Categories
anak COVID-19 dokter sekolah UHC vaksinasi

2022 VAKSINASI COVID-19 UNTUK ANAK

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi - Tinjau Vaksinasi  Anak Usia 6-11 Tahun, Presiden Harap Anak Terlindungi COVID-19

VAKSINASI  COVID-19  PADA  ANAK

fx. wikan indrarto*)

Pada Kamis, 11 Agustus 2022 WHO memberikan bukti baru tentang vaksinasi COVID-19 pada anak dan remaja, dengan vaksin yang tersedia saat ini dan telah masuk dalam Daftar Penggunaan Darurat (Emergency Use Listing atau EUL). Apa yang menarik?

.

Kemajuan signifikan telah terjadi dengan hampir setiap negara telah menerapkan vaksinasi COVID-19 dan lebih dari 12 miliar dosis telah diberikan secara global, sehingga cakupan setiap negara rata-rata mencapai 60% dari populasi. Penyebaran vaksin COVID-19 yang besar dan belum pernah terjadi sebelumnya ini, telah menyebabkan pengurangan besar dalam penyakit parah, rawat inap dan kematian, bahkan memungkinkan masyarakat untuk beraktivitas kembali dan mencegah sekitar 19,8 juta kematian pada tahun 2021.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2022/01/22/2022-vaksinasi-booster-covid-19/

.

Namun, kesenjangan global dalam vaksinasi terus berlanjut. Masih banyak negara belum mencapai cakupan vaksin yang tinggi dari populasi yang paling berisiko. Secara khusus, hanya 25% dari populasi orang dewasa yang telah menerima vaksin COVID-19 dosis primer secara lengkap di negara berpenghasilan rendah, karena akses layanan kesehatan juga lebih terbatas. Pada hal, vaksinasi global menargetkan cakupan 100% untuk semua lansia dan tenaga kesehatan. Lebih jauh lagi, setiap negara harus berjuang menuju kekebalan kelompok yang lebih luas, minimal 70% dari total populasi nasional.

.

Beberapa negara telah memberikan otorisasi penggunaan darurat untuk vaksin mRNA (Pfizer-BioNTech BNT162b2 dan Moderna mRNA-1273) untuk digunakan pada kelompok usia 6 bulan ke atas. Uji klinis pada anak usia 3 tahun sedang memasuki tahap akhir untuk dua vaksin dari virus yang tidak aktif (Sinovac-CoronaVac dan BBIBP-CorV) dan produk ini disetujui oleh otoritas China untuk anak usia 3-17 tahun. Meskipun vaksin COVID-19 seperti CoronaVac, Novavax dan BBIBP-CorV telah menerima EUL untuk orang dewasa, tetapi belum direkomendasikan WHO untuk diggunakan pada anak. Covaxin, vaksin inaktif adjuvant yang dikembangkan oleh Bharat, telah disetujui di India untuk anak usia 12-17 tahun, tetapi belum mendapatkan persetujuan WHO untuk digunakan pada anak usia tersebut, di luar India.

.

SARS-CoV-2 biasanya menyebabkan derajad penyakit yang kurang parah dan lebih sedikit kematian pada anak dan remaja, dibandingkan dengan orang dewasa. Selama fase pandemi COVID-19 awal, yaitu periode 30 Desember 2019 hingga 25 Oktober 2021, anak di bawah usia lima tahun hanya 2% (1.890.756 anak) dari kasus global dan kematian hanya 0,1% (1.797 kasus) dari kematian global. Anak dan remaja usia 5 hingga 14 tahun menyumbang 7% (7.058 748) dari kasus global dan 0,1% (1 328) dari kematian global. Sementara remaja dan dewasa muda (15 hingga 24 tahun) mencapai 15% (14.819.320) dari kasus global dan 0,4% (7.023) dari kematian global. Dengan demikian angka kematian untuk usia di bawah 25 tahun hanya kurang dari 0,5% dari kematian global.

.

Kasus COVID-19 pada anak melonjak secara dramatis pada tahun 2022 selama lonjakan varian Omicron, yaitu pada saat sebagian besar negara melonggarkan pembatasan sosial. Misalnya, di Amerika Serikat pada Juli 2022, terdapat 14.003.497 kasus COVID-19 pada anak dan mencapai 18,6% dari semua kasus yang dilaporkan. Secara global, pada 24 Juli 2022, anak di bawah usia 5 tahun dan remaja berusia 5-14 tahun mencapai masing-masing 2,47% dan 10,44%. Bahkan remaja dan dewasa muda berusia 15 sampai 24 tahun mencapai 13,91% dari semua kasus. Secara global anak berusia 5 tahun ke bawah menyumbang 0,11% dari semua kematian global, sementara anak berusia 5 hingga 14 tahun menyumbang 0,089%, dan remaja dan dewasa muda 0,37%.

IDI belum pastikan vaksin Sinovac aman untuk anak-anak - ANTARA News

Anak dengan gejala klinis yang lebih ringan dan bahkan tanpa gejala, sangat mungkin disebabkan karena lebih jarang anak diperiksa dokter, sehingga anak dan remaja cenderung lebih jarang dites dan kasus COVID-19 mungkin tidak dilaporkan. Anak dan remaja dapat mengalami gejala klinis yang berkepanjangan (long COVID-19), yaitu gangguan medis pasca COVID-19 atau gejala sisa akut dari infeksi SARS-CoV-2, namun, frekuensi dan karakteristik kondisi ini masih dalam penelitian luas dan sampai saat ini tampaknya lebih jarang terjadi pada anak, dibandingkan dengan orang dewasa. Selain itu, sindrom hiperinflamasi meskipun jarang, telah dilaporkan terjadi di seluruh dunia dan mempersulit pemulihan anak dari COVID-19. Ini disebut sebagai ‘Paediatric Inflammatory Multisystem Syndrome Temporally associated with SARS-CoV-2’ (PIMS-TS) di Eropa dan ‘Multisystem Inflammatory Syndrome in children’ (MIS-C) di Amerika Utara.

.

Beberapa faktor risiko COVID-19 parah pada anak telah dilaporkan, termasuk usia yang lebih tua, obesitas, dan penyakit kronis yang sudah ada sebelumnya. Penyakit yang sudah ada sebelumnya pada anak yang terkait dengan risiko COVID-19 parah yang lebih tinggi meliputi diabetes tipe 2, asma berat, penyakit bawaan pada jantung dan paru-paru, kejang demam, gangguan neurologis dan penyakit neuromuskular lainnya, Down Syndrome, dan gangguan kekebalan sedang hingga berat.

.

Dalam uji klinis fase 2 untuk kedua vaksin mRNA, kemanjuran dan imunogenisitas pada anak serupa atau lebih tinggi dibandingkan dengan orang dewasa. Profil keamanan dan reaktogenisitas pada remaja serupa dengan dewasa muda. Selama uji klinis fase 3 pada anak kecil berusia 6 bulan hingga 5 tahun tidak ada tanda gangguan keamanan yang teridentifikasi, tetapi ukuran sampel terlalu kecil untuk mengidentifikasi kejadian langka.

.

Efek samping serius vaksinasi COVID-19 yang sangat jarang dilaporkan adalah miokarditis atau perikarditis pada jantung. Kasus miokarditis dan perikarditis lebih sering terjadi pada remaja laki-laki yang lebih muda (16-24 tahun) dan setelah dosis kedua vaksin, dibandingkan dengan orang dewasa dan anak. Kasus miokarditis dan perikarditis ini biasanya terjadi dalam beberapa hari setelah vaksinasi, umumnya ringan, merespons baik dengan pengobatan konservatif, dan tidak terlalu parah dengan hasil yang lebih baik daripada miokarditis klasik atau miokarditis terkait COVID-19.

.

Risiko Trombosis dengan Sindrom Trombositopenia (TTS) setelah vaksin, meskipun secara keseluruhan rendah, lebih tinggi pada orang dewasa yang lebih muda dibandingkan dengan orang dewasa yang lebih tua, tetapi tidak ada data yang tersedia tentang risiko tersebut pada anak di bawah usia 18 tahun.

Efektivitas 2 dosis vaksin BNT162b2 yang diterima berselang >28 hari sebelum masuk rumah sakit dalam mencegah MIS-C, juga telah diteliti menggunakan desain kasus-kontrol uji-negatif di antara pasien rawat inap berusia 12-18 tahun selama dominasi varian Delta. Di antara 102 pasien kasus MIS-C dan 181 kontrol yang dirawat di rumah sakit, perkiraan efektivitas 2 dosis vaksin BNT162b2 terhadap MIS-C adalah 91%. Semua pasien MIS-C 38 anak yang membutuhkan ventilator elektrik atau dukungan alat bantu napas untuk bertahan hidup tidak divaksinasi. Penerimaan 2 dosis vaksin BNT162b2 dikaitkan dengan tingkat perlindungan yang tinggi terhadap MIS-C pada remaja berusia 12-18 tahun.

Vaksinasi Jadi Harapan Lindungi Anak Usia 6-11 Tahun dari Covid-19 -  Kompas.id

Meskipun penilaian manfaat-risiko (benefit-risk assessments) jelas mendukung manfaat vaksinasi pada semua kelompok umur, termasuk anak dan remaja untuk mengurangi jumlah infeksi, rawat inap, kematian, dan COVID-19 jangka panjang, manfaat kesehatan langsung dari memvaksinasi anak dan remaja yang sehat, lebih rendah dibandingkan dengan memvaksinasi orang dewasa, karena insiden COVID-19 parah  dan kematian yang lebih rendah pada orang yang lebih muda. Oleh karena anak dan remaja cenderung memiliki penyakit yang lebih ringan dibandingkan orang dewasa, kecuali jika mereka berada dalam kelompok yang berisiko lebih tinggi terkena COVID-19 parah, maka vaksinasi untuk anak dan remaja tidak terlalu mendesak, dibandingkan orang yang lebih tua, mereka yang memiliki gangguan kesehatan kronis, dan tenaga kesehatan.

.

Vaksin COVID-19 yang telah menjalani uji klinis pada anak dan remaja aman dan efektif dalam mencegah penyakit COVID-19 pada anak dan remaja. Anak dengan komorbiditas dan kondisi immunocompromis yang parah harus ditawarkan vaksinasi. Meminimalkan gangguan terhadap proses pendidikan anak di sekolah dan pemeliharaan kesejahteraan, kesehatan, dan keselamatan anak secara keseluruhan, merupakan pertimbangan penting. Vaksinasi yang mengurangi penularan SARS-CoV-2 pada semua kelompok juga dapat mengurangi penularan dari anak dan remaja, ke orang dewasa di sekitarnya, dan dapat membantu mengurangi kebutuhan akan langkah mitigasi di sekolah. Namun demikian, selama periode dominanasi varian Omicron yang lalu, dampak vaksin terhadap penularan hanya sedikit dan berlangsung sebentar.

.

Strategi setiap negara dalam pengendalian COVID-19 seharusnya mendukung proses pendidikan anak di sekolah, aspek kehidupan sosial lainnya, dan meminimalkan penutupan sekolah, bahkan bila Negara tersebut menerapkan kebijakan tanpa memvaksinasi anak dan remaja sekalipun. UNICEF dan WHO telah mengembangkan panduan tentang cara meminimalkan penularan di sekolah dan menjaga sekolah tetap buka, tidak tergantung dari status vaksinasi anak usia sekolah. Guru, anggota keluarga, dan semua orang dewasa lainnya di sekitar anak dan remaja, idealnya harus divaksinasi untuk perlindungan langsung terhadap anak.

.

Pada Sabtu, 13 Agustus 2022 cakupan vaksinasi dosis 2 COVID-19 di Indonesia telah mencapai 170.486.755 dosis atau 72,65%. Cakupan ini meliputi vaksinasi lansia telah diberikan sebanyak 14.785.607 dosis atau mencapai 68,60%. Sedangkan cakupan vaksinasi tenaga kesehatan sebanyak 1.984.613 dosis atau mencapai 135,12%. Sebaliknya, upaya percepatan imunisasi penting mengingat ada lebih dari 1,7 juta anak di Indonesia belum mendapat imunisasi dasar lengkap pada 2019-2021. Imunisasi dasar lengkap mesti diberikan pada bayi berusia 0-11 bulan. Imunisasi itu mencakup, antara lain, DPT-HB-Hib, polio tetes, polio suntik, dan campak rubela. Setelahnya, anak usia 18-24 bulan diberi imunisasi DPT-HB-Hib dan campak rubela. Imunisasi masih perlu dilanjutkan saat anak menginjak usia SD. Anak kelas 1 SD diberi imunisasi campak rubela dan DT sementara anak kelas 2 dan 5 SD menerima imunisasi Td. Cakupan imunisasi Indonesia pada 2021 adalah yang terendah. Hanya enam provinsi yang berhasil mencapai target vaksinasi sebesar 93,6 persen, yaitu Sulawesi Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, DI Yogyakarta, Banten, dan Bengkulu.

.

Keputusan untuk memvaksinasi COVID-19 untuk remaja dan anak harus memperhitungkan prioritas untuk sepenuhnya melindungi kelompok risiko tertinggi dengan vaksinasi primer, dan karena efektivitas vaksin menurun seiring waktu sejak vaksinasi, maka perlu juga memberikan dosis booster. Oleh karena itu, sebelum sebuah negara mempertimbangkan untuk menerapkan vaksinasi COVID-19 dosis primer pada remaja dan anak, mencapai cakupan primer dan booster yang tinggi pada kelompok prioritas, seperti orang dewasa dan tenaga kesehatan, harus dikejar terlebih dahulu. Selain itu, sangat penting bagi anak untuk terus diberikan imunisasi dasar untuk penyakit menular lainnya, yang justru lebih direkomendasikan.

Apakah kita sudah bertindak?

Sekian

Yogyakarta, 22 Agustus 2022

*) Dokter spesialis anak RS Panti Rapih dan Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161

Categories
anak COVID-19 dokter Healthy Life Jalan-jalan sekolah UHC

2022 Bersepeda Dalam Kota

BERSEPEDA  DI  DALAM  KOTA

fx. wikan indrarto*)

Warga kota banyak yang menyatakan minat untuk bersepeda, tetapi khawatir tentang keselamatan di jalan. Meskipun sudah ada kemajuan pesat, namun kematian karena kecelakaan lalu lintas di jalan raya terus saja meningkat, dengan kematian tahunan global mencapai 1,35 juta kasus. Apa yang sebaiknya dilakukan?

.

Cedera lalu lintas di jalan raya kini menjadi pembunuh utama bagi anak dan remaja yang berusia 5-29 tahun. Secara global, dari semua kematian karena kecelakaan lalu lintas, pejalan kaki dan pengendara sepeda merupakan 26% korban. Sedangkan pengendara sepeda motor dan penumpang kendaraan merupakan 28% korban. Risiko kematian karena kecelakaan lalu lintas di jalan, sampai sekarang tetap mencapai tiga kali lebih tinggi di negara berpenghasilan rendah daripada di negara berpenghasilan tinggi, dengan tingkat tertinggi di Afrika (26,6 per 100.000 penduduk) dan terendah di Eropa (9,3 per 100.000 penduduk).

.

Pada tahun 2013 Pemerintah Kota Bangalore India mulai meluncurkan inisiatif Hari Bersepda (Cycle Day). Lalu lintas jalan diblokir pada satu hari Minggu  per bulan selama setengah hari di seluruh kota, menciptakan ruang yang aman untuk berjalan kaki dan bersepeda. Kampanye komunikasi melalui media sosial dan organisasi lokal mendorong orang untuk menggunakan semua ruas jalan untuk bersepeda dan berjalan kaki ke berbagai tujuan dalam kota. Tujuannya adalah untuk mendorong warga menggunakan transportasi aktif, tetapi juga diharapkan penutupan jalan terhadap kendaraan bermotor (car free day) akan mengurangi polusi  udara di daerah terdekat. Popularitas acara ini tumbuh dalam hal frekuensi dan kegiatan, dan acara menjadi rutin mingguan dan diadakan di beberapa lokasi. Sepeda gratis disediakan, acara bersepeda jarak pendek (3–5 km) diselenggarakan dan acara lainnya dapat diadakan di sepanjang ruas jalan seperti olahraga, berkesnian, dan permainan untuk anak. 

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2022/05/26/2022-mudik-aman/

.

Lebih dari setengah populasi dunia sekarang tinggal di kota, menggerakkan lebih dari 60% aktivitas ekonomi dan emisi gas rumah kaca. Karena kota memiliki kepadatan penduduk yang relatif tinggi dan padat lalu lintas, sebenarnya banyak perjalanan dapat dilakukan dengan lebih efisien menggunakan transportasi umum, berjalan kaki, dan bersepeda, dibandingkan dengan mobil pribadi. Ini juga membawa manfaat kesehatan utama melalui pengurangan polusi udara, cedera lalu lintas di jalan raya, dan lebih dari tiga juta kematian tahunan akibat tidak aktif secara fisik. Beberapa kota terbesar dan paling dinamis di dunia, seperti Milan, Paris, dan London, telah menanggapi pandemi COVID-19 dengan membuat jalan bagi pejalan kaki, dan memperluas jalur sepeda secara besar-besaran. Hal ini memungkinkan terjadinya transportasi yang jauh dengan beraktivitas fisik selama pandemi, meningkatkan kegiatan ekonomi, dan kualitas hidup warganya.

.

Saat ini lebih dari setengah populasi dunia sudah tinggal di kota, baik besar maupun kecil. Pada tahun 2050, proporsi itu diperkirakan akan meningkat menjadi hampir 70%. Pertumbuhan kota yang pesat ini menghadirkan tantangan dan peluang, juga terkait krisis perubahan iklim dan pandemi COVID-19, yang telah memperburuk ketidakadilan dan kerentanan sosial dan sistem kesehatan. Saat ini, lebih dari tujuh juta orang per tahun meninggal karena paparan polusi udara di kota, sekitar 1 dari 8 dari semua kematian. Lebih dari 90% orang menghirup udara luar ruangan dengan tingkat polusi yang melebihi nilai aman kualitas udara. Dua pertiga dari paparan polusi luar ruangan ini dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil, yang juga yang mendorong perubahan iklim. Beberapa negara yang paling awal dan paling parah terkena COVID-19, seperti Italia dan Spanyol, dan negara yang paling berhasil mengendalikan penyakit ini, seperti Korea Selatan dan Selandia Baru, telah menempatkan pembangunan hijau di samping kesehatan sebagai jantung atas strategi pemulihan paska COVID-19.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2021/11/20/2021-kota-sehat-paska-covid-19/

.

Kemitraan untuk Kota Sehat (The Partnership for Healthy Cities) adalah jaringan global bergengsi dari 70 kota di dunia yang berkomitmen untuk menyelamatkan nyawa warganya dengan mencegah penyakit tidak menular (PTM) dan cedera di jalan raya. Saat ini hanya kota Bandung dan Jakarta dari Indonesia yang masuk dalam jaringan kemitraan tersebut. Michael R. Bloomberg sebagai inisiator utama ‘The Partnership for Healthy Cities’ telah menegaskan bahwa para pemimpin lokal, yaitu kepala pemerintah kota di seluruh dunia perlu memberlakukan kebijakan kota yang mampu meningkatkan derajat kesehatan dan menyelamatkan nyawa warganya.

Untuk Para Pesepeda, Ketahui Tiga Aturan Yang Akan di Buat Ini - JD News

Dengan mayoritas populasi dunia sekarang tinggal di daerah perkotaan, setiap pemerintah kota perlu untuk mengubah strategi perang melawan PTM dan cedera di jalan raya, dengan memfasilitasi segenap warga kota untuk berjalan kaki dan bersepeda secara aman dan menyenangkan.

Sudahkah kita bijak?

Sekian

Yogyakarta, 12 Juli 2022

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Lektor FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, pengguna sepeda di dalam kota.