para pembuat kebijakan. Bagaimana sebaiknya?

.

Kampanye Hari Pendengaran Dunia tahun 2024 lebih fokus pada aksi mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh kesalahan persepsi masyarakat, dan pola pikir yang menstigmatisasi melalui peningkatan kesadaran, dengan berbagi informasi untuk masyarakat dan tenaga kesehatan. Kampanye ini memiliki beberapa tujuan. Pertama, mengatasi kesalahan persepsi umum terkait masalah pendengaran. Kedua, memberikan informasi yang akurat dan berbasis bukti untuk mengubah persepsi masyarakat mengenai masalah telinga dan pendengaran. Dan ketiga, menyerukan semua negara untuk mengatasi kesalahan persepsi dan pola pikir stigmatisasi terkait gangguan pendengaran.

.

Secara global, lebih dari 80% kebutuhan layanan medis atas telinga dan pendengaran masih belum terpenuhi. Kesalahpahaman masyarakat yang mengakar dan pola pikir yang menstigmatisasi, merupakan faktor utama yang membatasi upaya pencegahan dan penanganan gangguan pendengaran. Lebih dari 1 miliar orang dewasa muda berisiko mengalami gangguan pendengaran permanen yang sebenarnya dapat dihindari, karena praktik mendengarkan yang tidak aman. Diperlukan investasi tambahan tahunan sekitar US$ 1,40 per orang untuk meningkatkan layanan medis gangguan pendengaran secara global. Selama periode 10 tahun ke depan, investasi ini menjanjikan pengembalian hampir US$ 16 untuk setiap dolar AS yang dikeluarkan. Lebih dari 5% populasi dunia – atau 430 juta orang – memerlukan rehabilitasi untuk mengatasi gangguan pendengaran yang mereka alami, termasuk 34 juta anak. Diperkirakan pada tahun 2050, lebih dari 700 juta orang, atau 1 dari setiap 10 orang, akan mengalami gangguan pendengaran.

.

Prevalensi gangguan pendengaran meningkat seiring bertambahnya usia, di antara mereka yang berusia lebih dari 60 tahun, lebih dari 25% terkena tuli yang melumpuhkan. Seseorang yang tidak mampu mendengar sebaik orang normal, ambang pendengaran 20 dB atau lebih baik pada kedua telinga, dikatakan mengalami gangguan pendengaran. Gangguan pendengaran dapat bersifat ringan, sedang, berat, atau sangat berat (tuli). Tuli adalah gangguan pendengaran yang lebih besar dari 35 desibel (dB). Hampir 80% orang tuli tinggal di negara berpendapatan rendah dan menengah. Hal ini dapat mempengaruhi satu telinga atau kedua telinga dan menyebabkan kesulitan dalam mendengar percakapan atau suara keras.

.

Penyebab gangguan pendengaran dapat ditemui sepanjang masa kehidupan. Penyebab pada periode sebelum melahirkan meliputi faktor genetik termasuk gangguan pendengaran herediter dan infeksi intrauterin, seperti rubella dan infeksi sitomegalovirus. Pada periode perinatal meliputi asfiksia neonatal (kekurangan oksigen pada saat lahir) dan hiperbilirubinemia (penyakit kuning parah), berat badan lahir rendah, dan morbiditas perinatal lainnya.

Pada masa anak dan remaja gangguan pendengaran dapat disebabkan oleh infeksi telinga kronis (otitis media supuratif kronis), pengumpulan cairan di telinga (otitis media nonsupuratif kronis), meningitis dan infeksi lainnya. Pada dewasa dan lanjut usia dapat disebabkan oleh penyakit kronis, merokok, otosklerosis, degenerasi sensorineural terkait usia, dan gangguan pendengaran sensorineural mendadak. Sedangkan faktor yang terjadi sepanjang rentang hidup manusia meliputi impaksi serumen (kotoran telinga), trauma pada telinga atau kepala suara keras/suara keras, obat-obatan ototoksik, bahan kimia ototoksik yang berhubungan dengan pekerjaan, kekurangan gizi, infeksi virus dan kondisi telinga lainnya, gangguan pendengaran genetik yang tertunda atau progresif.

.

Banyak penyebab gangguan pendengaran dapat dihindari melalui strategi kesehatan masyarakat dan intervensi klinis yang diterapkan sepanjang hidup. Pencegahan gangguan pendengaran sangat penting, mulai dari periode prenatal dan perinatal hingga usia lanjut. Pada anak hampir 60% gangguan pendengaran disebabkan oleh penyebab yang dapat dicegah melalui penerapan langkah sederhana bidang kesehatan masyarakat. Demikian pula, sebagian besar penyebab umum gangguan pendengaran pada orang dewasa, seperti paparan suara keras dan obat-obatan ototoksik, sebenarnya dapat dicegah.

Strategi efektif untuk mengurangi gangguan pendengaran pada berbagai tahap kehidupan meliput beberapa hal. Yang utama dalah imunisasi lengkap pada bayi, praktik pengasuhan ibu untuk anak yang baik, konseling genetik, dan pengelolaan penyakit telinga yang umum. Selain itu, juga program konservasi pendengaran di tempat kerja untuk kebisingan dan paparan bahan kimia dan strategi mendengarkan musik yang aman untuk mengurangi paparan suara bising.

Strategi lainnya adalah pemeriksaan skrining untuk semua bayi baru lahir berupa pemeriksaan gangguan pendengaran pada usia 0-28 hari dengan OAE (otoacoustic emissions). Selain itu juga sekaligus dilakukan skrining gangguan penglihatan pada bayi prematur saat usia 2-4 minggu dengan pemeriksaan mata, skrining hipotiroid kongenital pada usia 48-72 jam dengan pemeriksaan darah pada tumit kaki, dan skrining penyakit jantung kritis bawaan pada usia usia <24 jam dengan pemeriksaan pulse oxymetry.

.

Skrining pendengaran bayi baru lahir sebenarnya termasuk skrining rutin, karena beberapa hal. Pertama, gangguan pendengaran pada bayi dan anak sulit diketahui sejak awal. Kedua, adanya periode kritis perkembangan pendengaran dan berbicara, yang dimulai dalam 6 bulan pertama kehidupan dan terus berlanjut sampai usia 2 tahun. Ketiga, bayi yang mempunyai gangguan pendengaran bawaan atau didapat yang segera diintervensi sebelum usia 6 bulan, pada usia 3 tahun sangat mungkin akan mempunyai kemampuan berbahasa normal, dibandingkan bayi yang baru diintervensi setelah berusia 6 bulan.

.

Ini adalah kriteria bayi yang lebih berisiko mengalami gangguan pendengaran dan lebih memerluan pemeriksaan skrining, yaitu riwayat keluarga dengan gangguan pendengaran, kelainan bawaan bentuk telinga dan kelainan tulang tengkorak-muka, Infeksi janin ketika dalam kandungan (infeksi toksoplasmosis, rubella, sitomegalovirus, herpes). Selain itu, juga Sindrom tertentu seperti sindrom Down, berat lahir kurang dari 1.500 gram, Bayi yang mengalami kesulitan bernapas segera setelah lahir, perawatan di NICU, dan penggunaan obat tertentu yang bersifat toksik terhadap saraf pendengaran.

.

Momentum Hari Pendengaran Dunia (World Hearing Day) 2024 mengingatkan kita bahwa masalah telinga dan fungsi pendengaran, merupakan salah satu masalah yang paling sering diabaikan di masyarakat. Pemeriksaan skrining pendengar pada bayi baru lahir akan mampu menemukan “kecacatan yang tidak terlihat”, bukan hanya karena tidak adanya gejala yang nampak, tetapi juga mampu mencegah gangguan pendengarn pada bayi, agar tidak lagi menjadi stigma di masyarakat dan diabaikan oleh para pembuat kebijakan kesehatan.

Apakah kita sudah melakukannya?

Categories
anak bayi prematur dokter Healthy Life Pendukung ASI sekolah

2023 Gawai dan Bicara pada Anak

Waspada, Kecanduan Gawai Ancam Anak-anak -

GAWAI  DAN  BICARA  PADA  ANAK

fx. wikan indrarto*)

Pengaruh gawai atau gadget pada perkembangan bicara anak adalah negatif. Mari kita mencegah ‘speech delay’ dengan menggunakan gawai secara tepat. Apa yang perlu dicermati?

.

baca juga : https://www.kompas.id/baca/opini/2023/07/14/gawai-dan-kemampuan-bicara-pada-anak

.

Kata gawai dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti kerja, pekerjaan, alat atau perkakas. Gawai digunakan untuk suatu perangkat elektronik yang memiliki model penggunaan cukup praktis dan fungsi khusus, untuk mempermudah berbagai pekerjaan manusia, sebagai alat komunikasi, ataupun media hiburan. Sedangkan menurut Kemdikbud RI, gawai adalah alat atau perkakas yang dapat menunjang pekerjaan dan komunikasi dengan menghadirkan teknologi terbaru, yang dapat membantu aktivitas manusia menjadi lebih mudah.

.

Ketrampilan berbicara dan berinteraksi sosial adalah hal yang sangat penting pada perkembangan anak. Hal ini karena dengan berinteraksi sosial dua arah, anak belajar dua hal, yaitu ‘recasting’ dan ‘expansion’. ‘Recasting’ artinya si anak belajar mengucapkan sesuatu dengan mengulang apa yang lawan bicaranya ucapkan. Misalnya, saat ibu mengatakan “sayur,” anak mengulang perkataan ibu dengan mengucap “sayul,” dan ibu sebaiknya membetulkan cara pengucapan anak, “Saaaa yuuuurrrr.” Anak tentu mencoba lagi mengulang apa yang diucapakan ibu, meskipun mungkin tetap salah. Yang terpenting bukan apakah yang diucapkan anak salah atau benar, melainkan anak sudah mencoba dan mengetahui ‘kebenaran’ dari yang ibu katakan. Kalaupun masih salah, itu mungkin karena otot motorik anak yang belum sempurna atau ada penyebab lain.

.

Pada ‘expansion’ anak memberikan respons dari kata atau kalimat yang diucapkan lawan bicaranya, serta mengungkapkan ide atau isi hatinya. Anak menggunakan kesempatan ini untuk menggunakan perbendaharaan kata yang sudah dimiliki, tidak sekadar menjawab dengan tatapan, lambaian tangan, atau anggukan saja.

.

Jika anak lebih lama berinteraksi dengan gawai dibandingkan orang di sekitarnya, maka ‘recasting’ dan ‘expansion’ tidak terjadi dan perkembangan komunikasi anak akan terhambat. Hal ini karena anak tidak belajar berkomunikasi dua arah, tetapi hanya satu arah saja. Dampak lain yang mungkin dialami anak adalah keterlambatan bicara atau ‘speech delay’. Tentu saja bukan gawai yang menjadi penyebab keterlambatan bicara anak, melainkan waktu yang digunakan terlalu lama yang memengaruhi anak dalam belajar berkomunikasi. Sebaliknya, gawai jika digunakan dengan bijak, justru dapat menjadi media belajar anak. Misalnya saja, pada anak dengan gangguan autisme yang terhambat konsentrasinya, dengan menonton tayangan atau main game di gawai mereka jadi lebih mudah belajar untuk fokus.

.

Menyoal Larangan Pemakaian Gawai pada Anak Generasi Internet

.

Dr. Catharine M Sambo, Sp.A dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (2016) memberikan panduan pencegahan terlambat bicara pada anak. Kuncinya adalah stimulasi perkembangan yang baik dan ketepatan waktu dalam menemukan tanda awal penyimpangan perkembangan anak. Stimulasi perkembangan bicara dan bahasa seharusnya dilakukan sejak dini. Contoh kegiatannya adalah membaca dengan suara jelas, mangajak bayi dan anak bercakap–cakap, memberi respon terhadap ocehan bayi dengan kata–kata sederhana, menjawab pertanyaan, atau bernyanyi. Gawai dan televisi bukan metode stimulasi yang baik.

Selain itu, batasi ‘screen time’ anak. ‘Screen time’ adalah waktu yang digunakan untuk menggunakan komputer, menonton televisi, ataupun bermain video games. Berbagai ahli menganjurkan ‘screen time’ tidak lebih dari 2 jam setiap hari, untuk anak yang berusia lebih dari 2 tahun. Hal ini tidak sehat, dan waktu yang dihabiskan dengan menyendiri memandangi layar gawai, lebih baik digunakan untuk bergaul dengan teman sebaya ataupun melakukan aktivitias fisik.

.

Komunikasi adalah perilaku di mana pembicara dan pendengar bertukar informasi melalui dialog. Sementara itu, arus informasi di gawai hanya satu arah, sehingga gawai tidak sesuai sebagai sarana komunikasi bagi anak yang sedang belajar berbicara. Selain itu, ilustrasi atau gambar pada gawai merupakan rangsangan visual cepat yang melibatkan perubahan objek setiap menit, hal ini tidak membantu perkembangan kognitif pada anak, apabila dibandingkan dengan aktivitas menggambar. Selain itu, anak yang terlalu sering menggunakan gawai akan memiliki kuantitas dan kualitas interaksi dengan orang lain, yang kurang.

.

Faktor yang menyebabkan gangguan perkembangan bicara sangat kompleks dan belum teridentifikasi secara jelas, mungkin terkait pola asuh, jenis kelamin, faktor genetik, dan faktor lingkungan. Beberapa penelitian tentang dampak penggunaan gawai dalam perkembangan bicara pada balita dapat menjadi peringatan penting bagi orang tua untuk bijak dalam menggunakan gawai.

Yulsyofriend, Anggraini, Yeni, dan Anwar (2021) dari FKM Unair Surabaya melaporkan penelitiannya yang berjudul ‘Dampak Gawai Terhadap Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini’. Sesuai dengan tujuan utama pendidikan anak usia dini adalah untuk mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak, dengan cara memberikan stimulus berupa kegiatan bermain yang menyenangkan dan mampu mengintegrasikan kemampuan anak usia dini secara optimal. Namun demikian, penggunaan gawai berdampak terhadap keterlambatan berbicara pada anak, hal ini disebabkan karena gawai menghambat komunikasi langsung terhadap lingkungan sekitar.

.

Laporan pada Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini dengan judul ‘Pengaruh gawai Bagi Kemampuan Bahasa Anak Usia Dini’ (Suryaningsih, 2021),  melaporkan pengaruh gawai bagi kemampuan Bahasa Anak Usia Dini, terutama dimasa Pandemi COVID-19. Pembelajaran sekolah pada masa Pandemi COVID-19 mengharuskan anak menggunakan gawai. Dengan subjek penelitian adalah anak usia 4-6 tahun berjumlah 25 anak yang menggunakan gawai untuk pembelajaran kelas online, melihat video pembelajaran dari guru, dan melihat youtube dengan durasi sekitar 2-4 jam perhari. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa penggunaan gawai sangat membantu perkembangan Bahasa pada Anak Usia Dini dengan dampingan orang tua yang mengarahkan serta membatasi penggunaan gawai dalam sehari maksimal 3 jam.

.

Laporan lain berjudul ‘Hubungan Penggunaan Gawai dengan Keterlambatan Bahasa pada Anak’, ditulis oleh Fernandez dan Lestari pada jurnal ilmiah Sari Pediatri Vol 21, No 4 (2019). Saat menggunakan gawai, teknologi yang dapat menyebabkan ketergantungan penggunanya, anak menjadi kurang interaktif dan komunikatif. Hal ini menyebabkan anak-anak mengalami keterlambatan perkembangan bahasa. Penelitian pada anak berusia 15 hingga 36 bulan di Manado, Sulut periode Februari hingga April 2018. Ada hubungan yang signifikan antara intensitas penggunaan gawai lebih dari 2 jam dan keterlambatan bahasa (p=0,034), sementara tidak ada hubungan bermakna antara frekuensi penggunaan gawai lebih dari 2 hari per minggu dan keterlambatan bahasa (p=0,144).

Gawai memang sangat berpengaruh terhadap kemampuan interaksi sosial pada anak, karena anak menjadi lebih sering menghabiskan waktunya untuk bermain gawai, dibandingkan bermain bersama dengan teman-teman sebayanya. Namun demikian, tetap ada dampak positif gawai bagi anak. Misalnya memudahkan belajar keterampilan baru dari game edukatif, mengakses informasi, baik dari teks ataupun berbagai video, asalkan tidak lebih dari 3 jam sehari, pada anak lebih dari 4 tahun. 

Apakah kita sudah bijak?

Sekian

Yogyakarta, 12 Juli 2022

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Lektor FK UKDW, Alumnus S3 UGM, Ketua IDI Cabang KotaYogyakarta, 2016-2019).

Categories
anak bayi prematur COVID-19 dokter Healthy Life UHC

2023 Makanan Fortifikasi

Makanan Fortifikasi, Apakah Sudah Pasti Lebih Baik dan Menyehatkan?

MAKANAN  FORTIFIKASI  UNTUK  ANAK

fx. wikan indrarto

Senin, 29 Mei 2023 diterbitkan Resolusi Majelis Kesehatan Dunia (WHA) ke-76 untuk mempercepat upaya fortifikasi mikronutrien pangan. Ini adalah upaya pencegahan defisiensi mikronutrien melalui fortifikasi pangan yang aman dan efektif. Apa yang perlu dicermati?

.

catatan : ringkasan tulisan ini telah dimuat di Harian Kedaulatan Rakyat Yogyakarta pada hari Minggu, 2 Juli 2023, halaman 8 kolom HUSADA

.

Defisiensi mikronutrien adalah kekurangan nutrisi yang diperlukan dalam jumlah kecil tetapi penting, mencakup vitamin dan mineral, terutama folat, besi, vitamin A, dan seng. Defisiensi mikronutrien mempengaruhi 50% dari semua anak usia prasekolah dan 67% dari semua wanita usia reproduksi di seluruh dunia, yang dapat menimbulkan konsekuensi serius, termasuk spina bifida pada bayi baru lahir dan kelanan bawaan tabung saraf lainnya. Kekurangan yang dapat dicegah ini juga dikaitkan dengan risiko kebutaan yang lebih tinggi, sistem kekebalan yang rapuh, berkurangnya kemampuan berolahraga dan kapasitas fisik pada anak. Ibu dengan mikronutrien rendah dapat melahirkan bayi prematur atau berat badan lahir rendah. Kekurangan yodium mengganggu perkembangan otak pada anak, melemahkan kemampuan belajar dan akhirnya produktivitas mereka juga turun.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2018/08/08/2018-nutrisi-bayi-pengungsi/

.

Fortifikasi pangan skala besar adalah salah satu solusinya. Dengan menambahkan vitamin dan mineral esensial ke makanan pokok dan bumbu, seperti tepung terigu dan jagung, beras, minyak goreng, dan garam sesuai dengan pola dan defisiensi konsumsi nasional, negara dapat memperbaiki dan selanjutnya mencegah defisiensi mikronutrien yang dimaksud. Fortifikasi adalah intervensi berbasis bukti yang berkontribusi pada pencegahan, pengurangan, dan pengendalian defisiensi mikronutrien. Ini dapat digunakan untuk memperbaiki defisiensi mikronutrien yang ditunjukkan pada populasi umum (fortifikasi massal atau skala besar) atau pada kelompok populasi tertentu (fortifikasi target) seperti anak-anak, wanita hamil dan warga penerima manfaat program perlindungan sosial.

.

WHO merekomendasikan fortifikasi makanan skala besar sebagai intervensi berbasis bukti yang kuat dan hemat biaya untuk melawan konsekuensi kekurangan vitamin dan mineral, termasuk gangguan kekurangan yodium, anemia dan kekurangan zat besi, dan cacat tabung saraf, dapat dikendalikan.

.

Resolusi tersebut diajukan oleh Australia, Brasil, Kanada, Chili, Kolombia, Ekuador, Uni Eropa dan 27 negara anggotanya, Israel, Malaysia, dan Paraguay. Indonesia belum ikut terlibat aktif dalam penerbitan resolusi tersebut, meskipun resolusi tersebut mendapat dukungan luas dari masyarakat sipil, dengan lebih dari 50 organisasi menyerukan WHO untuk mempercepat upaya fortifikasi mikronutrien makanan melalui surat yang ditandatangani bersama. Defisiensi mikronutrien adalah krisis yang mempengaruhi semua komunitas secara global, berpenghasilan rendah atau berpenghasilan tinggi. Program fortifikasi makanan memiliki potensi besar untuk memerangi defisiensi yang dapat dicegah ini dan melindungi kesehatan masyarakat. Resolusi tersebut diadopsi dari laporan United Nations Decade of Action on Nutrition (2016-2025). Dekade Nutrisi bertujuan untuk mempercepat implementasi komitmen semua negara untuk mencapai target nutrisi global dan penyakit tidak menular (PTM) terkait diet pada tahun 2025, dan berkontribusi pada realisasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan pada tahun 2030.

.

Fortifikasi adalah proses penambahan kandungan satu atau lebih mikronutrien (yaitu, vitamin dan mineral) dalam makanan, dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas gizi dengan risiko minimal terhadap kesehatan. Selain meningkatkan kandungan gizi bahan makanan pokok, penambahan mikronutrien dapat membantu mengembalikan kandungan mikronutrien yang hilang selama proses pengolahan makanan. Fortifikasi adalah intervensi berbasis bukti yang berkontribusi pada pencegahan, pengurangan, dan pengendalian defisiensi mikronutrien. Ini dapat digunakan untuk memperbaiki defisiensi mikronutrien yang ditunjukkan pada populasi umum (fortifikasi massal atau skala besar) atau pada kelompok populasi tertentu (fortifikasi target) seperti bayi, anak, atau ibu hamil, dan komunitas penerima manfaat program perlindungan sosial.

.

5 Tips Memilih Bubur Fortifikasi Terbaik yang Aman agar Anak Tidak Alami  Obesitas
.

Rekomendasi di semua wilayah meliputi iodisasi garam dan fortifikasi tepung jagung, tepung terigu dan beras dengan vitamin dan mineral. Untuk anak usia 6 bulan sampai 12 tahun meliputi bubuk mikronutrien yang mengandung zat besi dalam fortifikasi bahan makanan. Fortifikasi pangan secara hukum mewajibkan produsen makanan untuk menambahkan produk olahan makanan dengan mikronutrien tertentu, dengan jaminan yang meningkat dari waktu ke waktu, bahwa proses fortifkasi mengandung jumlah mikronutrien yang telah ditentukan sebelumnya. Fortifikasi sukarela terjadi ketika produsen makanan secara bebas memilih untuk menambahkan pada bahan makanan tertentu, untuk meningkatkan nilai gizi pada produk mereka. Secara global, peraturan wajib paling sering diterapkan pada fortifikasi makanan dengan zat gizi mikro seperti yodium, zat besi, vitamin A, dan asam folat. Dari jumlah tersebut, iodisasi garam adalah yang paling banyak diterapkan secara global. 

.

Setiap bayi dan anak berhak atas gizi yang baik menurut “Konvensi Hak Anak”. Kurang gizi dikaitkan dengan 45% kematian anak. Secara global pada tahun 2020, 149 juta anak di bawah usia 5 tahun diperkirakan mengalami stunting (terlalu pendek untuk usia), 45 juta diperkirakan kurus (terlalu kurus untuk tinggi badan), dan 38,9 juta kelebihan berat badan atau obesitas. Kurang gizi diperkirakan berhubungan dengan 2,7 juta kematian anak setiap tahunnya atau 45% dari seluruh kematian anak. Pemberian makan bayi dan anak sangat penting untuk meningkatkan kelangsungan hidup, menjamin pertumbuhan dan perkembangan yang sehat. Periode 2 tahun pertama kehidupan seorang anak sangat penting, karena nutrisi yang optimal selama periode ini menurunkan morbiditas dan mortalitas, mengurangi risiko penyakit kronis, dan mendorong perkembangan yang lebih baik secara keseluruhan.

.

Fortifikasi makanan bayi dan anak dengan folat, besi, vitamin A, dan seng, perlu kita dukung sepenuhnya, agar semua anak Indonesia dapat tumbuh dengan baik.

Apakah kita sudah bijak?

Sekian

Yogyakarta, 15 Juni 2023

*) dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Lektor FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161, e-mail : fxwikan_indrarto@yahoo.com

Categories
anak bayi prematur dokter Healthy Life Pendukung ASI

2023 Menjaga Hidup Bayi Prematur

Perawatan bayi yang lahir prematur di rumah - LuviZhea

MENJAGA  HIDUP  BAYI  PREMATUR

fx. wikan indrarto*)

ringkasan tulisan ini telah dimuat di Harian Nasional Kompas Digital pada Rabu, 31 Mei 2023

baca juga : https://www.kompas.id/baca/opini/2023/05/29/menjaga-hidup-bayi-prematur

Pada Selasa, 9 Mei 2023 WHO melaporkan bahwa secara global dari setiap 10 bayi yang lahir, terdapat 1 bayi prematur (lahir sebelum usia 37 minggu kehamilan) dan setiap 40 detik, 1 bayi tersebut meninggal. Tingkat kelahiran prematur tidak berubah dalam dekade terakhir di wilayah mana pun di dunia. Dampak konflik bersenjata, perubahan iklim, dan pandemi COVID-19 meningkatkan risiko kematian bayi prematur di manapun. Apa yang sebaiknya dilakukan?

.

Kelahiran prematur menjadi penyebab utama kematian anak, terhitung lebih dari 1 dari 5 dari semua kematian anak terjadi sebelum ulang tahun ke-5 mereka. Bayi prematur dapat menghadapi konsekuensi kesehatan seumur hidup, dengan kemungkinan peningkatan kecacatan dan keterlambatan perkembangan. Hanya 1 dari 10 bayi sangat prematur (<28 minggu) bertahan hidup di negara berpenghasilan rendah, dibandingkan dengan lebih dari 9 dari 10 bayi di negara berpenghasilan tinggi. Ketidaksetaraan yang menganga terkait dengan ras, etnis, pendapatan, dan akses ke perawatan berkualitas menentukan kemungkinan kelahiran prematur, kematian, dan kecacatan, bahkan di negara berpenghasilan tinggi. Asia Selatan dan Afrika sub-Sahara memiliki tingkat kelahiran prematur tertinggi, dan bayi prematur di wilayah tersebut juga menghadapi risiko kematian tertinggi. Secara bersama-sama, kedua wilayah ini menyumbang lebih dari 65% kelahiran prematur secara global.

.

WHO, UNICEF, UNFPA dan PMNCH menyerukan tindakan berikut untuk meningkatkan perawatan bagi ibu dan bayi baru lahir, termasuk mengurangi risiko dari kelahiran prematur. Pertama, peningkatan investasi dengan mememobilisasi sumber daya internasional dan domestik untuk mengoptimalkan layanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir, memastikan perawatan medis berkualitas tinggi tersedia kapan dan di manapun dibutuhkan. Kedua, implementasi yang dipercepat untuk memenuhi target negara demi kemajuan melalui penerapan kebijakan nasional yang selqalu diperbaharui untuk perawatan ibu dan bayi baru lahir. Ketiga, integrasi lintas sektor dengan mempromosikan investasi ekonomi yang lebih cerdas, dengan pembiayaan bersama lintas sektor. Keempat, inovasi bentuk layanan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan secara lokal, untuk mendukung peningkatan kualitas perawatan medis dan pemerataan akses layanan.

.

Perawatan Metode Kanguru (PMK) segera dan langsung, akan mengurangi risiko sepsis pada bayi kecil dan prematur, seperti dimuat dalam jurnal medis, eClinicalMedicine. Pada bayi baru lahir yang rentan ini, PMK langsung  yang menggabungkan kontak kulit ibu dan bayi dengan pemberian ASI eksklusif, mampu mengurangi risiko sepsis sebesar 18%, kematian terkait sepsis sebesar 36%, dan kematian secara keseluruhan sebesar 25%. Hal ini sesuai dengan rekomendasi WHO terbaru yang dikeluarkan pada Selasa, 15 November 2022. Intinya penerapan kontak antar kulit ibu dan bayi sesegera mungkin, untuk meningkatkan kelangsungan hidup bayi kecil dan prematur, yaitu lahir lebih awal (sebelum usia 37 minggu kehamilan) atau berat badan kurang (di bawah 2,5 kg saat lahir). Pedoman tersebut menyarankan agar kontak kulit ibu dan bayi, yang dikenal sebagai PMK harus dimulai segera setelah bayi lahir, tanpa periode awal apapun, termasuk penempatan bayi di dalam inkubator. Ini menandai perubahan signifikan dari panduan praktek klinik sebelumnya, karena adanya manfaat klinik yang sangat besar dengan memastikan ibu dan bayi prematur dapat tetap dekat, tanpa dipisahkan, setelah lahir.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/11/14/2020-steroid-untuk-bayi-prematur/

Pedoman tersebut juga memberikan rekomendasi untuk memastikan dukungan emosional dan finansial, dari institusi tempat bekerja bagi keluarga dengan bayi yang sangat kecil dan prematur. Hal ini disebabkan karana dalam kondisi tersebut, keluarga sangat mungkin dapat menghadapi stres dan kesulitan finansial luar biasa, karena tuntutan pengasuhan bayi yang intensif dan kecemasan keluarga karena adanya gangguan kesehatan bayi.

.

“Bayi prematur seharusnya dapat bertahan hidup, berkembang, dan berperan mengubah dunia, oleh sebab itu setiap bayi harus diberi kesempatan hidup,” kata Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO. Panduan ini menunjukkan bahwa meningkatkan luaran klinis atau hasil akhir untuk bayi mungil ini tidak selalu tentang obat ataupun alat kesehatan paling canggih, tetapi dapat juga dengan memastikan akses ke perawatan kesehatan esensial yang berpusat pada kebutuhan keluarga. Sebagian besar bayi prematur dapat diselamatkan melalui tindakan yang sederhana, mudah, dan hemat biaya termasuk perawatan medis berkualitas baik pada periode sebelum, selama dan setelah kelahiran. Intervensi medis utama berupa pencegahan dan pengelolaan penyakit infeksi umum, juga PMK selama berjam-jam dengan ibu atau ayah, dan pemberian ASI eksklusif.

.

Bayi Prematur Juga Bisa Sehat! Ini Faktanya - Mama's Choice

Karena bayi prematur kekurangan lemak tubuh, banyak yang mengalami masalah dalam mengatur suhu tubuh mereka sendiri saat lahir, dan seringkali membutuhkan alat bantu napas atau ventilator. Untuk bayi seperti ini, rekomendasi WHO yang sebelumnya adalah adanya periode awal pemisahan bayi dari ibu, dengan kondisi bayi pertama kali distabilkan dalam inkubator atau kotak penghangat. Ini akan memakan waktu rata-rata sekitar 3-7 hari. Namun demikian, banyak penelitian menunjukkan bahwa memulai PMK segera setelah lahir justru mampu menyelamatkan lebih banyak nyawa, mengurangi risiko infeksi dan hipotermia, bahkan mampu meningkatkan pemberian nutrisi terbaik bagi bayi.

.

Pelukan pertama ibu tidak hanya penting secara emosional, tetapi juga sangat bermakna untuk meningkatkan peluang kelangsungan hidup dan hasil klinik kesehatan bayi kecil dan prematur. Setelah pandemi COVID-19, kita semua semakin paham bahwa banyak ibu yang tidak perlu dipisahkan dari bayinya, karena pemisahan tersebut justru dapat menjadi bencana besar bagi kesehatan bayi baru lahir prematur atau kecil. Pedoman WHO yang baru menekankan perlunya memberikan perawatan bagi keluarga dan bayi prematur sebagai satu kesatuan, dan memastikan orang tua mendapatkan dukungan terbaik, terlebih saat periode waktu yang sering membuat stres dan cemas.

.

Meskipun rekomendasi baru ini ditujukan khusus di wilayah dan negara yang lebih miskin, yang mungkin tidak memiliki akses ke peralatan medis berteknologi tinggi, atau bahkan pasokan listrik yang dapat diandalkan, rekomendasi WHO yang baru tersebut juga relevan untuk negara dengan pendapatan tinggi. Hal ini merupakan tantangan untuk memikirkan kembali bagaimana sistem perawatan intensif neonatal, dengan memastikan ibu dan bayi prematur yang baru lahir dapat bersama-sama setiap saat, tidak dipisahkan dalam ruang perwatan di RS yang berbeda.

.

Menyusui langsung secara eksklusif sangat dianjurkan untuk meningkatkan hasil klinik kesehatan bayi prematur dan bayi berat lahir rendah, bahkan terbukti lebih mampu mengurangi risiko infeksi dibandingkan dengan pemberian susu formula. Jika ASI tidak tersedia, ASI donor adalah alternatif terbaik, meskipun ‘formula prematur’ dapat digunakan jika tidak ada ASI donor. Berdasarkan umpan balik dari keluarga yang dikumpulkan melalui lebih dari 200 penelitian, pedoman ini juga mendukung peningkatan dukungan emosional dan finansial untuk ibu. Cuti dari pekerjaan untuk kedua orang tua diperlukan untuk merawat bayi prematur. 

.

Prematuritas merupakan masalah kesehatan masyarakat yang mendesak harus diatasi. Sudahkah kita bertindak bijak dengan segala cara, untuk menjaga bayi prematur di sekitar kita agar tetap hidup?

Sekian

Yogyakarta, 19 Mei 2023

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161