Categories
Healthy Life HIV-AIDS

2021 Obat HIV baru untuk anak

Hal yang Perlu Moms Ketahui tentang HIV dan AIDS pada Bayi Baru Lahir

OBAT  HIV  BARU  UNTUK  ANAK

fx. wikan indrarto*)

Mitra global yang berkomitmen untuk mengakhiri AIDS pada anak, menyerukan kepada semua negara agar secara cepat meningkatkan akses ke pengobatan HIV yang optimal dan ramah untuk anak, yaitu dolutegravir (DTG). Apa yang menarik?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2019/11/29/2019-inovasi-tes-hiv/

.

Anak yang hidup dengan HIV terus tertinggal dalam respon global melawan AIDS. Pada tahun 2019, secara global hanya 53% (950.000) dari 1,8 juta anak yang hidup dengan HIV (usia 0-14 tahun) sempat didiagnosis dan mendapatkan pengobatan, dibandingkan dengan 68% orang dewasa. Sebaliknya, 850.000 anak yang hidup dengan HIV belum didiagnosis dan tidak menerima pengobatan HIV yang mampu menyelamatkan jiwa. Dua pertiga dari anak yang hilang kesempatan tersebut  tidak rutin diperiksakan ke fasilitas kesehatan terdekat. Diperkirakan 95.000 anak meninggal karena penyakit terkait AIDS pada tahun 2019, sebagian karena kurangnya diagnosis dini HIV pada anak dan kurangnya rejimen pengobatan HIV yang optimal. Jika tidak diobati, 50% bayi yang terinfeksi HIV selama atau sekitar waktu lahir, akan meninggal sebelum usia dua tahun.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2019/08/09/2019-obat-hiv-dtg/

.

FDA Amerika Serikat baru-baru ini memberikan persetujuan tentatif, untuk formula generik tablet terdispersi pertama DTG 10 mg untuk melawan HIV. Persetujuan tersebut diprediksi mampu mengurangi biaya pengobatan HIV hingga 75% untuk anak di negara berpenghasilan rendah dan menengah, karena tablet DTG 10 mg berharga US $ 4,50 untuk 90 dosis. Pengobatan antiretroviral berbasis DTG lini pertama yang direkomendasikan WHO, sekarang tersedia dalam formulasi generik yang lebih terjangkau dan ramah anak, sehingga dapat diberikan sejak bayi usia empat minggu dan berat lebih dari 3 kg. Perubahan cepat ke rejimen pengobatan yang optimal ini, dikombinasikan dengan diagnosis HIV yang lebih baik untuk anak dan tindakan pendukung lainnya, akan segera membantu mengurangi 95.000 kematian terkait AIDS yang dapat dicegah pada anak.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2018/11/30/akhiri-epidemi-hiv/

.

Pengobatan HIV berbasis DTG memberikan hasil yang lebih baik untuk anak. DTG cenderung tidak terpengaruh oleh bahaya resistansi obat dan mampu mencapai penekanan ‘viral load’ lebih cepat. Selain itu, tablet dispersibel ramah anak meningkatkan kepatuhan penggunaan, karena ukuran pil yang lebih kecil dan secara teknis lebih mudah diberikan kepada anak. Faktor ini membantu anak mencapai dan mempertahankan penekanan ‘viral load’, sebuah baku emas untuk mengukur efektivitas pengobatan HIV. Sampai saat ini, sebenarnya pengobatan HIV berbasis DTG adalah standar perawatan global hanya untuk pasien orang dewasa. Meskipun demikian, sebenarnya WHO telah merekomendasikan pengobatan HIV berbasis DTG untuk semua bayi dan anak sejak 2018, serta memberikan rekomendasi dosis untuk bayi dan anak di atas usia empat minggu dan BB lebih dari 3 kg pada Juli 2020.

Tekan Kasus HIV/AIDS pada Anak dengan Sosialisasi Bahaya AIDS ke Panti  Asuhan? Halaman all - Kompasiana.com

Setiap negara perlu mengembangkan rencana transisi cepat, dari pengobatan HIV suboptimal yang digunakan sekarang, ke pengobatan berbasis DTG untuk bayi dan anak. Selain itu, juga dukungan advokasi untuk komitmen politik, memobilisasi sumber daya internasional dan domestik, kebijakan dan pedoman baru, mengelola pasokan obat, distribusi dan persediaan, melatih petugas kesehatan dan bahkan  menyadarkan serta melibatkan masyarakat yang terkena dampak. Tujuannya adalah untuk memastikan pengobatan DTG bagi anak yang hidup dengan HIV, akan diberikan secara benar oleh pengasuh mereka.

.

baca juga :https://dokterwikan.com/2018/11/26/bayi-bebas-hiv-dari-ibu/

.

Pengobatan DTG baru ini berpotensi menjadi ‘game-changer’ sejati bagi anak dengan HIV. Oleh sebab itu, komunitas global harus membantu semua negara untuk mendapatkan DTG kemasan 10 mg untuk semua anak yang membutuhkannya. Obat baru ini lebih murah, lebih efektif dan lebih ramah anak daripada pengobatan yang ada saat ini, terutama untuk bayi dan anak kecil. Pengobatan HIV ramah anak yang baru dan terjangkau ini merupakan langkah maju yang luar biasa yang akan meningkatkan dan menyelamatkan kehidupan beberapa orang yang paling rentan di masyarakat, yaitu anak kecil yang terinfeksi HIV.

.

Anak di negara berpenghasilan rendah dan menengah sering menunggu bertahun-tahun untuk mengakses obat yang sama seperti orang dewasa, menghambat kualitas hidup mereka, atau bahkan mengakibatkan kematian yang dapat dicegah. Kehadiran obat DTG yang tersebar dan terjamin kualitasnya kepada anak dengan segera, akan mengubah kehidupan anak yang hidup dengan HIV dan menyelamatkan ribuan nyawa. Saat ini pengobatan HIV pada anak di Indonesia menggunakan FDC (Fixed Drug Combination) yang berisi zidovudin 50 mg, lamivudin 30 mg, dan nevirapin 60 mg atau lamivudin 150 mg, yang diberikan sejak bayi baru lahir 2x sehari. 

.

10 Bahaya & Dampak yang Ditimbulkan oleh HIV/AIDS

Untuk pertama kalinya, anak yang hidup dengan HIV di negara berpenghasilan rendah dan menengah akan memiliki akses ke pengobatan antiretroviral lini pertama yang sama, dengan sesama mereka di negara berpenghasilan tinggi. Kemitraan global harus menjadi model untuk menghilangkan hambatan yang menghalangi pengembangan formula obat untuk anak yang terbaik, yaitu DTG dengan cepat, merata, dan harga terjangkau.

Bagaimana sikap kita?

Sekian

Yogyakarta, 16 Januari 2021

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Lektor FK UKDW, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161, e-mail : fxwikan_indrarto@yahoo.com

Categories
COVID-19 Healthy Life UHC

2020 UHC

Universal Health Coverage Day 2020 | Universal Health Coverage Partnership

UHC

fx. wikan indrarto*)

Pandemi COVID-19 menyerang seluruh warga global hanya beberapa bulan setelah para pemimpin dunia mengesahkan Deklarasi Politik penting tentang cakupan kesehatan semesta atau ‘Universal Health Coverage’ (UHC). Para pemimpin global telah berkomitmen untuk mempercepat upaya pencapaian UHC, sehingga semua orang dapat mengakses layanan kesehatan yang mereka butuhkan, kapan dan di mana mereka membutuhkannya, tanpa menderita kesulitan keuangan (financial hardship). Apa yang menarik?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2019/08/28/2019-uhc-sektor-swasta/

.

Pandemi COVID-19 menguji tekad global dalam memberikan layanan kesehatan bagi semua orang. Selain itu, mengancam untuk menghapus prestasi bidang kesehatan yang telah dicapai selama beberapa dekade terakhir. Hal ini disebabkan karena pandemi COVID-19 ini telah mengganggu layanan kesehatan esensial di banyak negara dan menghabiskan sumber daya hingga melampaui batas kemampuannya. Selain itu, juga menunjukkan dampak dari kurangnya investasi selama beberapa dekade, untuk layanan primer dan fungsi kesehatan masyarakat yang esensial.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2019/06/30/2019-capaian-uhc/

.

Serangkaian survei global mengungkapkan kemunduran dalam pemberian layanan kesehatan utama, untuk mencapai target yang telah disepakati secara global. Inisiatif untuk meningkatkan cakupan imunisasi, derajad kesehatan seksual dan reproduksi, layanan kesehatan ibu dan anak, perawatan lansia, dan program untuk mengakhiri berbagai penyakit, semuanya telah terdampak secara negatif oleh pandemi COVID-19.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2019/01/09/2019-biaya-uhc/

.

Hal ini memberikan tekanan tambahan pada kelompok populasi rentan, dengan kebutuhan layanan kesehatan yang tidak terpenuhi. Pada hal sebelum pandemi COVID-19, setidaknya setengah dari populasi dunia tidak memiliki penjaminan biaya, saat memerlukan layanan kesehatan penting dan sekitar 100 juta orang jatuh ke dalam kemiskinan ekstrem, karena mereka harus mengeluarkan biaya untuk perawatan kesehatan, di luar kemampuan mereka untuk membayar. Untuk itulah prioritas UHC tahun 2020 ini dirumuskan, agar mengingatkan kita semua pada hal yang paling mendesak, yaitu kesehatan untuk semua: lindungi semua orang (health for all: protect everyone). Pada intinya, untuk mengakhiri pandemi COVID-19 ini dan membangun masa depan yang lebih aman dan lebih sehat, kita harus berinvestasi dalam sistem kesehatan yang melindungi kita semua,  yang sekarang harus dilakukan, bukan kelak.

Why palliative care must be included in Universal Health Coverage - ICPCN

Rencana aksi global untuk kehidupan yang lebih sehat dan kesejahteraan untuk semua, memerlukan beberapa langkah penting. Langkah pertama adalah pembentukan layanan kesehatan primer yang efektif dan berkelanjutan untuk mencapai target SDG terkait kesehatan. Langkah penting program ini adalah menyediakan sarana dan sistem untuk layanan kesehatan primer dan kesehatan masyarakat lainnya yang mudah diakses, terjangkau, adil, terintegrasi, dan berkualitas untuk semua warga masyarakat. Syaratnya adalah fasilitas kesehatan primer tersebut dekat dengan tempat orang tinggal atau bekerja, dan mampu mengatur rujukan pasien ke tingkat perawatan yang lebih tinggi. Layanan ini juga didukung dengan koordinasi multisektoral dalam bidang kesehatan dan melibatkan lebih banyak orang dan komunitas, untuk mewujudkan kesehatan dan kesejahteraan mereka sendiri.

.

Langkah kedua adalah meningkatkan besaran pembiayaan bidang kesehatan yang berkelanjutan, agar memungkinkan banyak negara untuk mengurangi berbagai kebutuhan yang selama ini tidak terpenuhi, akan layanan kesehatan. Selain itu, juga dapat mengatasi kesulitan keuangan yang timbul karena pembayaran biaya layanan kesehatan secara langsung, dengan membangun dan secara progresif memperkuat sistem untuk memobilisasi sumber daya yang memadai untuk layanan kesehatan, dan membelanjakannya dengan lebih baik, untuk lebih banyak jenis layanan kesehatan. Untuk beberapa negara berpenghasilan rendah, di mana alokasi pendanaan pembangunan cukup terbatas, program ini juga akan menyebabkan peningkatan efektivitas dukungan pendanaan eksternal.

.

Langkah ketiga adalah meningkatkan keterlibatan masyarakat dan memastikan bahwa masyarakat luas menerima dukungan yang mereka butuhkan. Keterlibatan masyarakat ini memungkinkan dan memastikan bahwa tidak ada seorangpun yang terlibat akan tertinggal (no one is left behind). Langkah keempat menciptakan lingkungan yang mendukung peningkatan derajad kesehatan dan kesejahteraan bagi semua. Selain itu, juga meningkatkan investasi dan tindakan di berbagai sektor di luar kesehatan dan memaksimalkan manfaat pencapaian target di seluruh sektor SDG.

.

Langkah kelima adalah pemrograman inovatif dalam sistem kesehatan yang rapuh, rentan, dan mudah terganggu, sekalian untuk merespons wabah penyakit, termasuk pandemi COVID-19. Memastikan bahwa layanan kesehatan dan kemanusiaan tersedia di semua tempat, termasuk pada medan yang sulit serta mampu merespons munculnya wabah penyakit secara efektif, karena memerlukan koordinasi multisektoral, perencanaan rinci dan pembiayaan jangka panjang. Langkah keenam adalah penelitian, pengembangan, inovasi dan perbaikan akses. Penelitian dan inovasi sangat penting untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi produk dan layanan kesehatan. Sementara itu, akses yang berkelanjutan dan adil memastikan ketersediaan intervensi perawatan kesehatan yang lebih baik, bagi mereka yang paling membutuhkannya.

.

Langkah ketuju, adalah perbaikan data dan kesehatan digital. Data yang rinci, berkualitas dan komprehensif adalah kunci untuk memahami secara benar kebutuhan bidang kesehatan, merancang program dan kebijakan, memandu keputusan investasi, serta mengukur kemajuan. Teknologi digital dapat mengubah cara pengumpulan dan penyimpanan data kesehatan, sehingga dapat digunakan serta berkontribusi pada kebijakan kesehatan yang lebih adil.

.

Setiap negara itu unik, dan setiap negara dapat berfokus pada area yang berbeda, atau mengembangkan cara mereka sendiri dalam mengukur pencapaian UHC. Di Indonesia UHC diwujudkan melalui program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional). Apakah kita telah ikut mewujudkan?

 

Sekian

Yogyakarta, 24 Desember 2020

*) Dokter spesialis anak RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161

Categories
Healthy Life

2020 ‘WASTING’ PADA ANAK

Wasting Pada Anak, Apa Saja Penyebab dan Bagaimana Mengatasinya? | Kabar  Tangsel

WASTING  PADA  ANAK

fx. wikan indarto*)

Pada 2015 segenap pemimpin dunia berkomitmen untuk memberantas  kekurangan gizi pada 2030 sebagai bagian dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Untuk mencapai hal ini, SDGs memasukkan target Majelis Kesehatan Dunia ke-65 dalam mengurangi proporsi anak dengan kekurangan gizi akut atau kurus (wasting) menjadi <5% pada tahun 2025 dan <3% pada tahun 2030. Namun, sejak target tersebut diadopsi, proporsi anak dengan wasting di banyak bagian dunia tetap tidak berubah. Apa yang membahayakan?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2019/07/26/2019-kelaparan-masih-ada/

.

Saat ini, diperkirakan 7,3% (50 juta) dari semua anak balita menderita wasting. Tiga perempat dari anak ini tinggal di lingkungan berpenghasilan rendah, sedangkan sisanya terkena dampak krisis kemanusiaan,termasuk resesi karena pandemi COVID-19. Wasting mempengaruhi anak di hampir setiap benua, dengan jumlah terbesar tinggal di Asia Selatan dan Tenggara.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2018/08/08/2018-nutrisi-bayi-pengungsi/

.

Kemajuan dalam mengurangi separoh jumlah anak yang mengalami wasting atau terhambat pertumbuhannya, dan dalam mengurangi jumlah bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah, terbukti terlalu lambat, sehingga membuat target nutrisi SDG 2 menjauh dari jangkauan. Pada saat yang sama, justru terjadi tambahan tantangan, karena kelebihan berat badan dan obesitas terus meningkat di semua wilayah, terutama pada anak usia sekolah dan orang dewasa muda. Selain itu, peluang mengalami rawan pangan lebih tinggi terjadi pada wanita daripada pria di setiap benua, dengan kesenjangan terbesar di Amerika Latin. Tindakan untuk mengatasi tren yang meresahkan ini harus lebih berani, tidak hanya dalam skala, tetapi juga dalam hal kolaborasi multisektoral. Hal ini melibatkan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), Dana Internasional untuk Pengembangan Pertanian (IFAD), Dana Anak PBB (UNICEF), Program Pangan Dunia (WFP) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2018/06/04/2018-campak-dan-gizi-buruk/

.

Kelaparan yang meningkat terjadi di banyak negara, terutama di mana pertumbuhan ekonomi tertinggal dan terdampak resesi karena pandemi COVID-19, yaitu di negara berpenghasilan menengah dan negara yang sangat bergantung pada perdagangan komoditas primer internasional. Laporan tahunan PBB 2019 juga menemukan bahwa ketimpangan pendapatan juga meningkat di banyak negara di mana kejadian kelaparan meningkat, menjadikannya semakin sulit bagi orang miskin, rentan atau terpinggirkan, untuk mengatasi perlambatan dan penurunan pertumbuhan ekonomi di negara tersebut.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2019/07/26/2019-kelaparan-masih-ada/

.

Untuk itu, semua negera seharusnya mendorong program transformasi struktural yang berpihak pada kaum miskin dan inklusif. Selain itu, juga berfokus pada orang dan komunitas khusus, agar menjadi pusat kegiatan dalam mengurangi kerentanan ekonomi, sehingga banyak negara akan mampu berada pada jalur untuk mengakhiri kelaparan, kerawanan pangan, dan segala bentuk kekurangan gizi.

Covid-19 Tingkatkan Anak-Anak Alami Masalah Gizi | Republika Online

Situasi kelaparan yang paling mengkhawatirkan terjadi di Afrika, karena wilayah ini memiliki tingkat kelaparan tertinggi di dunia. Selain itu, juga terus meningkat secara perlahan namun pasti, di hampir semua sub-wilayah. Di Afrika Timur khususnya, hampir sepertiga dari populasi (30,8 persen) kekurangan gizi. Selain perubahan iklim dan konflik bersenjata, ternyata perlambatan dan penurunan pertumbuhan ekonomi mendorong peningkatan kelaparan. Sejak tahun 2011, hampir setengah negara di mana kelaparan meningkat, terjadi karena perlambatan pertumbuhan ekonomi atau stagnasi di Afrika.

.

Namun demikian, jumlah terbesar orang kurang gizi (lebih dari 500 juta) justru tinggal di Asia, sebagian besar di Asia selatan. Secara bersama-sama, Afrika dan Asia menanggung bagian terbesar dari semua bentuk malnutrisi, terhitung lebih dari sembilan dari sepuluh anak pendek, kekurangan gizi kronis atau stunting, dan lebih dari sembilan dari sepuluh anak kurus atau wasting di seluruh dunia. Di Asia selatan dan Afrika sub-Sahara, satu dari tiga anak adalah pendek. Selain tantangan stunting dan wasting, wilayah Asia dan Afrika juga merupakan rumah bagi hampir tiga perempat dari semua anak yang kelebihan berat badan di seluruh dunia, sebagian besar didorong oleh peningkatan konsumsi makanan yang tidak sehat.

.

Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam, Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) Arifin Rudiyanto, pada 10 April 2019 menyatakan bahwa tahun 2018 lalu, konsumsi makanan per kapita di Indonesia meningkat sekitar 5 persen, dan bahkan konsumsi kalori pada masyarakat berpendapatan rendah meningkat sekitar 8 persen. Dalam kondisi ini, tingkat stunting untuk anak balita di Indonesia turun 7 persen dibanding kondisi tahun 2013, menjadi 30,8 persen tahun 2018. Prevalensi kekurangan berat badan (wasting) pada anak balita juga turun 2 persen, menjadi 10 persen selama periode yang sama. Indonesia berada dalam kondisi transisi ekonomi, dengan pertumbuhan pendapatan lebih dari 5 persen per tahun, dan permintaan akan makanan tumbuh lebih dari empat persen. Perubahan ini tidak bisa dihindari, karena adanya pertumbuhan ekonomi yang cukup cepat, urbanisasi, dan perubahan gaya hidup.

.

Laporan Keamanan Pangan PBB tahun 2017 yang lalu mengidentifikasi tiga faktor di balik meningkatnya kelaparan, yaitu konflik bersenjata, perubahan iklim, dan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Sampai tahun 2020 ini, ketiganya tetap berpengaruh dalam ketahanan pangan, nutrisi global, dan meningkatnya wasting pada anak, sehingga ketiganya harus kita cegah terjadi di Indonesia, terutama dampak resesi terkait pandemi COVID-19.

Sudahkah kita bertindak?

Sekian

Yogyakarta, 8 Desember 2020

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, dan Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161

Categories
COVID-19 Healthy Life

2020 Spekulan COVID-19

Mengapa Spekulan Disebut sebagai Penjudi? - EKI Tuntas

SPEKULAN  COVID-19

Fx. wikan indrarto*)

Pandemi COVID-19 melahirkan berbagai ironi. Selain menimbulkan banyak korban sakit, terisolasi dan meninggal, juga memaksa segenap warga global memulai kebiasaan baru. Namun demikian, juga ada beberapa pihak yang mampu berinovasi dan meraup keuntungan finansial secara legal, meskipun penuh spekulasi. Apa yang menarik?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/12/02/2020-obat-covid-19/

.

Spekulan pada umumnya terkait tanah, yaitu membeli sebidang wilayah yang akan menjadi lahan sebuah proyek pembangunan berskala besar yang memerlukan pembebasan banyak tanah. Spekulan yang terinformasi baik akan perencanaan proyek pembangunan tersebut, akan mendapat keuntungan finansial terbesar dibandingkan dengan pihak manaupun, dari selisih harga tanah. Pada saat pandemi COVID-19 ini, spekulan yang inovatif dan terinformasi secara baik akan proyek pengadaan barang, jasa, obat, dan alat kesehatan dalam jumlah besar, juga akan mendapatkan keuntungan finansial yang tidak kalah besar.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/10/19/2020-covid-19-dan-anak/

.

Sesuai perjalanan alamiah penyakit, maka proyek pengadaan barang dan jasa untuk COVID-19 terkait dengan tahap promotif, preventif, diagnostik, kuratif dan rehabilitatif. Spekulan yang telah berhasil meraup keuntungan finansial sangat besar, adalah inovator pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam tahap diagnostik. Diagnosis COVID-19 terdiri dari uji skrining dan uji definitif. Uji skrining meliputi rapid tes antibodi, antigen impor dan partikel nano. Sedangkan uji definitif COVID-19 adalah usap tenggorok atau swab Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT PCR).  

.

Hari Ini Operasi Gabungan Covid-19 di Puncak: Tes Swab dan.. - Metro  Tempo.co

Pada Juli 2020, Kementerian Kesehatan telah menetapkan biaya maksimal untuk rapid test antibodi adalah Rp 150 ribu, tarif tertinggi pemeriksaan Rapid Test Antigen-Swab impor sebesar Rp. 250 ribu untuk Pulau Jawa dan Rp 275 ribu untuk di luar Pulau Jawa. Ketetapan ini tertuang dalam Surat Edaran No HK.02.02/I/4611/2020 yang dikeluarkan per tanggal 18 Desember 2020. Selain itu, Kemenkes juga menetapkan harga tertinggi untuk RT PCR sebesar Rp 900 ribu.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/10/03/2020-infodemik-covid-19/

.

Keuntungan finansial spekulan COVID-19 dalam tahap diagnostik dapat dipangkas, sejak Kementrian Kesehatan RI pada Juli 2020 menentukan batas atas harga layanan uji skrining COVID-19 oleh fasilitas kesehatan, baik RS ataupun laboratorum klinik di manapun. Sebelum negara hadir dengan menentukan batas atas harga layanan uji skrining, baik rapid test antibodi, antigen maupun partikel nano, harga layanan diserahkan kepada mekanisme pasar. Semakin banyak konsumen yang memerlukan dan semakin sedikit fasilitas kesehatan yang mampu memberikan layanan, tentu saja harga layanan akan semakin mahal. Di situlah keuntungan finansial spekulan, termasuk oleh beberapa laboratoirum klinik yang baru dibentuk pada saat pandemi COVID-19 ini, yang meskipun legal tetapi sebenarnya kurang etis, dapat diperoleh.

.

Berita Magelang - Hasil Tes Swab PDP Tiga Orang Negatif

Kehadiran negara yang lebih dini, seperti penegasan Presiden Joko Widodo bahwa biaya vaksinasi COVID-19 ditanggung oleh negara, adalah langkah cepat yang bijak untuk memotong spekulasi inovatif, yang menguntungkan sebagian kecil pihak tertentu. Spekulan dalam layanan uji skrining tentu perlu diatur, karena persyaratan bebas COVID-19 untuk dapat melakukan perjalanan menggunaakan angkutan umum, mengikuti kegiatan resmi pembelajaran tatap muka atau peribadatan dan lain-lainnya, adalah lahan basah untuk mendapatkan keuntungan finansial.

.

Satu unit GeNose C19 dijual dengan harga Rp 62 juta. Alat ini merupakan inovasi dari UGM Yogyakarta yang telah terbukti memiliki tingkat sensitivitas 90 persen dan spesifisitas hingga 96 persen, untuk uji skrining COVID-19. Dengan alat GeNose, uji skrining COVID-19 dengan hembusan nafas sebanyak 12 ribu orang per hari, dengan biaya tes yang relatif terjangkau hanya Rp. 25 Ribu. Sementara itu, CePAD buatan UNPAD Bandung mampu mendeteksi keberadaan antigen virus dari sampel swab, sehingga lebih murah dibandingkan swab antigen impor dan bermanfaat untuk mengurangi potensi penyebaran penyakit.

.

Spekulan tentu tidak terlalu tertarik terjun dalam layanan uji skrining menggunakan alat GeNose dan CePAD, karena keuntungan finansialnya relatif rendah. Namun demikian, celah spekulan tentu saja dapat masuk dari sisi pengadaan, distribusi dan perawatan alat GeNose ataupun CePAD, yang harus diantisipasi dengan cermat dalam regulasi pemerintah. Selain itu, pemerintah seharusnya menetapkan bahwa ketentuan persyaratan bebas COVID-19 tidak lagi menggunakan pemeriksaan uji skrining rapid tes antigen impor, apalagi rapid tes antibodi. Pemerintah sebaiknya secara bertahap menentukan regulasi bebas COVID-19 berdasarkan pemeriksaan menggunakan alat GeNose dan atau CePAD.

.

Incaran spekulan dalam tahap preventif dan diagnostik COVID-19 relatif telah dapat dikendalikan oleh kehadiran negara. Meskipun spekulan dalam tahap promotif, kuratif dan rehabilitatif mungkin tidak banyak, tetapi regulasi yang membatasi potensi spekulan tetap harus disiapkan secara proaktif, bukan lagi reaktif. Termasuk dalam pembuatan protokol pengobatan COVID-19 di seluruh Indonesia, yang sebaiknya berdasarkan penelitian terbaru, misalnya berdasarkan ‘Drug treatments for covid-19: living systematic review and network meta-analysis version’ yang dapat diakses pada link : https://www.who.int/publications/i/item/therapeutics-and-covid-19-living-guideline, yang diterbitkan pada 20 November 2020. Dengan demikian menggunakan obat dexamethason yang berharga sangat murah, dan menghindari penggunaan obat azitromisin, hydroxychloroquine, interferon beta, dan tocilizumab, yang memicu terjadinya spekulan importir obat berharga sangat mahal, tetapi bukti manfaatnya kecil.

.

Pandemi COVID-19 menyadarkan kita semua bahwa layanan dalam aspek preventif dan diagnostik perlu dicermati, karena akan memunculkan spekulan. Negara harus hadir, bertindak, dan mengatur, agar kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi, namun bebas dari pengaruh para spekulan.

Apakah kita sudah bijak?

Sekian

Yogyakarta, 30 Desember 2020

*) dokter spesialis anak di RS Panti Rapih dan lektor FK UKDW, Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA 081227280161

Categories
COVID-19 Healthy Life

2021 Langkah Sehat

Cara Sehat dan Hemat dengan Donor Darah | Asuransi Kesehatan dan Jiwa Cigna  Indonesia

LANGKAH  SEHAT  2021

fx. wikan indrarto*)

Dimuat di harian nasional Kompas Rabu, 6 Januari 2021, halaman 7.


https://kompas.id/baca/opini/2021/01/06/langkah-sehat-2021/

2020 adalah tahun yang menghancurkan bagi kemajuan kesehatan global. Sebuah virus ganas, yaitu COVID-19 menyebar ke seluruh dunia, dengan cepat muncul sebagai salah satu pembunuh utama. Saat ini, layanan kesehatan di semua wilayah sedang berjuang untuk mengatasi COVID-19, dan memberikan layanan medis bagi banyak orang. Apa yang harus dilakukan di sepanjang tahun 2021?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/06/06/2020-langkah-sehat-paska-pandemi-covid-19/

.

Pada tahun 2021 semua negara di seluruh dunia masih harus terus memerangi COVID-19, memperkuat kesiapsiagaan menghadapi pandemi, dan keadaan darurat lainnya. Berikut adalah 10 langkah global yang harus dilakukan untuk mempertahankan derajad kesehatan warga dunia. Pertama, membangun solidaritas global untuk keamanan kesehatan (health security). Semua pihak harus bekerjasama untuk meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi pandemi dan keadaan darurat kesehatan. Di atas segalanya, pandemi ini telah menunjukkan kepada kita berulang kali, bahwa tidak ada seorangpun yang aman sampai semua orang aman (no one is safe until everyone is safe). Salah satu hal penting adalah mendirikan Bio Bank, yaitu sebuah sistem global dalam berbagi bahan patogen dan sampel klinis, untuk memfasilitasi penelitian dan pengembangan vaksin dan obat yang aman dan efektif.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/12/08/2020-kematian-anak-karena-covid-19/

.

Kedua, mempercepat akses untuk tes, obat dan vaksin COVID-19. Target pada 2021 antara lain pendistribusian 2 miliar dosis vaksin, layanan medis untuk 245 juta pasien rawat inap, tes skrining untuk 500 juta orang di negara berpenghasilan rendah dan menengah, serta memperkuat sistem kesehatan yang dibutuhkan untuk mendukung mereka. Ketiga, meningkatkan kesehatan untuk semua (health for all). Salah satu pelajaran paling jelas dari pandemi COVID-19 adalah konsekuensi buruk kalau mengabaikan sistem layanan kesehatan. Pada tahun 2021, setiap negara wajib memperkuat sistem, sehingga selian dapat menanggapi ganasanya COVID-19, masih tetap mampu memberikan semua layanan kesehatan penting yang diperlukan, untuk menjaga kesehatan warga masyarakat dari segala usia, berlokasi dekat dengan rumah dan tanpa risiko finansial yang menyebabkan jatuh miskin.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/07/23/2020-vaksinasi-saat-pandemi-covid-19/

.

Keempat, mengatasi kesenjangan kesehatan (health inequities). Pada tahun 2021, semua warga global wajib membangun komitmen internasional untuk memajukan cakupan kesehatan semesta atau UHC dan menangani faktor penentu derajad kesehatan yang lebih luas. Diperlukan program untuk mengatasi ketidaksetaraan layanan kesehatan karena pengaruh tingkat pendapatan, jenis kelamin, etnis, tinggal di daerah pedesaan terpencil atau daerah perkotaan yang tertinggal, tingkat pendidikan, kondisi pekerjaan, dan bahkan disabilitas. Kelima, memprioritaskan sains dan data. WHO akan memantau dan mengevaluasi perkembangan sains dan bukti ilmiah terbaru seputar COVID-19. Dengan demikian akan terwujud  rekomendasi untuk tenaga medis yang berbasis bukti terbaik, dalam meningkatkan derajad kesehatan masyarakat. Rekomendasi tersebut mencakup berbagai masalah medis secara lengkap dari A sampai Z, yaitu mulai dari Alzheimer hingga Zika. 

.

Cara Mencegah Virus Corona Versi Situs WHO

Keenam, revitalisasi upaya penanggulangan penyakit menular dan mengakhiri wabah polio, HIV, tuberkulosis dan malaria, serta mencegah epidemi penyakit seperti campak dan demam kuning. Namun demikian, pandemi COVID-19 telah menghentikan sebagian besar upaya besar ini pada awal tahun 2020. Untuk itu, pada tahun 2021 diperlukan bantuan untuk beberapa negara dalam mendapatkan vaksin polio dan penyakit lainnya, kepada orang yang belum dvaksin (missed out) selama pandemi COVID-19 ini. Program vaksinasi baru adalah upaya meningkatkan akses ke vaksin HPV sebagai bagian dari upaya global baru, untuk mengakhiri kanker serviks yang diluncurkan pada tahun 2020. Pada tahap menengah akan ditingkatkan upaya untuk memberantas AIDS, tuberkulosis, malaria, dan hepatitis pada tahun 2030.

.

Ketujuh, memerangi resistensi obat. Upaya global untuk mengakhiri penyakit menular hanya akan berhasil jika kita memiliki obat yang efektif untuk mematikan kuman penyebab. Kolaborasi dalam ‘One Health’ antara WHO, FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian) dan OIE (Organisasi Dunia untuk Kesehatan Hewan) dengan semua sektor, untuk melestarikan obat antimikroba dan memastikan bahwa resistensi antimikroba diperhitungkan dalam penguatan sistem kesehatan nasional di negara manapun. Kedelapan, mencegah dan mengobati penyakit tidak menular atau Non Communicable Diseases (NCD) yang bertanggung jawab atas 7 dari 10 penyebab kematian teratas pada tahun 2019 dan sangat rentan terhadap COVID-19. Program skrining dan pengobatan NCD, terutama untuk kanker, diabetes dan penyakit jantung, pada tahun 2021 seharusnya dapat diakses oleh semua orang saat mereka membutuhkannya, disertai kampanye untuk membantu 100 juta orang berhenti merokok. 

.

Kesembilan, membangun kembali dunia dengan lebih baik, lebih hijau, dan lebih sehat. Manifesto Pemulihan Sehat (Healthy Recovery from COVID-19) dengan tujuan untuk mengatasi perubahan iklim, mengurangi polusi, dan meningkatkan kualitas udara, dapat memainkan peran utama dalam mewujudkan hal ini. Kesepuluh, bertindak dalam solidaritas. Salah satu prinsip utama selama perang melawan COVID-19 adalah perlunya solidaritas yang lebih besar, baik antar negara, lembaga, komunitas, maupun antar individu, untuk menutup celah (the cracks) pertahanan kita, tempat virus masuk dan berkembang. Pada tahun 2021 kita wajib memprioritaskan dan membangun kapasitas nasional melalui inisiatif baru, misalnya melibatkan kelompok pemuda, memperkuat dan memperluas kemitraan dengan masyarakat sipil dan sektor swasta, termasuk melalui kolaborasi ilmiah baru antar cabang ilmu, selain kedokteran dan kesehatan.

.

Sudahkah kita bijak memilih langkah yang sehat, cepat dan tepat di tahun 2021?

Sekian

Yogyakarta, 2 Januari 2021

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161