Categories
anak antibiotika COVID-19 dokter Healthy Life HIV-AIDS Malaria UHC

2023 Hari Kesehatan Dunia

12 Ucapan Hari Kesehatan Sedunia 7 April 2023 dalam Bahasa Inggris dan  Artinya: Happy World Health Day

HARI  KESEHATAN  DUNIA  2023

fx. wikan indrarto

Ringkasan tulisan ini telah dimuat di harian nasional Kompas digital Jumat, 7 April 2023 pada link :

https://www.kompas.id/baca/opini/2023/04/05/fokus-ke-layanan-kesehatan-primer

Pada Jumat, 7 April 2023 diperingati sebagai Hari Kesehatan Dunia, bertepatan dengan hari jadi WHO yang ke-75. Apa yang menarik?

.

Pada tahun 1948 didirikan WHO untuk mempromosikan kesehatan, menjaga keamanan dunia, dan melayani warga yang rentan. Peringatan 75 tahun WHO dengan tema ‘Health For All’ memiliki visi bahwa semua orang akan memiliki derajat kesehatan yang baik dan tinggal di dunia yang damai, sejahtera, dan berkelanjutan. Hak atas kesehatan adalah hak dasar manusia, sehingga setiap orang harus memiliki akses ke layanan kesehatan yang mereka butuhkan kapan dan di mana mereka membutuhkannya, tanpa kesulitan keuangan, yang disebut cakupan kesehatan semesata atau  ‘Universal Health Coverage’ (UHC).

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2021/01/04/2020-uhc/

.

Saat ini masih ada sekitar 30% dari populasi global tidak dapat mengakses layanan kesehatan esensial. Hampir dua miliar orang menghadapi bencana keuangan atau pengeluaran untuk kesehatan yang memiskinkan, dengan ketidaksetaraan yang signifikan mempengaruhi mereka yang berada di lingkungan yang paling rentan.

Untuk mewujudkan kesehatan untuk semua, dunia membutuhkan akses ke layanan kesehatan berkualitas tinggi, agar setiap orang dapat menjaga kesehatan mereka sendiri dan keluarga mereka. Selain itu, juga dokter dan tenaga kesehatan terampil, yang memberikan layanan medis berkualitas dan berpusat pada orang, serta pembuat kebijakan yang berkomitmen untuk berinvestasi dalam UHC. Bukti menunjukkan bahwa sistem kesehatan yang didukung oleh pendekatan layanan kesehatan primer (PHC) adalah cara yang paling efektif dan hemat biaya untuk mendekatkan layanan kesehatan dan kesejahteraan kepada masyarakat.

.

Hari Kesehatan Sedunia 2023, Memperingati 75 Tahun WHO dan Mendorong  Kesehatan untuk Semua - Media Priangan

Namun demikian, pandemi COVID-19 memundurkan kemajuan setiap negara menuju #HealthForAll. Pandemi COVID-19 dan keadaan darurat kesehatan lainnya, krisis kemanusiaan dan iklim yang tumpang tindih, kendala ekonomi, dan perang, telah membuat perjalanan setiap negara menuju #HealthForAll menjadi lebih mendesak. Sekaranglah waktunya bagi para pemimpin untuk mengambil tindakan dalam memenuhi komitmen cakupan kesehatan universal mereka dan bagi masyarakat sipil untuk meminta pertanggungjawaban para pemimpin. 

.

Kemajuan perlu dipercepat jika SDG terkait kesehatan ingin dipenuhi. Tuntut hak Anda untuk mengakses layanan kesehatan yang Anda butuhkan tanpa mengalami kesulitan keuangan!

Pencapaian global adalah indeks cakupan layanan UHC (indikator SDG 3.8.1) meningkat dari 45 pada tahun 2000 menjadi 67 pada tahun 2019. Namun demikian, masih ada hampir 2 miliar orang menghadapi bencana keuangan atau pengeluaran kesehatan yang memiskinkan (indikator SDG 3.8.2). Pada hal pandemi COVID-19 semakin mengganggu layanan medis esensial di 92% negara. Untuk membangun kembali sistem kesehatan dengan lebih baik, rekomendasi WHO adalah memfokuskan kembali sistem kesehatan kepada layanan kesehatan primer atau Primary Health Care (PHC). Sebagian besar (90%) dari intervensi UHC esensial dapat diberikan melalui PHC dan 75% proyeksi peningkatan luaran kesehatan dari SDGs dapat dicapai melalui PHC.

.

Program Kerja Umum Ketigabelas WHO bertujuan agar 1 miliar lebih banyak orang mendapat manfaat dari UHC pada tahun 2025, sekaligus berkontribusi pada target 1 miliar lebih banyak orang terlindungi dengan lebih baik dari keadaan darurat kesehatan dan 1 miliar lebih banyak orang menikmati kesehatan dan kesejahteraan yang lebih baik.

.

Selama pandemi COVID-19, sekitar 92% negara melaporkan gangguan pada layanan medis esensial. Sekitar 25 juta anak balita tidak mendapat imunisasi rutin. Terdapat kesenjangan yang mencolok dalam akses ke vaksin COVID-19, dengan rata-rata hanya 24% populasi yang divaksinasi di negara berpenghasilan rendah dibandingkan dengan 72% di negara berpenghasilan tinggi. Intervensi perawatan darurat, kritis, dan operatif yang berpotensi menyelamatkan jiwa juga menunjukkan peningkatan gangguan layanan, yang kemungkinan menghasilkan dampak jangka pendek yang signifikan pada luaran bidang kesehatan.

.

Sekitar 930 juta orang di seluruh dunia berisiko jatuh miskin karena pengeluaran sektor kesehatan sebesar 10% atau lebih dari anggaran rumah tangga mereka. Meningkatkan intervensi layanan kesehatan primer (PHC) di negara berpenghasilan rendah dan menengah dapat menyelamatkan 60 juta nyawa dan meningkatkan harapan hidup rata-rata sebesar 3,7 tahun pada tahun 2030. Pencapaian target PHC membutuhkan tambahan investasi sekitar US$ 200-370 miliar per tahun untuk paket layanan kesehatan yang lebih komprehensif. WHO merekomendasikan agar setiap negara mengalokasikan atau merealokasi tambahan 1% dari PDB ke PHC dari sumber pendanaan pemerintah.

.

PHC memerlukan tiga komponen yang saling terkait dan sinergis, termasuk: pelayanan kesehatan terpadu yang komprehensif yang mencakup layanan medis primer, kebijakan dan tindakan multisektoral untuk mengatasi faktor penentu derajat kesehatan di sektor hulu, dan melibatkan atau memberdayakan individu, keluarga, dan masyarakat, dalam meningkatkan partisipasi sosial dan kemandirian dalam kesehatan.

.

Agar UHC menjadi benar-benar tercapai, diperlukan pergeseran fokus dari sistem kesehatan yang dirancang untuk mengatasi penyakit dan pembentukan institusi, menuju sistem kesehatan yang dirancang untuk melayani manusia. PHC mengharuskan pemerintah di semua tingkatan untuk bertindak dengan pendekatan secara menyeluruh, termasuk aspek kesehatan dalam semua kebijakan yang dikeluarkan, fokus yang kuat pada pemerataan dan intervensi kesehatan yang mencakup seluruh kehidupan manusia.

.

PHC menangani faktor risiko gangguan kesehatan yang luas dan berfokus pada aspek kesehatan dan kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang komprehensif dan saling terkait, tidak hanya untuk penanganan serangkaian penyakit tertentu. Layanan kesehatan primer memastikan setiap orang akan menerima layanan komprehensif yang berkualitas, mulai dari promtif (anjuran) dan preventif (pencegahan), sampai dengan kuratif (pengobatan), rehabilitatif (pemulihan) dan perawatan paliatif, sedekat mungkin dengan lingkungan sehari-hari masyarakat. PHC adalah pendekatan yang paling inklusif, adil, hemat biaya, dan efisien untuk meningkatkan kesehatan fisik dan mental masyarakat, serta kesejahteraan sosial. Bukti dampak luas dari investasi di PHC terus berkembang di seluruh dunia, terutama di saat krisis seperti pandemi COVID-19.

.

Di seluruh dunia, investasi di PHC meningkatkan pemerataan dan akses, kinerja perawatan kesehatan, akuntabilitas sistem kesehatan, dan hasil kesehatan. PHC juga penting untuk membuat sistem kesehatan lebih tahan terhadap situasi krisis, lebih proaktif dalam mendeteksi tanda-tanda awal epidemi dan lebih siap menghadapinya. Meskipun bukti masih berkembang, terdapat pengakuan luas bahwa PHC adalah “pintu depan” sistem kesehatan dan memberikan landasan untuk penguatan fungsi kesehatan masyarakat yang esensial untuk menghadapi krisis kesehatan masyarakat seperti COVID-19.

.

Momentum Hari Kesehatan Dunia, Jumat, 7 April 2023 yang bertepatan dengan hari jadi WHO yang ke-75, mengingatkan kita semua untuk mencapai UHC melalui PHC, yaitu cara yang paling efektif dan hemat biaya untuk mendekatkan layanan kesehatan dan kesejahteraan kepada masyarakat, sesuai dengan visi ‘Health For All’. 

Apakah kita sudah bertindak bijak?

Sekian

Yogyakarta, 3 April 2022

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Lektor FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM.

Categories
anak antibiotika COVID-19 dokter Healthy Life HIV-AIDS UHC

2022 Sehat untuk kita semua

SEHAT  UNTUK  KITA  SEMUA

fx. wikan indrarto

Catatan :

Telah dimuat di harian Kedaulatan Rakyat Yogyakarta pada Minggu, 18 Desember 2022, halaman 8 di kolom HUSADA.

Setiap 12 Desember dikampanyekan sebagai Hari Cakupan Kesehatan Semesta atau UHC (Universal Health Coverage Day). Apa yang perlu diketahui?

.

UHC tercapai saat semua kegiatan kita dirancang dengan memprioritaskan aspek kesehatan bagi semua orang, maka pada kondisi tersebut kita semua dapat menikmati hasil pekerjaan yang produktif, aktvitas yang memuaskan, dan tidak membahayakan bagi kesehatan fisik dan mental kita. Apabila kita perlu mengakses informasi dan layanan untuk membuat pilihan hidup yang lebih sehat, mencegah penyakit, mendapatkan layanan medis, obat-obatan, atau dukungan pemulihan kesehatan, semua ini tersedia. Selain tersedia, juga tidak berada terlalu jauh dari kita tinggal dan berbiaya tidak terlalu mahal.

.

Ketika kesehatan sebagai hak asasi manusia dijunjung tinggi oleh semua negara dan semua sektor, itu berarti kita meletakkan dasar yang kuat untuk membangun dunia yang kita semua inginkan dan layak dapatkan. Bukti menunjukkan bahwa sistem kesehatan yang didukung oleh pendekatan berbasis masyarakat, yang dikenal sebagai layanan kesehatan primer, adalah cara yang paling efektif dan hemat biaya untuk mendekatkan layanan medis dan kesejahteraan kepada warga masyarakat. Intervensi ini dapat menyelamatkan jutaan nyawa dan bahkan meningkatkan harapan hidup rata-rata.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2021/01/04/2020-uhc/

Kampanye UHC tahun 2022 ini berlangsung pada saat kritis, yaitu ketika semua negara di seluruh dunia sedang membangun kembali sistem kesehatan yang terdampak pandemi COVID-19, sambil terus menghadapi banyak krisis lain, seperti bencana alam dan konflik kemanusiaan. Diperlukan dukungan politik dan tindakan global untuk mencapai target UHC yang ditetapkan untuk tercapai pada tahun 2030. Secara global, kita seharusnya mampu bersama-sama membangun dunia di mana setiap orang, di mana pun, dapat memperoleh layanan kesehatan yang mereka butuhkan tanpa harus jatuh miskin karena harus membayarnya.

.

Saat Indonesia menjadi Presidensi KTT G20 di Bali bulan lalu, telah mampu merumuskan kesepakatan global untuk membentuk sistem kesehatan yang kuat dan tangguh, sebagai landasan penting untuk pencegahan, kesiapsiagaan, dan pencegahan pandemi jenis apapun yang efektif. Selain itu, juga responsif, adil dan menyeluruh mencakup kegiatan pencegahan, kesiapsiagaan, dan memitigasi risiko untuk mencapai UHC.

.

Rencana aksi global untuk mencapai UHC dengan kehidupan yang lebih sehat dan kesejahteraan untuk semua, memerlukan beberapa langkah penting. Langkah pertama adalah pembentukan layanan kesehatan primer yang efektif dan berkelanjutan untuk mencapai target SDG terkait kesehatan. Langkah penting program ini adalah menyediakan sarana dan sistem untuk layanan kesehatan primer dan kesehatan masyarakat lainnya yang mudah diakses, terjangkau, adil, terintegrasi, dan berkualitas untuk semua warga masyarakat. Syaratnya adalah fasilitas kesehatan primer tersebut dekat dengan tempat orang tinggal atau bekerja, dan mampu mengatur rujukan pasien ke tingkat perawatan yang lebih tinggi. Layanan ini juga didukung dengan koordinasi multisektoral dalam bidang kesehatan dan melibatkan lebih banyak orang dan komunitas, untuk mewujudkan kesehatan dan kesejahteraan mereka sendiri.

.

Langkah kedua adalah meningkatkan besaran pembiayaan bidang kesehatan yang berkelanjutan, agar memungkinkan banyak negara untuk mengurangi berbagai kebutuhan yang selama ini tidak terpenuhi, akan layanan kesehatan. Selain itu, juga dapat mengatasi kesulitan keuangan yang timbul karena pembayaran biaya layanan kesehatan secara langsung, dengan membangun dan secara progresif memperkuat sistem untuk memobilisasi sumber daya yang memadai untuk layanan kesehatan, dan membelanjakannya dengan lebih baik, untuk lebih banyak jenis layanan kesehatan. Untuk beberapa negara berpenghasilan rendah, di mana alokasi pendanaan pembangunan cukup terbatas, program ini juga akan menyebabkan peningkatan efektivitas dukungan pendanaan eksternal.

Langkah ketiga adalah meningkatkan keterlibatan masyarakat dan memastikan bahwa masyarakat luas menerima dukungan yang mereka butuhkan. Keterlibatan masyarakat ini memungkinkan dan memastikan bahwa tidak ada seorangpun yang terlibat akan tertinggal (no one is left behind). Langkah keempat menciptakan lingkungan yang mendukung peningkatan derajad kesehatan dan kesejahteraan bagi semua. Selain itu, juga meningkatkan investasi dan tindakan di berbagai sektor di luar kesehatan dan memaksimalkan manfaat pencapaian target di seluruh sektor SDG.

.

Langkah kelima adalah pemrograman inovatif dalam sistem kesehatan yang rapuh, rentan, dan mudah terganggu, sekalian untuk merespons wabah penyakit, termasuk pandemi COVID-19. Memastikan bahwa layanan kesehatan dan kemanusiaan tersedia di semua tempat, termasuk pada medan yang sulit serta mampu merespons munculnya wabah penyakit secara efektif, karena memerlukan koordinasi multisektoral, perencanaan rinci dan pembiayaan jangka panjang. Langkah keenam adalah penelitian, pengembangan, inovasi dan perbaikan akses. Penelitian dan inovasi sangat penting untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi produk dan layanan kesehatan. Sementara itu, akses yang berkelanjutan dan adil memastikan ketersediaan intervensi perawatan kesehatan yang lebih baik, bagi mereka yang paling membutuhkannya.

Langkah ketuju, adalah perbaikan data dan kesehatan digital. Data yang rinci, berkualitas dan komprehensif adalah kunci untuk memahami secara benar kebutuhan bidang kesehatan, merancang program dan kebijakan, memandu keputusan investasi, serta mengukur kemajuan. Teknologi digital dapat mengubah cara pengumpulan dan penyimpanan data kesehatan, sehingga dapat digunakan serta berkontribusi pada kebijakan kesehatan yang lebih adil.

.

Momentum Hari Cakupan Kesehatan Semesta atau UHC (Universal Health Coverage Day) pada Senin, 12 Desember 2022 mengingatkan kita bahwa UHC didasarkan pada prinsip kesetaraan dan non-diskriminasi, dengan memastikan bahwa populasi yang paling terpinggirkan juga dijangkau, dilindungi, dan tidak ada seorangpun yang tertinggal, karena sehat sejatinya adalah hak azasi kita semua.

Apakah kita sudah bertindak bijak?

Sekian

Yogyakarta, 9 Desember 2022

*) Dokter spesialis anak RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161

Categories
anak COVID-19 dokter Healthy Life HIV-AIDS kanker UHC vaksinasi

2022 Gangguan Layanan Medis

WHO: Lebih Dari 90% Negara Mengalami Gangguan Layanan Kesehatan Dasar  Karena Covid-19

GANGGUAN  LAYANAN  MEDIS

fx. wikan indrarto*)

Tulisan ini dimuat di Harian Kedaulatan Rakyat Yogyakarta Minggu, 20 Maret 2022, Kolom Husada, halaman 5.

Layanan medis esensial menghadapi gangguan yang berkelanjutan selama pandemi COVID-19. Gangguan yang sedang berlangsung telah dilaporkan di lebih dari 90% negara pada putaran ketiga survei Global WHO, tentang kontinuitas layanan medis esensial selama pandemi COVID-19. Apa yang mencemaskan?

.

Pada tahun 2023 sasaran 3 miliar (Triple Billion Targets) mungkin sulit tercapai. Target tersebut bertujuan untuk mencapai: satu miliar lebih banyak orang menikmati kesehatan dan kesejahteraan yang lebih baik, satu miliar lebih banyak orang memperoleh manfaat dari jaminan kesehatan semesta (UHC) dan satu miliar lebih banyak orang yang lebih terlindungi dari keadaan darurat kesehatan. Semua target tersebut terdampak oleh pandemi COVID-19.

.

Banyak negara melaporkan adanya gangguan di berbagai layanan medis termasuk kesehatan seksual, reproduksi, ibu, bayi baru lahir, anak dan remaja, imunisasi, nutrisi, perawatan kanker, gangguan mental, neurologi dan penggunaan narkoba, HIV, hepatitis, TB, malaria, penyakit tropis terabaikan dan geriatri atau kesehatan orang tua. Bahkan ketika vaksinasi COVID-19 telah berlangsung lancar, peningkatan gangguan justru dilaporkan dalam layanan imunisasi rutin.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/08/02/2020-bahaya-tanpa-imunisasi/

.

Di lebih dari setengah negara yang disurvei, banyak orang masih tidak dapat mengakses layanan medis di tingkat primer dan komunitas. Gangguan yang signifikan juga telah dilaporkan dalam layanan medis gawat darurat, 36% gangguan pada layanan ambulans, 32% layanan ruang gawat darurat 24 jam, dan 23% untuk operasi darurat. Operasi elektif atau terencana juga telah terganggu di 59% negara dan gangguan terhadap perawatan rehabilitatif dan perawatan paliatif juga dilaporkan terjadi di sekitar separoh negara yang disurvei.

.

Sementara banyak negara terus menghadapi tantangan untuk mempertahankan layanan kesehatan esensial, 92% negara juga melaporkan hambatan kritis untuk meningkatkan akses terkait COVID-19, termasuk tes diagnostik COVID-19, terapi, vaksin, dan alat pelindung diri (APD). Hal terebut kemungkinan disebabkan oleh tenaga medis yang mengalami kelelahan, terinfeksi COVID-19, atau menjalani isolasi mandiri di rumah. Tantangan ketersediaan tenaga medis dilaporkan oleh 56% negara untuk layanan diagnostik dan tes, 64% untuk terapi dan perawatan COVID-19, dan 36% untuk distribusi dan penggunaan APD.

WHO: Covid-19 Hantam Layanan Kesehatan Dasar di Lebih dari 90% Negara -  Nasional Katadata.co.id

Semua negara telah mengadopsi strategi untuk mengatasi gangguan dan memulihkan layanan medis. Ini termasuk memperkuat pelatihan dan kapasitas tenaga medis, menyediakan layanan medis berbasis teknologi informasi atau ‘telehealth’, pengadaan obat esensial dan alat kesehatan, menerapkan komunikasi risiko dan strategi keterlibatan masyarakat, dan menerapkan strategi pembiayaan kesehatan. Separuh negara telah mengembangkan rencana pemulihan layanan medis, untuk mempersiapkan keadaan darurat kesehatan di masa depan. Selain itu, 70% negara telah mengalokasikan dana pemerintah sebagai tambahan untuk upaya pemulihan kapasitas tenaga medis, akses ke obat dan alat kesehatan lainnya, layanan medis digital, infrastruktur fasilitas kesehatan, bahkan manajemen informasi dan pengelolaan kesalahan informasi (hoax).

.

Hasil survei ini menyoroti pentingnya tindakan segera untuk mengatasi tantangan utama sistem kesehatan, memulihkan layanan, dan mengurangi dampak pandemi COVID-19. WHO akan terus mendukung setiap negara untuk mengatasi kebutuhan sistem kesehatan prioritas dalam transisi menuju pemulihan, mengakhiri fase akut pandemi COVID-19, dan bersiap untuk keadaan darurat kesehatan di masa depan dalam penjaminan biaya layanan medis oleh negra atau UHC (Universal Health Couverage).

.

Mencapai UHC adalah salah satu target yang ditetapkan untuk semua negara di dunia pada tahun 2015 dan ditegaskan kembali pada Sidang Umum PBB tahun 2019. UHC berarti semua individu harus mampu menerima layanan kesehatan yang mereka butuhkan, tanpa mengalami kesulitan keuangan. Meskipun peningkatan cakupan layanan kesehatan esensial telah terjadi di semua kelompok pendapatan dan di berbagai jenis layanan, tetapi jaminan finansial sebelum COVID-19 semakin memburuk. Proporsi penduduk dengan pengeluaran sendiri untuk biaya layanan kesehatan melebihi 10% dari anggaran rumah tangga mereka, meningkat dari 9% menjadi 13% dan mereka yang melebihi 25% meningkat dari 1,7% menjadi 2,9%, selama periode 2000-2015. Kemajuan yang berkelanjutan membutuhkan penguatan sistem kesehatan yang cukup besar, terutama di negara berpenghasilan rendah.

.

Tenaga kesehatan global telah bekerja secara heroik sejak pandemi COVID-19 dimulai dan bahkan 2021 telah ditetapkan sebagai Tahun Tenaga Kesehatan dan Perawatan Internasional (International Year of Health and Care Workers). Namun demikain, dunia masih membutuhkan jutaan tenaga kesehatan lebih banyak lagi, jika ingin mencapai UHC pada tahun 2030. Pada 2014-2019, kepadatan tenaga kesehatan paling rendah di Afrika dengan hanya 3 dokter dan 10 perawat atau bidan per 10.000 penduduk. Pada periode 2014-2020 sekitar 83% kelahiran global ditolong oleh penolong persalinan terlatih, termasuk dokter, perawat, dan bidan. Layanan ini meningkat sekitar 30% dibandingkan tahun 2000–2006.

.

Pandemi COVID-19 ini menegaskan bahwa setiap negara perlu melipatgandakan investasi untuk mengatasi gangguan layanan medis, memperbaiki akses ke obat esensial, dan mengkoreksi kekurangan tenaga kesehatan. Semua dilakukan dalam mencapai target Tiga Miliar pada tahun 2023, dan SDG terkait kesehatan pada tahun 2030.

Sudahkah kita bijak mensikapi bahaya COVID-19 ?

.

Sekian

Yogyakarta, 22 Februari 2022

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Lektor FK UKDW, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161

Categories
anak COVID-19 Healthy Life HIV-AIDS UHC

2021 Hari ADIS Sedunia

Hari AIDS Sedunia: Sejarah, Tema Tahun Ini dan Ucapan

HARI  AIDS  SEDUNIA  2021

fx. wikan indrarto*)

Pada Hari AIDS Sedunia Rabu, 1 Desember 2021, WHO menyerukan para pemimpin dan warga global untuk bersatu, menghadapi ketidaksetaraan yang mendorong AIDS dan untuk menjangkau semua orang yang saat ini tidak menerima layanan HIV. Apa yang menarik?

.

Tema peringatan tahun 2021 adalah : Akhiri ketidaksetaraan. Akhiri AIDS. Akhiri pandemi (End inequalities. End AIDS. End Pandemics). Kita semua dihimbau untuk mengenakan kaos merah dan menyalakan lilin dalam memperingati Hari AIDS Sedunia yang sangat istimewa ini, bersama WHO dan UNAIDS.

.

Pada tahun 2020 yang lalu, diperkirakan terdapat 37.700.000 orang yang hidup dengan HIV, 680.000 orang meninggal karena penyebab terkait HIV, dan 1.500.000 orang terinfeksi baru. Selain itu, baru sekitar 73% orang yang hidup dengan HIV menerima terapi antiretroviral (ART) seumur hidup, sehingga HIV mungkin saja akan tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat utama, yang mempengaruhi jutaan orang di seluruh dunia.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2021/01/29/2021-obat-hiv-baru-untuk-anak/

.

Meskipun dunia telah membuat kemajuan yang signifikan dalam beberapa dekade terakhir, tetapi target global yang penting untuk tahun 2020 ternyata tidak terpenuhi. Perpecahan, disparitas dan pengabaian hak asasi manusia adalah beberapa kegagalan yang memungkinkan HIV tetap menjadi krisis kesehatan global. Sekarang, ditambah pandemi COVID-19 semakin memperburuk ketidakadilan dan gangguan terhadap layanan, membuat kehidupan banyak orang yang hidup dengan HIV lebih menantang.

.

Hari AIDS Sedunia 1 Desember: Sejarah dan Tema Tahun Ini

Tanpa tindakan tegas terhadap ketidaksetaraan, dunia berisiko kehilangan target untuk mengakhiri AIDS pada tahun 2030, serta pandemi COVID-19 yang berkepanjangan, bahkan krisis sosial dan ekonomi yang semakin meningkat. Empat puluh tahun sejak kasus AIDS pertama dilaporkan,  HIV masih mengancam dunia. Saat ini, dunia berada di luar jalur untuk mewujudkan komitmen bersama untuk mengakhiri AIDS pada tahun 2030, bukan karena kurangnya pengetahuan atau alat untuk mengalahkan AIDS, tetapi karena ketidaksetaraan struktural yang menghalangi penerapan solusi, yang telah terbukti untuk pencegahan dan pengobatan HIV.

.

Ketimpangan ekonomi, sosial, budaya dan hukum harus diakhiri sebagai hal yang mendesak, jika kita ingin mengakhiri AIDS pada tahun 2030. Meskipun ada persepsi bahwa masa krisis bukanlah waktu yang tepat untuk memprioritaskan penanganan ketidakadilan sosial yang mendasarinya, jelas bahwa tanpa hal itu krisis tidak dapat diatasi.

.

Mengatasi ketidaksetaraan adalah janji global yang sudah berlangsung lama, yang urgensinya semakin meningkat. Pada tahun 2015, semua kepala negara telah berjanji untuk mengurangi ketidaksetaraan di dalam dan antar negara, sebagai bagian dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Strategi AIDS Global 2021–2026: Akhiri Ketimpangan, Akhiri AIDS dan Deklarasi Politik tentang AIDS yang diadopsi pada Pertemuan Tingkat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 2021 tentang AIDS, pada intinya telah sepakat untuk mengakhiri ketidaksetaraan ini.

.

Selain menjadi pusat bagi program untuk mengakhiri AIDS, mengatasi ketidaksetaraan akan memajukan hak asasi manusia, khususnya dari populasi kunci dan orang yang hidup dengan HIV, membuat masyarakat lebih siap untuk mengalahkan COVID-19 dan pandemi lainnya serta mendukung pemulihan dan stabilitas ekonomi. Memenuhi janji untuk mengatasi ketidaksetaraan akan menyelamatkan jutaan nyawa dan akan bermanfaat bagi masyarakat secara keseluruhan. Mengakhiri ketidaksetaraan membutuhkan perubahan transformatif. Kebijakan politik, ekonomi dan sosial perlu melindungi hak setiap orang dan memperhatikan kebutuhan masyarakat yang kurang beruntung dan terpinggirkan. Kebijakan untuk mengatasi ketidaksetaraan hanya dapat diterapkan, oleh pemimpin yang berani membuat keputusan.

.

Setiap jenjang pemerintahan, dari daerah sampai pusat, sekarang harus bergerak dari komitmen ke arah tindakan nyata. Pemerintah harus mendorong pertumbuhan sosial dan ekonomi yang inklusif. Negara harus menghilangkan undang-undang, kebijakan, dan praktik yang diskriminatif untuk memastikan kesempatan yang sama bagi setiap warganya, dan mengurangi ketidaksetaraan. Sudah saatnya setiap pemerintah menepati janji, harus bertindak sekarang, dan bertanggung jawab penuh dalam mengakhiri ketidaksetaraan. Jika langkah-langkah transformatif yang diperlukan untuk AIDS tidak diambil, maka dunia juga akan tetap terjebak dalam krisis karena pandemi COVID-19, dan tidak siap menghadapi pandemi yang akan datang.

.

Langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi ketidaksetaraan meliputi infrastruktur kesehatan berbasis dan berpusat pada masyarakat, akses yang adil terhadap obat, vaksin, dan teknologi kesehatan. Juga penghormatan atas Hak Asasi Manusia, untuk membangun kepercayaan public dalam mengatasi pandemi, mengangkat tenaga kesehatan yang diperlukan disertai sumber daya dan alat yang mereka butuhkan. Terakhir, menyusun sistem data yang berpusat pada individu yang menyoroti ketidaksetaraan yang masih terjadi.

.

Momentum Hari AIDS Sedunia Rabu, 1 Desember 2021 juga mengingatkan tentang slogan kampanye global ‘Stop AIDS. Keep the Promise’. Slogan yang digunakan sepanjang tahun itu untuk meminta pertanggungjawaban pemerintah atas komitmennya terkait HIV dan AIDS, khususnya untuk mengakhiri ketidaksetaraan, AIDS, dan pandemi.

Bagaimana sikap kita?

Sekian

Yogyakarta, 30 November 2021

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161, e-mail : fxwikan_indrarto@yahoo.com

Categories
anak dokter Healthy Life HIV-AIDS Pendukung ASI UHC

2021 Metode Kangoro untuk Bayi

Kangaroo Mother Care Technique | Download Scientific Diagram

METODE   KANGURU   UNTUK   BAYI

fx. wikan indrarto*)

Sabtu, 15 Mei 2021 diperingati sebagai Hari Peringatan Kesadaran pada Penerapan Perawatan Metode Kanguru (PMK) untuk Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan Bayi Prematur. Apa yang menarik?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/11/14/2020-steroid-untuk-bayi-prematur/

.

Perawatan Metode Kanguru (PMK) pertama kali diperkenalkan oleh Ray dan Martinez di Bogota, Kolumbia pada tahun 1979 sebagai cara alternatif perawatan BBLR di tengah tingginya angka BBLR dan terbatasnya fasilitas kesehatan yang ada. Metode ini meniru binatang berkantung kanguru dari Australia, yang bayinya lahir sering prematur, dan setelah lahir disimpan di kantung perut ibunya untuk mencegah kedinginan, sekaligus mendapatkan makanan bergizi berupa air susu induknya.

.

Hakekat PMK adalah kontak kulit-ke-kulit sejak dini, terus menerus dan berkepanjangan antara ibu dan bayi dengan pemberian ASI secara eksklusif, yang telah terbukti menjadi intervensi medis yang efektif dan berbiaya rendah, dalam meningkatkan kelangsungan hidup dan luaran klinis bayi kecil dan sakit. Metode PMK ini telah dibuktikan dapat meningkatkan stabilitas fisiologis, lingkungan yang mendukung secara termal, mengurangi risiko infeksi serius, dan mengurangi kematian bayi prematur, BBLR dan BBLSR (Berat Badan Lahir Sangat Rendah). 

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2019/09/26/2019-ibu-dan-bayi-lebih-banyak-hidup/

.

Namun demikian, cakupan PMK global di seluruh populasi tetap rendah selama beberapa dekade dan peningkatan skala penerapannya sangat sulit diukur. Hanya sebagian kecil bayi kecil dan sakit yang mendapat manfaat dari PMK, telah menerimanya. Pada 10 Desember 2020 penerapkan PMK dapat meningkat dari mendekati 0% menjadi lebih dari 40% setelah satu tahun pendampingan dari Kementrian Kesehatan setempat, di tiga distrik di India dan 4 wilayah di Ethiopia.

.

Kangaroo care - Wikipedia

Melalui pelatihan tenaga kesehatan, kebijakan yang kondusif dan peningkatan infrastruktur, target global adalah memastikan PMK diberikan kepada setidaknya 80% bayi BBLR di seluruh dunia. Meskipun jumlah kematian bayi baru lahir secara global menurun dari 5 juta pada tahun 1990 menjadi 2,4 juta pada tahun 2019, tetapi banyak bayi masih menghadapi risiko kematian terbesar dalam 28 hari pertama mereka. Pada 2019, sekitar 47% dari semua kematian balita terjadi pada periode baru lahir dengan sekitar sepertiganya meninggal pada hari kelahiran dan hampir tiga perempat meninggal dalam minggu pertama kehidupan. Bayi yang meninggal dalam 28 hari pertama kelahiran, biasanya menderita penyakit yang terkait dengan kurangnya layanan medis berkualitas saat lahir, atau perawatan segera setelah lahir, dan pada hari-hari pertama kehidupan bayi.

.

Pada tahun 2019 terdapat 10 negara teratas dengan jumlah tertinggi (dalam ribuan) kematian bayi baru lahir, yaitu India (522), Nigeria (270), Pakistan (248), Etiopia (99), Kongo (97), Cina (64), Indonesia (60), Bangladesh (56), Afganistan (43), dan Tanzania (43). Perawatan bayi baru lahir yang penting adalah perlindungan dari kedinginan, misalnya dengan PMK untuk terjadinya kontak kulit-ke-kulit antara ibu dan bayi, pemberian ASI dini dan eksklusif, serta perawatan tali pusat dan kulit bayi secara higienis. Selain itu, penilaian masalah kesehatan yang serius atau membutuhkan perawatan tambahan, misalnya bayi BBLR, bayi sakit atau lahir dari ibu yang terinfeksi HIV. Kemudian juga tindakan pencegahan, misalnya imunisasi BCG dan Hepatitis B, injeksi vitamin K dan infeksi mata. Semua intervensi medis tersebut sangat berperan dalam menekan angka kematian bayi.

.

PMK merupakan alternatif pengganti inkubator dalam perawatan BBLR, merupakan cara yang efektif untuk memenuhi kebutuhan bayi yang paling mendasar, yaitu adanya kontak kulit bayi ke kulit ibu, dimana tubuh ibu akan menjadi thermoregulator bagi bayinya, sehingga bayi mendapatkan kehangatan (menghindari bayi dari hipotermia). Selain itu, PMK memudahkan pemberian ASI dini dan eksklusif, perlindungan dari infeksi, stimulasi, keselamatan, dan kasih sayang. PMK dapat meningkatkan hubungan istimewa antara ibu dan bayi, serta mendukung pertumbuhan dan perkembangan bayi.

.

PMK terdiri dari 4 komponen, yaitu ‘position’, ‘nutrition’, ‘support’ and ‘discharge’. PMK menempatkan bayi pada posisi tegak di dada ibunya, di antara kedua payudara ibu, dan tanpa busana. Bayi dibiarkan telanjang hanya mengenakan popok, kaus kaki dan topi sehingga terjadi kontak kulit bayi dan kulit ibu seluas mungkin. Posisi bayi diamankan dengan kain panjang atau pengikat lainnya. Kepala bayi dipalingkan ke sisi kanan atau kiri, dengan posisi sedikit tengadah (ekstensi). Ujung pengikat tepat berada di bawah kuping bayi. Posisi kepala bayi seperti ini bertujuan untuk menjaga agar saluran napas tetap terbuka, dan memberi peluang agar terjadi kontak mata antara ibu dan bayi.

.

Kanguru nutrisi merupakan salah satu manfaat PMK, yaitu meningkatkan pemberian ASI secara langsung maupun dengan pemberian ASI perah. Bayi dengan PMK selalu berada di dekat payudara ibu, menempel dan terjadi kontak kulit ke kulit, sehingga bayi dapat menyusu setiap kali ia inginkan. Selain itu, ibu dapat dengan mudah merasakan tanda bahwa bayinya mulai lapar, seperti adanya gerakan pada mulut bayi, munculnya hisapan kecil, serta adanya gerakan bayi untuk mencari puting susu ibu. Bila telah terbiasa melakukan PMK, ibu dapat dengan mudah memberikan ASI tanpa harus mengeluarkan bayi dari baju kangurunya.

.

‘Kangaroo support’ merupakan bentuk bantuan secara fisik maupun emosi, baik dari tenaga kesehatan di mana bayi lahir, ibu lain yang telah melakukan PMK maupun keluarga, agar ibu dapat melakukan PMK untuk bayinya. Sedangkan ‘kangaroo discharge’ adalah membiasakan ibu melakukan PMK selama di RS, sehingga pada saat ibu pulang dengan bayi, ibu tetap dapat melakukan PMK bahkan melanjutkannya di rumah. Metode PMK ini merupakan salah satu teknologi tepat guna yang sederhana, murah, dan dapat digunakan apabila fasilitas untuk perawatan BBLR sangat terbatas.

.

Momentum  ‘International Kangaroo Mother Care Awareness Day’ pada Sabtu, 15 Mei 2021 mengingatkan kita untuk mendukung penerapan PMK pada bayi BBLR dan prematur di seluruh dunia. Inisiatif ini bertujuan untuk mempercepat penurunan angka kematian bayi, dengan memastikan tidak ada seorang bayipun yang tertinggal (to ensure no one is left behind), termasuk semua bayi di sekitar kita.

 Sudahkah Anda terlibat membantu?

Sekian

Yogyakarta, 3 Mei 2021

*) Dokter spesialis anak di RS RS Panti Rapih Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, Lektor FK UKDW, WA: 081227280161,

Categories
anak HIV-AIDS resisten obat tuberkulosis UHC

2021 Hari Tuberkulosis Sedunia

Puncak Peringatan Hari Tuberkulosis Sedunia tahun 2021 - YouTube

HARI  TUBERKULOSIS  SEDUNIA  2021

fx. wikan indrarto*)

Setiap tahun diperingati Hari Tuberkulosis (TB) Sedunia pada tanggal 24 Maret, untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang penyakit TB yang menghancurkan secara medis, sosial dan ekonomi, dan untuk meningkatkan upaya mengakhiri epidemi TB global. Apa yang menarik?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/03/30/2020-pencegahan-tbc/

.

TB awalnya disebut “phthisis” di era Yunani kuno, “tabes” di jaman Romawi kuno, dan “schachepheth” dalam bahasa Ibrani kuno. Pada tahun 1700-an, TB disebut “wabah putih” (the white plague), karena wajah para pasien yang berubah pucat. Dr. Johann Schonlein menciptakan istilah “tuberkulosis” pada tahun 1834, meskipun diperkirakan bakteri Mycobacterium tuberculosis mungkin sudah ada selama 3 juta tahun sebelumnya. Pada abad 1800-an bahkan setelah Schonlein menamakannya tuberkulosis, TB juga disebut “Kapten Kematian” (Captain of all these men of death).

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2019/01/18/2019-tantangan-tb/

.

Pada tanggal 24 Maret 1882, Dr. Robert Koch di Berlin, Jerman mengumumkan penemuan Mycobacterium tuberculosis, bakteri penyebab TB. Pada waktu ini, TB membunuh satu dari setiap tujuh orang di Amerika Serikat dan Eropa. Penemuan Dr. Koch adalah langkah terpenting yang diambil untuk mengendalikan dan menghilangkan penyakit mematikan ini, yang awalnya disebut Koch Pulmonum (KP). Seabad kemudian, 24 Maret baru ditetapkan sebagai Hari TB Sedunia, yaitu sebuah hari yang didedikasikan untuk mengingatkan masyarakat tentang dampak TB di seluruh dunia.

.

Sampai saat ini TB tetap menjadi salah satu penyakit menular pembunuh paling mematikan di dunia. Setiap hari hampir 4.000 orang meninggal karena TB dan hampir 28.000 orang jatuh sakit, karena penyakit yang sebenarnya dapat dicegah dan disembuhkan ini. Sampai tahun lalu, upaya global untuk memerangi TB telah menyelamatkan sekitar 63 juta jiwa sejak tahun 2000.

.

Tema Hari TB Sedunia 2021 adalah : jam terus berdetak (The Clock is Ticking), untuk mengingatkan bahwa dunia hampir kehabisan waktu, karena komitmen memberantas TB yang dibuat oleh para pemimpin global, masih jauh dari terwujud. Hal ini sangat penting karena pandemi COVID-19 telah menempatkan kemajuan pananganan TB selama ini, pada risiko kegagalan. Selain itu, juga untuk memastikan akses yang adil ke layanan pencegahan dan perawatan TB sejalan dengan upaya global untuk mencapai Cakupan Kesehatan Semesta atau ‘Universal Health Coverage’ (UHC).

.

Sejarah Hari Tuberkulosis Sedunia yang Diperingati Setiap 24 Maret |  Limapagi

WHO menetapkan tiga indikator TB beserta targetnya yang harus dicapai oleh semua negara di dunia. Pertama, menurunkan jumlah kematian TB sebanyak 95% pada tahun 2035 dibandingkan kematian pada tahun 2015. Kedua, menurunkan insidens TB sebanyak 90% pada tahun 2035 dibandingkan tahun 2015, dan ketiga, tidak ada keluarga pasien TB yang terbebani pembiayaannya terkait pengobatan TB pada tahun 2035.

.

Target program Penanggulangan TB nasional yaitu eliminasi pada tahun 2035 dan Indonesia Bebas TB Tahun 2050. Eliminasi TB adalah tercapainya jumlah kasus TB 1 per 1.000.000 penduduk. Sementara tahun 2017 jumlah kasus TB saat ini sebesar 254 per 100.000 atau 25,40 per 1 juta penduduk Indonesia. WHO menetapkan standar keberhasilan pengobatan sebesar 85%. Angka keberhasilan di Indonesia pada tahun 2017 sebesar 87,8% (data per 21 Mei 2018). Angka kesembuhan cenderung mempunyai gap dengan angka keberhasilan pengobatan, fenomena menurunnya angka kesembuhan ini mencemaskan dan perlu mendapat perhatian besar karena akan mempengaruhi penularan penyakit TB.

.

Pencegahan dan pengendalian faktor risiko TB dilakukan dengan cara membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat, perilaku etika berbatuk, pemeliharaan dan perbaikan kualitas perumahan dan lingkungannya sesuai dengan standar rumah sehat, dan peningkatan daya tahan tubuh. Selain itu, juga penanganan penyakit penyerta TB dan penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi TB.

.

Penanganan COVID-19 saat ini juga dapat diterapkan dalam upaya eliminasi TB. Pelacakan yang agresif untuk menemukan penderita dapat dilakukan untuk mencari penderita TB yang belum terlaporkan. Selain itu, upaya preventif dan promotif untuk mengatasi TB bukan hanya menjadi tanggung jawab sektor kesehatan saja, melainkan juga menjadi tanggung jawab bersama berbagai pemangku kepentingan, dengan melibatkan banyak sektor pendukung lainnya secara terpadu. Meski tengah disibukkan dengan penanganan COVID-19, tetapi layanan TB maupun pengobatan terhadap pasien harus tetap berlangsung.

.

Memang ada pengurangan yang signifikan kasus TB baru pada paruh pertama tahun 2020, mungkin karena banyak negara memberlakukan ‘lockdown’ untuk mengekang penyebaran wabah COVID-19. Tiga negara dengan beban tinggi yakni India, Indonesia dan Filipina, melaporkan penurunan antara 25-30% TB selama enam bulan pertama tahun 2020 dibandingkan dengan periode sama tahun 2019 lalu. Ketiga negara tersebut juga termasuk negara dengan angka kasus virus COVID-19 tertinggi di dunia.

.

Momentum Hari TB Sedunia Rabu, 24 Maret 2021 mengingatkan kita bahwa jam terus berdetak (The Clock is Ticking), dan kita hampir kehabisan waktu, untuk mencapai target TB global dalam SDG 2016-2030 dengan semboyan “Find. Treat. All. #EndTB.” Inisiatif ini bertujuan untuk mempercepat pembasmian TB dengan memastikan tidak ada yang tertinggal (to ensure no one is left behind).

 Sudahkah Anda terlibat membantu?

Sekian

Yogyakarta, 19 Maret 2021

*) Dokter spesialis anak di RS RS Panti Rapih Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, Lektor FK UKDW, WA: 081227280161,

Categories
Healthy Life HIV-AIDS

2021 Obat HIV baru untuk anak

Hal yang Perlu Moms Ketahui tentang HIV dan AIDS pada Bayi Baru Lahir

OBAT  HIV  BARU  UNTUK  ANAK

fx. wikan indrarto*)

Mitra global yang berkomitmen untuk mengakhiri AIDS pada anak, menyerukan kepada semua negara agar secara cepat meningkatkan akses ke pengobatan HIV yang optimal dan ramah untuk anak, yaitu dolutegravir (DTG). Apa yang menarik?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2019/11/29/2019-inovasi-tes-hiv/

.

Anak yang hidup dengan HIV terus tertinggal dalam respon global melawan AIDS. Pada tahun 2019, secara global hanya 53% (950.000) dari 1,8 juta anak yang hidup dengan HIV (usia 0-14 tahun) sempat didiagnosis dan mendapatkan pengobatan, dibandingkan dengan 68% orang dewasa. Sebaliknya, 850.000 anak yang hidup dengan HIV belum didiagnosis dan tidak menerima pengobatan HIV yang mampu menyelamatkan jiwa. Dua pertiga dari anak yang hilang kesempatan tersebut  tidak rutin diperiksakan ke fasilitas kesehatan terdekat. Diperkirakan 95.000 anak meninggal karena penyakit terkait AIDS pada tahun 2019, sebagian karena kurangnya diagnosis dini HIV pada anak dan kurangnya rejimen pengobatan HIV yang optimal. Jika tidak diobati, 50% bayi yang terinfeksi HIV selama atau sekitar waktu lahir, akan meninggal sebelum usia dua tahun.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2019/08/09/2019-obat-hiv-dtg/

.

FDA Amerika Serikat baru-baru ini memberikan persetujuan tentatif, untuk formula generik tablet terdispersi pertama DTG 10 mg untuk melawan HIV. Persetujuan tersebut diprediksi mampu mengurangi biaya pengobatan HIV hingga 75% untuk anak di negara berpenghasilan rendah dan menengah, karena tablet DTG 10 mg berharga US $ 4,50 untuk 90 dosis. Pengobatan antiretroviral berbasis DTG lini pertama yang direkomendasikan WHO, sekarang tersedia dalam formulasi generik yang lebih terjangkau dan ramah anak, sehingga dapat diberikan sejak bayi usia empat minggu dan berat lebih dari 3 kg. Perubahan cepat ke rejimen pengobatan yang optimal ini, dikombinasikan dengan diagnosis HIV yang lebih baik untuk anak dan tindakan pendukung lainnya, akan segera membantu mengurangi 95.000 kematian terkait AIDS yang dapat dicegah pada anak.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2018/11/30/akhiri-epidemi-hiv/

.

Pengobatan HIV berbasis DTG memberikan hasil yang lebih baik untuk anak. DTG cenderung tidak terpengaruh oleh bahaya resistansi obat dan mampu mencapai penekanan ‘viral load’ lebih cepat. Selain itu, tablet dispersibel ramah anak meningkatkan kepatuhan penggunaan, karena ukuran pil yang lebih kecil dan secara teknis lebih mudah diberikan kepada anak. Faktor ini membantu anak mencapai dan mempertahankan penekanan ‘viral load’, sebuah baku emas untuk mengukur efektivitas pengobatan HIV. Sampai saat ini, sebenarnya pengobatan HIV berbasis DTG adalah standar perawatan global hanya untuk pasien orang dewasa. Meskipun demikian, sebenarnya WHO telah merekomendasikan pengobatan HIV berbasis DTG untuk semua bayi dan anak sejak 2018, serta memberikan rekomendasi dosis untuk bayi dan anak di atas usia empat minggu dan BB lebih dari 3 kg pada Juli 2020.

Tekan Kasus HIV/AIDS pada Anak dengan Sosialisasi Bahaya AIDS ke Panti  Asuhan? Halaman all - Kompasiana.com

Setiap negara perlu mengembangkan rencana transisi cepat, dari pengobatan HIV suboptimal yang digunakan sekarang, ke pengobatan berbasis DTG untuk bayi dan anak. Selain itu, juga dukungan advokasi untuk komitmen politik, memobilisasi sumber daya internasional dan domestik, kebijakan dan pedoman baru, mengelola pasokan obat, distribusi dan persediaan, melatih petugas kesehatan dan bahkan  menyadarkan serta melibatkan masyarakat yang terkena dampak. Tujuannya adalah untuk memastikan pengobatan DTG bagi anak yang hidup dengan HIV, akan diberikan secara benar oleh pengasuh mereka.

.

baca juga :https://dokterwikan.com/2018/11/26/bayi-bebas-hiv-dari-ibu/

.

Pengobatan DTG baru ini berpotensi menjadi ‘game-changer’ sejati bagi anak dengan HIV. Oleh sebab itu, komunitas global harus membantu semua negara untuk mendapatkan DTG kemasan 10 mg untuk semua anak yang membutuhkannya. Obat baru ini lebih murah, lebih efektif dan lebih ramah anak daripada pengobatan yang ada saat ini, terutama untuk bayi dan anak kecil. Pengobatan HIV ramah anak yang baru dan terjangkau ini merupakan langkah maju yang luar biasa yang akan meningkatkan dan menyelamatkan kehidupan beberapa orang yang paling rentan di masyarakat, yaitu anak kecil yang terinfeksi HIV.

.

Anak di negara berpenghasilan rendah dan menengah sering menunggu bertahun-tahun untuk mengakses obat yang sama seperti orang dewasa, menghambat kualitas hidup mereka, atau bahkan mengakibatkan kematian yang dapat dicegah. Kehadiran obat DTG yang tersebar dan terjamin kualitasnya kepada anak dengan segera, akan mengubah kehidupan anak yang hidup dengan HIV dan menyelamatkan ribuan nyawa. Saat ini pengobatan HIV pada anak di Indonesia menggunakan FDC (Fixed Drug Combination) yang berisi zidovudin 50 mg, lamivudin 30 mg, dan nevirapin 60 mg atau lamivudin 150 mg, yang diberikan sejak bayi baru lahir 2x sehari. 

.

10 Bahaya & Dampak yang Ditimbulkan oleh HIV/AIDS

Untuk pertama kalinya, anak yang hidup dengan HIV di negara berpenghasilan rendah dan menengah akan memiliki akses ke pengobatan antiretroviral lini pertama yang sama, dengan sesama mereka di negara berpenghasilan tinggi. Kemitraan global harus menjadi model untuk menghilangkan hambatan yang menghalangi pengembangan formula obat untuk anak yang terbaik, yaitu DTG dengan cepat, merata, dan harga terjangkau.

Bagaimana sikap kita?

Sekian

Yogyakarta, 16 Januari 2021

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Lektor FK UKDW, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161, e-mail : fxwikan_indrarto@yahoo.com