Categories
Istanbul

2018 SISI BURUH DOKTER

Hasil gambar untuk may day 2018

SISI BURUH DOKTER

fx. wikan indrarto*)

Hari Pekerja Internasional atau Hari Buruh adalah perayaan kelas pekerja yang diinisiasi oleh gerakan buruh internasional, pada setiap May Day (1 Mei). Tanggal 1 Mei tersebut dipilih untuk memperingati protes keras di Haymarket Chicago, USA pada 4 Mei 1886, yang berisi tuntutan untuk pembentukan aturan hukum terkait jam kerja buruh, yaitu tidak boleh melebihi 8 jam sehari. Bagaimanakah dokter harus bersikap?

Hasil gambar untuk may day 2018

Organisasi global para buruh adalah ILO (International Labour Organization) yang menampung isu buruh internasional di bawah PBB. ILO didirikan pada tahun 1919 sebagai bagian Persetujuan Versailles setelah Perang Dunia I. Permasalahan di bidang profesi dokter juga pernah ditangani oleh ILO, misalnya rekomendasi no 69 tahun 1944, yaitu ‘Medical Care Recommendation’, yang berisi aturan tentang bukti rahasia, sertifikat medis, pelanggaran moral, dan hak privasi pasien. Yang terbaru adalah ‘Direct Request of the Convention’ pada 2017, terkait ‘Freedom of career medical officers of the armed forces to leave the service’, yang intinya adalah bahwa dokter militer dan kepolisian diizinkan untuk bekerja sebagai dokter swasta.

Hasil gambar untuk may day 2018

Dokter adalah profesi dalam bidang medis yang sebenarnya dapat bekerja mandiri. Namun demikian, sebagian besar dokter adalah juga seorang pekerja di sebuah fasilitas kesehatan (faskes), baik primer seperti klinik maupun sekunder seperti RS. Dengan demikian, sebagian besar dokter juga adalah seorang buruh atau kelas pekerja. Pada era JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) ini dokter menjadi pekerja di 26.992 unit faskes primer, termasuk 4.883 Dokter Praktek Perorangan mandiri, dan 2.086 faskes sekunder dan tersier (RS). Namun demikian, upah atau jasa dokter dengan pembiayaan menggunakan sistem kapitasi di faskes primer maupun case-mix di faskes sekunder, sangat mungkin tidak mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78/2015 tentang Pengupahan, sehingga dirasakan sangat memberatkan dokter.

Hasil gambar untuk dokter

Pada saat pencairan dana lebih kecil dari klaim yang diajukan kepada BPJS Kesehatan, komponen jasa pelayanan dokter adalah sebuah komponen pembiayaan yang paling sering dipotong, dibandingkan komponen pembiayaan lainnya. Pada kondisi tersebut, para dokter seolah seperti para buruh yang tidak berdaya di hadapan pemberi kerja. Hal ini disebabkan karena para dokter tidak memiliki serikat pekerja, sebagai mana dipersyaratkan oleh Lembaga Kerja Sama Tripartit (LKST), yang terdiri dari serikat pekerja, pengusaha dan pemerintah.

Gambar terkait

Dalam Undang-Undang 29 tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, yaitu Pasal 1 butir 12 dan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis, 26 April 2018, telah ditegaskan bahwa Ikatan Dokter Indonesia (IDI) adalah satu-satunya organisasi profesi dokter yang sah di Indonesia. Peran pengurus IDI meliputi pendampingan anggota, sehingga para dokter dapat menghadirkan praktek kedokteran yang beretika, bermutu dan legal.

Untuk pendampingan para dokter di tingkat RS dibentuk Komite Medik. Dalam Permenkes no. 755/MENKES/PER/IV/2011 mengenai Penyelenggaraan Komite Medik ditegaskan bahwa Komite medis adalah perangkat RS dan BUKAN serikat pekerja bagi para dokter. Komite Medik bertugas untuk menerapkan tata kelola klinis agar para dokter di RS terjaga profesionalismenya melalui mekanisme kredensial, penjaminan mutu, pembinaan etika, dan disiplin profesi medis.

Hasil gambar untuk dokter

Namun demikian, pendampingan para dokter dalam aspek finansial atau pengupahan tentu masih sulit, karena tidak tersedianya serikat pekerja bagi para dokter. Oleh sebab itu, peran tersebut layak dilakukan oleh IDI. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) telah memulai dengan mendesak pemerintah dan DPR, agar segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan JKN, seusai debat publik JKN di Gedung Stovia Jakarta pada Sabtu, 28 April 2018. PB IDI menghimbau untuk terjadinya peningkatan premi (iuran) peserta JKN, karena sudah tidak sesuai lagi dengan nilai keekonomian. Akibat ketidaksesuaian tersebut, tarif kapitasi dan INA-CBG menjadi lebih kecil dari biaya layanan kesehatan, sehingga kualitas layanan kesehatan oleh dokter kepada peserta dikawatirkan juga akan menurun.

Hasil gambar untuk dokter

Selain itu, juga himbauan tentang perlunya dukungan negara terhadap peningkatan sarana dan prasarana kesehatan, ketersediaan SDM medis dan obat, baik kepada faskes milik pemerintah maupun swasta. Jika pemerintah tidak sanggup memberikan subsidi, maka perlu dilakukan penyesuaian manfaat JKN, sehingga tidak ada penurunan manfaat JKN, baik melalui skema iur biaya (coordination of benefits), maupun penyesuaian secara menyeluruh tarif INA-CBG.

Tuntutan yang utama adalah tarif paket INA-CBG pada faskes swasta, seharusnya tidak sama dengan pada faskes pemerintah, karena sebenarnya RS pemerintah sudah menikmati subsidi negara sekitar 30%. Selain itu, PB IDI juga wajib melindungi para dokter dari dokter asing. Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) perlu juga dikritisi, agar para dokter Indonesia dapat terlindungi secara ‘fair’, adil, dan bermartabat.

Hasil gambar untuk idi

Momentum Hari Buruh pada setiap May Day tanggal 1 Mei, mengingatkan kita semua akan adanya sisi buruh pada dokter. IDI diharapkan bersuara lantang dalam memperjuangkan aspek khusus, yaitu pengupahan dokter yang adil. Sudahkah kita bertindak?

PB IDI

Sekian

Yogyakarta, 1 Mei 2018

*) Ketua IDI Cabang Kota Yogyakarta, dokter spesialis anak, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161

 

 

Categories
Istanbul

2018 Kendalikan Hepatitis

Hasil gambar untuk hepatitis c

KENDALIKAN HEPATITIS

fx. wikan indrarto*)

Pada hari Sabtu, 21 April 2017 WHO mengungkapkan bahwa sekitar 325 juta orang di seluruh dunia, hidup dengan infeksi virus hepatitis B (HBV) kronis atau virus hepatitis C (HCV). Laporan ‘Global hepatitis report 2017‘ menunjukkan bahwa sebagian besar orang tersebut tidak memiliki akses ke pemeriksaan laboratorium dan pengobatan yang menyelamatkan jiwa mereka. Akibatnya, jutaan orang tersebut berisiko mengalami perkembangan menjadi penyakit hati kronis, kanker, dan kematian. Apa yang harus dicermati?

Hasil gambar untuk hepatitis c

Viras hepatitis sekarang diakui sebagai tantangan besar dalam bidang kesehatan masyarakat yang membutuhkan respon mendesak. Vaksin dan obat untuk mengatasi hepatitis sebenarnya ada, tetapi belum semua pemerintah berkomitmen untuk memastikan, bahwa hal ini menjangkau semua orang yang membutuhkannya. Buktinya bahwa hepatitis virus menyebabkan 1,34 juta kematian pada tahun 2015, jumlah yang sebanding dengan kematian yang disebabkan oleh tuberkulosis dan HIV. Namun demikian, kematian akibat tuberkulosis dan HIV telah menurun, tetapi kematian akibat hepatitis terus meningkat. Sekitar 1,75 juta orang terinfeksi HCV baru pada tahun 2015, sehingga jumlah total orang yang hidup dengan HCV menjadi 71 juta orang.

Hasil gambar untuk hepatitis c

Meskipun keseluruhan kematian akibat hepatitis meningkat, infeksi baru HBV menurun, berkat peningkatan cakupan vaksinasi HBV pada bayi baru lahir. Secara global, 84% bayi yang lahir pada tahun 2015 telah menerima 3 dosis vaksin hepatitis B yang direkomendasikan. Antara era pra-vaksin (dari 1980-an hingga awal 2000-an) dan 2015, proporsi anak-balita dengan infeksi baru HBV turun dari 4,7% menjadi 1,3%. Namun demikian, diperkirakan 257 juta orang secara global, kebanyakan orang dewasa yang lahir sebelum tersedianya vaksin HBV, hidup dengan infeksi hepatitis B kronis pada tahun 2015.

Hasil gambar untuk hepatitis c

Global Health Sector Strategy on viral hepatitis’ mencantumkan data epidemi hepatitis B sangat bervariasi di berbagai wilayah dengan regio Afrika 6,1% dari populasi (60 juta orang) dan Pasifik Barat 6,2% populasi (115 juta orang), yang berbagi beban terbesar. Sedangkan regio Timur Tengah 3,3% dari populasi (21 juta orang), regio Asia Tenggara 2% populasi (39 juta orang), regio Eropa 1,6% populasi (15 juta orang), dan regio Amerika 0,7% populasi (7 juta orang).

Hasil gambar untuk hepatitis c

Prosedur suntikan yang tidak aman, baik yang dilakukan di fasilitas layanan kesehatan, maupun penggunaan narkoba suntikan, dianggap sebagai rute paling umum terjadinya penularan atau transmisi HCV. Prevalensi HCV di regio Timur Tengah 2,3% dari populasi (15 juta orang), regio Eropa 1.5% populasi (14 juta orang), regio Afrika 1% populasi (11 juta orang), regio Amerika 1% dari populasi (7 juta orang), regio Pasific Barat 1% populasi (14 juta orang), dan regio Asia Tenggara 0,5% dari populasi (10 juta orang)

Saat ini tidak ada vaksin terhadap HCV, dan akses ke pengobatan untuk HBV dan HCV masih rendah. Strategi Sektor Kesehatan Global WHO mengenai hepatitis virus bertujuan untuk memeriksa status infeksi pada 90% dan mengobati 80% orang dengan HBV dan HCV pada tahun 2030. Namun demikian, hanya 9% dari semua infeksi HBV dan 20% dari semua infeksi HCV telah didiagnosis pada 2015. Selain itu, 8% dari mereka yang didiagnosis dengan infeksi HBV (1,7 juta orang) sedang dalam perawatan, dan hanya 7% dari mereka yang didiagnosis dengan infeksi HCV (1,1 juta orang) telah memulai perawatan kuratif selama tahun 2018 ini.

Infeksi HBV memerlukan pengobatan seumur hidup, dan WHO saat ini merekomendasikan tenofovir, sebagai obat yang sudah banyak digunakan dalam pengobatan HIV. Hepatitis C dapat disembuhkan dalam waktu yang relatif singkat dengan menggunakan sofosbuvir, obat antivirus aksi langsung (direct-acting antivirals atau DAA) yang sangat efektif. Saat ini sudah ada lebih banyak negara membuat layanan hepatitis tersedia untuk orang yang membutuhkan, yaitu tes diagnostik dengan biaya kurang dari US $ 1 dan obat untuk hepatitis C dapat berharga di bawah US $ 200.

Hasil gambar untuk hepatitis c

Pada tahun 2017 beberapa negara telah mengambil langkah sukses untuk meningkatkan layanan hepatitis. China mencapai cakupan tinggi (96%) untuk dosis pertama vaksin HBV tepat pada waktu kelahiran bayi, dan mencapai target pengendalian hepatitis B, yaitu kurang dari 1% prevalensi HBV pada anak balita sejak tahun 2015.

Cakupan imunisasi HB 0 pada bayi baru lahir di Indonesia tahun 2016 adalah 4.252.909 bayi atau baru 87,5%. Cakupan imunisasi HB 0 terendah di Papua, yaitu hanya pada 26.461 bayi baru lahir atau 37,2% dan tertinggi di Jambi pada 66.324 bayi atau 99,0%.

Mongolia meningkatkan serapan pengobatan hepatitis dengan memasukkan HBV dan HCV dalam skema Asuransi Kesehatan Nasional, yang mencakup 98% penduduknya. Di Mesir, tersedianya obat generik telah menurunkan harga obat selama 3 bulan untuk hepatitis C, dari US $ 900 pada tahun 2015, menjadi kurang dari US $ 200 pada tahun 2016. Juga di Pakistan, biaya untuk paket pengobatan yang sama sedikitnya hanya US $ 100.

Hasil gambar untuk hepatitis c

Pada akhir Maret 2017, WHO melakukan prakualifikasi bahan aktif farmasi generik dari sofosbuvir untuk pengobatan hepatitis C. Langkah ini akan memungkinkan lebih banyak negara untuk memproduksi obat-obatan hepatitis C yang terjangkau.

Keberhasilan mencapai tujuan penghapusan hepatitis (to eliminate hepatitis) pada tahun 2030 sebenarnya tidak terlalu ambisius. Laporan dari 28 negara dengan beban hepatitis tinggi, telah memberi alasan untuk optimis dalam mengendalikan hepatitis. Sudahkah Anda terlibat membantu?

dr Wikan 6

Sekian

Yogyakarta, 7 Mei 2018

*) dokter spesialis anak di RS Siloam @ LippoPlaza dan RS Panti Rapih, Ketua IDI Cabang Kota Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, Lektor di FK UKDW

WA : 081227280161, email : fxwikan_indrarto@yahoo.com

Categories
Istanbul

2018 PEKAN IMUNISASI SEDUNIA

Hasil gambar untuk imunisasi

 

PEKAN IMUNISASI SEDUNIA 2018

fx. wikan indrarto*)

Pada Selasa sampai Senin, 24-30 April 2018 diadakan Pekan Imunisasi Sedunia (World Immunization Week) 2018. Kegiatan ini bertujuan untuk menyoroti tindakan kolektif yang diperlukan, untuk memastikan bahwa setiap anak dilindungi dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Tema tahun 2018 ini: Vaksin untuk melindungi kita, (Protected Together, #VaccinesWork), mendorong setiap orang untuk meningkatkan cakupan imunisasi, demi kebaikan yang lebih besar. Apa yang harus dilakukan?

Hasil gambar untuk imunisasi

Imunisasi telah terbukti mampu mencegah sakit, kecacatan dan kematian pada anak akibat penyakit yang dapat dicegah oleh vaksin. Penyakit tersebut adalah difteri, hepatitis B, campak, batuk rejan, pneumonia, polio, diare rotavirus, rubella dan gondong, tetanus, serta kanker leher rahim. Namun demikian, cakupan imunisasi global telah berhenti pada kisaran 86%, karena tidak ada perubahan yang signifikan selama tahun 2017 lalu. Selain itu, serapan vaksin baru semakin menurun dan vaksin yang kurang dimanfaatkan semakin meningkat. Pada hal, imunisasi saat ini mampu mencegah sekitar 2 hingga 3 juta kematian anak setiap tahun. Bahkan tambahan 1,5 juta kematian anak dapat dihindari, jika cakupan imunisasi global meningkat. Namun demikian, diperkirakan 19,5 juta bayi di seluruh dunia masih belum mendapatkan imunisasi dasar (missing out on basic vaccines).

Pada tahun 2016 saja, petugas kesehatan telah mengimunisasi lebih dari 62 juta anak di negara termiskin di dunia, yang setara dengan lebih dari 185 juta titik kontak antara anak ini dan sistem layanan kesehatan primer. Upaya petugas kesehatan untuk meningkatkan cakupan imunisasi, membangun fondasi untuk sistem kesehatan primer yang kuat dan merupakan akses menuju cakupan kesehatan semesta atau Universal Health Coevarge (UHC).

Hasil gambar untuk imunisasi

Selama tahun 2016, sekitar 86% bayi di seluruh dunia (116,5 juta bayi) menerima 3 dosis vaksin difteri-tetanus-pertussis (DTP3), melindungi mereka dari penyakit menular yang dapat menyebabkan penyakit serius, cacat, atau berakibat fatal. Hingga tahun 2016, 130 negara telah mencapai paling sedikit 90% cakupan imunisasi DTP3. Pada tahun yang sama di Indonesia, seluruh bayi di Provinsi Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jambi, dan Nusa Tenggara Barat telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Sedangkan provinsi dengan capaian terendah yaitu Kalimantan Utara (56,08%), Papua (59,99%), dan Maluku (67,56%).

Hasil gambar untuk imunisasi

Selama 2016, 116,5 juta bayi di seluruh dunia menerima 3 dosis vaksin difteri-tetanus-pertussis, melindungi mereka dari penyakit menular yang dapat menyebabkan penyakit serius dan kecacatan. Selain itu, kasus polio telah menurun lebih dari 99% sejak 1988. Saat ini, hanya tinggal 3 negara (Afghanistan, Nigeria dan Pakistan) yang tetap endemik polio, turun dari lebih dari 125 negara pada tahun 1988. Keberhasilan pelaksanaan imunisasi dapat dinilai dengan ‘Universal Child Immunization’ (UCI) desa/kelurahan, yaitu gambaran suatu desa/kelurahan dimana ≥ 80% dari jumlah bayi (0-11 bulan) sudah mendapat imunisasi dasar lengkap. Data di Indonesia pada tahun 2016 menunjukkan bahwa  tiga provinsi memiliki capaian UCI tertinggi, yaitu Bali (100%), DI Yogyakarta (100%), dan Jawa Tengah sebesar 99.93%. Sedangkan provinsi dengan capaian UCI terendah yaitu Kalimanatan Utara (30,69%), Papua Barat (56,77%) dan Papua (61.59%).

Imunisasi menyelamatkan jutaan nyawa anak dan secara luas diakui sebagai salah satu intervensi kesehatan, yang paling berhasil dan paling efektif di dunia. Namun demikian, saat ini masih ada lebih dari 19 juta anak yang tidak atau kurang lengkap divaksinasi di dunia, menempatkan mereka pada risiko serius dari penyakit yang berpotensi mematikan ini. Dari anak ini, 1 dari 10 tidak pernah menerima vaksinasi, dan kemungkinan besar tidak pernah kontak dengan sistem kesehatan terdekat.

Hasil gambar untuk imunisasi

Global Vaccine Action Plan (GVAP), yang disahkan oleh 194 negara anggota Majelis Kesehatan Dunia pada Mei 2012, bertujuan untuk mencegah jutaan kematian anak akibat penyakit yang dapat dicegah oleh vaksin pada tahun 2020, melalui akses universal untuk imunisasi. Meskipun perbaikan di masing-masing negara dan tingkat global cukup terlihat, tetapi semua target GVAP untuk eliminasi penyakit, termasuk campak, rubella, dan tetanus neonatal, ternyata belum tercapai sesuai rencana. Agar semua anak, di mana pun dapat bertahan hidup dan berkembang, setiap negara harus melakukan upaya yang lebih terpadu, untuk mencapai tujuan GVAP pada tahun 2020.

Hasil gambar untuk imunisasi

Beberapa pesan kunci untuk ‘World Immunization Week 2018’ meliputi hal berikut. Pertama, haruslah dipastikan bahwa vaksin diberikan kepada anak yang paling membutuhkan. Kedua, keluarga dan komunitas juga harus dipastikan terlindungi dengan vaksin (protected together). Ketiga, vaksin telah terbukti dapat mempertahankan dan meningkatkan kehidupan anak. Hal ini dikarenakan imunisasi diperkirakan mampu menyelamatkan 2-3 juta anak setiap tahun, setara dengan seluruh populasi sebuah kota menengah. Namun demikian, masih terlalu banyak anak yang belum terjangkau oleh intervensi kedokteran penyelamat hidup ini, yang secara global, satu dari tujuh anak tidak mendapatkan manfaat penuh vaksin. Jika cakupan imunisasi di negara berpenghasilan rendah dan menengah meningkat pada tahun 2030, kita dapat mencegah 24 juta orang jatuh ke dalam kemiskinan karena biaya kesehatan untuk anak yang sakit.

Sangat penting bahwa negara donor harus terus berinvestasi dalam program imunisasi. Vaksin adalah salah satu alat kesehatan paling hemat biaya, yang pernah ditemukan. Bahkan setiap US$ 1 yang dihabiskan untuk biaya imunisasi saat masa kecil, ternyata akan menghasilkan US$ 44 manfaat ekonomi dan sosial pada masa dewasa. Imunisasi bermanfaat dari tahap menyelamatkan nyawa hingga mencegah kemiskinan dan untuk melindungi terhadap gizi buruk, sehingga imunisasi memungkinkan orang di seluruh dunia untuk hidup lebih sehat. Imunisasi juga sangat penting untuk mencapai tujuan pembangunan global, bahkan yang tidak terkait langsung dengan kesehatan sekalipun.

Hasil gambar untuk imunisasi

Momentum Pekan Imunisasi Sedunia (World Immunization Week) 2018 dengan tema vaksin untuk melindungi kita (Protected Together, #VaccinesWork), mendorong setiap orang untuk meningkatkan cakupan imunisasi. Sudahkah Anda terlibat membantu?

 dr Wikan 6

Sekian

Yogyakarta, 29 Maret 2018

*) Sekretaris IDI Wilayah DIY, dokter spesialis anak, lektor FK UKDW, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161

Categories
Istanbul

2018 PROMOSI ASI

Hasil gambar untuk asi

PROMOSI ASI

fx. wikan indrarto*)

Pada Rabu, 11 April 2018 WHO dan UNICEF mengeluarkan panduan baru secara global, untuk mempromosikan pemberian ASI, khususnya di fasilitas kesehatan. Apa yang harus dilakukan?

WHO dan UNICEF telah mengeluarkan panduan baru, untuk meningkatkan dukungan menyusui di semua fasilitas kesehatan, yang menyediakan layanan kontrol kehamilan, persalinan, dan bayi baru lahir. Panduan ini melengkapi ‘Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui’ yang dikeluarkan untuk mendukung Inisiatif Rumah Sakit Ramah Bayi pada tahun 1991 lalu. Panduan praktis yang baru ini ditujukan untuk mendorong ibu baru agar menyusui bayinya dan menjadi pegangan bagi petugas kesehatan, cara terbaik untuk mendukung pemberian ASI.

Hasil gambar untuk asi

Menyusui semua bayi selama 2 tahun pertama kehidupan, diprediksi akan menyelamatkan nyawa lebih dari 820.000 anak balita global setiap tahun. Menyusui sangat penting untuk kesehatan seumur hidup anak, dan mengurangi biaya untuk membayar layanan di fasilitas kesehatan. Menyusui dalam satu jam pertama kelahiran mampu melindungi bayi yang baru lahir dari infeksi dan menyelamatkan nyawa. Bayi memiliki risiko kematian yang lebih besar, karena diare dan infeksi lain, ketika mereka hanya disusui sebagian atau tidak disusui sama sekali. Menyusui juga meningkatkan IQ, kesiapan dan kehadiran di sekolah saat anak, dan berhubungan dengan pendapatan yang lebih tinggi saat dewasa. Menyusui juga mengurangi risiko terjadinya kanker payudara pada ibu.

“Menyusui menyelamatkan nyawa. Manfaatnya membantu menjaga bayi tetap sehat di hari-hari pertama dan berlanjut menjadi anak dan dewasa,” kata Direktur Eksekutif UNICEF Henrietta H. Fore. “Tetapi menyusui membutuhkan dukungan, dorongan, dan bimbingan. Apabila langkah dasar ini diimplementasikan dengan benar, kita dapat secara signifikan meningkatkan tingkat menyusui di seluruh dunia dan memberi bayi permulaan terbaik dalam hidupnya.”

Hasil gambar untuk asi

 

Direktur Jenderal WHO Dr. Tedros AdhanomGhebreyesus mengatakan bahwa di banyak RS di seluruh dunia, adanya seorang bayi yang disusui, dapat membuat perbedaan antara hidup dan mati, dan berperan penting menentukan apakah seorang bayi kelak akan berkembang untuk mencapai potensi penuhnya. “RS tidak dibangun hanya untuk menyembuhkan orang sakit saja, tetapi juga harus mempromosikan kehidupan dan memastikan orang dapat berkembang dan menjalani hidup mereka sepenuhnya,” kata Dr. Tedros. Sebagai bagian dari setiap upaya negara untuk mencapai cakupan kesehatan universal, tidak ada tempat yang lebih baik atau lebih penting untuk memulai kehidupan, daripada memastikan berjalannya ‘Sepuluh Langkah untuk Menyusui’ secara benar, karena merupakan standar untuk perawatan ibu melahirkan dan bayi mereka.

 

Panduan baru ini menjelaskan langkah praktis yang harus dilakukan oleh negara untuk melindungi, mempromosikan, dan mendukung pemberian ASI di berbagai fasilitas yang menyediakan layanan kehamilan dan bayi baru lahir. Pedoman ini berisi tentang sistem kesehatan untuk membantu ibu memulai menyusui dalam satu jam pertama, dan menyusui secara eksklusif selama enam bulan. Panduan ini menjelaskan bagaimana RS harus memiliki kebijakan menyusui tertulis di tempat, kompetensi staf, dan perawatan antenatal dan pascapersalinan, termasuk dukungan menyusui untuk ibu. Panduan ini juga merekomendasikan penggunaan yang terbatas untuk pengganti ASI, panduan bagi orang tua tentang penggunaan botol dan dot, serta panduan dukungan sosial saat ibu dan bayi dipulangkan dari RS.

Hasil gambar untuk asi

Dalam panduan ini juga ditegaskan tentang Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dalam satu jam pertama kelahiran, yang mampu melindungi bayi baru lahir dari infeksi yang didapat, dan mengurangi kematian bayi baru lahir. Memulai menyusui lebih awal meningkatkan kemungkinan keberlanjutan pemberian ASI yang berhasil. ASI eksklusif selama enam bulan memiliki banyak manfaat bagi bayi dan ibu. Yang utama di antaranya adalah perlindungan terhadap infeksi saluran cerna dan malnutrisi, yang tercatat tidak hanya di negara berkembang, tetapi juga di negara industri.

Dalam panduan ini juga dijelaskan, bahwa ASI merupakan sumber energi dan nutrisi yang penting pada anak usia 6-23 bulan. ASI dapat menyediakan setengah atau lebih kebutuhan energi anak antara 6-12 bulan, dan sepertiga kebutuhan energi antara 12-24 bulan. ASI juga merupakan sumber energi dan nutrisi penting selama anak sakit dan terbukti mampu mengurangi kematian di antara anak kekurangan gizi yang sakit berat. Anak dan remaja yang diberi ASI pada saat bayi, cenderung kurang mengalami kelebihan berat badan atau obesitas.

Hasil gambar untuk asi

Pedoman ini memberikan rekomendasi global, promosi dan dukungan pemberian ASI yang optimal, sebagai intervensi kesehatan masyarakat. Hal ini dimaksudkan untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals). Selain itu, juga sesuai dengan target global tahun 2025, sebagaimana dikemukakan dalam rencana implementasi yang paripurna (Comprehensive implementation plan on maternal, infant and young child nutrition), yang didukung oleh Majelis Kesehatan Dunia ke 65 pada tahun 2012, dalam resolusi WHA65.6.

Hasil gambar untuk asi

Panduan baru yang diterbitkan Rabu, 11 April 2018 oleh WHO dan UNICEF untuk mempromosikan pemberian ASI, seharusnya digunakan di semua fasilitas kesehatan yang menyediakan layanan kontrol kehamilan, persalinan, dan bayi baru lahir. Apakah kita sudah bijak?

 dr Wikan 5

Sekian

Yogyakarta, 18 April 2018

*) dokter spesialis anak, Ketua IDI Cabang Kota Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, Lektor FK UKDW

WA : 081227280161,

 

Categories
Istanbul

2018 Hari Malaria Dunia

Hasil gambar untuk malaria

 

HARI MALARIA DUNIA 2018

fx. wikan indrarto*)

Rabu, 25 April 2018 merupakan Hari Malaria Sedunia (World Malaria Day) 2018 dengan tema bergelora : siap untuk mengalahkan malaria (ready to beat malaria). Tema ini menggaris bawahi energi dan komitmen kolektif komunitas global dalam menyatukan tujuan bersama, yaitu menciptakan dunia yang bebas malaria. Apa yang perlu diketahui?

Gambar terkait

Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia, ditularkan oleh nyamuk malaria (Anopheles) betina, dan dapat menyerang semua orang pada semua golongan umur dari bayi, anak sampai orang dewasa. Pada tahun 2016, terjadi 216 juta kasus malaria di seluruh dunia, dengan 445.000 kematian dan diperlukan $US 2,7 Milyar untuk mengalahkan malaria. Peringatan Hari Malaria Sedunia ini untuk menyoroti kemajuan luar biasa yang telah dicapai, dalam menanggulangi salah satu penyakit tertua pada manusia, sambil juga mencermati tren yang mengkhawatirkan, seperti yang diungkap dalam Laporan Malaria Dunia 2017.

Hasil gambar untuk malaria

Respons global terhadap malaria berada di persimpangan jalan. Setelah periode keberhasilan pengendalian malaria yang belum pernah terjadi sebelumnya, sangat disayangkan kemajuan telah terhenti. Kecepatan penyelesaian masalah saat ini tidak mencukupi untuk mencapai tonggak pencapaian (milestones) tahun 2020 sesuai dengan target pada Global Technical Strategy for Malaria 2016–2030’, khususnya target pengurangan 40% kejadian kasus malaria (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas).

Hasil gambar untuk malaria

Banyak negara semakin jelas masuk ke dalam salah satu dari dua kategori, yaitu negera yang bergerak menuju eliminasi malaria dan negara yang lain justru bergerak dengan penularan berkelanjutan, bahkan telah melaporkan peningkatan kasus malaria yang signifikan. Tanpa tindakan segera, keberhasilan besar dalam perang melawan malaria berada di bawah ancaman. Laporan tentang kabupaten atau kota di Indonesia tahun 2016, sebanyak 48,1% sudah tersertifikasi bebas malaria, 32,2% endemis rendah, 11,7% endemis sedang, dan 8,0% endemis tinggi.

Selain itu, kita dapat belajar bahwa sejak tahun 2000, India telah membuat terobosan besar dalam mengurangi jumlah korban malaria. Namun jalan menuju eliminasi telah terbukti sebagai tantangan di negara bagian Odisha, India timur yang merupakan lebih dari 40% beban malaria di India. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak pemerintah negara bagian di India telah secara dramatis meningkatkan upaya untuk mencegah, mendeteksi dan mengobati malaria, dengan hasil yang mengesankan terlihat dalam rentang waktu yang singkat. Data di Indonesia menunjukkan bahwa angka kesakitan malaria cenderung menurun, yaitu dari 1,8 per 1.000 penduduk berisiko pada tahun 2009, menjadi 0,84 pada tahun 2016.

Hasil gambar untuk malaria

Selain itu, dari desa terpencil Etsu Gudu di Nigeria, kita dapat belajar bahwa Manajemen Balita Sakit (MTBS) atau Integrated Community Case Management (ICCM), adalah strategi efektif yang hemat biaya, karena melibatkan petugas kesehatan masyarakat yang tinggal di daerah yang sulit dijangkau. Mereka dilibatkan untuk mendiagnosis cepat dan mengobati dini 3 penyakit mematikan pada anak yang dapat disembuhkan, yaitu malaria, pneumonia dan diare. Dalam 3 tahun sejak para kader kesehatan dipilih dan dilatih, tidak ada anak yang meninggal di desa tersebut. Data di Indonesia menunjukkan bahwa secara nasional, sebesar 95% pasien yang dicurigai atau suspek malaria telah diperiksa secara laboratorium (Rapid Diagnostic Test dan Mikroskop). Papua merupakan provinsi dengan Angka Kesakitan Malaria (Annual Paracite Incidence/API) tertinggi, yaitu 45,85 per 1.000 penduduk. Angka ini sangat tinggi jika dibandingkan dengan provinsi lainnya. Empat provinsi dengan API per 1.000 penduduk tertinggi lainnya, yaitu Papua Barat (10,20), Nusa Tenggara Timur (5,17), Maluku (3,83), dan Maluku Utara (2,44). Sebanyak 83% kasus malaria di Indonesia berasal dari Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur.

Hasil gambar untuk malaria

Untuk pertama kalinya, WHO pada tahun 2018 ini telah membuat semua data dari Laporan Malaria Dunia tersedia melalui aplikasi seluler. Dengan gesekan jari, kita sekarang dapat mengakses secara langsung informasi terbaru tentang kebijakan, pembiayaan, intervensi dan beban malaria di 91 negara endemik. Aplikasi ‘global reportmobile of malaria’ tersedia untuk diunduh, baik untuk perangkat iOS maupun Android.

Hasil gambar untuk malaria

Selain itu, dalam beberapa tahun terakhir, 5 negara di ‘Greater Mekong Subregion’ (GMS), yaitu Thailand, Vietnam, Myanmar, Kamboja, dan Laos telah mempercepat upaya untuk mencegah, mendiagnosa dan mengobati malaria. Jumlah kasus malaria dan kematian yang dilaporkan di GMS turun sebesar 74% dan 91%, antara tahun 2012 dan 2016. Perkiraan pertengahan tahun untuk tahun 2017 menunjukkan penurunan lebih lanjut dalam jumlah kasus, meskipun tidak pada tingkat kematian. Pengobatan malaria harus dilakukan secara efektif, dengan pemberian jenis obat yang harus benar dan cara meminumnya harus tepat waktu, sesuai dengan acuan program pengendalian malaria. Pengobatan efektif adalah pemberian ACT (Artemicin-based Combination Therapy) pada 24 jam pertama pasien demam dan obat harus diminum sampai habis.

Hasil gambar untuk malaria

Momentum Hari Malaria Sedunia Rabu, 25 April 2018 mengingatkan agar kita ‘ready to beat malaria’ (siap untuk mengalahkan malaria). Sudahkah Anda ‘ready’ dan terlibat membantu?

 PB IDI

Sekian

Yogyakarta, 25 April 2018

*) Sekretaris IDI Wilayah DIY, dokter spesialis anak, lektor FK UKDW, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161

Categories
Istanbul

2018 HAK SEHAT

Hasil gambar untuk hak untuk hidup sehat

HAK SEHAT

fx. wikan indrarto*)

Konstitusi WHO (1946) menegaskan bahwa sehat adalah hak asasi manusia. Dengan demikian, semua negara memiliki kewajiban hukum bagi warganya dengan memastikan akses terhadap layanan kesehatan tepat waktu, dapat diterima, dan terjangkau, dengan kualitas yang memadai. Selain itu, juga penyediaan faktor terkait sehat, seperti air bersih, sanitasi, makanan, perumahan, informasi dan pendidikan kesehatan. Apa yang perlu disadari?

Hasil gambar untuk hak untuk hidup sehat

Kewajiban setiap negara untuk mendukung hak atas sehat, termasuk dengan melakukan alokasi sumber daya maksimum yang tersedia. Dalam banyak kasus, hak atas sehat telah diadopsi menjadi hukum nasional atau hukum konstitusional, sesuai dengan prinsip yang telah disuarakan dalam ‘Sustainable Development Goal’ (SGDs) 2030 dan Cakupan Kesehatan Semesta atau ‘Universal Health Coverage’ (UHC). Di Indonesia, UHC akan dicapai melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Hasil gambar untuk hak untuk hidup sehat

Layanan kesehatan yang tidak adil dan memarjinalisasi akan menyingkirkan populasi tertentu di masyarakat, sehingga gagal menikmati derajad kesehatan yang baik. Tiga penyakit menular paling mematikan di dunia, yaitu malaria, HIV / AIDS dan TBC, secara tidak proporsional mempengaruhi populasi termiskin di dunia, dan dalam banyak kasus diperburuk oleh ketidaksetaraan lainnya, termasuk karena jenis kelamin, usia, orientasi seksual atau identitas gender dan status migrasi. Sebaliknya, beban penyakit tidak menular, yang sering terjadi di negara berpenghasilan tinggi, meningkat secara tidak proporsional di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Sebagian besar dipengaruhi oleh faktor gaya hidup, perilaku, dan lingkungan, yang sebenarnya juga terkait erat dengan hak asasi manusia.

Hasil gambar untuk hak untuk hidup sehat

Dalam pendekatan berbasis hak, maka kebijakan, strategi dan program layanan kesehatan harus dirancang secara eksplisit untuk meningkatkan kemungkinan semua warga mewujudkan hak sehat, dengan fokus pada warga yang masih terbelakang terlebih dahulu. Negara dan pemangku kepentingan lainnya bertanggung jawab atas terpenuhinya hak asasi manusia. Penjaminan harus ada, bahwa hak asasi manusia dilaksanakan tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun, misalnya berdasarkan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik, asal usul kebangsaan atau sosial, kekayaan, atau status lainnya. Selain itu, juga disabilitas atau kecacatan, usia, status perkawinan dan keluarga, orientasi seksual dan identitas gender, status kesehatan, tempat tinggal, situasi ekonomi dan sosial.

Hak asasi manusia bersifat universal dan tidak dapat dicabut. Hak tersebut berlaku sama untuk semua orang, dimana saja, dan tanpa perbedaan. Realisasi pemenuhan hak untuk sehat oleh negara, seharusnya dilakukan secara progresif, dengan menggunakan sumber daya maksimum yang tersedia. Artinya bahwa tidak peduli dengan tingkat sumber daya yang dimiliki, semua pemerintah harus mengambil langkah segera untuk pemenuhan hak ini, misalnya penghapusan diskriminasi dan perbaikan dalam sistem hukum.

Hasil gambar untuk hak sehat

Hak atas kesehatan (Pasal 12) dalam ‘General Comment 14 of the Committee on Economic, Social and Cultural Rights’, sebuah komite ahli yang independen mencakup 4 komponen inti, yaitu ketersediaan (availability), keterjangkauan (accessibility), penerimaan (acceptability), dan mutu (quality). Ketersediaan (availability) mengacu pada adanya fasilitas, obat, alat dan layanan kesehatan yang memadai untuk semua warga. Ketersediaan dapat diukur melalui analisis data terpilah untuk berbagai kelompok masyarakat yang berbeda termasuk usia, jenis kelamin, lokasi tinggal dan status sosial ekonomi. Selain itu, juga survei kualitatif untuk menggambarkan cakupan kesenjangan dan cakupan penyebaran petugas kesehatan profesional.

Hasil gambar untuk hak untuk hidup sehat

Keterjangkauan (accessibility) adalah kemudahan saat memerlukan fasilitas, obat, alat dan layanan kesehatan untuk semua warga. Aksesibilitas memiliki empat dimensi yang saling tumpang tindih, yaitu tanpa diskriminasi, aksesibilitas fisik, ekonomis dan informasi. Menilai aksesibilitas memerlukan analisis penghalang yang ada, baik keuangan, fisik atau lainnya, dan bagaimana dampaknya terhadap warga yang paling rentan. Selain itu, juga sistem informasi kesehatan yang baik dan menjangkau semua populasi. Penerimaan (acceptability) berkaitan dengan penghormatan petugas kesehatan terhadap etika kedokteran, budaya lokal, dan kepekaan terhadap kondisi pasien. Akseptabilitas mensyaratkan bahwa fasilitas kesehatan, barang, layanan dan program berpusat pada pasien dan memenuhi kebutuhan spesifik dari kelompok populasi yang beragam, sesuai dengan standar etika profesi, etika internasional untuk kerahasiaan, dan ‘informed consent.’

Hasil gambar untuk hak sehat

Kualitas atau mutu adalah komponen kunci dari Cakupan Kesehatan Semesta (UHC). Layanan kesehatan yang bermutu harus aman (menghindarkan bahaya pada pasien), efektif (layanan kesehatan berbasis bukti), dan berpusat pada pasien (merespons preferensi, kebutuhan dan nilai individual). Selain itu, juga tepat waktu (mengurangi waktu tunggu dan penundaan), merata (tidak berbeda kualitas berdasarkan jenis kelamin, etnisitas, lokasi geografis, dan status sosial ekonomi), terintegrasi (menyediakan berbagai bentuk layanan kesehatan), dan efisien (memaksimalkan manfaat sumber daya yang ada dan menghindari pemborosan).

Sesuai Konstitusi WHO (1946) yang menyebutkan bahwa sehat adalah hak asasi manusia, maka mutu layanan kesehatan harus terus diperbaiki, guna meningkatkan kemungkinan semua warga menikmati haknya untuk sehat. Sudahkah kita terlibat membantu?

 PB IDI

Sekian

Yogyakarta, 2 Januari 2018

*) Sekretaris IDI Wilayah DIY, dokter spesialis anak di Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161,

e-mail : fxwikan_indrarto@yahoo.com

Categories
Istanbul

2018 BERANTAS CACING

Hasil gambar untuk cacing

BERANTAS CACING

fx. wikan indrarto*)

Rabu, 28 Maret 2018 BPOM RI telah melakukan pengujian terhadap 541 sampel ikan makarel kaleng, dengan 27 merek positif mengandung parasit cacing anisakis. Cacing anisakis memang hidup di dalam tubuh mamalia laut dan ikan makarel yang biasa berenang di lautan Eropa. Cacing ini dianggap berbahaya jika dikonsumsi saat hidup, karena dapat menginfeksi perut dan alergi bagi penderita asma, meskipun cacing anisakis pada ikan makarel kaleng dipastikan mati saat diolah, dan tidak berbahaya jika dikonsumsi. Apa yang sebaiknya diketahui?

Hasil gambar untuk cacingcacing anisakis pada ikan makarel kaleng

Cacing anisakis yang tidak berbahaya ini mengingatkan kita bahwa lebih dari 1,5 miliar orang atau 24% populasi dunia, sebagian besar anak, telah terinfeksi dengan infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah di seluruh dunia. Infeksi cacing ini lebih berbahaya dibandingkan cacing anisakis, tersebar luas di daerah tropis dan subtropis, dengan jumlah terbesar terjadi di sub-Sahara Afrika, Amerika Latin, China dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Indonesia memiliki angka kecacingan yang tinggi sebesar 28% anak, karena dipengaruhi oleh kurangnya kebersihan, sanitasi, pasokan air, kepadatan penduduk, serta tanah yang lembab.

Hasil gambar untuk asia afrika

Ada beberapa jenis cacing berbahaya yang menginfeksi anak, jauh lebih berbahaya dibandingkan cacing anisakis pada ikan makarel kaleng. Pertama adalah cacing gelang (Ascaris lumbricoides) yang masuk ke dalam tubuh anak saat berupa telur, yang terdapat pada sayuran dan buah yang tidak dibersihkan dengan baik. Kedua adalah cacing cambuk (Trichuris trichiura) yang mampu bertelur hingga 5-10 ribu butir per hari. Cacing ini dapat membenamkan kepalanya pada dinding usus besar sehingga menyebabkan luka di usus. Pada infeksi yang berat akan terjadi diare yang mengandung lendir dan darah.

Hasil gambar untuk cacing tambang pada manusia
Larva cacing tambang mampu menembus kulit kaki

Ketiga cacing tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale) yang mampu bertelur 15-20 ribu butir per hari. Larva cacing tambang mampu menembus kulit kaki dan selanjutnya terbawa oleh pembuluh darah ke dalam usus halus, paru dan jantung. Keempat adalah cacing kremi yang berbentuk kecil dan berwarna putih. Cacing ini bersarang di usus besar. Cacing kremi dewasa akan berpindah ke anus untuk bertelur. Telur inilah yang menimbulkan rasa gatal pada anus.

Hasil gambar untuk cacing cambuk trichuris trichiura
cacing cambuk (Trichuris trichiura)

Cacing dapat mengganggu status gizi anak dengan berbagai cara. Cacing makan jaringan anak, termasuk darah, yang menyebabkan hilangnya zat besi dan protein dari darah anak. Cacing tambang di samping menyebabkan kehilangan darah kronis yang dapat menyebabkan anemia pada anak, juga meningkatkan gangguan penyerapan atau malabsorpsi nutrisi pada usus. Selain itu, cacing gelang diduga juga dapat menyebabkan malabsorbsi vitamin A di usus, menyebabkan hilangnya nafsu makan dan oleh karena itu, pengurangan asupan nutrisi dan kebugaran fisik. Secara khusus, cacing pita dapat menyebabkan diare disentri.

Hasil gambar untuk cacing pita

cacing pita dapat menyebabkan diare disentri.

Pengobatan berkala kecacingan dilakukan tanpa diagnosis sebelumnya, terhadap semua orang berisiko yang tinggal di daerah endemik. Pengobatan harus diberikan setahun sekali bila prevalensi infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah pada masyarakat di atas 20%, dan dua kali setahun bila prevalensi di atas 50%. WHO merekomendasikan obat albendazol (400 mg) dan mebendazol (500 mg), yang telah terbukti efektif, murah dan mudah dikelola oleh petugas non medis sekalipun, misalnya guru. Obat tersebut telah melalui pengujian keamanan yang ekstensif dan telah digunakan pada jutaan orang dengan sedikit efek samping. Baik albendazol dan mebendazol diberikan di semua negara endemik, untuk semua anak usia sekolah. Pemberian obat cacing dapat dimulai sejak anak usia 2 tahun. Hal ini, disebabkan karena pada anak usia 2 tahun sudah terjadi kontak dengan tanah, yang merupakan sumber penularan infeksi cacing. Pemberian obat cacing dapat diulang setiap 6 bulan sekali. Sedangkan, untuk daerah non endemis pemberian obat cacing harus diberikan sesuai indikasi dan anjuran dokter, berdasarkan hasil pemeriksaan tinja positif ditemukan telur cacing atau cacing.

Hasil gambar untuk albendazole untuk anak 1 tahun

obat cacing Albendazole (400 mg) dosis tunggal

Hasil gambar untuk cacing kremi pada manusia

cuci tangan yang benar, mampu mencegah kecacingan

Tahun 2015 lalu, sebanyak 18,1 juta anak Indonesia telah mendapatkan obat cacing Albendazole (400 mg) dosis tunggal oleh petugas puskesmas dan diminum langsung saat itu, untuk memastikan bahwa obat itu benar diminum oleh anak sekolah. Pada tahun 2016, lebih dari 385 juta anak usia sekolah telah diobati dengan obat cacing di negara endemik, sesuai dengan target 68% dari semua anak yang berisiko. Target global tahun 2020 adalah memberantas cacing yang ditularkan melalui tanah pada anak.

Hasil gambar untuk cacingParasit cacing anisakis pada ikan makarel kaleng

Temuan parasit cacing anisakis oleh BPOM RI pada ikan makarel kaleng, mengingatkan kita akan program pemberantasan cacing. Dengan melatihkan kebiasaan mencuci tangan secara benar, ditambah dengan pemberian obat cacing secara teratur, setidaknya pada 75% anak di daerah endemik, yaitu diperkirakan 836 juta anak pada tahun 2016, maka anak akan bebas dari infeksi cacing. Sudahkah tahun ini anak kita diberikan obat cacing?

 Dr. Wikan 2

Sekian

Yogyakarta, 2 April 2018

*) Sekretaris IDI Wilayah DIY, dokter spesialis anak, Alumnus S3 UGM, pengajar di FK UKDW, WA: 081227280161

Categories
Istanbul

2013 NOSTALGIA KAPUAS dan BANJARMASIN

NOSTALGIA   KAPUAS   BANJARMASIN  2013
fx. wikan indrarto*)

Liburan tengah tahun 2013, kami isi dengan acara Nostalgia di Kuala Kapuas, sebuah kota di Propinsi Kalimantan Tengah, yang cukup sering disingkat dengan Kapuas. Kami menghabiskan 1 tahun penuh pada tahun 2000, dengan bertugas sebagai dokter spesialis anak di RSUD Dr. Soemarno Sosroatmodjo dan mama Sari menjadi dokter gigi di Puskesmas Selat. Yudhistira (mas Yudhi, anak sulung yang sekarang sudah kuliah), saat itu kelas 1 SD dan Bimoseno (dik Bimo anak tengah yang sekarang SMP), saat itu lahir dan dibaptis di sana. Dik Larasati (anak bungsu) yang sekarang kelas 6 SD.

 DSC02757  DSC02758

Mendarat di Bandara Samsudin Noor, Banjarmasin (Propinsi Kalimantan Selatan), dengan Boeing 737 NG Lion Air JT 522 (gambar 1)

Makan siang menu lokal, nasi bungkus itik goreng kuah merah khas Banjar, tanpa sayur secuilpun (gambar 2).

 DSC02766  DSC02771

Jembatan Barito, jembatan sepanjang 2,2 km melintasi Sungai Barito yang paling lebar di Kalimantan Selatan, dan merupakan batas alam menyeberang ke Kalimantan Tengah (gambar 3).

Papan nama Danumare di Pasar Kuala Kapuas, Kalteng masih sama persis dengan yang kami lihat tahun 2000 (gambar 4).

Perjalanan kami awali dengan pendaratan di Bandara Samsudin Noor, Banjarmasin (Propinsi Kalimantan Selatan), dengan Boeing 737 NG Lion Air JT 522 (gambar 1). Acara dilanjutkan makan siang menu lokal, nasi bungkus itik goreng kuah merah khas Banjar, tanpa sayur secuilpun (gambar 2). Kami makan di Desa Gambut, menjelang masuk kota Banjarmasin, di pinggir jalan trans Kalimantan yang lebar, halus, lurus dan ramai. Perjalanan kami lanjutkan dengan menyeberangi Jembatan Barito, jembatan terpanjang selama Orde baru berkuasa, terbentang 2,2 km melintasi Sungai Barito yang paling lebar di Kalimantan Selatan, dan merupakan batas alam menyeberang ke Kalimantan Tengah (gambar 3). Dalam waktu 1 jam dengan sebuah Kijang Innova 2004 type G, kami sudah mencapai jantung kota Kapuas. Langsung kami nenuju rumah dinas RS yang telah disediakan oleh dr. Bawa Budi Raharjo, direktur rumah sakit tersebut. Selanjutnya kami menuju Pusat Perbelanjaan Danumare, sebuah pasar di samping pelabuhan. Di pasar inilah, di awal Maret 2000, kami menginjakkan kaki pertama kali di Kapuas. Papan nama Danumare masih sama persis dengan yang kami lihat tahun 2000 (gambar 4). Malam hari, kami habiskan di bunderan selamat datang, di gerbang Kuala Kapuas, Kota Air (gambar 5), yang merah menyala dan megah.

 DSC02777  DSC02791

Di bunderan selamat datang, di gerbang Kuala Kapuas, Kota Air di Kalteng (gambar 5), yang merah menyala dan megah.

Di depan patung Panglima Burung Dayak di pusat Kuala Kapuas, Kota Air di Kalteng (gambar 6).

 DSC02792  rumah kapuas

Rumah dinas dokter di kompleks RS setelah direnovasi, yang dulu kami tempati (gambar 7)

Rumah dinas dokter yang kami tempati tahun 2000, sederhana dan penuh memori

 DSC02793  DSC02801

Bergaya dengan Dr. Diana Yuniarti, sekarang Kepala UGD RSUD Kuala Kapuas Kalteng (gambar 8)

Kebun milik Dr. H. Bawa Budi Raharja (Direktur RSUD Kuala Kapuas) di daerah Basarang, (gambar 9)

Kamis, 4 Juli 2013 pagi buta, kami berdua keliling kota naik motor dan berfoto penuh kengerian, di depan patung Panglima Burung (gambar 6). Panglima ini lambang kegagahan suku Dayak, saat terjadi bentrok massal melawan suku Madura yang menewaskan lebih dari 100 orang dan menjadi salah satu pencetus kepulangan kami ke Yogyakarta pada awal tahun 2001. Setelah semua terjaga, kami semua menikmati suasana nostalgia di kompleks RS. Pertama-tama adalah rumah dinas dokter yang dulu kami tempati (gambar 7). Saat ini sudah megah dan dilengkapi dengan mobil dinas dokter, Avanza type E tahun 2006 (gambar 7), bergaya dengan Dr. Diana Yuniarti, sekarang Kepala UGD RSUD Kapuas (gambar 8), dan main di kebun Dr. Bawa Budi Raharja, sekarang Direktur RSUD Kapuas. Kedua dokter senior di RSUD Kapuas tersebut masih kami kenang, karena pada waktu tahun 2000 sudah kami kenal. Kami habiskan siang itu di kebun milik dr. Bawa di daerah Basarang, yang penuh buah kelengkeng, buah naga dan buah anggur, disertai kolam ikan patin, dan rumah burung walet (gambar 9).

 DSC02802  bimo gendong.jpg

Semilir angin di pinggir Sungai Kapuas yang lebar, di dermaga penumpang kapal (gambar 10)

Dermaga yang sama dengan yang dulu kita nikmati, saat Yangti menggendong dik Bimo (anak tengah) Maret 2001.

 DSC02806  DSC02815

Naik perahu kecil bermotor tunggal yang berbunyi ‘klothok-klothok’ saat melaju, sehingga dinamakan kelotok (gambar 11).

Melihat kehidupan warga di sepanjang pinggir sungai Kapuas di Kalteng (gambar 12),

 DSC02822  bimo gendong1

Jembatan merah dari kayu yang legendaris, tetap asri di tahun 2013 (gambar 13).

Jembatan merah dari kayu yang legendaris yang kami kunjungi Maret 2001, saat dik Bimo (anak tengah) masih bayi

Nostalgia selanjutnya adalah mencoba semilir angin di Sungai Kapuas yang lebar. Kami menyusuri pelabuhan (gambar 10), dermaga yang sama dengan yang dulu kami injak saat kami pertama kali datang dari Palangka Raya di Maret 2000. Kemudian kami naik perahu kecil bermotor tunggal yang berbunyi ‘klothok-klothok’ saat melaju, sehingga dinamakan kelotok (gambar 11). Kami menyebrang Sungai Kapuas yang lebar dan padat lalu lintas air, untuk menuju ke Dahirang, sebuah sentra kerajinan rotan dan getah karet, untuk disusun menjadi cindera mata khas Kalimantan Tengah. Selanjutnya kami menyusur Sungai kapuas lagi, untuk melihat kehidupan warga pinggir sungai (gambar 12), yang tinggal di rumah panggung dari kayu ulin yang tahan air dan menyusuri Anjir (Kanal) Serapat. Anjir ini menghubungkan Sungai Kapuas dengan Sungai Barito, yang dilengkapi dengan jembatan merah dari kayu yang legendaris (gambar 13).

 DSC02831  DSC02838

Replika rumah adat dayak yang tinggi dan besar di pusat kota Kuala Kapuas Kalteng (gambar 14).

Mengunjungi SD St. Paulus di Jl. Tjilik Riwut Kuala Kapuas. Mobil antar jemput murid yang dulu, masih nampak bugar terawat (gambar 15).

 yudhi di kelas1  DSC02841

Mas Yudhi (anak sulung) saat duduk di kelas 1 SD St. Paulus di Jl. Tjilik Riwut Kuala Kapuas, di tahun 2000.

Mengunjungi SD St. Paulus di Jl. Tjilik Riwut, sekolah mas Yudhi saat kelas 1 di tahun 2000 (gambar 15).

Perjalanan nostalgia dilanjutkan dengan melihat replika rumah adat dayak yang tinggi dan besar di pusat kota Kapuas (gambar 14), mengunjungi SD St. Paulus di Jl. Tjilik Riwut, sekolah mas Yudhi saat kelas 1 di tahun 2000. Mobil antar jemput yang dulu dia naiki, masih nampak bugar terawat (gambar 15). Kami menyusuri Jl. Patih Rumbi untuk menuju Gereja Katolik St. Mateus yang berwibawa (gambar 16). Mas Yudhi pernah aktif sebagai misdinar, lektor anak dan pemeran Yosef saat drama Natal Anak di gereja tersebut (gambar 16). Di Gereja St. Mateus itu juga, dik Bimo dibaptis pada malam Natal 2000 oleh Rm. Lulus Widodo, Pr dan diberinya nama permandian Karol, untuk mengenal Karol Wotjila (nama asli Paus Yohannes Paulus 2), yang menetapkan tahun 2000 tersebut sebagai Tahun Yubelium.

 DSC02847  bimo baptis2

Gereja Katolik St. Mateus Kuala Kapuas, Kalteng yang artistik dan berwibawa (gambar 16).

Dik Bimo (bayi) dibaptis pada malam Natal 2000 oleh Rm. Lulus Widodo, Pr dan bersama dengan anak Dr. Diana Yuniarti juga

 DSC02850  DSC02852

Sore harinya, kami bergaya melihat sunset di dermaga Patih Rumbi, tepi sungai Kapuas (gambar 17)

Mengunjungi rumah keluarga Pak dan Bu Prianto (wali baptis dik Bimo), di Kuala Kapuas (gambar 18).

Sore harinya, kami bergaya melihat sunset di dermaga Patih Rumbi (gambar 17), dan mengunjungi Pak dan Bu Prianto (wali baptisnya dik Bimo) (gambar 18). Sebelum meninggalkan kota kenangan, kami sempatkan bergaya di depan gerbang RSUD Kapuas yang nampak gagah (gambar 19) dan Puskesmas Selat di Kecamatan Selat (gambar 20), tempat mama Sari menghabiskan 8 bulan 1 minggu sebagai dokter gigi di sana pada awal tahun 2000 yang lalu.

 DSC02846  DSC02788

Gerbang RSUD Kuala Kapuas, tempat kami dulu bertugas sebagai dokter spesialis anak, yang nampak gagah (gambar 19)

Puskesmas Selat di Kecamatan Selat (gambar 20), tempat mama Sari menghabiskan 8 bulan 1 minggu sebagai dokter gigi di sana pada awal tahun 2000 yang lalu.

 DSC02859  DSC02861

Pamitan di bunderan Kuala Kapuas Kota Air, dalam pagi yang cerah dan menyilaukan Jumat, 5 Juli 2013 (gambar 21).

RS Suaka Insan, di Jl. H. Zafri Zam-zam no 60, di jantung kota Banjarmasin (gambar 22), tempat dik Bimo lahir.

 DSC02866  DSC02867

Hampir semua bangunan RS Suaka Insan masih persis sama seperti yang kami lihat 13 tahun yang lalu, termasuk gerbang (gambar 23)

Pintu kamar no 29 dengan selasar atau lorong RS Suaka Insan Banjarmasin, ruang rawat gabung saat dik Bimo dulu lahir (gambar 24).

Perjalanan nostalgia kami lanjutkan dengan ucapan selamat tinggal di bunderan Kuala Kapuas Kota Air, dalam pagi yang cerah Jumat, 5 Juli 2013 (gambar 21). Perjalanan di dalam perut Innova 2004 type G, berlangsung lancar mencapai pusat kota Banjarmasin dalam 1 jam lebih 20 menit. Kami segera menuju RS Suaka Insan, di Jl. H. Zafri Zam-zam no 60, di jantung kota Banjarmasin (gambar 22). Kami mendapati hampir semua bangunan masih persis sama seperti yang kami lihat 13 tahun yang lalu, termasuk gerbang (gambar 23) dan selasar atau lorong RS (gambar 24). Kami napak tilas perjalanan tertatih-tatih mama Sari, karena persalinan sudah mulai masuk kala I, saat keluar dari Pav. Maria Kamar nomor 29, menuju Kamar Bersalin. Lantai dan lorongnya masih persis sama dengan yang dahulu menjadi saksi detik-detik lahirnya dik Bimo, sampai bertemu kembali dengan Sr. Imelda, SPC, yang dahulu mendekap hangat bayi dik Bimo (gambar 25). Sr. Imelda, SPC sangat terharu mengenangnya, karena kami menunjukkan foto beliau saat menggendong bayi dik Bimo dengan mesra. Dari Sr. Imelda, SPC inilah kami mendapatkan informasi, bahwa Sr. Rita, SPC yang dahulu juga menggendong bayi dik Bimo, saat ini sedang study di Universitas Sanata Dharma di Yogyakarta, sehingga kami cari di biara Sambilegi, Kalasan, Yogyakarta, segera setelah kami selesai liburan (gambar 25).

 DSC02870  bimo lahir

Sr. Imelda, SPC, yang dahulu mendekap hangat bayi dik Bimo saat baru lahir (gambar 25).

Bayi dik Bimo tidur nyenyak di kamar no 29 RS Suaka Insan Banjarmasin, lahir pada 28 Oktober 2000

Nostalgia Banjarmasin kami lanjutkan dengan perjalanan ke pelabuhan Trisakti di pinggir sungai Barito yang lebar dan dalam. Gerbang Bandarmasih, nama baru pelabuhan tersebut, sangat megah dan artistik (gambar 26). Di gerbang pelabuhan itulah kami dahulu mencari info, untuk pulang ke Pulau Jawa naik kapal laut, karena harga tiketnya yang cukup terjangkau, dibandingkan naik pesawat terbang. Di pelabuhan tersebut dik Bimo terkagum-kagum dengan aktivitas banyak truk besar, termasuk truk naik truk akan naik kapal (gambar 27).

 DSC02878  DSC02881

Di pelabuhan Banjarmasin dik Bimo terkagum-kagum dengan aktivitas banyak truk besar, termasuk truk naik truk akan naik kapal (gambar 27).

Berdoa di gereja katolik Katedral Keluarga Kudus Banjarmasin, yang merupakan katedral paling kecil se Indonesia (gambar 28)

 DSC02885  DSC02882

Di kantor Gubernur Kalimantan Selatan yang gagah di Banjarmasin (gambar 30)

Nampak luar gereja katolik Katedral  Keluarga Kudus Banjarmasin (gambar 28).

 banjarmasin soto  DSC02887

Bersama Dr. Setyo Sugiyarto, SpB-KBD di Warung Soto Banjar Handayani di pinggir sungai, saat main ke Banjarmasin 14 April 2001

di Warung Soto Banjar Bawah Jembatan, di pinggir Sungai Martapura  yang berair kuning dan penuh sesak pembeli (gambar 31).

Perjalanan nostalgia selanjutnya adalah menuju ke gereja katolik Katedral Banjarmasin (gambar 28), yang merupakan katedral paling kecil se Indonesia. Gereja Katedral Keluarga Kudus Banjarmasin ini diresmikan pada 28 Juni 1931 dan dibangun dengan arsitektur neo-gotik dari Eropa, terletak di Jl. Lambung Mangkurat, Kertak Baru Ilir, Banjarmasin. Kami kenangkan doa khusuk syukur kepada Tuhan, karena lahirnya bayi dik Bimo yang kami tunggu-tunggu dalam penantian selama 8 tahun, dengan berlutut di sebuah bangku dalam gereja tersebut (gambar 29). Setelah berdoa di dalam bangku yang sama dengan bangku yang dahulu kami duduki pada tahun 2000, kami melanjutkan nostalgia di kantor Gubernur Kalimantan Selatan yang gagah (gambar 30) dan makan kuliner menu lokal, soto banjar di Warung Soto Bawah Jembatan Sungai Martapura yang penuh sesak (gambar 31). Lanjutan perjalanan nostalgia di Banjarmasin, diawali dengan makan malam di Taher Square (gambar 32), di pinggiran Sungai Martapura yang membelah kota Banjarmasin, untuk bergabung dengan Sungai Barito.

 DSC02903  DSC02908

Makan malam di Taher Square (gambar 32), di pinggiran Sungai Martapura yang membelah kota Banjarmasin, untuk bergabung dengan Sungai Barito.

Menyusuri Sungai Barito untuk menikmati pasar terapung di pagi hari (gambar 33).

 DSC02907  DSC02918

Pagi buta, anak2 masih mengantuk saat  kami menyusuri Sungai Barito untuk menikmati pasar terapung (gambar 33).

Para penjualnya masih sangat tradisional di pasar terapung Banjarmasin (gambar 34)

Setelah terlelap kekenyangan di kamar 301 Hotel Palm, Jl. Jend. S. Parman 189 Banjarmasin, Sabtu dini hari, 6 Juli 2013, kami menyusuri Sungai Barito untuk menikmati pasar terapung (gambar 33). Pasar tradisional di pinggiran Sungai Barito ini, merupakan ikon kota Banjarmasin yang hampir punah, karena budaya air secara pelan namun pasti, tergantikan budaya darat dalam era modern. Para penjualnya masih sangat tradisional (gambar 34) dan jual beli makanan menggunakan tongkat penusuk antar kapal (gambar 35). Rasanya lebih banyak wisatawan yang berseliweran dengan perahu klotok (gambar 36), dibandingkan penjualnya yang berperahu jakung. Perjalanan di seputar pasar terapung, kami akhiri dengan melihat-lihat Masjid Sultan Suriansyah di seputaran Kuin yang bersejarah (gambar 37).

 DSC02926  DSC02917

Rasanya lebih banyak wisatawan yang berseliweran dengan perahu klotok (gambar 36) di Pasar Terapung Banjarmasin

Jual beli makanan menggunakan tongkat penusuk antar kapal (gambar 35) di Pasar Terapung Banjarmasin.

Perjalanan nostalgia berikutnya adalah menyusuri jalan Martapura lama, menuju ke pusat kota Martapura, yang terkenal dengan sebutan Kota Indan dan Serambi Mekkah. Perjalanan melawan arus Sungai Martapura, melewati desa-desa tradisional Banjar, dengan kehidupan air dan agraris, yang sangat berbeda dengan jalan Martapura baru atau trans Kalimantan, yang dipenuhi budaya darat, industri, kesibukan penambangan, dan jauh lebih modern.

 DSC02937  DSC02945

Masjid Sultan Suriansyah di seputaran Kuin Banjarmasin, Kalsel yang bersejarah (gambar 37).

Suasana islami serambi Mekkah di Alun-Alun Ratu Zaleha, Martapura, Kalsel (gambar 39),

 DSC02942  DSC02952

Sentra permata di jantung kota Martapura, Kalsel (gambar 38)

Bernostalgia dengan Dr. Dyah Roselina, SpA, teman lama FK UGM (gambar 40) di RSUD Ratu Zalecha Martapura, Kalsel

 DSC02953  DSC02959

Makan siang kuliner lokal dengan menu ikan haruan, patin, dan saluang, yang semuanya merupakan ikan spesies lokal Kalimantan,

Mengamati proses pengolahan intan di pusat penggosokan intan (gambar 41), Martapura, Kalsel.

 DSC02965  DSC02975

Dapat membedakan intan dengan berlian (gambar 42).

Di Museum Lambung Mangkurat yang artistik (gambar 43), Martapura, Kalsel.

Kami menuju Sentra permata di jantung kota Martapura (gambar 38), kemudian menikmati suasana islami serambi Mekkah di Alun-Alun Ratu Zaleha (gambar 39), dan bernostalgia dengan Dr. Dyah Roselina, SpA, teman lama di UGM (gambar 40). Setelah sangat kenyang karena makan siang kuliner lokal dengan menu ikan haruan, patin, dan saluang, yang semuanya merupakan ikan spesies lokal Kalimantan, kami melanjutkan dengan mengamati proses pengolahan intan di pusat penggosokan intan (gambar 41), sehingga dapat membedakan intan dengan berlian (gambar 42). Kami meneruskan nostalgia di Museum Lambung Mangkurat yang artistik (gambar 43), bahkan menikmati miniatur rumah adat Banjar (gambar 44) dan membandingkannya dengan rumah keluarga Dr. Dyah Roselina, SpA yang sudah nampak megah dan modern, di lahan seluas 800 m2 di Banjarbaru.

 DSC02972  DSC02976

Miniatur rumah adat Banjar (gambar 44) Di Museum Lambung Mangkurat yang artistik, Martapura, Kalsel.

Rumah keluarga Dr. Dyah Roselina, SpA yang sudah nampak megah dan modern, di lahan seluas 800 m2 di Banjarbaru, Kalsel

 banjarmasin  DSC02977

Di depan Bandara Syamsudin Noor, menyetir mobil dinas RS Kijang Super pada 26 November 2001

Di tempat yang sama, depan Bandara Syamsudin Noor, wilayah Ulin pinggiran jalan trans Kalimantan (gambar 45), Banjarmasin

Kenangan nostalgia indah dan mengharukan di Kuala Kapuas (Kalimantan Tengah) dan Banjarmasin (Kalimantan Selatan), kami akhiri di Bandara Syamsudin Noor, wilayah Ulin di pinggiran jalan trans Kalimantan (gambar 45), untuk pulang dengan Lion Air Boeing 737 NG JT 522 menuju Yogyakarta. Terima kasih, kami sampaikan kepada segenap pihak yang telah mendukung terselenggaranya liburan keluarga ini dan sampai ketemu dalam laporan perjalanan selanjutnya.

*) pelancong hemat penuh nikmat

di rumah Timoho Regency A4 Yogyakarta

Sabtu, 6 Juli 2013

WA = 081227280161
Categories
Istanbul

2018 BUKTI DOKTER

Hasil gambar untuk ebm adalah

BUKTI  DOKTER
fx. wikan indrarto*)

Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) menilai bahwa Mayjen TNI DR. Dr. Terawan Agus Putranto, SpRad, penemu dan penerap metode cuci otak (brain flushing) melakukan pelanggaran etik. Terapi Digital Substraction Angiogram (DSA), metode cuci otak, atau ‘bran washing’ ini, mengingatkan kita semua akan banyak hal. Selain aspek etika kedokteran, juga aspek bukti klinis yang wajib diketahui oleh dokter, sebelum sebuah intervensi baru dapat diterapkan secara etik kepada para pasien. Apa yang sebaiknya kita cermati?

Hasil gambar untuk ebm

Belajar tentang kedokteran berbasis bukti atau EBM (Evidence-Based Medicine), kita akan mengingat jasa besar William Aaron Silverman (23 Oktober 1917 – 16 Desember 2004), yaitu seorang dokter Amerika Serikat yang memberikan kontribusi penting untuk ilmu neonatologi (bayi baru lahir). Dia pengajar di ‘Columbia University College of Physicians and Surgeons’ di New York dan menjabat sebagai direktur medis unit perawatan intensif neonatal di ‘Columbia-Presbyterian Medical Center’, juga di New York, AS.

Hasil gambar

Dr. William Aaron Silverman

Dr. Silverman memiliki dugaan atau hipotesis bahwa kebutaan pada bayi karena retinopati prematuritas terkait dengan konsentrasi oksigen yang tinggi, yang diberikan pada bayi prematur. Melalui keterlibatannya dalam kisah tragis ‘retrolental fibroplasia’, istilah lama sebelum resmi disebut retinopati prematuritas, Dr. Silverman juga berhasil mengatasi kelemahan dalam metodologi penelitian klinis.

Hasil gambar untuk rop

Pada awal karirnya, ia telah melakukan uji klinik penggunaan hormon adreno corticotropic (ACTH), dalam mengobati retinopati prematuritas. Pada tahun 1949, Dr. Silverman dan Dr. Richard Day menggunakan ACTH pada 31 bayi dengan tanda-tanda awal fibroplasia retrolental. Dua puluh lima dari bayi tersebut dapat melihat dan tidak buta. Meskipun hasil penelitian tampaknya mendukung ACTH sebagai pengobatan yang efektif untuk kondisi ini, para peneliti di Fakultas Kedokteran Universitas Johns Hopkins di Baltimore, Maryland, AS menyangkal hubungan ini. Meskipun Dr. Silverman dan Dr. Day meyakini bahwa ACTH adalah pengobatan yang tepat, tetapi mereka merasa berkewajiban untuk tunduk pada metodologi penelitian yang benar.

Hasil gambar untuk rop

Akhirnya mereka mendapat izin untuk melakukan penelitian yang belum pernah terjadi sebelumnya, yaitu uji klinis terkontrol acak yang dilakukan pada pada neonatus atau bayi baru lahir. Temuan baru mereka pada uji klinik ternyata memutarbalikkan fakta sebelumnya. Sepertiga dari bayi yang diobati ACTH justru menjadi buta, tetapi hanya seperlima yang buta dari kelompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan pada pertengahan 1950-an.

Hasil gambar untuk rop

Pengalaman dengan ACTH membuat kesan yang kuat pada pendirian Dr. Silverman, yang menjadi bersikukuh bahwa bukti ilmiah yang kuat harus memandu semua keputusan medis. Epidemiolog Dr. David Sackett menyebutkan bahwa Silverman adalah pelopor dalam kedokteran berbasis bukti (EMB), yang terus digunakan oleh para dokter sampai sekarang di seluruh dunia. Pada hal, Dr. David Sackett dikenal sebagai bapak EBM (the fathers of evidence-based medicine), yang mendirikan ‘clinical epidemiology’ di McAster University Canada. Selain itu, Silverman juga menekankan bahwa dokter harus mempertimbangkan kualitas hidup pasien sebelum memutuskan untuk melakukan intervensi kedokterann yang baru dan bersifat agresif.

Pada tahun 2003, Yayasan Amerika untuk Orang Buta (American Foundation for the Blind) menghadiahkan penghargaan tertinggi, Medali Migel, kepada Dr. Silverman. Persatuan Dokter Spesialis Anak (American Academy of Pediatrics) juga menghormatinya pada tahun 2006 dengan menciptakan ‘William A. Silverman Lectureship’. Semuanya diberikan atas integritas ilmiah dan kepatuhannya kepada aspek kedokteran berbasis bukti (EBM).

Secara etika, semua dokter harus jujur dan secara berhati-hati menyampaikan kepada masyarakat, bahwa metode intervensi yang dilakukannya masih dalam taraf uji klinik, sehingga tidak boleh menarik imbal jasa kepada pasien. Testimoni yang menyebutkan bahwa metode DSA tersebut telah mengatasi masalah stroke sejak tahun 2005 pada sekitar 40.000 pasien, bahkan tidak banyak muncul komplain dari masyarakat, sebenarnya baru merupakan salah satu dari 3 buah syarat untuk membuktikan kevalidan sebuah metode kedokteran yang baru. Yang disebut EBM adalah suatu kondisi yang mutlak memiliki 3 hal, yaitu penilaian klinis obyektif (clinical judgment), secara ilmiah memang berhubungan (relevant scientific), dan dirasakan manfaatnya oleh pasien (patients’ values and preferences) atau semacam testimoni.

Hasil gambar untuk jkn

Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) no 19 tahun 2016 Tentang Jaminan Kesehatan, serta berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) no 23 tahun 2017, tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional, dalam rangka menjamin kendali mutu dan biaya, penilaian teknologi baru di bidang kesehatan dilakukan oleh Tim ‘Health Technology Assessment’ (HTA), yang dibentuk oleh Menteri Kesehatan. Oleh karenanya penilaian terhadap metode DSA atau ‘Brain Washing’ yang selama ini dikerjakan oleh Mayjen TNI DR. Dr. Terawan Agus Putranto, SpRad dan akan dilakukan oleh Tim HTA Kementerian Kesehatan Rl, layak kita dukung bersama. Selain itu, dukungan pembiayaan untuk penelitian uji klinik lebih lanjut oleh Kemenkes dan Kemenristekdikti, juga dukungan keilmuan dari segenap guru besar dan dokter ahli terkait, pasti akan berdampak positif pada kesatuan sesama warga Indonesia, baik di tingkat lokal maupun internasional.

Hasil gambar untuk hta
Tidak ada manusia yang sempurna, sehingga peran koreksi dari pihak lain, adalah sangat penting untuk memberikan hasil terbaik. Aspek etika yang diingatkan oleh MKEK dan kedokteran berbasis bukti (EBM) yang dirintis Dr. Silverman, wajib dilaksanakan oleh segenap dokter di manapun berada. Sudahkah para dokter bijak?

 dr Wikan 6

Sekian

Yogyakarta Senin, 9 April 2018

*) Sekretaris IDI Wilayah DIY, dokter spesialis anak, Alumnus S3 UGM, pengajar di FK UKDW, WA: 081227280161

Categories
Istanbul

2013 Main di Bali

BALI 2013

fx. wikan indrarto, b. sari prasetyati & a. larasati pangarsaning utami indrarto*)

Dalam rangka ‘7th Asia Respirology Disease Forum’ (ARDF) 2013, kami mengadakan serangkaian acara di Bali. Acara diadakan di Nikko Bali Hotel and Spa, Nusa Dua Bali, Jum’at dan Sabtu, 26 dan 27 April 2013. Setelah pembahasan berbagai penyakit pada saluran napas anak oleh Prof. Bambang Supriyatno (Jakarta, Indonesia), Prof. Liu Enmai (Chongqing, China), Dr. Arnel Gerald Jiao (Manila, Philippines), Prof. Chen Yuzhi (Beijing, China) dan Dr. Darmawan (Jakarta, Indonesia), kami bertiga menikmati semua pesona alam dan keindahan arsitektural hotel Nikko.

 DSC02257  DSC02259

keelokan hotel nuansa Bali (gambar 1)

keelokan taman hotel (gambar 2)

Selain itu, juga pengalaman tak terlupakan sebagai sopir bis Pariwisata (gambar 6) dan keindahan Tanjung Benoa. Dik Laras (Agatha Larasati Pangarsaningutami Indrarto, saat itu kelas 5 SD), juga ikut mengagumi keelokan struktur bangunan lobi dan restoran di dalam hotel, yang bernuansa Bali (gambar 1 sampai 5). Setelah itu, kami juga terkagum-kagum dengan performans tarian Barong yang magis di Banjar Sari Budaya di Jl. By Pass, Denpasar selatan (gambar 7 dan 8). Pertunjukan tarian yang mulai pk. 9.30 setiap hari, ditonton banyak wisatawan asing, di panggung sebuah banjar (tempat berdoa sesuai agama Hindu).

 DSC02269  DSC02255

hotel yang bernuansa Bali (gambar 3)

lansekap hotel di Bali (gambar 4)

 DSC02271  DSC02275

Panorama laut dari hotel (gambar 5)

sopir bis Pariwisata (gambar 6)

 DSC02295  DSC02288

Barong di Banjar Sari Budaya di Jl. By Pass, Denpasar selatan (gambar 7).

Tarian Barong yang magis di Banjar Sari Budaya di Denpasar (gambar 8).

Perjalanan kami lanjutkan melintasi Jl. Prof. Dr. Ida Bagus Mantra By Pass (Bali Golden Line), melewati Sanur dan akhirnya menuju ke Gianyar. Kami masuk ke areal luas yang megah di KM 19,8, yaitu Bali Safari & Marine Park. Kami menikmati sajian drama gajah, keahlian elang Jawa, kegagahan harimau putih, kejinakan unta, kengerian singa, kemalasan komodo, keganasan ikan arowana, kebesaran ular phyton, dan kebesaran gajah Sumatera (gambar 9-17).

 DSC02322  DSC02297

Kebesaran ular phyton di Bali Safari & Marine Park (gambar 9).

Kemalasan komodo di Bali Safari & Marine Park (gambar 10).

 DSC02312  DSC02307

Drama gajah Sumatera di Bali Safari & Marine Park (gambar 11).

Patung Gajah di Bali Safari & Marine Park (gambar 12).

 DSC02318  DSC02302

Kegagahan harimau putih di Bali Safari & Marine Park (gambar 13).

Keganasan ikan arowana di Bali Safari & Marine Park (gambar 14).

 DSC02308  DSC02316

Kejinakan unta di Bali Safari & Marine Park (gambar 15).

Sajian drama gajah di Bali Safari & Marine Park (gambar 16).

Setelah diselingi makan siang menu Bali aslei, berupa srombotan (semacam urap atau gudangan di Jawa) dan kerupuk batu (kerupuk dari ubi yang cukup keras) di RM Satriya Jl. Haryono Denpasar Timur, kami lanjutkan perjalanan nostalgia ke kamar kost, yang digunakan mama di tahun 1990 (gambar 18). Kami jalan lagi ke Jl. Kebudayaan di daerah Renon, untuk mengunjungi dik Nila yang merayakan mitoni (syukuran usia kehamilan 7 bulan), di rumah Bulik Sudilah. Sekejap dalam obrolan akrab, kami segera lanjut untuk menikmati sore yang indah di Pantai Kuta (gambar 19) dan mengikuti misa kudus Sabtu sore di Gereja Katolik St. Fransiskus Xaverius Kuta yang megah, artistik dan full AC (gambar 20).

 DSC02330  DSC02333

Gerbang Bali Safari & Marine Park (gambar 17).

nostalgia kamar kost mama thn 1990 (gambar 18).

 DSC02338  DSC02339

Sore yang indah di Pantai Kuta yang berombak besar (gambar 19)

Gereja Katolik St. Fransiskus Xaverius Kuta yang megah (gambar 20).

Malam itu kami akhiri dengan jamuan santap malam dengan segenap peserta ARFD di RM Klapa, Pecatu Indah Resort, dekat Pantai Dreamland yang padat pengunjung. Sampai ketemu di petualangan selanjutnya.

 DSC02344  DSC02346

Keluarga dik Saut Pakpahan, sepupu yang tinggal di Denpasar (gambar 21).

Pintu masuk pura Pura Goa yang paling kecil di seluruh Bali (gambar 22).

Hari Minggu, 28 April 2013 kami awali dengan berenang di kolam renang ‘nikko bali resort and spa’ yang artistik, futuristik dan berhasil mengeksploitasi lansekap pantai dan bukit di lantai dasar hotel. Luar biasa. Setelah sarapan, kami nikmati hangatnya persaudaraan dengan keluarga dik Saut Pakpahan, sepupu yang tinggal di Denpasar, yang datang ke lobi hotel dengan isteri dan ketiga anaknya yang lincah, sampai tidak terlihat dalam foto (gambar 21).

 DSC02350  DSC02361

Patung Arjuna yang sedang dikerjakan di Pantai Pandawa (gambar 23).

Mengajari dik Laras mencuci cumi di dekat Bale Bengong (gambar 24)

Berikutnya kami bermain dengan keluarga dik Aning Wahyuningtyas, sepupu lain yang tinggal di Jimbaran. Kami menikmati Pura Goa Gong, sebuah pura di atas bukit yang dirimbuni akar pohon lebat, dengan pintu masuk pura yang paling kecil di seluruh Bali (gambar 22). Sebelum makan siang, kami melanjutkan jalan-jalan ke Pantai Pandawa, sebuah pantai eksotis yang dibuat dalam rentang 4 tahun. Pantai ini diciptakan dengan pemotongan punggung bukit kapur putih, penataan semak, dan pengaturan muara sebuah sungai di Nusa Dua bagian selatan. Di bukit kapur yang dipotong, tersaji patung besar kelima orang satriya Pandawa yang sedang dikerjakan, termasuk patung Arjuna yang luwes (gambar 23).

 DSC02365  DSC02367

Berbagai menu makan siang khas Bali masak sendiri (gambar 25)

Bergaya di gerbang pura dan pantai Muaya (gambar 26)

Sampailah kami di acara yang ditunggu-tunggu dik Laras, yaitu masak dengan tangannya yang mungil, cumi, kepiting dan ikan laut segar. Bulik Aning yang jago memasak, mengajari dik Laras, mencuci cumi, memotong-motongnya di dekat Bale Bengong (gambar 24) dan memasaknya di dapurnya yang penuh aroma bumbu khas Bali. Siang itu kami dikenyangkan dengan cumi bakar, telor cumi goreng, ikan kerapu merah bakar, gule kaki babi tanpa santan, dan sayur asem Jawa (gambar 25). Wow.

Sore hari kami habiskan di pura dan pantai Muaya (gambar 26), dekat Four Season Hotel. Kami juga bersantai di pasir putih yang lembut, sambil menikmati pemandangan pura, tamu bule yang berjemur, pengunjung pantai yang bermain ombak, bahkan lalu lintas pesawat di landas pacu Bandara Ngurah Rai. Dari tempat kami berbaring kekenyangan dalam semilir angin tersebut, kecelakaan Lion Air yang terjadi 1 bulan sebelumnya, dapat kami bayangkan kehebatan tragedinya secara jelas (gambar 27 dan 28).

 DSC02370  DSC02371

Melihat lalu lintas pesawat di landas pacu Bandara Ngurah Rai (gambar 27)

Berbaring kekenyangan dengan semilir angin di pantai Muaya (gambar 28)

Kami akhiri ‘7th Asia Respirology Disease Forum’ (ARDF) 2013 dan jalan-jalan di Bali, dengan pulang ke Yogyakarta menggunakan GA 252, sebuah Boeing 737-800, yang menempuh jarak 5.425 km, dalam kecepatan rata-rata 757 km/jam (0,732 Match), pada ketinggian 8.229 m. Sampai ketemu dalam laporan perjalanan berikutnya. Terima kasih.

sekian

*) penikmat jalan-jalan dan foto diri