Categories
COVID-19 dokter Healthy Life sekolah UHC

2021 Anak Merdeka

Anak-Anak yang Merdeka - Mata Madura

ANAK  MERDEKA

fx. wikan indrarto*)

Proklamasi kemerdekaan Indonesia mengingatkan kita, akan peran negara dalam menciptakan lingkungan bagi anak untuk merdeka dari penjajahan, penyakit, dan eksploitasi, apalagi di masa pandemi COVID-19. Apa yang harus dilakukan?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2021/04/18/2021-kesehatan-anak-paska-pandemi-covid-19/

.

Setengah dari semua anak di dunia, setiap tahun mengalami kekerasan fisik, seksual atau psikologis, menderita luka-luka, cacat dan kematian, karena banyak negara tidak mengikuti strategi yang telah ditetapkan untuk melindungi anak. Hal itu termuat pada ‘Global Status Report on Preventing Violence Against Children’. Angka yang mengejutkan itu bahkan meningkat lebih tinggi selama pandemi COVID-19. Hal ini karena layanan pencegahan dan penanggulangan kekerasan pada anak telah terganggu, terutama pada 1,8 miliar anak yang tinggal di lebih dari 100 negara, termasuk di Indonesia. Begitu juga 1,5 miliar anak yang terkena dampak penutupan sekolah, menjadi kehilangan perlindungan dan dukungan yang sering diberikan oleh institusi sekolah.

.

Semua langkah untuk menahan penyebaran virus COVID-19, bersama dengan kesulitan ekonomi dan stres keluarga, secara bersama menciptakan kondisi ‘badai hebat’ (perfect storm). Mirip dengan ‘badai sitokin’ yang mematikan bagi para pasien COVID-19, ‘badai hebat’ melumat semua anak, terutama anak yang rentan untuk mengalami pelecehan fisik, emosional dan seksual. Terlepas dari adanya manfaat konektivitas digital, ternyata kehidupan yang lebih online untuk belajar, bersosialisasi, dan bermain ‘game’, justru telah secara signifikan meningkatkan keterpaparan anak terhadap kekerasan digital.

.

Hari ini kita berdiri di persimpangan jalan yang kritis bagi anak. Kalau kita tidak bertindak sekarang dan dengan segera, maka kita berisiko kehilangan satu generasi anak akibat dampak penjajahan, kekerasan dan pelecehan jangka panjang yang akan merusak keselamatan, kesehatan, pembelajaran, dan perkembangan anak. Dampak ini dapat berlangsung lebih lama, bahkan mungkin sampai setelah pandemi COVID-19 mereda. Kita tidak boleh membiarkan hal itu terjadi.

.

Saat kita mulai bangkit dari pandemi COVID-19, kita memiliki kesempatan untuk membayangkan kembali dan menciptakan masyarakat yang lebih damai, adil, dan inklusif. Sekarang adalah waktunya untuk melipat gandakan upaya kolektif kita, dan mempercepat aksi untuk tujuan bersama, yaitu membentuk lingkungan baru di mana setiap anak mengalami kemerdekaan.

.

Kita harus menciptakan dunia anak yang merdeka dengan ciri berikut. Pertama, setiap anak dapat tumbuh dan berkembang dengan bermartabat. Kedua, kekerasan dan pelecehan terhadap anak dilarang secara hukum dan tidak dapat diterima secara sosial. Ketiga, hubungan baik antara orang tua dan anak, untuk mencegah kekerasan antargenerasi. Keempat, anak dapat dengan aman memanfaatkan dunia digital untuk belajar, bermain, dan bersosialisasi. Kelima, anak perempuan dan laki-laki setara dalam memperolah kesempatan pendidikan di sekolah dan lingkungan belajar yang aman, peka gender, inklusif dan mendukung. Keenam, aktivitas fisik dan olahraga aman untuk anak. Ketujuh, setiap upaya diprioritaskan untuk melindungi anak yang paling rentan dari segala bentuk kekerasan, eksploitasi dan pelecehan, termasuk mereka yang hidup dalam situasi konflik kemanusiaan dan kesulitan (fragility) lainnya. Dan kedelapan, semua anak dapat mengakses bantuan yang aman dan ramah anak, ketika mereka membutuhkannya.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2021/03/21/2021-imunitas-anak/

.

Kita semua seharusnya berkomitmen untuk memerdekakan dan mengakhiri kekerasan terhadap anak, dengan mendesak para pemimpin di pemerintahan, sektor swasta, komunitas agama, masyarakat sipil, dan badan olahraga untuk memanfaatkan momentum kemerdekaan ini. Para pemimpin seharusnya memprioritaskan memerdekakan anak dalam kebijakan, perencanaan, anggaran, dan bekerja sama untuk memberikan paling tidak enam tindakan yang mengubah penjajahan menjadi kemerdekaan dan mengakhiri kekerasan terhadap anak.

Yang kurang dari kebijakan 'Merdeka Belajar' Menteri Nadiem: perlunya  libatkan keluarga dan pemerintah daerah

Pertama, melarang segala bentuk kekerasan terhadap anak. Kedua, melengkapi petunjuk teknis bagi orang tua dan pengasuh untuk menjaga anak agar tetap aman. Ketiga, menjadikan konten internet aman untuk anak. Keempat, menjadikan sekolah aman, tanpa kekerasan, dan terbuka atau inklusif. Kelima, melindungi anak dari kekerasan dalam situasi tanggap darurat kemanusiaan dan pandemi COVID-19. Keenam, mengalokasikan lebih banyak investasi atau anggaran yang juga lebih banyak diserap dalam kegiatan. Selain itu, juga mengkoorinasikan peran para tenaga profesional dalam bidang kesehatan, pendidikan, perlindungan anak, dan kemanusiaan, dalam kerja bersama dengan para pemimpin agama, sukarelawan masyarakat, orang tua, dan kaum muda untuk menjaga anak tetap aman.

.

Sasaran 16.2 SDGs, yaitu menghentikan penyalahgunaan, eksploitasi, perdagangan, dan segala bentuk kekerasan dan penyiksaan terhadap anak, harus kita wujudkan. Kita harus melakukan semua yang kita mampu untuk menjaga anak tetap aman selama pandemi COVID-19 saat ini, dan bekerja sama untuk membangun kehidupan normal baru paska pandemi, untuk anak yang merdeka, dan bebas dari segala bentuk kekerasan, pelecehan dan eksploitasi anak.

 Apakah kita sudah bertindak?

Sekian

Yogyakarta, 4 Agustus 2021

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161

Categories
Istanbul

2019 Ke Indochina selama 7 hari

INDOCINA

fx. wikan indrarto

2019 Hari pertama di Indochina

Saat kami mendarat Bandar Udara Internasional Noi Bai (HAN)
di Hanoi, ibu kota dari Vietnam

Petualangan ke Indochina hari pertama.

Kami awali petualangan dengan Grab Car pada hari Sabtu pagi, 25 Mei 2019 ke Bandara Adisucipto Yogyakarta. Kami terbang menggunakan pesawat Garuda GA 203 menuju Jakarta dan berganti pesawat Vietnam Airlines VN 630 jenis Airbus A 321, menuju Terminal 1 Ho Chi Minh City, Vietnam. Pesawat Airbus 321 adalah pesawat penumpang komersial jarak dekat sampai menengah yang diproduksi oleh Airbus. A321 merupakan pesawat penumpang pertama dengan sebuah sistem kendali ‘fly-by-wire digital’, di mana pilot mengendalikan penerbangan melalui penggunaan sinyal elektronik dan bukan secara mekanik dengan hendel dan sistem hidraulik. Kelompok pesawat A320 (yang termasuk A318, A319, A320, dan A321, serta pesawat jet bisnis ACJ) adalah satu-satunya kelompok pesawat berbadan sempit (narrow-body) yang diproduksi Airbus.

Awal petulangan kami dimulai
dari Terminal3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten

Penerbangan dari Terminal 3 Ultimate yang luas, mentereng, dan modern di Bandara Soekarno Hatta Cengkareng, Jakarta, Indonesia (CGK) menuju ke terminal 2 Tan Son Nhat International Airport Ho Chi Min City (SGN), Vietnam yang berjarak 3.945,6 km, memakan waktu sekitar 3 jam 10 menit (tanpa transit). Oleh karena penerbangan kami menuju ke arah utara dan berada pada wilayah atau zona waktu yang sama, otomatis tidak ada selisih atau perbedaan waktu antara kedua kota ini.

Siap2 boarding di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten

Setelah transit sekitar 2 jam, selanjutnya dari Terminal 1 domistik kami terbang ke Hanoi yang berjarak 1.727 km, menggunakan pesawat Vietnam Airlines VN 272 Airbus 350 dan mendarat di Terminal 1 Noi Bai International Airport, Hanoi, ibukota Vietnam. Penerbangan domistik ini menggunakan pesawat Vietnam Airlines yang lebih besar, lebih baru dan lebih nyaman, dibandingkan pesawat dari Jakarta. Pesawat Airbus A350 XWB (eXtra Wide Body) adalah keluarga pesawat jet berbadan lebar yang sedang dikembangkan oleh produsen pesawat Eropa, yaitu Airbus. A350 akan menjadi pesawat Airbus pertama dengan struktur kedua sayap pesawat dibuat dari polimer yang diperkuat serat karbon. Pesawat ini dapat membawa 270-350 penumpang di tempat duduk kelas tiga, tergantung pada varian.

Pesawat A350 pertama kali diumumkan pada tahun 2004 untuk menyaingi pesawat Boeing 787. Airbus awalnya merespon efisiensi yang dicanangkan Boeing, dengan menawarkan sebuah upgrade A330 dengan penggunaan mesin baru dan perbaikan aerodynamis, untuk meningkatkan efisiensi bahan bakar. Hasil pertama A350 tampak hampir sama dengan A330 secara eksternal tetapi pada dasarnya pesawat ini adalah sebuah desain baru dan hanya memiliki 10% commonality (kesamaan suku cadang) dengan Airbus sebelumnya.

Setelah terbang pada ketinggian 11.888 m, berkecepatan 908 km/jam, kami mendarat pk. 21.44. Bandara Noi Bai International Airport, Hanoi, dibuka pada Agustus 2006 ini berjarak 28 mil (45 km) dari pusat kota. Segera kami mengingat sejarah Vietnam yang dimulai sejak abad 11 SM yang sampai abad 10 Masehi, mayoritas berada di bawah kekuasaan kekaisaran Tiongkok. Tahun 939 M, Vietnam merdeka secara politis, dan mulai menggunakan Champa sebagai nama negara. Masa setelah ini dianggap sebagai masa pembangunan identitas kebangsaan Vietnam.

Ibukota Vietnam adalah Hanoi (dahulu berfungsi sebagai ibukota Vietnam Utara), sedangkan kota terbesar dan terpadat adalah Kota Ho Chi Minh (dahulu dikenal sebagai Saigon). Kemiskinan, berdasarkan jumlah penduduk yang hidup dengan pendapatan di bawah $1 per hari, telah menurun secara drastis dan sekarang lebih sedikit daripada di Tiongkok, India dan Filipina. Sebagai hasil dari langkah reformasi tanah (land reform), Vietnam sekarang adalah produsen kacang cashew terbesar dengan pangsa 1/3 dari kebutuhan dunia, dan eksportir beras kedua terbesar di dunia setelah Thailand. Vietnam memiliki persentasi tertinggi atas penggunaan lahan untuk kepentingan cocok tanam permanen, 6,93%, daripada negara-negara lain di Sub-wilayah Mekong Raya (Greater Mekong Subregion). Selain beras, kunci ekspor adalah kopi, teh, karet dan produk-produk perikanan.

Mampir sebentar di konter Vietnam Airlines di Ho Chi Min, Vietnam

Hanoi memiliki perkiraan populasi 3.500.800 jiwa (1997), adalah ibukota Vietnam dan dulunya ibu kota Vietnam Utara dari 1954 hingga 1976. Kota ini terletak di tepi kanan Sungai Merah. Hanoi menjadi ibukota Vietnam pada abad ke-7. Namanya yang berasal dari bahasa Mandarin, Đông Kinh, menjadi Tonkin dan dipakai bangsa Eropa ke seluruh wilayah Vietnam. Hanoi dijajah Prancis tahun 1873 dan diserahkan kepadanya sepuluh tahun kemudian. Ia menjadi ibukota Indochina Prancis setelah 1887.

Hanoi dijajah Jepang pada 1940, dan dibebaskan tahun 1945, ketika ia menjadi pusat pemerintahan Vietnam. Dari 1946 hingga 1954, Hanoi menjadi lokasi perlawanan sengit antara Prancis dan tentara Vietnam. Sejak itu, Hanoi menjadi ibukota Vietnam Utara. Selama Perang Vietnam sarana transportasi Hanoi terganggu oleh pengeboman jembatan dan rel kereta api, namun dengan cepat dapat diperbaiki. Setelah perang berakhir, Hanoi menjadi ibukota seluruh wilayah Vietnam ketika Vietnam bagian Utara dan Selatan bersatu pada 2 Juli 1976.

Bandar Udara Internasional Noi Bai (HAN) di Hanoi, ibu kota dari Vietnam, adalah bandara terbesar di bagian utara negara tersebut. Bandara ini berjarak 28 mil (45 km) dari pusat kota. Waktu perjalana dari pusat kota adalah sekitar 30-45 menit. Bandara yang dibuka pada Agustus 2006 ini memiliki landasan pacu baru sepanjang 3,800 meter dari beton dan landasan yang lebih tua sepanjang 3,200 meter. Jarak antara kedua landasan pacu hanya 250 meter, sehingga bandara ini hanya memiliki kapasitas maksimum sebanyak 10 juta penumpang per tahun, sesuai dengan peraturan keamanan dari International Civil Aviation Organisation safety regulations.

Kami memerlukan waktu tempuh perjalanan ke ‘Hanoi Old Quarter’ di pusat kota menggunakan taksi berargometer, sekitar 1,5 jam dengan tariff 357 dong. Malam ini kami menginap di The Pearl Hotel Hanoi, Vietnam, yang beralamat di 6 Bao Khanh lane, Hang Trong ward, Hoan Kiem distr, Hanoi City, Vietnam. Hotel ini berjarak 27,6 km dari Noi Bai International Airport Hanoi.

Sabtu tengah malam, 25 Mei 2019

Kamar 307 The Pearl Hotel Hanoi, Vietnam.

(bersambung secepatnya)

2019 Hari Kedua di Indochina

Minggu, 26 Mei 2019 kami awali dengan ikut Misa Kudus Minggu pagi di Gereja Katedral Santo Yosep Hanoi, yang hanya 5 menit berjalan kaki dari hotel kami. Gereja Katedral Santo Joseph yang terletak di Jl. Nha Chung no 40, Hanoi, adalah bangunan katedral Katolik Roma dengan gaya neo-gothic, yang dibangun pada era kolonial Perancis. Pada tahun 1882, setelah tentara Perancis menaklukkan Hanoi, katedral mulai dibangun oleh para misionaris asal Spanyol yang telah menyebarkan agama Katholik di Vietnam sejak 1679, dan selesai pada tahun 1886. Katedral dan area Nha Chung dibangun di atas tanah yang sebelumnya milik pagoda Bao Thien, yang dibangun di bawah dinasti Ly.

Interior Katedral Santo Yosep Hanoi, Vietnam

Arsitektur dengan kubah katedral mengikuti gaya dan desain Gothic Katedral Paris. Panjangnya 64,5m, lebar 20,5m dengan dua menara lonceng setinggi 31,5m. Meskipun penampilan katedral, dari pintu, kaca jendela berwarna-warni, hingga lukisan religius untuk dekorasi mengikuti gaya Barat, bagian interior utama didekorasi dengan cara Vietnam dengan dua warna khas kuning dan merah. Sebaliknya, dinding depan sama sekali tidak pernah dicat, sampai sekarang. Di bagian luar, di depan katedral ada patung Bunda Maria.

Dinding depan Katedral Santo Yoseph Hanoi Vietnam sama sekali tidak pernah dicat, sampai sekarang.

Katedral Santo Yoseph adalah salah satu bangunan yang paling megah di Hanoi, yang berada di dekat Danau Hoan Kim dan Pagoda Ngoc Son. Interior gereja dilengkapi dengan meubel dan ornamen kuno, hingga menjadikan Katedral ini layaknya sebuah museum. Misa Kudus Natal pertama diselenggarakan di katedral pada tahun 1887. Sejak itu, katedral selalu penuh sesak dengan ratusan orang termasuk orang Kristen dan non-Kristen pada akhir pekan atau selama liburan keagamaan seperti Natal.

‘The 422nd International Conference on Medical & Health Science’ (ICMHS) 2019.

Setelah sarapan, kami menghadiri ‘The 422nd International Conference on Medical & Health Science’ (ICMHS) 2019. Konferensi ini dibuka pada hari Minggu pagi, 26 Mei 2019 dan diselenggarakan di lantai 10 The Pearl Hotel Hanoi, Vietnam, yang beralamat di 6 Bao Khanh lane, Hang Trong ward, Hoan Kiem distr, Hanoi City, Vietnam.

Keynote speech diberikan oleh Prof. Louann Bierlam Palmir, dari School of Medicine, Western Michigan University, United States of America. Pemaparan selanjutnya tentang perbaikan kawasan untuk menekan penularan Malaria oleh Dr. Harpuniat Singh, Senior Assistant Professor, Guru Nanak Dev Engineering College, Ludhiana, Punjab, India. Materi paling rumit adalah kolaborasi insinyur dan dokter, dalam menciptakan alat ‘incubator transport’ untuk bayi baru lahir yang kecil dan premature, oleh Dr. Hainam El Sayed El Sharnaby, dari Higher Institute for Engineering and Technology in Beheria, Mesir. Pengalaman menarik dipaparkan oleh Dr. Idoko Ari Syaddaq, dari Department of Biochemistry, Federal University Dutsinma, Katsina state, Nigeria, terkait alat sederhana untuk pemantauan hipoglikemi dan hiperbilirubinemi, pada bayi baru lahir dengan asfiksia neonatal.

Diskusi tidak kalah seru dipandu oleh Prof. Prayuth Chusirin dari Faculty of Education, KhonKaen University, KhonKaen, Thailand, untuk pendampingan belajar di rumah, pada anak balita dengan riwayat sakit berulang sejak bayi baru lahir. Materi yang membuat kami pusing adalah paparan Prof. Araza Idrus, dari Department of Pediatric, National Defence University of Malaysia, Malaysia, terkait kecenderungan autism pada anak dari keluarga pedesaan.

Setelah lelah mengikuti jalannya diskusi, kami dan siapapun yang datang ke Hanoi, segera ingat akan tokoh hebat Ho Chi Minh dan Vo Nguyen Giap. Tokoh terakhir lahir 25 Agustus 1911 dan meninggal 4 Oktober 2013, pada umur 102 tahun adalah seorang jenderal dan wakil perdana menteri Vietnam. Jenderal besar ini berhasil gemilang dalam pertempuran hebat di Dien Bien Phu dan perang Vietnam.

Pagoda tempat sebagian besar rakyat Vietnam berdoa

Sebaliknya, gerilyawan Viet Minh di bawah Jenderal Vo Nguyen Giap, sanggup mengitari dan mengepung pasukan Prancis sampai pecah pertarungan sengit di darat. Viet Minh menduduki daerah perbukitan di sekitar Dien Bien Phu, dan mampu menembak ke bawah secara akurat ke posisi-posisi pasukan Prancis. Pada akhirnya Viet Minh berhasil merebut basis pertahanan Prancis dan memaksa Prancis menyerah.

Kecerdikan strategi Jenderal besar Vo Nguyen Giap, yang waktu bertempur bersama anak buahnya hanya mengenakan sandal jepit dari ban bekas, menginspirasi kekuatan, keuletan, dan ketangguhan bangsa Vietnam. Hal itu juga Nampak dalam penyelenggaraan ‘The 422nd International Conference on Medical & Health Science’ (ICMHS) 2019.

Gerbang Museum Ho Chi Minh di Hanoi, Vietnam, yang megah menjulang

Sore itu kami segera ganti kostum, untuk mengenang Ho Chi Minh dan Vo Nguyen Giap. Hồ Chí Minh (19 Mei 1890 – 2 September 1969 pada umur 79 tahun) adalah seorang tokoh revolusi dan negarawan Vietnam, yang kemudian menjadi Perdana Menteri (1954) dan Presiden Vietnam Utara (1954–1969). Selain itu, Ho Chi Minh merupakan salah satu politisi yang paling berpengaruh pada abad-20, akrab dipanggil Bác Hồ (paman Hồ). Untuk pertama kalinya setelah 30 tahun meninggalkan Vietnam, Ho Chi Minh kembali ke negaranya pada tahun 1941 dan mendirikan Liga untuk Kemerdekaan Vietnam (Viet Nam Doc Lap Dong Minh atau Viet Minh). Liga tersebut terdiri dari para nasionalis Vietnam dan kelompok komunis yang mendukung kemerdekaan Vietnam. Ketika itu, Viet Minh berjuang melawan kolonial Prancis dan Jepang yang saat itu sedang menduduki Vietnam. Pada akhir Perang Dunia II, Ho memimpin Viet Minh untuk secara bergerilya menguasai kota-kota besar di Vietnam. Pada 2 September 1945, bertempat di Lapangan Ba Dinh Hanoi, Ho Chi Minh mendeklarasikan kemerdekaan Republik Demokrasi Vietnam dan dia menjabat sebagai presiden pertama.

Patung seukuran asli tokoh besar Ho Chi Minh, di museumnya di Hanoi, Viet Nam

Kami segera memesan Grab Car bertarif 30 Dong menuju Museum Ho Chi Minh yang dibangun pada 1990-an, itu didedikasikan untuk almarhum pemimpin Vietnam Ho Chi Minh dan perjuangan revolusioner Vietnam melawan kekuatan asing. Museum Ho Chi Minh mendokumentasikan kehidupan Ho Chi Minh, dengan 8 topik kronologis. Yang pertama, dari tahun 1890 hingga 1910 mencontoh asuhannya, kota kelahirannya dan masa mudanya. Topik kedua menyangkut sepuluh tahun ke depan di mana Ho Chi Minh berkeliling dunia untuk menemukan cara untuk menyelamatkan negara dari kolonialisme. Tiga topik berikutnya, mencakup 1920-1945, menggambarkan bagaimana Ho Chi Minh telah menerjemahkan pengaruh idealisme Marxisme dan Leninisme ke dalam pendirian partai Komunis Vietnam dan berjuang untuk kemerdekaan nasional. Dari 1945 hingga 1969, yang merupakan kerangka waktu yang digambarkan dalam topik 6 dan 7, pahlawan nasional terutama dibahas dalam kehidupan politiknya sampai ia meninggal. Museum ini adalah koleksi artefak, miniatur dan berbagai hadiah yang dikumpulkan secara nasional dan internasional. Ada juga deskripsi yang ditulis dalam bahasa Inggris dan Prancis, serta tur berpemandu berdasarkan permintaan.

Jasad tokoh besar Ho Chi Minh bersitirahat di Mausoleumnya di Hanoi, Vietnam

Selanjutnya kami mengunjungi Mausoleum Ho Chi Minh. Mausoleum atau makam besar ini ternyata tutup sebelum tengah hari, sehingga kami hanya dapat mengambil gambarnya di luar. Di peristirahatan sang pahlawan itulah sisa-sisa dari jasad Ho chi Minh disemayamkan.

menikmati senja dengan makan mie berkuah hangat
di tepi Danau Hoan Kiem, Hanoi, Viet Nam.

Selanjutnya kami kembali ke hotel untuk berganti kostum olah raga dan menikmati senja di tepi Danau Hoan Kiem. Danau ini merupakan tempat yang asyik untuk bersantai dan berkeliling menikmati pemandangan alam kota yang alami dan indah. Banyak masyarakat Hanoi yang sedang piknik, bersantai, bermain dan bercengkrama dengan keluarga dan sahabat. Hoan Kiem sendiri memiliki arti pedang yang dikembalikan. Konon katanya, ada kura-kura sakti yang menghuni danau tersebut dan memberikan sebuah pedang Thuan Thien, kepada kaisar sebagai senjata untuk melawa penjajahan China dan mengusirnya dari Vietnam. Setelah terbebas dari China, kaisar mengembalikan pedang tersebut kepada kura-kura sakti di danau tersebut.

Jalan2 sore di sekitar Danau Hoan Kiem, di pusat kota Hanoi, Viet Nam

Jembatan Huc dari kayu yang bercat merah tampak indah dengan hiasan lampu pada malam hari. Setelah membayar tiket 30.000 dong, kami menyusuri jembatan Huc menuju ke Pagoda Tran Quoc, di tengah Danua Hoan Kiem. Pagoda Tran Quoc (Chua Tran Quoc) merupakan kuil Budha tertua di Hanoi. Pertama kalinya dibangun pada masa kekuasaan Kaisar Ly Nam Dee, antara tahun 544 hingga 548. Pada saat itu, pagoda ini bernama Khai Quoc dan masih terletak di tepi Sungai Merah (Red River). Pada tahun 1615, pagoda ini kemudian dipindahkan ke sebuah pulau kecil yang bernama Kim Ngu yang berarti “golden fish”. Dengan daratan utama Hanoi, pulau ini dan Pagoda Tran Quoc dihubungkan oleh sebuah jalan kecil. Selain sebagai tempat ibadah, pagoda ini juga merupakan objek wisata favorit banyak wisatawan.

Jembatan Huc dari kayu yang bercat merah menuju ke Pagoda Tran Quoc,
di tengah Danua Hoan Kiem, hanois, Viet Nam.

Setelah memasuki gelap malam yang diselingi hujan, kami melanjutkan perjalanan di kota tua Hanoi (Hanoi’s Old Quarter). Area ini merupakan sebuah kawasan dengan 36 ruas jalan. Di area sini kita semua dapat berjalan-jalan memandangi indahnya kota Hanoi, sambil berbelanja barang unik atau oleh-oleh khas Vietnam. Yang unik dari tempat ini adalah setiap jalan ‘Hanoi Old Quarter’ ini, diberi nama sesuai dengan nama toko di ujung jalan tersebut. Saking banyaknya ruas jalan, kita bisa seharian berbelanja. Semakin malam, pemandangan ‘Hanoi’s Old Quarter’ semakin cantik dengan lampu-lampu yang kerlap kerlip. Di area itu juga merupakan tempat berkumpul yang populer, bagi banyak anak muda bergaya pop di Hanoi, rumah bagi toko-toko suvenir yang menarik, dan restoran bergaya Barat. Setelah membeli makan malam berupa  Banh Bao Dimsum yang dibungkus daun pisang, oleh-oleh kopi dan bendera Vietnam, kami segera kembali ke kamar hotel, yang tidak jauh dari tepi Danau Hoan Kiem

Minum kopi Viet Nam di ‘Hanoi’s Old Quarter’, pusat kota Hanoi

Minggu malam, 26 Mei 2019

Di kamar 317 The Pearl Hotel Hanoi, Vietnam.

(bersambung)

2019 Hari Ketiga di Indochina

Pendaratan dari Hanoi, Viet Nam pada menjelang gelap
di Seam Reap, Kerajaan Kamboja

Pada hari ketiga itu kami menghadiri ‘The 422nd International Conference on Medical & Health Science’ (ICMHS) 2019. Konferensi ini ditutup pada hari Senin sore, 27 Mei 2019 dan diselenggarakan di Lantai 10 The Pearl Hotel Hanoi, Vietnam, yang beralamat di 6 Bao Khanh lane, Hang Trong ward, Hoan Kiem distr, Hanoi City, Vietnam.

Materi pertama hari kedua konferensi disampaikan oleh Dr. Ntwampe I. 0lpa dari School of Medicine, North-West University, South Africa, terkait pengendalian TB (tuberculosis) di areal padat penduduk di kota besar. Selanjutnya Dr. Emil Suklar, Pediatric Department, Faculty of Medicine, Anadolu University, Turkey, membahas pengendalian obesitas pada remaja. Topik menarik disampaikan oleh  Dr. Shagenori Togashu dari HITACHI Ltd., Research & Development Group, Japan, tentang kerjasama industri dan rumah sakit, dalam menjawab tantangan fasilitas medis terbatas di negara berkembang. Topik sulit disampaikan oleh Prof. Volken Cacek, Faculty of Medicine, Zirve University, Turkey, tentang peran dokter dalam era revolusi industry 4.0 di negara berkembang. Disusul oleh Dr. Shahad Bashir, Ph.D. Marketing graduate from University of Wales, UK, tentang peran tenaga pemasaran untuk pengembangan layanan di RS.

Kami tidak sempat mengikuti diskusi menarik lain yang dipimpin oleh Prof., Dr. Eriki Ananda kumar dan Prof. Mohammed Hussein Bataineh, dari Department of Communication, Faculty of Medicine Yarmouk University Irbid, Jordan. Juga Prof Caesar Joseph Olbromski, The Alexander S. Onassis Public Benefit Foundation Fellow (Athens, Greece), Dr. Hossam Korany Ahmed, SVS College of Medicine, Arasampalayam, Coimbatore, Tamilnadu, India, karena kami harus segera check out hotel, melanjutkan penerbangan ke Kamboja.

Pesawat Vietnam Airlines, VN 837 Airbus A 321
yang menerbangkan kami keluar dari Hanoi, Vietnam

Sebelum acara seremonial penutupan, kami segera menuju Terminal 2 Noi Bai International Airport, Hanoi, Vietnam, dengan melewati jembatan di atas Sungai Merah yang terbaru, yaitu Jembatan Nht Tân di Hanoi, Vietnam. Philips Lighting (Euronext Amsterdam ticker: LIGHT), pemimpin global di bidang pencahayaan, merampungkan ikon pencahayaan jembatan tersebut pada 19 Juli 2017, yang  menyinari jembatan dengan spektrum cahaya warna-warni, yang mengubah tampilan struktur jembatan menjadi karya seni yang senantiasa berganti. Semua orang yang melewati Sungai Merah di kota Hanoi akan menemukan lima warna yang terbentang di jembatan pada malam hari, yang merupakan simbol lima gerbang kuno menuju ibu kota ini. Dibangun pada tahun 2015, jembatan ini merupakan jembatan cable-stayed (jembatan yang ditopang oleh kabel) terpanjang di Vietnam, sebuah teknologi yang lebih canggih dari teknologi suspension bridge (jembatan gantung).

Cabin Pesawat Vietnam Airlines, VN 837 Airbus A 321 yang nyaman dan senyap

Kami diantar Grab Car KIA Picanto bertarif 385 Dong dan bersiap terbang ke Bandar Udara Internasional Angkor, di Siem Reap, bagian barat Kamboja. Penerbangan menggunakan pesawat Vietnam Airlines, memakan waktu 1 jam 40 menit. Siem Reap merupakan ibu kota Provinsi Siem Reap di Kamboja. Kota ini terletak di bagian barat laut negara dan merupakan pusat wisata dan budaya penting di Kamboja, karena menjadi gerbang masuk menuju kawasan purbakala kota Angkor yang terkenal.

Naik tuktuk, kereta yang ditarik sepeda motor,
mengelilingi Seam Reap, Kamboja

Kata Siem Reap berarti ‘Kekalahan Siam’ — kini Thailand— dan merujuk pada permusuhan dan pertumpahan darah selama berabad-abad, peristiwa tersebut diperingati dalam ukiran relief dan monumen di Candi Angkor. Nama ini juga dapat diterjemahkan sebagai ‘Kegemilangan Siam’, karena, selama 500 tahun sebelum peperangan, kota ini menjadi perlintasan dari Kamboja kuno menuju Siam.

Gerbang depan Candi Angkor (Angkor Wat)
yang sudah hampir gelap ditelan malam

Pada 1901 École Française d’Extrême Orient (EFEO) memulai ekskavasi Angkor dengan mendanai ekspedisi memasuki Siam dan Bayon. Pada 1907 Angkor, yang telah direbut dari Siam dengan paksa, dikembalikan kepada Kamboja. EFEO bertanggung jawab membersihkan situs purbakala ini dari cengkeraman hutan, dan pada tahun yang sama wisatawan pertama tiba di Angkor, sejumlah 200 orang wisatawan yang tinggal di Angkor selama tiga bulan. Angkor kembali diselamatkan dari hutan dan mendapat perhatian dunia.

Patung singa dan ular cobra di Candi Angkor bagian depan,
dalam senja hampir gelap

Pada saat ditemukan oleh penjelajah Prancis pada abad ke-19, Siem Reap hanyalah berupa desa sederhana. Dengan dikuasainya Angkor oleh Prancis pada 1907, Siem Reap mulai berkembang dan menerima gelombang wisatawan pertamanya. Grand Hotel d’Angkor dibuka tahun 1929 dan candi-candi di Angkor menjadi salah satu daya tarik pariwisata Asia utama hingga akhir 1960-an. Tokoh pesohor seperti Charlie Chaplin dan Jackie Kennedy, adalah mereka yang pernah mengunjungi Angkor. Pada 1975, sebagian besar penduduk kota Siem Reap, bersama seluruh penduduk kota lainnya di Kamboja, terbantai oleh komunis Khmer Merah, sisanya menyelamatkan diri dan mengungsi ke pedesaan.

Kampanye stop malaria resisten obat, di areal Greater Mekong,
yang mencakup Seam Ream, Kerajaan Kamboja.

Siem Reap memiliki bangunan tua kolonial dan arsitektur China di sekitar lingkungan bekas kolonial Prancis dan di sekitar Pasar Lama. Di kota ini terdapat Candi Angkor yang besar, gedung pertunjukan yang menggelar pagelaran tari tradisional Apsara, pusat cindera mata, pengrajin kain sutra, sawah pedesaan, desa nelayan, dan suaka burung di dekat danau Tonle Sap. Itulah yang menarik kami untuk datang melihat.

Angkor Wat yang sedang direnovasi,
menjelang gelap ditelan malam di Siem Reap, Kamboja

Kami mendarat di Angkor Internaitonal Airport Siem Reap sudah menjelang gelap. Aplikasi Grab versi Vietnam mengalami kendala saat kami ubah ke versi Kamboja. Juga aplikasi PassApp Taxi milik Kamboja, sore itu terkendala proses downloadnya. Oleh sebab itu kami segera menyewa tuktuk, sebuah sepeda motor yang menarik seperti kereta bagi penumpang, yang merupakan kendaraan penumpang khas Kamboja. Mata uang USD digunakan dalam transaksi di seluruh Kerajaan Kamboja, sehingga kami tidak perlu menukarkan uang lokal.

Makan malam menu lokal Kamboja di The Red Angkor Restourant, Seam Reap.

Beruntung, siluet sore Candi Angkor yang megah masih dapat tertangkap kamera kami. Meskipun sedang dlakukan pemugaran besar-besaran, kami masih sempat mengambil gambar Candi Angkor atau sering disebut Angkor Wat, dari berbagai sisi. Sebelum gelap benar, kami segera bergegas masuk kota Seam Reap, untuk mencapai hotel kami.

Kami menginap di kamar 504 Cheathata Angkor Hotel, Siem Reap, Kamboja, sebuah daerah wisata dengan banyak sekali wisatawan, sebagai mana Kuta dan Legian di Bali, Indonesia.

Senin malam, 27 Mei 2019.

-wikan

(bersambung)

2019 Hari keempat di Indochina

Gerbang Angkor Wat Temple di Siem Riep, Kerajaan Kamboja

Setelah menghadiri ‘The 422nd International Conference on Medical & Health Science’ (ICMHS) 2019 yang diselenggarakan di The Pearl Hotel Hanoi, Vietnam, kami melanjutkan terbang ke Siem Reap, Kamboja, untuk menikmati keindahan dan kemegahan Candi Angkor Wat. Pada tahun 1907 Angkor direbut dari Siam (sekarang Thailand) secara paksa oleh kolonial Perancis dan dikembalikan kepada Kamboja. Lembaga ilmiah di Perancis, yaitu École Française d’Extrême Orient (EFEO) membersihkan Candi Angkor yang merupakan situs purbakala dari cengkeraman hutan dan akhirnya mendapat perhatian dunia.

Antrian pertama pembelian tiket masuk areal Candi Angkor Wat
yang buka pk. 5 dini hari

Selasa pagi buta, 28 Mei 2019 kami terbangun di kamar 504 Cheathata Angkor Hotel, Siem Reap, Kamboja, untuk bergabung bersama banyak sekali turis dari berbagai negara, untuk menikmati matahari terbit di seputaran Angkor Wat. Kami naik tuktuk yang malam sebelumnya mengantar kami ke hotel. Kami segera berdiri paling depan, di loket pembelian tiket masuk areal Angkor Wat, yang buka pk. 5. Dengan membayar $37 untuk setiap orang dalam paket wisata 1 hari, kami mendapat tiket yang disertai foto wajah masing-masing pengunjung.

Wajah kami terlihat di dalam tiket masuk areal Angkor Wat,
untuk pemeriksaan keamanan

Angkor Wat adalah sebuah gugus bangunan candi di Kamboja yang merupakan salah satu monumen keagamaan terbesar di dunia. Candi yang berdiri di atas areal seluas 1.626.000 m2 ini mula-mula dibangun sebagai candi agama Hindu Kerajaan Khmer, yang dibaktikan untuk dewa Wisnu, namun lambat laun berubah menjadi candi agama Buddha menjelang akhir abad ke-12. Angkor Wat dibangun oleh Raja Khmer Suryawarman II pada permulaan abad ke-12 di Yaśodharapura, ibu kota Kemaharajaan Khmer, sebagai candi negara sekaligus tempat persemayaman abu jenazahnya. Berbeda dari raja-raja pendahulunya yang berbakti kepada dewa Siwa, Raja Suryawarman II justru membangun Angkor Wat untuk dibaktikan kepada dewa Wisnu. Sebagai candi yang paling terawat di kawasan percandian Angkor, Angkor Wat merupakan satu-satunya candi yang masih menjadi pusat keagamaan penting semenjak didirikan. Mahakarya langgam klasik arsitektur Khmer ini telah menjadi salah satu lambang negara Kamboja, ditampilkan pada bendera negara Kamboja, dan menjadi daya tarik wisata utama negara itu.

Siluet Candi Angkor Wat di Siem Reap, Kamboja sebelum matahari terbit

Pintu masuk samping timur, menuju areal tengah Candi Angkor Wat
di Siem Reap, Kerajaan Kamboja

Angkor Wat (bahasa Khmer: “candi kota”) adalah sebuah gugus bangunan candi di negara Kamboja yang merupakan salah satu monumen keagamaan terbesar di dunia. Candi yang berdiri di atas situs seluas 1.626.000 m2, Angkor Wat memadukan dua rancangan pokok arsitektur candi Khmer, yakni rancangan candi gunungan dan rancangan candi berserambi. Angkor Wat dirancang sebagai lambang Gunung Meru (kahyangan dewa-dewi Hindu) yang dikelilingi tiga undak bangunan serambi persegi panjang, dan masih dipagari lagi dengan tembok luar sepanjang 3,6 km (2,2 mil) berikut sebuah parit sepanjang lebih dari 5 km (3 mil). Di tengah-tengah gugus bangunan candi ini, menjulang menara-menara yang membentuk tatanan quinquncia (tatanan lima objek yang membentuk lambang tapak dara, salah satunya terletak pada titik persilangan). Berbeda dari kebanyakan candi yang bertebaran di kawasan percandian Angkor, candi ini dibangun menghadap ke arah barat; para peneliti berbeda pendapat sehubungan dengan makna dari perbedaan ini. Angkor Wat dikagumi karena kemegahan dan keselarasan arsitekturnya, luasnya bidang yang dihiasi relief dangkal, dan sekian banyak sosok dewata yang terukir pada tembok-temboknya.

Berbagi lokasi dengan pengunjung lainnya,
mengambil gambar siluet Candi Angkor Wat yang megah
Para pengunjung Candi Angkor Wat berjajar di tepi kolam,
untuk mengambil gambar bayangan siluet candi dalam air kolam

Seperti sebuah kolam renang raksasa
di dalam Candi Angkor Wat Siem Reap, Kamboja
Perjumpaan yang meneguhkan
dengan seorang biksu muda Khmer yang optimistik dan berwajah teduh
di areal Candi Angkor Wat, Siem Reap, Kamboja

Angkor Wat terletak 5,5 km di sebelah utara kota modern Siem Reap. Candi ini juga berada tidak jauh di sebelah selatan dan agak ke timur dari bekas ibu kota Khmer yang berpusat di candi Baphuon. Angkor Wat sendiri berlokasi di kawasan percandian Angkor, dan juga merupakan candi paling selatan dari antara candi-candi lainnya di kawasan tersebut.

Puncak kedua stupa suci Candi Angkor Wat, Kamboja
yang tinggi menjulang, sangat indah dipandang
Gerbang belakang yang megah saat akan keluar areal situs Candi Angkor Wat,
untuk menuju situs Candi Bayon, di Siem Reap, Kamboja

Selanjutnya kami mengunjungi Bayon yang merupakan candi agung Kerajaan Khmer di dalam kawasan Angkor. Dibangun pada akhir abad ke-12 hingga awal abad ke-13, candi yang kaya ukiran ini adalah candi agung resmi kerajaan yang bersifat Buddha Mahayana, yang dibangun atas prakarsa Raja Jayawarman VII. Candi Bayon berdiri menjulang tepat di pusat ibu kota milik Jayawarman VII Angkor Thom. Setelah Jayawarman wafat, candi ini kerap diubah fungsinya menjadi candi Hindu dan Buddha Theravada sesuai keinginan raja berikutnya.

Wajah berukuran raksasa dengan ekspresi yang tenang, teduh, dan anggun,
terukir pada menara candi Bayon

Wajah para raja berukuran raksasa
terukir pada menara-menara candi Bayon, dekat Angkor Wat
Candi Bayon, di belakang Candi Angkor Wat dengan stupa yang khas,
yaitu sangat tinggi menjulang

Ciri utama candi Bayon adalah terdapat banyak wajah berukuran raksasa dengan ekspresi yang tenang, teduh, dan anggun, terukir pada menara-menara candi yang mengelilingi puncak utama. Candi ini juga terkenal dengan dua set bas relief yang menampilkan kombinasi antara mitologi, sejarah, serta adegan sehari-hari pada masa Kerajaan Angkor, yang menggambarkan candi ini sebagai “sebuah perwujudan paling mengagumkan dari gaya barok” dalam Arsitektur Khmer, apabila dibandingkan dengan gaya klasik Angkor Wat.

Kampanye basmi malaria yang telah resisten obat anti malaria standar,
di Greater Mekong, termasuk di Siem Reap

Tokoh pesohor seperti Charlie Chaplin dan Jackie Kennedy, adalah mereka yang pernah mengunjungi Angkor Wat dan kami tidak mau kalah. Setelah puas menikmati kemegahannya, selanjutnya kami mengenang Dr. Beat Richner (13 Maret 1947 – 9 September 2018) adalah seorang dokter spesialis anak dari Swiss, pemain cello dan pendiri rumah sakit anak di Kamboja. Dia menciptakan Yayasan Kantha Bopha di Zurich pada tahun 1992 dan menjadi kepalanya. Saat bekerja untuk Palang Merah Swiss, ia dikirim ke Kamboja di mana ia bekerja di Rumah Sakit Anak Kantha Bopha di Phnom Penh pada tahun 1974 dan 1975. Rumah sakit ini dinamai untuk mengenang HRH Samdach Preah Ang Mechas Norodom Kantha Bopha (1948– 1952), yang merupakan putri Raja Norodom Sihanouk dan meninggal pada usia yang sangat muda.

.

Siamray dengan tuktuk pribadinya, setia mengantar kami
keliling areal arkeologi Candi Angkor Wat

Ketika Khmer Merah menyerbu Kamboja, Richner terpaksa kembali ke Swiss di mana ia melanjutkan pekerjaannya di Rumah Sakit Anak Zurich. Pada Desember 1991, Richner kembali ke Kamboja dan menyaksikan kehancuran yang terjadi setelah konflik antara Khmer Merah dan Vietnam. Dia diminta untuk membuka kembali dan membangun kembali Kantha Bopha oleh pemerintah Kamboja. Menciptakan Yayasan Kantha Bopha pada Maret 1992, Richner secara resmi kembali ke Kamboja untuk memulai rekonstruksi dan Kantha Bopha dibuka kembali pada November 1992. Sejak itu, yayasan telah mendanai perluasan Rumah Sakit Anak Kantha Bopha untuk berkembang menja lima rumah sakit, termasuk di Siem Reap.

Mengagumi dedikasi Dr. Beat Richner
yang mendirikan RS Anak Kantha Bopha III Siem Reap, Kamboja

Sebanyak 5 buah Rumah sakit Kantha Bopha merawat sekitar setengah juta anak per tahun tanpa biaya, termasuk untuk sekitar 100.000 anak yang sakit parah dan harus dirawat inap. Ensefalitis Jepang, malaria, demam berdarah dengue, dan tipus sering terjadi, yang bahkan sering diperburuk oleh adanya infeksi tuberkulosis (TB) sebelumnya. TB adalah pembunuh nomor satu bagi anak di Kamboja dan lebih dari 80% dari semua perawatan anak di Kamboja, dilayani oleh jaringan rumah sakit Kantha Bopha. Operasional rumah sakit terutama didanai oleh sumbangan individu filantropis di Swiss. Biaya operasional pada tahun 2006, saat terjadi lonjakan kasus malaria, mencapai US $ 17 juta. Sejak Yayasan dimulai pada tahun 1991, dilaporkan telah mengumpulkan US $ 370 juta. Selain perawatan medis, rumah sakit juga menyediakan Pendidikan Vokasi Pascasarjana Internasional, yaitu Akademi Pediatri Kantha Bopha yang dimulai pada tahun 2009. Program ini mencakup kuliah dan kursus tentang pediatri umum, infektologi, imunologi dan pencitraan diagnostik. Program kursus juga mencakup pengenalan ke dalam organisasi dan manajemen rumah sakit anak dan fasilitas bersalin di negara tropis yang miskin.

.

Bersiap naik bis Giant Ibis yang eksklusif buatan Hyundai
meninggalkan Siem Reap menuju Phnom Penh, Kamboja

Setelah puas menikmati kemegahannya, selanjutnya kami naik bis Giant Ibis, menuju Phnom Pehn, ibukota Kerajaan Kamboja. Menempuh perjalanan 323 km, kami perlu waktu 6 jam dalam bis ekskutif buatan Hyundai, Korea. Sepanjang perjalanan kami melewati jalan raya yang mulus, tertata dan datar. Rasanya tidak ada jalan mendaki dan menurun di darata Komboja. Kendaraan yang lewat pada umumnya berukuran besar, tidak ada yang berminat dengan kendaraan kecil. Camry, Prius, Fortuner, Pajero, Highlander, Land Cruiser, Navara, Alphard, Hi Lux dan H1, adalah kendaraan besar yang lalu lalang di sepanjang jalan di Kamboja.

Menikmati pemandangan kawasan Kamboja yang luas,
dari dalam cabin bis Giant Ibis ke Phnom Penh

Sepanjang mata memandang, masih banyak areal tanah kosong, rumah dibangun dengan halaman yang luas, dan jalan yang lebar dengan warna tanah kemerahan. Panoramanya mirip dengan wilayah Kalimantan Tengah, yang masih jarang penduduk. Meskipun medannya tidak berat karena hanya datar, tetapi warga Kamboja lebih senang menggunakan mobil dengan kapasitas mesin yang besar, yang biasanya diiperuntukkan bagi medan berat.

Museum Genosida Tuol Sleng pada malam hari
untuk mengenang kekejaman Khmer Merah di Phnom Pehn, Kamboja

Kami turun di garasi bis Giant Ibis, di pinggiran kota Phnom Penh, dilanjutkan naik tuktuk keliling kota dalam sore hari menjelang malam yang sedikit gerimis. Dengan cepat kami mengunjungi Museum Genosida Tuol Sleng, Monumen Kemerdekaan, Patung Raja Norodom Sihanouk, dan Istana Kerajaan Kamboja, karena hari keburu malam dan hujan semakin lebat. Selanjutnya kami check in di hotel dan berniat mengulangi lagi kunjungan ke tempat tersebut pagi hari, sebelum melanjutkan perjalanan ke Vietnam.

.

Monumen Kemerdekaan Kamboja di waktu malam,
di tengah simpang jalan yang ramai di Phnom Phen

Ditulis di dalam kamar 304 King Grand Boutique Hotel, 18 Street 258, Phnom Penh, Cambodia, The Kingdom of Wisdom

Selasa malam, 28 Mei 2019.

-wikan

(bersambung)

2019 Hari kelima di Indochina

Setelah selesai menghadiri ‘The 422nd International Conference on Medical & Health Science’ (ICMHS) 2019 yang diselenggarakan di The Pearl Hotel Hanoi, Vietnam, kami melanjutkan terbang ke Siem Reap, Kamboja, untuk menikmati keindahan Candi Angkor Wat. Dengan menggunakan bis antar kota berkapasitas 41 tempat duduk ‘Giant Ibis3’, kami meninggalkan Siem Reap, untuk menuju Phnom Penh, ibukota  dan kota terbesar di Kamboja. Kota ini memiliki penduduk sekitar 1 juta jiwa, sementara seluruh penduduk Kamboja adalah 11,4 juta jiwa.

Phnom Penh terletak di tepi Sungai Mekong, yang merupakan sungai utama di daratan Asia dengan panjang 4.200 km yang berasal dari dataran tinggi Tibet Cina. Sungai ini melintasi Kamboja dari Utara ke Selatan dengan panjang total 486 km dan melewati Phnom Penh, sebagai persimpangan sungai untuk sumber air minum dan ekosistem kota.

Didirikan pada tahun 1434, kota ini terkenal karena arsitektur yang indah, sejarah dan atraksi kebudayaannya. Phnom Penh pernah dikenal sebagai “Mutiara Asia”, dan dianggap sebagai salah satu kota peninggalan kolonial Prancis yang terindah, yang pernah dibangun sebagai kota di seluruh Indocina pada tahun 1920. Saat ini masih ada sejumlah bangunan kolonial Prancis yang tersebar di sepanjang jalan-jalan utama, mekipun Phnom Penh telah berkembang menjadi pusat negara, pusat industri, perekonomian, keamanan, dan politik Kamboja. Phnom Penh, bersama dengan Siem Reap dan Sihanoukville adalah tujuan wisata domestik dan global yang signifikan untuk Kamboja.

Mengunjungi Universitas Ilmu Kesehatan di Phnom Pehn,
Kerajaan Kamboja di waktu malam

Malam itu kami menginap di kamar 304 King Grand Boutique Hotel, Phnom Penh, Kamboja, dan terbayang kesedihan mendalam tentang para korban yang diabadikan di Museum Genosida Tuol Sleng, yang baru saja kami kunjungi. Museum di pusat kota Phnom Penh tersebut merupakan bekas sebuah Kamp Konsentrasi pada masa rezim Komunis Khmer Merah berkuasa di Kamboja, pada tahun 1975-1979. Kamp Konsentrasi ini dibangun oleh Pol Pot, pemimpin Khmer Merah, untuk menyingkirkan orang-orang yang tidak sepaham dengannya. Pol Pot berusaha kembali ke perekonomian agraris dan karena itu menewaskan banyak orang yang dianggap sebagai musuh, “malas”, atau secara politik terdidik. Banyak penduduk, termasuk mereka yang kaya dan berpendidikan, dievakuasi dari kota dan dipaksa untuk melakukan kerja paksa di bidang pertanian di pedesaan sebagai ”manusia baru“.

Gerbang depan Museum Genosida Tuol Sleng di Phnom Pehn,
salah satu tempat yang mengerikan di Kamboja

Bangunan sekolah ‘Tuol Svay Prey High School’ diambil alih oleh pasukan Pol Pot dan diubah menjadi 21S- kamp penjara, di mana para musuh politik Pol Pot ditahan dan disiksa. Nama Tuol Sleng merupakan Bahasa Khmer yang berarti “Bukit Pohon Beracun”. Bekas sekolah tinggi yang sekarang menjadi Museum Genosida Tuol Sleng, merupakan tempat penyiksaan oleh pasukan Khmer Merah yang menyimpan alat, perangkat dan foto para korban. Perkiraan jumlah kematian akibat kebijakan Khmer Merah, termasuk penyakit dan kelaparan, berkisar 1,7-2,5 juta dari penduduk Kamboja sekitar 8 juta. Pada tahun 1979, pasukan komunis Vietnam menyerbu Republik Demokratik Kampuchea dan menggulingkan rezim Khmer Merah.

Gerbang belakang Museum Genosida Tuol Sleng di Phnom Pehn
yang gelap, mencekam, dan mengerikan

Perang Kamboja-Vietnam adalah konflik yang terjadi antara Republik Sosialis Vietnam dan Kamboja. Perang ini dimulai dengan invasi dan pendudukan Vietnam terhadap Kamboja dan penurunan Khmer Merah dari kekuasaan. Konflik ini juga mengemukakan bagaimana perpecahan Tiongkok-Soviet telah merusak pergerakan komunis. Partai Komunis Vietnam memihak kepada Uni Soviet, sementara Partai Komunis Kamboja tetap setia dengan Republik Rakyat Tiongkok.

.

Monumen lambang kejayaan bangsa Khmer di pusat kota Phnom Pehn, Kamboja

Perang ini dimulai dengan kekhawatiran Republik Demokratik Kampuchea yang pada saat itu di bawah pimpinan Pol Pot, akan meluasnya pengaruh Vietnam setelah kemenangan Vietnam pada Perang Vietnam. Kekhawatiran ini didasarkan atas keinginan Vietnam untuk menyatukan kawasan Indochina dalam suatu negara di bawah kekuasaan Vietnam. Dibawah kekhawatiran tersebut, pasukan Republik Demokratik Kampuchea melancarkan aksi untuk menetralisir tentara Vietnam di sekitar perbatasan Vietnam-Kamboja. Atas aksinya, Vietnam membalas dengan melancarkan invasi melawan Republik Demokratik Kampuchea yang menyebabkan keruntuhannya, yang kemudian diganti oleh negara boneka Vietnam, Republik Rakyat Kamboja. Pendudukan Vietnam berakhir setelah tekanan internasional serta reformasi politik Vietnam. Tentara Vietnam terakhir keluar Kamboja pada tahun 1992.

Kami juga jadi ingat tentang seorang wartawan Kamboja Dith Pran, yang menciptakan istilah “ladang pembantaian” (The Killing Fields) setelah melarikan diri dari rezim Khmer Merah. Sebuah film yang dirilis tahun 1984 berjudul sama, yaitu ‘The Killing Fields’, menceritakan kisah Dith Pran, dimainkan oleh seorang survivor Kamboja Haing S. Ngor, dan perjalanannya untuk melarikan diri dari kematian di kamp.

Monumen Kemerdekaan Kamboja di tengah kota Phnom Penh saat malam hari.

Malam sebelum ke hotel, kami juga sempat mengunjungi Monumen Kemerdekaan di Phnom Penh, yang dibangun pada tahun 1958 untuk memperingati kemerdekaan Kamboja dari Prancis pada 1953. Monumen tersebut berdiri di persimpangan Norodom Boulevard dan Sihanouk Boulevard. Monumen tersebut membentuk stupa berbentuk teratai, yang gayanya tampak pada candi Khmer besar di Angkor Wat dan situs sejarah Khmer lainnya. Monumen Kemerdekaan dirancang oleh arsitek modern Kamboja yang sangat berpengaruh, yaitu Vann Molyvann.

Patung perunggu Raja Norodom Sihanouk,
di pusat kota Phnom Pehn yang malam dan hujan

Selain itu, kami juga sempat berfoto dalam hujan, untuk melihat patung Raja Norodom Sihanouk, yang diciptakan sebagai peringatan 1 tahun meninggalnya sang raja. Peresmian patung perunggu raja Sihanouk tersebut dilangsungkan pada hari Jumat, 11 September 2013. Patung setinggi 100 kaki seharga sekitar 1,2 juta dollar AS, menggambarkan Raja Norodom Sihanouk sebagai sosok yang melekat di hati rakyatnya. Paling tidak hal itu terlihat dari tetap membanjirnya warga yang menjenguk perabuan jenazahnya di Istana Kerajaan. Saat peresmian patung itu, Perdana Menteri Hun Sen dan raja Kamboja saat ini, Norodom Sihamoni hadir. Norodom Sihanouk wafat pada 15 Oktober 2012 karena serangan jantung di Beijing, China. Sihanouk berjasa membuat Kamboja tetap dalam keadaan damai sejak merdeka dari Perancis pada 1953.

Peta jalan program pemberantasan malaria di Kamboja pada 1953.

Kami jadi teringat bahwa Professor Nicholas White dari Oxford University di Inggris menerbitkan surat terbuka di jurnal kesehatan ‘The Lancet Infectious Diseases.’ Surat yang terbit pada hari Rabu, 25 September 2017 berisi tentang sebuah varian malaria baru, yang telah menyebar di wilayah barat Kamboja. Parasit malaria mutan terbaru itu kebal terhadap segala macam obat berbasis artemisin, obat utama melawan malaria yang dipakai oleh dokter di seluruh dunia. Malaria baru tersebut bahkan sudah menyebar dari kawasan barat Kamboja, menuju daerah timur laut Thailand, selatan Laos, hingga Selatan Vietnam (Greater Mekong).

Kami jadi teringat bahwa Professor Nicholas White dari Oxford University di Inggris menerbitkan surat terbuka di jurnal kesehatan ‘The Lancet Infectious Diseases.’ Surat yang terbit pada hari Rabu, 25 September 2017 berisi tentang sebuah varian malaria baru, yang telah menyebar di wilayah barat Kamboja. Parasit malaria mutan terbaru itu kebal terhadap segala macam obat berbasis artemisin, obat utama melawan malaria yang dipakai oleh dokter di seluruh dunia. Malaria baru tersebut bahkan sudah menyebar dari kawasan barat Kamboja, menuju daerah timur laut Thailand, selatan Laos, hingga Selatan Vietnam (Greater Mekong).

Pemeriksaan parasitologi malaria di Kamboja

Di beberapa wilayah Kamboja, tingkat resistensi pasien mencapai 60 persen dan sepertiga penangangan malaria di sana dinyatakan gagal. Walau mengkhawatirkan, varian malaria terbaru ini masih jauh dari Benua Afrika. Malaria baru ini akan mematikan, jika sampai menyeberang Samudra Hindia, karena setiap tahun 90 persen dari 212 juta kasus malaria seluruh dunia, terjadi di Benua Hitam Afrika. Ironisnya, kasus malaria yang disebarkan oleh nyamuk, sebetulnya mengalami penurunan beberapa tahun terakhir. Desember 2015, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan sejak tahun 2000 terdapat penuruan kasus malaria minimal 70 persen di lebih dari setengah negera yang terjangkit penyakit berbahaya ini. Secara keseluruhan, jumlah kasus malaria menurun sampai 40 persen sementara tingkat kematian turun 66 persen di benua Afrika dalam kurun waktu yang sama.

Mari kita bantu program stop malaria di Kamboja

Di Kamboja terjadi 45.991 kasus malaria pada 2017, di mana angka tersebut meningkat 95 persen dari 23.627 kasus pada tahun sebelumnya, seperti yang dijelaskan oleh Huy Rekol, direktur Pusat Nasional untuk Parasitologi, Entomologi dan Pengendalian Malaria Kamboja. Peningkatan kasus malaria tahun 2017 yang luar biasa, mungkin berhubungan dengan perubahan iklim dan jatuhnya tanggal kadaluarsa kelambu berinsektisida. Tahun 2016 cuaca telah berubah dengan musim hujan yang berkepanjangan, yang kondusif bagi pembiakan nyamuk. Faktor lainnya adalah kelambu berinsektisida, yang telah didistribusikan ke orang-orang yang tinggal di daerah rawan malaria, telah kehilangan efisiensinya setelah digunakan selama tiga tahun. Kami menjadi agak sulit tidur membayangkan semua hal yang terjadi tersebut malam itu ada di sekitar kami.

Gerbang depan Istana Kerajaan Kamboja atau National Royal Palace,
yang sedang direnovasi di pusat kota Phnom Pehn.

Rabu pagi, 29 Mei 2019 untunglah kami dapat bangun pagi untuk berjalan kaki sekitar 5 menit dari hotel, guna melihat Istana Kerajaan Kamboja atau National Royal Palace. Istana megah dan besar ini berfungsi sebagai kediaman resmi Raja Kamboja dan keluarga kerajaan. Nama lengkap dalam bahasa Khmer adalah Preah Barum Reachea Veang Chaktomuk Serei Mongkol. Para raja Kamboja telah menghuni istana ini sejak dibangun pada tahun 1860-an, dengan pengecualian istana sempat kosong karena keluarga kerajaan pergi mengungsi, mengasingkan diri  ke Perancis dan China, ketika negara jatuh dalam kekacauan, akibat berkuasanya rezim Khmer Merah.

.

Panorama pertemuan Sungai Tonle Sap dan Sungai Mekong
yang disebut Chaktomuk di pagi hari, di tegah kota Phnom Penh, Kamboja

Istana ini dibangun setelah Raja Norodom memindahkan ibukota kerajaan dari Oudong ke Phnom Penh pada pertengahan abad ke-19. Istana ini dibangun secara bertahap di atas benteng kuno yang disebut Banteay Kev. Istana ini menghadap ke arah Timur dan terletak di tepi barat dari cabang pertemuan Sungai Tonle Sap dan Sungai Mekong yang disebut Chaktomuk (Sansekerta:catur mukkha yang berarti empat muka), sebuah kiasan untuk dewa Brahma yang memiliki empat muka menghadap empat penjuru.

Gerbang King Grand Boutique Hotel, Phnom Penh, Kamboja, yang artistik

Rabu siang, 29 Mei 2019 kami meninggalkan King Grand Boutique Hotel, Phnom Penh, Kamboja, untuk naik bis lagi menuju Ho Chi Min City Vietnam. Pemeriksaan imigrasi dilakukan oleh Otoritas Imigrasi Kamboja di Kota Bavet dan bis berhenti di gedung tempat pos pemeriksaan paspor Kamboja berada. Setelah dipindai sidik jari dan stempel tanggal keluar wilayah Kamboja, para penumpang naik bis lagi menuju pos pemeriksaan pintu masuk perbatasan Vietnam di Kota Moc Bai. Paspor semua penumpang dikumpulkan oleh awak bis dan kita menunggu di areal pertokoan duty free untuk makan siang. Selesai makan, para penumpang diantar k epos pemeriksaan dan harus turun dari bus dengan membawa semua tas perbekalan, untuk dipindai dalam mesin x-ray dan pemeriksaan paspor oleh petugas imigrasi Vietnam.

Bis yang mengantar kami meninggalkan Phnom Pehn, Kamboja
dan memasuki Ho Chi Min, Vietnam

Memasuki territorial Vietnam, jalan dan pemandangan alam sekitarnya sangat berbda, karena lebih padat penduduk, maju dan modern. Setelah total 6 jam menempuh jarak 230,4 km melewati jalan nasional AH1/NR1, selanjutnya kami menginap di Ho Chi Min City.

Ditulis di Kamar 602 Anpha Boutique Hotel, Ho Chi Minch City Vietnam

Rabu malam, 29 Mei 2019.

-wikan

(bersambung)

2019 Hari Keenam di Indochina

Setelah selesai menghadiri ‘The 422nd International Conference on Medical & Health Science’ (ICMHS) 2019 yang diselenggarakan di Hanoi, Vietnam, kami melanjutkan terbang ke Siem Reap, Kamboja. Setelah menempuh jalur darat dari Siem Reap menuju Phnom Penh, ibukota Kamboja, kami berlanjut menuju ke kota Ho Chi Minh di Vietnam.

Kota Ho Chi Minh adalah kota terbesar di Vietnam dan terletak dekat delta Sungai Mekong. Dahulu namanya Prey Nokor dalam bahasa Khmer dan saat itu, kota ini merupakan pelabuhan utama Kamboja, yang kemudian ditaklukkan oleh bangsa Vietnam pada abad ke-16. Namanya kemudian berubah menjadi Saigon, hingga berakhirnya perang Vietnam, dan dijadikan ibu kota koloni Prancis yang disebut Cochinchina, dan pernah menjadi ibu kota Vietnam Selatan dari tahun 1954 hingga 1975, saat berkecamuknya Perang Vietnam.

Sejarah Kota Ho Chi Minh dimulai sebagai sebuah desa nelayan kecil dengan nama Prey Nokor. Pada 1623, Raja Chey Chettha II dari Kamboja (1618-1628) mengizinkan pengungsi-pengungsi Vietnam melarikan diri dari perang saudara Trinh-Nguyen di Vietnam untuk menetap di wilayah Prey Nokor, dan membangun sebuah rumah adat di Prey Nokor dan akhirnya dikenal sebagai Saigon. Setelah ditaklukkan pasukan colonial Perancis pada 1859, kota ini dipengaruhi oleh Prancis selama pendudukan mereka atas Vietnam, dan sejumlah bangunan bergaya klasik kota ini mencerminkan pengaruh tersebut. Akibatnya Saigon sempat dijuluki sebagai “Mutiara dari Timur Jauh” (Hòn ngọc Viễn Đông) atau “Paris di Timur” (Paris Phương Đông).

Kamis dini hari, 30 Mei 2019 kami berjalan kaki dari hotel menuju Gereja Katederal Notre Dame of Saigon, untuk mengikuti misa harian pagi di Basilika Notre-Dame Saigon, yang secara resmi bernama Basilika Bunda Konsepsi Imakulata, yang terletak di pusat kota Ho Chi Minh City, Vietnam. Dibangun dengan arsitek Jules Bourard oleh kolonialis Perancis antara tahun 1863 dan 1880, gereja bergaya Gotic Romanesque murni tersebut memiliki dua menara lonceng dengan tinggi 58 meter, dan dibuka untuk umum pada 11 April 1880.

Sebelum misa kudus harian dimulai
di Basilica Notre Dame of Saigon di Ho Chi Min City, Vietnam

Gereja Katolik Roma tersebut dibangun untuk pelayanan keagamaan bagi para serdadu kolonialis Prancis. Gereja pertamanya dibangun di Jalan Ngo Duc Ke, yang merupakan sebuah pagoda Vietnam pada masa perang. Uskup Lefevre memutuskan untuk membuat pagoda tersebut menjadi sebuah gereja. Pada tahun 1960, Paus Yohanes XXIII meresmikan keuskupan Katolik Roma di Vietnam dan melantik uskup agung untuk Hanoi, Huế dan Saigon, yang sejak itu katedral tersebut diberi nama Katedral Pemimpin Saigon. Pada 1962, Paus Yohanes XXIII memberikannya status basilika dan disebut Basilika Katedral Notre-Dame Saigon, yang saat ini membawahi 203 paroki. Luar biasa banyak.

Kantor Pos Pusat Saigon (sekarang Ho Chi Mon City)
yang dirancang setengah tenggelam dan setengah  timbul

Setelah puas berdoa dan berfoto di situ, kami segera menyeberang jalan ke sebelah kiri geraja, yang terdapat Kantor Pos Sentral Saigon, yaitu kantor pos terbesar di Vientam. Gedung ini memiliki arsitektur Eropa Barat yang berkombinasi dengan arsitektur Timur dan dibangun dari tahun 1886 sampai 1891. Perancangan gedung kantor Pos ini dibuat oleh arsitek Perancis, Gustave Eiffel, yang terkenal  dengan perancangan menara Eiffel di Paris Perancisdan Patung Liberty di New York AS, yang keduanya telah kami kunjungi sebelumnya. Setelah 23 tahun digunakan, arsitek Villedieu dan Foulhoux merancang pengembangan bangunan yang baru. Ciri khas dan yang luar biasa indahnya dari gedung tiga lantai ini, dirancang setengah tenggelam dan setengah  timbul. Kalau dilihat dari luar terlihat jendela berbentuk lengkung, jam besar di atas pintu utama dan bendera  merah berbintang kuning Vietnam yang berkibar-kibar di tengah-tengah angin. Pagi itu kantor pos belum buka, sehingga kami hanya dapat berfoto di luarnya saja.

.

Jendela berbentuk lengkung, jam besar di atas pintu utama dan bendera  merah berbintang kuning Vietnam di Kantor Pos Pusat Saigon, Ho Chi Min City

Kalau seandainya kami dapat masuk gedung itu, tentu saja kami akan dapat mengagumi lukisan peta Vietnam Selatan dan Kamboja dengan judul ‘Lignes telegraphiques du Sud Vietnam et Cambodge’ (Telegraphic lines of Southern Vietnam and Cambodia) dan lukisan peta kota Saigon dengan judul ‘Saigon et ses environs’ (Sai Gon and its environment), kedua lukisan tersebut menggambarkan kondisi tahun 1892. Selain itu, juga lukisan wajah tokoh besar Ho Chi Minh, yang terpampang di tengah dinding bagian dalam bangunan. Selanjutnya kami berjalan kaki sejauh 300 m menuju Balai Kota (City Hall), sebuah bangunan indah yang awalnya adalah Hotel de Ville Saigon. City Hall ini dibangun pada tahun 1902 hingga 1908, pada masa penjajahan Perancis. Yang menarik di Balai Kota ini ialah lampu-lampu di bagian luar gedung, yang dinyalakan pada malam hari, karena memberikan iluminasi cahaya sangat unik. Selain itu, kami juga menikmati bagian taman dan patung ‘Uncle Ho’ yang berdiri gagah di seberang bangunan utama.

Patung ‘Uncle Ho’ yang berdiri gagah
di seberang bangunan utama Balai Kota Saigon yang artistik

Oleh karena impor sepeda motor murah, maka jumlah sepeda motor telah meningkat hingga sekitar 3 juta. Ditambah lebih dari 400.000 mobil yang memadati jalan-jalan arteri kota ini, membuat jalanan macet dan udara terpolusi. Bila Beijing dikenal sebagai “Kota Sepeda”, maka Kota Ho Chi Minh dapat disebut “Kota Sepeda Motor.” Setelah kami mengunjungi Balai Kota Vietnam dan kemudian sarapan di hotel, kami menyewa sepeda motor paket sehari seharga $10. Sejak itu, kami melakukan uji adrenalin dan bergabung dengan para pengendara sepeda motor yang merajai semua jalan di sepanjang kota Ho Chi Min, termasuk para pengendara ojek aplikasi Grab yang berseragam hijau dan Goviet yang berseragam merah. Goviet adalah anak usaha Go Jek yang asli Indonesia. Lalu lintas di Ho Chi Min sangat menantang, sebab sangat teratur dalam ketidakteraturan. Selain laju kendaraan berada di lajur kanan jalan yang sering kali kami lupa setelah berbelok, juga setiap lampu hijau menyala, jangan berharap hanya kita yang melaju, sebab banyak pengendara motor dan mobil dari arah lain, termasuk yang melawan arus, pada saat yang sama juga ikut melaju.

Balai Kota Ho Chi Min, Viet Nam semula adalah Hotel de Ville Saigon
yang dibangun pada tahun 1908.

Tujuan kami yang pertama adalah Istana Reunifikasi yang megah dan bersejarah. Istana Merdeka atau Istana Reunifikasi (Dinh Thống Nhất) dibangun di situs bekas Istana Raja Norodom yang merupakan ‘landmark’ kota Saigon, Vietnam. Istana ini dirancang oleh arsitek Ngô Viết Thụ, dengan gaya arsitektur yang memadukan gaya modern dan tradisional Vietnam, serta merupakan rumah dinas dan tempat kerja Presiden Vietnam Selatan, selama Perang Vietnam. Di istana itulah Presiden Vietnam Selatan Nguyen Van Thieu mundur dan menyerahkan kekuasaan ke tangan Wapres Tran Van Huong, sebelum kabur pada 25 April 1975. Pada dini hari 30 April 1975, tentara Vietnam Utara menyerang dan hanya mendapati perlawanan ringan dari lawan. Kemudian sejumlah tank AD Vietnam Utara menabrak pintu gerbang Istana Presiden dan sekaligus mengakhiri perang Vietnam, karena akhirnya Vietnam Selatan menyerah.

Gerbang Istana Reunifikasi (Dinh Thống Nhất) yang terbuka di Saigon,
dahulu ditabrak tank Tentara Vietnam Utara

Jenderal Duong Van Minh mengaku kalah dan menyerah kepada Koloner Bui Tin dari AD Vietnam Utara. Sebelumnya Duong Van Minh mengambil alih kekuasaan dari Presiden Tran Van Huong yang baru berkuasa selama satu hari. “Anda tak perlu khawatir. Di antara bangsa Vietnam tidak ada yang menang atau kalah. Hanya bangsa Amerika yang kalah,” kata Kolonel Bui Tin kepada Jenderal Dong Van Minh. “Jika Anda seorang patriot, anggap saat ini sebagai saat bahagia. Perang di negara kita sudah berakhir,” tambah Bui Tin (29 Desember 1927 – 11 Agustus 2018). Di istana itulah tempat berakhirnya perang berdarah yang panjang, menewaskan setidaknya tiga juta orang Vietnam, dan kami sempatkan berfoto di depan gerbang yang dulu ditabrak tank AD Vietnam Utara, yang masih utuh sampai sekarang.

Cuplikan doa persatuan bangsa Vietnam
di dinding Basilica Notre Dame of Saigon di pusat kota Ho Chi Min City

Selanjutnya kami mengunjungi Sr. Astrid, CB biarawati Konggregasi Carolus Borromeus dari Manado, Indonesia yang sejak sebulan ditugaskan di tanah misi Vietnam. Bantuan aplikasi Google maps, sangat membantu kami menemukan rumah biara Sr. Astrid, CB di Distrik 7, meskipun pada kondisi padat rumah tinggal agak kurang presisi. Sustser yang bergelar megister pendidikan dini tersebut, ditugaskan untuk membuka TK, yang sangat sulit birokrasi dalam sistem pemerintahan komunis. Penyelenggaraan pendidikan dasar, menengah dan tinggi di seluruh daratan Vietnam hanya boleh dilakukan oleh pemerintah, sedangkan pihak swasta termasuk gereja, hanya diijinkan mengoperasionalkan TK. Dalam bidang kesehatan, layanan RS dan klinik rawat inap juga hanya boleh dilakukan oleh pemerintah. Pihak swasta dan gereja yang sempat mengoperasionalkan klinik rawat jalan, juga diincar untuk ditutup. Biaya layanan pendidikan dan kesehatan mendapatkan subsidi besar, sehingga warga hanya membayar sangat murah untuk kedua layanan negara tersebut.

Sowan Sr. Astrid, CB
misionaris asal Manado, Sulawesi Utara di tanah misi Vietnam

Selanjutnya kami segera memacu sepeda motor ke Cu Chi Tunnels yang merupakan tempat wisata terowongan tentara di Vietnam, yang terletak di luar Kota Saigon. Cu Chi Tunnels ini dibuat pada masa perang antara Vietnam dan Amerika Serikat. Terowongan ini sengaja dibuat sempit supaya hanya orang Vietnam yang kecil-kecil saja yang dapat masuk. Cu Chi Tunnels merupakan tempat pertahanan gerilyawan Vietnam pada waktu itu, tetapi sekarang ini Cu Chi Tunnels menjadi tempat wisata yang terkenal di Vietnam. Kami mengambil jalan yang berbeda saat pulang dari Cu Chi, agar dapat merasakan lebih banyak sensasi berkendara di Vietnam. Saat hujan sangat lebat turun, kami beruntung sudah sempat masuk Big C, sebuah hypermarket di pinggiran kota Ho Chi Min, agar terhindar dari hujan dan dapat membeli oleh-oleh khas Vietnam. Selanjutnya kami masuk gerai KFC, untuk mengisi batere HP secara gratis, karena penggunaan aplikasi Google maps ternyata menghabiskan energi HP dengan cepat, pada hal kami tidak punya power bank.

Gerbang Cu Chi Tunnels tempat wisata terowongan tentara di Vietnam,
yang terletak di luar Kota Saigon

Tantangan kedua adalah saat ban sepeda motor belakang kempes, di keramaian jalanan yang ganas di Distrik 4 kota Ho Chi Min, saat hujan sudah reda dan bertepatan dengan jam pulang kantor. Untung saja tambal ban tubeless tidak jauh dari kami, sehingga laju motor dapat segera dilakukan lagi.

Tambal ban tubeless di Distrik 3 pusat kota Ho Chi Min, Viet Nam

Kami segera menuju ‘War Remnant Museum War’ atau Museum Sisa Perang yang menyimpan berbagai macam koleksi peninggalan Perang Indo-China I melawan Perancis dan Perang Vietnam melawan AS. Adapun barang-barang yang dipamerkan di museum ini, antara lain perlengkapan perang Amerika Serikat, yaitu helikopter UH-1, tank M-48 Patton, berbagai jenis bom dan rudal, dokumentasi kekejaman dan penyiksaan yang terjadi selama perang, serta beberapa karya seni (artwork) yang menyerukan anti peperangan. Meskipun tampak mengerikan dan seram, namun hal tersebut tetap merupakan sebuah bukti nyata peninggalan perang, yang memiliki nilai sejarah tinggi, dan menjadi sebuah pelajaran, agar perang serupa tidak boleh terulang kembali. Perang Vietnam terlukis sadis dalam film ‘The Deer Hunter’ karya Michaal Cimino (1978) dan ‘Apocalypse Now’ karya Francis Ford Coppola (1979). Selain itu, film-film karya Oliver Stone, di antaranya berjudul ‘Platoon’, ‘Born on the fourth of July’, serta  ‘Heaven and Earth’, juga menggambarkan perang besar itu.

.

Gerbang ‘War Remnant Museum War’ atau Museum Sisa Perang
yang mengingatkan tentang perdamaian di pinggiran kota Ho Chi Min, Viet Nam

Malam itu kami segera mandi dan melanjutkan memicu adrenalin dalam ganasnya lalu lintas jalan menuju Distrik 7, untuk menghadiri undangan pertemuan warga Indonesia yang beragama Katolik di kota Ho Chi Min. Kami tidak kesulitan menemukan Apartemen Riverside yang mewah di dekat Sungai Mekong, tempat acara berlangsung, dalam waktu tempuh 30 menit. Setelah Misa Kudus Hari Raya Kenaikan Tuhan Yesus ke Sorga, segera kami bergabung dalam makan malam bersama, menu campuran Indonesia dan Vietnam, sehingga kami dapat kembali menyantap makanan kegemaran, yaitu kerupuk.

Kegembiraan warga Indonesia di Apartemen Riverside
di dekat Sungai Mekong di Ho Chi Minch City Vietnam

Malam itu kami segera berkemas di Kamar 602 Anpha Boutique Hotel, Ho Chi Minch City Vietnam, karena pagi berikutnya harus kembali ke Indonesia.

Ditulis di kursi 30C dalam kabin pesawat Airbus A 321 Vietnam Air, yang terbang dalam ketinggian jelajah 10.668 m dalam kecepatan 864 km/jam, menuju Jakarta.

Jumat siang, 31 Mei 2019

-wikan

(Bersambung)

2019 Hari Ketujuh di Indochina

(terakhir).

Kedatangan kami di Bandar Udara Internasional Noi Bai (HAN) di Hanoi,
ibu kota dari Vietnam

Setelah selesai menghadiri ‘The 422nd International Conference on Medical & Health Science’ (ICMHS) 2019 yang diselenggarakan di The Pearl Hotel Hanoi, Vietnam, kami melanjutkan terbang ke Siem Reap. Selanjutnya naik bis ke Phnom Penh, di Kamboja, serta kembali memasuki teritorial Vietnam, untuk menjelajah kota Ho Chi Minh.

Keynote speech diberikan oleh Prof. Louann Bierlam Palmir, dari School of Medicine, Western Michigan University, United States of America. Pemaparan selanjutnya tentang perbaikan kawasan untuk menekan penularan Malaria, kolaborasi insinyur dan dokter, dalam menciptakan alat ‘incubator transport’ untuk bayi baru lahir yang kecil dan premature, dan alat sederhana untuk pemantauan hipoglikemi dan hiperbilirubinemi, pada bayi baru lahir dengan asfiksia neonatal.

Diskusi tidak kalah seru dipandu oleh Prof. Prayuth Chusirin dari Faculty of Education, KhonKaen University, KhonKaen, Thailand, untuk pendampingan belajar di rumah, pada anak balita dengan riwayat sakit berulang sejak bayi baru lahir, kecenderungan autism pada anak dari keluarga pedesaan,  pengendalian TB (tuberculosis) di areal padat penduduk di kota besar, membahas pengendalian obesitas pada remaja,  kerjasama industri dan rumah sakit, dalam menjawab tantangan fasilitas medis terbatas di negara berkembang. Topik sulit disampaikan oleh Prof. Volken Cacek, Faculty of Medicine, peran dokter dalam era revolusi industri 4.0 di negara berkembang, dan peran tenaga pemasaran untuk pengembangan layanan di RS.

Denyut yang kami rasakan adalah nadi Republik Sosialis Vietnam dengan ibukota Hanoi dan kota terbesarnya Hồ Chí Minh Citu, yang saat ini dipimpin oleh Sekjen Partai Komunis dan sekligus Presiden Vietnam, yaitu Nguyễn Phú Trọng. Vietnam merdeka dari Perancis pada 2 September 1945, mencapai kesepakatan Jenewa yang membagi menjadi Utara dan Selatan pada 21 Juli 1954, Jatuhnya Saigon (ibukota Vietnam Selatan) pada 30 April 1975, dan terjadi reunifikasi kedua Vietnam pada 2 Juli 1976. Area total Vietnam sekarang seluas 331,212 km2 dengan jumlah penduduk pada tahun 2016 diperkirakan sebanyak 94,569,072 jiwa, dan menjadi negara terpadat nomor 13 di dunia. Vietnam termasuk di dalam grup ekonomi “Next Eleven”, GDP Vietnam tumbuh sebesar 8.17% pada tahun 2016, negara dengan pertumbuhan tercepat kedua di Asia Timur dan pertama di Asia Tenggara. Pada akhir tahun 2017, mencapai rekor tertinggi dalam sepuluh tahun terakhir sebesar 8.44%.

Foto both di lokasi ‘The 422nd International Conference on Medical & Health Science’ (ICMHS) 2019 yang diselenggarakan di The Pearl Hotel Hanoi, Vietnam

Sayang sekali, kami tidak sempat mengikuti diskusi menarik lain yang dipimpin oleh Prof., Dr. Eriki Ananda kumar dan Prof. Mohammed Hussein Bataineh, dari Department of Communication, Faculty of Medicine Yarmouk University Irbid, Jordan. Juga Prof Caesar Joseph Olbromski, The Alexander S. Onassis Public Benefit Foundation Fellow (Athens, Greece), Dr. Hossam Korany Ahmed, SVS College of Medicine, Arasampalayam, Coimbatore, Tamilnadu, India, karena kami harus segera check out hotel, melanjutkan penerbangan ke Kamboja. Sedangkan ketokohan yang kami jumpai dan menginspirasi kami adalah peran Ho Cho Min, Jendral Vo Nguyen Giap, Kolonel Bui Tin, dan Dr. Beat Richner.

Gerbang Museum Ho Chi Minh di Hanoi, Viet Nam

Hồ Chí Minh (19 Mei 1890 – 2 September 1969 pada umur 79 tahun) adalah seorang tokoh revolusi dan negarawan Vietnam, yang kemudian menjadi Perdana Menteri (1954) dan Presiden Vietnam Utara (1954–1969). Selain itu, Ho Chi Minh merupakan salah satu politisi yang paling berpengaruh pada abad-20, akrab dipanggil Bác Hồ (paman Hồ) di Vietnam. Untuk pertama kalinya setelah 30 tahun meninggalkan Vietnam, Ho Chi Minh kembali ke negaranya pada tahun 1941 dan mendirikan Liga untuk Kemerdekaan Vietnam (Viet Nam Doc Lap Dong Minh atau Viet Minh). Liga tersebut terdiri dari para nasionalis Vietnam dan kelompok komunis yang mendukung kemerdekaan Vietnam. Ketika itu, Viet Minh berjuang melawan kolonial Prancis dan Jepang yang saat itu sedang menduduki Vietnam. Pada akhir Perang Dunia II, Ho memimpin Viet Minh untuk secara bergerilya menguasai kota-kota besar di Vietnam.

Pada 2 September 1945, bertempat di Lapangan Ba Dinh, Ho Chi Minh mendeklarasikan kemerdekaan Republik Demokrasi Vietnam dan dia menjabat sebagai presiden pertama. Ho Chi Minh dikenal sebagai pribadi yang rendah hati, hemat, berpakaian santai, berbicara dengan tenang, jarang kehilangan kesabaran, dan sering berbicara dengan penduduk, terutama anak-anak. Sebelum meninggal, Ho berpesan agar tubuhnya dikremasi dan abunya disebarkan tanpa publikasi. Namun, ketika Ho meninggal pada 2 September 1969 pukul 9.47 pagi, di usia 79 tahun, jasad Ho diawetkan dan diletakkan dalam mausoleum Ho Chi Minh, di Lapangan Ba Dhin, Hanoi dan terbuka untuk publik. Para pihak yang bertikai di seluruh Vietnam sepakat untuk mengadakan gencatan senjata selama 72 jam untuk mengenang Ho yang meninggal akibat serangan jantung. Ho meninggal tepat 25 tahun setelah dia mendeklarasikan kemerdekaan Vietnam dari Prancis dan hampir enam tahun sebelum pasukannya berhasil menyatukan Vietnam Utara dan Selatan di bawah paham komunis. Ho Chi Minh merupakan pahlawan terbesar bagi bangsa Vietnam karena jasanya dalam memperjuangkan kemerdekaan dan penyatuan Vietnam.

Gerbang Pagoda di Hanoi untuk mengenang jasa besar Jendral Vo Nguyen Giap

Tokoh berikutnya adalah Vo Nguyen Giap (lahir 25 Agustus 1911 – meninggal 4 Oktober 2013 pada umur 102 tahun) yang merupakan seorang Jenderal dan wakil perdana menteri Vietnam. Arsitek kemenangan Vietnam terhadap pasukan colonial Perancis adalah Jenderal Vo Nguyen Giap, yang memimpin tentara gerilya memakai sandal jepit dari ban bekas, menyeret artileri di wilayah pegunungan, mengepung dan menghancurkan pasukan Perancis di Dien Bien Phu pada 1954. Kemenangan itu tak hanya membuat Vietnam merdeka, tapi juga menghapus kolonialisme di seluruh Indochina.

Jenderal yang dijuluki Napeleon Merah itu memimpin pertempuran panjang satu dekade, yaitu Perang Vietnam, yang menelan korban  58 ribu tentara Amerika Serikat dan sekitar 3 juta penduduk sipil dan militer Vietnam. Hasil akhir peperangan ini sekali lagi menunjukkan ketabahan dan keuletan rakyat Vietnam. Hanya di Vietnam-lah Amerika sebagai negara super power pernah  kalah dengan telak dan lari kocar kacir meninggalkan medan perang. Jasa Vo nguyen Giap lain yang akan dikenang dunia adalah keberhasilannya menduduki Kamboja untuk menghentikan pembantaian masal yang dilakukan Khemer Merah di bawah kepemimpinan Pol Pot, yang telah mengeksekusi 3 juta dari penduduk kamboja yang wakktu itu berjumlah 7 juta jiwa. Giap meninggal dengan tenang di Hanoi tanggal 4 Oktober 2013 dalam usia 102 tahun.

Tokoh berikutnya adalah Kolonerl Bui Tin. Pada dini hari 30 April 1975, tentara Vietnam Utara menyerang dan hanya mendapati perlawanan ringan dari lawan. Kemudian sejumlah tank AD Vietnam Utara menabrak pintu gerbang Istana Presiden di Saigon dan sekaligus mengakhiri perang Vietnam, karena akhirnya Vietnam Selatan menyerah. Jenderal Duong Van Minh Panglima Tertinggi Tentara Vietnam Selatan mengaku kalah dan menyerah kepada Koloner Bui Tin dari AD Vietnam Utara. Sebelumnya Duong Van Minh mengambil alih kekuasaan dari Presiden Tran Van Huong, yang baru berkuasa selama satu hari.

Kenangan saat tank AD Vietnam Utara menabrak pintu gerbang Istana Presiden di Saigon dan sekaligus mengakhiri perang Vietnam

“Anda tak perlu khawatir. Di antara bangsa Vietnam tidak ada yang menang atau kalah. Hanya bangsa Amerika yang kalah,” kata Kolonel Bui Tin kepada Jenderal Dong Van Minh. “Jika Anda seorang patriot, anggap saat ini sebagai saat bahagia. Perang di negara kita sudah berakhir,” tambah Bui Tin (29 Desember 1927 – 11 Agustus 2018). Di istana itulah tempat berakhirnya perang berdarah yang panjang, menewaskan setidaknya tiga juta orang Vietnam, dan kami sempatkan berfoto di depan gerbang yang dulu ditabrak tank AD Vietnam Utara, yang masih utuh sampai sekarang. Kolonel Bui Tin menginspirasi kita semua bahwa dengan terjadinya persatuan bangsa Vietnam, menjadikannya sadar bahwa musuh bersama mereka adalah pihak luar.

Tokoh terakhir yang meginspirasi adalah Dr. Beat Richner (13 Maret 1947 – 9 September 2018), yang merupakan seorang dokter spesialis anak dari Swiss, yang mendirikan beberapa Rumah Sakit Anak Kantha Bopha di Kamboja. Rumah sakit ini dinamai untuk mengenang HRH Samdach Preah Ang Mechas Norodom Kantha Bopha (1948– 1952), yang merupakan putri Raja Norodom Sihanouk dan meninggal pada usia yang sangat muda. Sebanyak 5 buah Rumah sakit Kantha Bopha merawat sekitar setengah juta anak per tahun tanpa biaya, termasuk untuk sekitar 100.000 anak yang sakit parah dan harus dirawat inap. Ensefalitis Jepang, malaria, demam berdarah dan tipus sering terjadi, yang bahkan sering diperburuk oleh adanya tuberkulosis (TB). TB adalah pembunuh nomor satu bagi anak di Kamboja dan lebih dari 80% dari semua perawatan anak di Kamboja, dilayani di oleh jaringan rumah sakit Kantha Bopha. Operasional rumah sakit terutama didanai oleh sumbangan individu filantropis di Swiss. Biaya operasional pada tahun 2006, saat terjadi lonjakan kasus malaria, mencapai US $ 17 juta. Sejak Yayasan dimulai pada tahun 1991, dilaporkan telah mengumpulkan US $ 370 juta.

Rumah Sakit Anak Kantha Bopha di Siem Riep, Kamboja
berdiri atas jasa Dr. Beat Richner dari Swiss

Sensasi liburan arkeologis yang baru saja kami nikmati, adalah Candi Angkor Wat di Siem Reap, Kamboja dan Basilica Notre Dame of Saigon di Ho Chi Min. Angkor Wat adalah sebuah gugus bangunan candi di Kamboja yang merupakan salah satu monumen keagamaan terbesar di dunia. Candi yang berdiri di atas areal seluas 1.626.000 m2 ini mula-mula dibangun sebagai candi agama Hindu Kerajaan Khmer, yang dibaktikan untuk dewa Wisnu, namun lambat laun berubah menjadi candi agama Buddha menjelang akhir abad ke-12. Angkor Wat dibangun oleh Raja Khmer Suryawarman II pada permulaan abad ke-12 di Yaśodharapura, ibu kota Kemaharajaan Khmer, sebagai candi negara sekaligus tempat persemayaman abu jenazahnya. Berbeda dari raja-raja pendahulunya yang berbakti kepada dewa Siwa, Raja Suryawarman II justru membangun Angkor Wat untuk dibaktikan kepada dewa Wisnu. Sebagai candi yang paling terawat di kawasan percandian Angkor, Angkor Wat merupakan satu-satunya candi yang masih menjadi pusat keagamaan penting semenjak didirikan.

Prasasti Candi Angkor Wat yang megah menjulang di Siem Reap, Kamboja

Angkor Wat (bahasa Khmer: “candi kota”) adalah sebuah gugus bangunan candi di negara Kamboja yang merupakan salah satu monumen keagamaan terbesar di dunia. Candi yang berdiri di atas situs seluas 1.626.000 m2, Angkor Wat memadukan dua rancangan pokok arsitektur candi Khmer, yakni rancangan candi gunungan dan rancangan candi berserambi. Angkor Wat dirancang sebagai lambang Gunung Meru (kahyangan dewa-dewi Hindu) yang dikelilingi tiga undak bangunan serambi persegi panjang, dan masih dipagari lagi dengan tembok luar sepanjang 3,6 km (2,2 mil) berikut sebuah parit sepanjang lebih dari 5 km (3 mil). Angkor Wat terletak 5,5 km di sebelah utara kota modern Siem Reap. Candi ini juga berada tidak jauh di sebelah selatan dan agak ke timur dari bekas ibu kota Khmer yang berpusat di candi Baphuon.

Saigon Notre-Dame Basilica di Hochi Min City, Vietnam

Bangunan bersejarah yang sangat menarik bagi kami adalah Saigon Notre-Dame Basilica yang merupakan sebuah Cathedral atau gereja besar yang ada di Ho Chi Minh City, Vietnam. Gereja ini dibangun pada tahun 1863 hingga 1880 pada masa Kolonial Perancis. Bangunan ini memiliki dua buah tower dengan tinggi 58 meter, di mana hamper semua materialnya termasuk material gereja sendiri didatangkan dari Perancis. Meskipun juga digunakan beberapa material lokal untuk melakukan renovasi gereja akibat peperangan. Status Basilica sendiri dianugerahkan oleh Pope John XXIII pada tahun 1962, di mana sebelum itu geraja tersebut bernama Saigon Notre-Dame.

Menjelang misa kudus di Basilika Bunda Konsepsi Imakulata, Ho Chi Min City
yang dibangun oleh kolonialis Perancis di Viet Nam

Bangunan gereja ini memiliki gaya arsitektur Romanesque, peletakan batu pertama dilakukan pada tahun 1863 dan pebangunannya selesai tahun 1880, dengan tinggi 60 m, dan dibuka untuk umum pada 11 April 1880. Arsitek Jules Bourard membuatnya sangat menarik, sehingga seringkali digunakan para wisatawan asing sebagai tempat untuk berfoto atau mengambil gambar. Basilika Notre-Dame Saigon yang secara resmi bernama Basilika Bunda Konsepsi Imakulata. Dibangun oleh kolonialis Prancis, katedral tersebut memiliki dua menara lonceng, yang memiliki tinggi 58 meter. Setelah penaklukan Prancis atas Cochinchina dan Saigon, Gereja Katolik Roma mendirikan sebuah komunitas dan pelayanan keagamaan untuk para kolonialis Prancis. Gereja pertamanya dibangun di Jalan Ngo Duc Ke pada masa sekarang. Gereja tersebut merupakan sebuah pagoda Vietnam yang diubah pada masa perang. Uskup Lefevre yang memutuskan untuk membuat pagoda tersebut menjadi sebuah gereja. Pada 1960, Paus Yohanes XXIII menadirikan keuskupan Katolik Roma di Vietnam dan melantik uskup agung untuk Hanoi, Huế dan Saigon. Katedral tersebut diberi nama Katedral Pemimpin Saigon. Pada 1962, Paus Yohanes XXIII memberikannya status basilika. Pada masa tersebut, katedral ini disebut Basilika Katedral Notre-Dame Saigon.

Mendarat di Bandara Soekarno Hatta Jakarta, sepulang dari Vietnam,
bersama Romo Ido, SVD

Disampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak, yang telah memberikan dukungan dalam bentuk apapun, sehingga petualangan ke daratan Indochina 2019 ini telah berjalan dengan baik. Sampai bertemu di dalam petualangan selanjutnya yang tidak kalah serunya.

Salam petualangan.

Yogyakarta Jumat malam, 31 Mei 2019

-wikan

(tamat)

Categories
COVID-19 dokter Healthy Life sekolah

2021 Jangan Tenggelam

Pertolongan Pertama Orang Tenggelam: Penanganan dan Pencegahan

JANGAN  TENGGELAM

fx. wikan indrarto*)

Hari Pencegahan Tenggelam Sedunia (World Drowning Prevention Day) pada Minggu, 25 Juli 2021 merupakan  kesempatan untuk menyoroti dampak tragis dan mendalam, atas kejadian tenggelam pada keluarga dan masyarakat, serta menawarkan solusi penyelamatan nyawa untuk mencegahnya. Apa yang harus dilakukan?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/02/24/2020-tenggelam-saat-susur-sungai/

.

Kematian saat tenggelam disebabkan oleh sesak napas ketika air memenuhi paru-paru. Pada anak, tenggelam dapat terjadi dalam waktu kurang dari satu menit dan saat berjuang untuk bernapas, biasanya tidak dapat berteriak meminta tolong. Oleh sebab itu, semua pemangku kepentingan diundang untuk melakukan tindakan mendesak, terkoordinasi dan multi-sektoral pada berbagai langkah pencegahan tenggelam yang telah terbukti efektif. Pertama, memasang penghalang akses yang memadai menuju ke genangan air. Kedua, menyediakan tempat yang aman dan jauh dari air untuk anak pra-sekolah dengan pengasuh anak yang mampu mengawasi. Ketiga, mengajarkan keterampilan berenang, keselamatan di air, dan penyelamatan korban tenggelam. Keempat, melatih para relawan (bystanders) dalam teknis penyelamatan dan resusitasi jantung paru atau kardio-pulmonari (CPR) yang benar. Kelima, penegakan peraturan baju pelampung saat berperahu, pelayaran dan penyeberangan sungai atau danau. Dan keenam, meningkatkan manajemen risiko banjir.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2019/10/11/2017-india-yang-nyata/

.

Resolusi Majelis Umum PBB memutuskan agar WHO mengkoordinasikan tindakan pencegahan tenggelam secara global, memproduksi materi advokasi terkait pencegahan tenggelam, dan mendukung kegiatan nasional dan lokal di seluruh dunia. Untuk media sosial WHO merekomendasikan agar menggunakan tagar #Pencegahan Tenggelam atau #DrowningPrevention Day.

.

WHO menegaskan bahwa tenggelam dapat dicegah dan intervensi yang terukur dan berbiaya rendah sudah ada tersedia. Selain itu, menekankan pengembangan metode lain yang efektif dan terkoordinasi dalam tanggapan di antara pemangku kepentingan terkait, dalam hal pencegahan tenggelam ini, yaitu mendorong semua negara  atas dasar sukarela untuk mengambil tindakan berikut, sesuai dengan keadaan nasional.

Tenggelam Saat Mancing, Pelajar di Mojokerto Ditemukan Tak Bernyawa

Pertama, menunjuk titik fokus nasional untuk pencegahan tenggelam. Kedua, mengembangkan rencana pencegahan tenggelam nasional, yang berisi serangkaian: sasaran yang terukur sesuai dengan kebutuhan dan prioritasnya, termasuk sebagai bagian dari rencana, kebijakan dan program kesehatan nasional. Ketiga, mengembangkan program pencegahan tenggelam sesuai dengan ‘World Health Intervensi’ yang direkomendasikan organisasi, yaitu, hambatan, pengawasan, keterampilan berenang, pelatihan penyelamatan dan resusitasi, peraturan berperahu dan mengelola risiko banjir dan ketangguhan.

.

Keempat, memastikan pemberlakuan dan penegakan hukum keamanan air yang efektif, di semua sektor terkait, khususnya di bidang kesehatan, pendidikan, transportasi dan kebencanaan. Juga menetapkan peraturan baru yang proporsional dengan cepat. Kelima, mencantumkan tenggelam dalam pencatatan sipil dan menggabungkan semua data kematian akibat tenggelam ke dalam data nasional. Keenam, mempromosikan pencegahan tenggelam pada kesadaran publik agar tercipta perubahan perilaku masyarakat. Keenam, mendorong integrasi pencegahan tenggelam dalam risiko bencana, terutama pada masyarakat yang berisiko mengalami banjir, termasuk melalui kerjasama internasional, regional dan bilateral.

.

Ketujuh, mendukung kerjasama internasional dengan berbagi pelajaran, pengalaman dan praktik terbaik, di dalam dan antar wilayah negara. Kedelapan, mempromosikan penelitian dan pengembangan pencegahan tenggelam yang inovatif, mencakup alat dan teknologi baru, dan untuk mempromosikan pembangunan kapasitas, khususnya untuk negara berkembang. Kedelapan, mengajarkan keselamatan di air, berenang dan pelajaran pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) sebagai bagian dari kurikulum sekolah.

Selain itu, juga mengundang semua negara, organisasi di bawah PBB yang relevan, sistem dan organisasi global, regional dan subregional lainnya, serta pemangku kepentingan terkait, termasuk masyarakat sipil, sektor swasta, akademisi dan individu, untuk memperingati Hari Pencegahan Tenggelam Sedunia setiap tahun. Dilakukan dengan cara yang tepat dan sesuai dengan prioritas nasional, melalui pendidikan, pengetahuan, dan kegiatan lainnya, dalam rangka meningkatkan kesadaran akan pentingnya pencegahan tenggelam dan meningkatkan kualitas keselamatan di air, dengan tujuan mengurangi kematian yang dapat dicegah.

.

Diperkirakan 236.000 orang tenggelam setiap tahun, dan tenggelam adalah salah satu dari sepuluh penyebab utama kematian anak dan remaja usia 1-24 tahun. Lebih dari 90% kematian akibat tenggelam terjadi di sungai, danau, sumur dan tandon penyimpanan air di rumah, di negara berpenghasilan rendah dan menengah, dengan anak dan remaja di daerah pedesaan terkena dampak secara tidak proporsional.

.

Momentum Hari Pencegahan Tenggelam Sedunia (World Drowning Prevention Day) mengingatkan kita semua agar melakukan berbagai tindakan terukur, agar anak dan remaja di sekitar kita jangan sampai tenggelam.

Sudahah kita betindak bijak?

Sekian

Yogyakarta, 18 Juli 2021

*) dokter spesialis anak di RS Panti Rapih dan Lektor FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161