Categories
anak COVID-19 dokter Healthy Life resisten obat tuberkulosis

2024 Hari TB Dunia

HARI  TUBERKULOSIS  DUNIA 2024

fx. wikan indrarto

Tema Hari Tuberkulosis (TBC atau TB) Sedunia 2024 : ‘Yes! Kita bisa mengakhiri TBC!’. Kampanye ini menyampaikan harapan agar kita kembali ke jalur yang benar untuk membalikkan keadaan terpuruk, dalam melawan epidemi TB. Diperlukan 3 hal pokok, yaitu kepemimpinan dengan komitmen tinggi, peningkatan investasi, dan penerapan rekomendasi WHO yang baru dengan lebih cepat. Bagaimana melakukannya?

.

Hari TB Dunia diadakan setiap tanggal 24 Maret untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak buruk TB dalam bidang kesehatan, sosial dan ekonomi, juga untuk meningkatkan upaya mengakhiri epidemi TB global. Pada 24 Maret 1882 Dr. Robert Koch menemukan penyebab penyakit TB, yaitu bakteri Mycobacterium tuberculosis. Pada saat Dr. Koch mengumumkan penemuannya di Berlin, waktu itu TB mewabah di seluruh Eropa dan Amerika, bahkan menyebabkan kematian 1 dari setiap 7 orang penderitanya. Kemajuan yang telah kita dapatkan, 75 juta nyawa telah terselamatkan sejak tahun 2000 melalui upaya global untuk mengakhiri TB. Namun demikian, masih ada 10,6 juta orang terserang TB dan 1,3 juta orang meninggal karena TB pada tahun 2022 yang lalu.

.

Menyusul komitmen yang dibuat oleh para Kepala Negara pada pertemuan Tingkat Tinggi PBB pada tahun 2023 untuk mempercepat kemajuan dalam mengakhiri TB, fokus tahun 2024 ini beralih untuk mewujudkan komitmen tersebut menjadi tindakan nyata. Juga untuk membantu banyak negara dalam meningkatkan akses terhadap pengobatan pencegahan TB, WHO merekomendasikan untuk meningkatkan penerapan pengobatan pencegahan TB secepatnya. Selain itu, investasi sumber daya, dukungan, perawatan dan informasi yang berkelanjutan sangat penting untuk memastikan akses universal terhadap perawatan TB dan penelitian medis untuk mencapai Cakupan Kesehatan Semesta atau Universal Health Coverage (UHC).

.

Penerapan rekomendasi WHO yang baru dengan lebih cepat seharusnya dilakukan. Target jangak pendek rekomendasi tersebut adalah tersedianya lebih banyak investasi untuk pengobatan pencegahan TB, pemberian rejimen pengobatan TB yang lebih pendek, tes molekuler cepat untuk diagnostik infeksi TBC, dan inovasi alat medis digital.

.

Pemberian Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT) bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi TB pada individu yang terpapar dan untuk menghentikan perkembangan dari infeksi TB ke arah TB aktif (sakit TB). Sasaran prioritas pemberian TPT sesuai rekomendasi WHO adalah populasi anak dan remaja yang berisiko tinggi menderita TB, yaitu anak dan remaja dengan HIV/AIDS, kontak serumah dengan pasien TB paru yang terkonfirmasi bakteriologis, pasien imunokompromais selain HIV (misalnya kanker, dialisis, mendapat kortikosteroid jangka panjang, persiapan transplantasi organ) dan bersekolah atau tinggal di asrama, di lapas dan rumah singgah, tempat penitipan anak (daycare), pengguna narkoba, dll.

Syarat pemberian TPT TB adalah tidak sakit TB, tidak ada kontraindikasi TPT, misalnya hepatitis akut atau kronis, neuropati perifer (jika menggunakan isoniazid), konsumsi alkohol biasa atau berat, dan terdapat bukti infeksi TB baik secara in vivo (uji kulit tuberkulin) ataupun in vitro (Interferon Gama Release Essay = IGRA). Rejimen obat untuk TPT TB tersedia lebih banyak pilihan, misalnya 6H (Isoniazid selama 6 bulan), 3RH (Rifampisin & Isoniazid selama 3 bulan), 3HP (Rifapentin & Isoniazid selama 3 bulan untuk usia >2 tahun), 4R (Rifampisin selama 4 bulan),  dan 1HP (Isoniazid & Rifapentin selama 1 bulan untuk usia >2 tahun). 

.

Untuk menegakkan diagosis TB, sebelum ini dilakukan dengan pemeriksaan bakteriologis dari spesimen dahak pasien. Belajar dari PCR COVID-19 saat pandemi, sekarang pemeriksaan tes cepat molekuler (TCM) justru diprioritaskan, antara lain pemeriksaan Nucleic Acid Amplification Test/NAAT (misalnya Xpert MTB/RIF) dan Line Probe Assay/LPA (misalnya Hain GenoType). Pemeriksaan TCM mempunyai nilai diagnostik yang lebih baik daripada pemeriksaan mikroskopis dahak, tetapi masih di bawah uji biakan. Saat ini TCM direkomendasikan sebagai alat diagnosis utama untuk penegakan diagnosis TB (terkonfirmasi bakteriologis). Namun demikian, hasil negatif TCM tidak menyingkirkan diagnosis TB pada anak dan remaja.

.

Pemberian rejimen pengobatan TB sesuai rekomendasi WHO harus semakin digencarkan. Paduan pemberian Obat Anti TB (OAT) pada anak dan remaja jenis rejimen pertama adalah 2RHZ 4RH (2 bulan Rifampisin, Isoniazid dan pirazinamid dilanjutkan 4 bulan Rifampisin dan Isoniazid) untuk TB paru tidak terkonfirmasi bakteriologis, TB kelenjar intratoraks tanpa obstruksi saluran respiratori dan TB kelenjar. Rejimen kedua adalah 2RHZE 4RH (2 bulan Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid dan Ethambutol dilanjutkan 4 bulan Rifampisin dan Isoniazid) untuk kasus TB paru pada remaja usia ≥15 tahun tanpa memandang klasifikasi dan tingkat keparahan.  Dalam hal ini untuk kasus TB paru terkonfirmasi bakteriologis, TB paru kerusakan luas, TB paru dengan HIV, TB ekstra paru, kecuali TB milier, meningitis TB, dan TB tulang. Rejimen ketiga adalah 2RHZE 10 RH (2 bulan Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid dan Ethambutol dilanjutkan 10 bulan Rifampisin dan Isoniazid) untuk kasus TB paling berat, yaitu meningitis TB, TB tulang, dan TB paru milier. 

.

Momentum Hari Tuberkulosis (TB) Dunia Minggu, 24 Maret 2024 mengingatkan kita semua agar berinvestasi untuk mengakhiri TB dan menyelamatkan lebih banyak pasien. Selain itu, kita semua wajib menerapkan rekomendasi WHO yang baru dengan lebih cepat, baik dalam aspek diagnosis dengan TCM, terapi pencegahan (TPT) TB laten dan pengobatan TB sampai tuntas, untuk mengakhiri epidemi TB global.

Sudahkah kita bijak?

Sekian

Yogyakarta, 23 Maret 2024

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Alumnus S3 UGM.

Categories
anak COVID-19 Healthy Life Jalan-jalan resisten obat UHC

2023 Pedoman Baru Melawan COVID-19

Universitas Nasional - Universitas Nasional

PEDOMAN  BARU  MELAWAN COVID-19

fx. wikan indrarto*)

Pada hari Jumat, 13 Januari 2023 WHO telah memperbarui pedoman melawan COVID-19. Dalam hal ini menyangkut tentang pemakaian masker di komunitas, perawatan COVID-19, dan manajemen klinis. Apa yang menarik?

.

Pedoman baru ini adalah bagian dari proses berkelanjutan dalam evaluasi rutin pedoman global dan bekerja sama pakar internasional independen. Pedoman disusun dengan mempertimbangkan bukti penelitian terbaru yang tersedia dan data epidemiologi yang terus saja berubah.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2022/01/28/2022-obat-baru-untuk-covid-19/.

Pertama, masker terus menjadi alat utama melawan COVID-19

WHO terus merekomendasikan penggunaan masker, terlepas dari situasi dan data epidemiologi lokal, mengingat penyebaran COVID-19 saat ini masih berlangsung secara global. Masker sangat direkomendasikan pada seseorang setelah terpapar COVID-19, dicurigai menderita COVID-19, dan berisiko tinggi terkena COVID-19 parah. Selain itu, masker juga sebaiknya digunakan untuk siapapun di dalam ruangan yang padat, tertutup, atau berventilasi buruk.

WHO juga menyarankan bahwa otoritas lokal, regional dan nasional terus melakukan penilaian risiko secara berkesinambungan. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan termasuk tren epidemiologi lokal atau peningkatan tingkat rawat inap, tingkat cakupan vaksinasi COVID-19 dan kekebalan di masyarakat, dan situasi di mana orang berada.

.

6 Langkah Mudah Melawan Covid-19 | Portal News
gunakan masker dengan benar

.

Kedua, pengurangan jangka waktu isolasi untuk pasien COVID-19

WHO menyarankan bahwa pasien COVID-19 dapat keluar dari ruang isolasi lebih awal, jika mereka dites sudah negatif menggunakan tes cepat berbasis antigen, bukan lagi PCR. Namun demikian, tanpa tes antigen, untuk pasien dengan gejala klinis isolasi cukup selama 10 hari sejak tanggal timbulnya gejala. Pedoman sebelumnya adalah pasien dapat dipulangkan 10 hari setelah timbulnya gejala, ditambah setidaknya tiga hari tambahan, sejak gejala klinisnya hilang.

Bagi orang yang dites positif COVID-19 tetapi tidak memiliki tanda atau gejala apa pun, WHO sekarang menyarankan cukup 5 hari isolasi, dibandingkan 10 hari pada pedoman sebelumnya. Isolasi untuk orang dengan COVID-19 adalah langkah penting dalam mencegah orang lain terinfeksi. Ini dapat dilakukan di rumah atau di fasilitas khusus, seperti rumah sakit, klinik atau shelter. Bukti menunjukkan bahwa orang tanpa gejala jauh lebih kecil kemungkinannya untuk menularkan virus dibandingkan mereka yang memiliki gejala. Meskipun kepastiannya sangat rendah, bukti juga menunjukkan bahwa orang dengan gejala yang dipulangkan pada hari ke 5 setelah timbulnya gejala, berisiko menularkan orang tiga kali lebih banyak daripada mereka yang dipulangkan pada hari ke 10.

.

TETAP SEMANGAT UNTUK SEMUA YANG SEDANG BERJUANG MELAWAN COVID-19 – Dinas  Kesehatan Kabupaten Karangasem
isolasi diri secara benar

.

Ketiga, pengobatan COVID-19. WHO telah memperluas rekomendasi kuatnya untuk penggunaan nirmatrelvir-ritonavir (Paxlovid). Ibu hamil atau menyusui dengan COVID-19 yang tidak parah harus berkonsultasi dengan dokter, untuk menentukan apakah mereka harus menggunakan obat ini, karena ‘kemungkinan manfaatnya’ dan terjadinya efek samping obat yang telah dilaporkan.

Nirmatrelvir-ritonavir pertama kali direkomendasikan oleh WHO pada April 2022. WHO sangat merekomendasikan penggunaannya pada pasien COVID-19 ringan atau sedang yang berisiko tinggi untuk dirawat inap di rumah sakit. Pada Desember 2022, produsen obat generik nirmatrelvir-ritonavir untuk pertama kalinya telah diprakualifikasi oleh WHO.

WHO juga menganalisis bukti manfaat pada dua obat lain, sotrovimab dan casirivimab-imdevimab. Pedoman baru terus mempertahankan rekomendasi kuat untuk penggunaannya dalam mengobati COVID-19. Obat-obatan antibodi monoklonal ini terbukti mampu mengurangi aktivitas varian virus COVID-19 yang beredar global saat ini. Obat baricitinib dan sotrovimab dalam rekomendasi kali ini, yang merupakan pembaruan kedelapan pedoman WHO tentang terapi COVID-19, didasarkan pada bukti dari tujuh uji klinis yang melibatkan lebih dari 4.000 pasien dengan COVID-19 derajat yang tidak parah, parah, dan kritis.

.

Indonesia.go.id - Melawan Covid-19

Saat itu ada beberapa pilihan pengobatan yang terbukti baik untuk pasien COVID-19. Terdapat tiga jenis pengobatan untuk mencegah rawat inap pada orang berisiko tinggi dan tiga di antaranya terbukti mampu menyelamatkan nyawa pada pasien dengan penyakit parah atau kritis. Obat lain adalah baricitinib, sangat direkomendasikan untuk pasien COVID-19 derajat parah atau kritis. Obat dalam kelas inhibitor Janus Kinase (JAK) ini mampu menekan stimulasi berlebihan dari sistem kekebalan tubuh. WHO merekomendasikan agar diberikan dengan kortikosteroid. Baricitinib adalah obat oral atau ditelan, yang selama ini telah digunakan untuk pengobatan radang sendi atau rheumatoid arthritis. Baricitinib ini mirip dengan obat radang sendi lain dalam kelas penghambat reseptor Interleukin-6, yang sebelumnya telah direkomendasikan oleh WHO pada Juli 2021.

Panduan penggunaan masker dan pengurangan masa isolasi pasien COVID-19 tentu tidak sulit kita lakukan. Sebaliknya untuk pengobatan terbaru COVID-19 adalah hal yang subngguh sulit, karena kecuali kortikosteroid, akses ke obat anti COVID-19 lainnya tetap tidak memuaskan secara global. 

Sudahkah kita bertindak bijak dalam pengendalian dan pengobatan COVID-19?

Sekian

Yogyakarta, 16 Januari 2023

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Lektor FK UKDW, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161

Categories
anak antibiotika COVID-19 dokter Healthy Life resisten obat UHC vaksinasi

2023 Panduan Antibiotika

antibiotik | Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan

PANDUAN  ANTIBIOTIK

fx. wikan indrarto

Jumat, 9 Desember 2022 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menerbitkan buku panduan pemberian antibiotik yang berjudul WHO AWaRe (Access, Watch, Reserve). Apa yang menarik?

.

Resistensi antimikroba merupakan ancaman bagi kesehatan dan pembangunan global, dan berkontribusi terhadap jutaan kematian di seluruh dunia setiap tahun. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dan berlebihan, justru mendorong peningkatan resistensi antimikroba dan berdampak buruk pada efektivitas obat yang sangat penting ini. Buku antibiotik AWaRe telah diterbitkan oleh WHO di bawah lisensi Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 3.0 IGO yang dapat diakses secara bebas untuk penggunaan non-komersial.

.

Tautan The WHO AWaRe (Access, Watch, Reserve) antibiotic book adalah : https://www.who.int/publications/i/item/9789240062382

baca juga : https://www.who.int/publications/i/item/9789240062382

Resistensi antimikroba (AMR) adalah ancaman bagi kesehatan dan pembangunan global dan berkontribusi terhadap jutaan kematian di seluruh dunia setiap tahun. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dan berlebihan, mendorong peningkatan AMR dan berdampak buruk pada efektivitas obat-obatan penting ini. Buku antibiotik WHO AWaRe (Access, Watch, Reserve) memberikan panduan singkat berbasis bukti tentang pilihan antibiotik, dosis, rute pemberian, dan durasi pengobatan untuk lebih dari 30 infeksi klinis paling umum pada anak-anak dan orang dewasa di baik perawatan kesehatan primer dan pengaturan rumah sakit. Informasi yang dimuat dalam buku ini mendukung rekomendasi antibiotik yang tercantum dalam Daftar Model Obat Esensial dan Obat Esensial Anak WHO dan klasifikasi antibiotik WHO AWaRe.

.

Sekitar 90% dari semua obat antibiotik telah diresepkan untuk pasien di fasilitas kesehatan primer. Selain itu, diperkirakan sekitar separuh dari semua penggunaan antibiotik tersebut tidak tepat dalam beberapa hal, seperti tidak ada indikasi, pemberian antibiotik spektrum luas yang tidak perlu, dosis yang keliru, durasi pengobatan yang tidak tepat, dan cara pemberian atau formulasi antibiotik yang kurang pas.

.

Kementerian Kesehatan RI on Twitter: "#TahukahKamu jika Antibiotik adalah  obat untuk mematikan atau menghambat pertumbuhan bakteri penyebab infeksi.  Bukan mematikan virus atau jamur #BijakAntibiotik @gemacermat  https://t.co/69BUIfisms" / Twitter

Pada buka panduan WHO tersebut, obat antibiotika dibedakan menjadi 3 jenis. Pertama, antibiotik spektrum sempit pada umumnya berharha lebih murah, aspek keamanan yang lebih baik, profil dan potensi resistensi umumnya rendah. Obat ini sering direkomendasikan sebagai pilihan pengobatan pertama atau kedua secara empiris untuk penyakit infeksi umum. Kedua, antibiotik spektrum yang lebih luas, umumnya dengan harga yang lebih mahal, dan direkomendasikan hanya sebagai pilihan pertama untuk pasien dengan klinis yang lebih parah, atau untuk infeksi di mana patogen penyebab lebih mungkin menjadi resisten. Dan ketiga, antibiotik cadangan yang merupakan antibiotik pilihan terakhir, yang digunakan hanya untuk mengobati infeksi multidrug-resistant.

.

Sistem AWaRe pada buku tersebut dilakukan menggunakan pendekatan lampu lalu lintas. Obat antibiotika yang aman (access) digunakan berwarna hijau, perlu waspada (watch) berwarna oranye, dan cadangan (reserve) berwarna merah. Sistem ini memudahkan untuk digunakan dalam fasilitas Kesehatan terbatas, seperti klinik dan apotek atau sebagai bagian dari pusat pemantauan konsumsi antibiotik di RS. Semua negara, wilayah, dan RS didorong untuk menggunakan buku AWaRe sebagai dasar untuk mengembangkan indikator dan target kualitas mereka sendiri, dalam mengurangi tingkat peresepan antibiotik yang tidak tepat, meningkatkan keselamatan dan perawatan pasien, sekaligus mengurangi infeksi resisten dan pembengkakan biaya untuk pasien pribadi dan sistem penjaminan pembiayaan kesehatan. Target WHO setidaknya 60% dari total resep obat antibiotik pada tahun 2023 dikeluarkan sesuai panduan tersebut.

.

Sebagian besar pasien sehat dengan infeksi umum ringan sebenarnya dapat diobati tanpa menggunakan obat antibiotik, karena infeksi ini sering sembuh sendiri dan efek samping terkait obat potensial lebih besar daripada manfaat klinisnya. Risiko buruk penggunaan antibiotik saat tidak dibutuhkan harus selalu diperhatikan, seperti terjadinya efek samping, reaksi alergi, infeksi ikutan oleh bakteri Clostridioides difficile dan terjadinya bakteri resisten obat. Pasien yang diterapi hanya dengan obat simptomatis tanpa pemberian antibiotik, harus diberi informasi dengan jelas tentang tanda bahaya apa yang harus dipantau dan apa yang harus dilakukan jika hal itu terjadi.

.

Pada tahun 2006, WHO mengusulkan persentase pasien yang berkunjung ke fasilitas kesehatan primer yang menerima antibiotik harus kurang dari 30%. Namun demikian, saat ini rata-rata sekitar setengah dari pasien yang mengalami infeksi apa pun di fasilitas kesehatan primer masih menerima antibiotik, sehingga berkontribusi terhadap muncul dan penyebaran resistensi antimikroba (AMR). Oleh karena itu, penting bagi tenaga kesehatan profesional dan pasien untuk mempertimbangkan risiko penggunaan obat antibiotik, ketika tidak benar-benar diperlukan.

Mengenal Jenis Antibiotik, Ketahui Manfaat Serta Efek Sampingnya bagi  Kesehatan | merdeka.com

Pasien yang paling sering diresepkan obat antibiotik adalah untuk infeksi jalan pernapasan dan saluran kemih, merupakan contoh penyakit infeksi  yang umumnya berkembang menjadi resisten terhadap antibiotik yang digunakan. Pasien ini juga lebih mungkin menularkan sifat resisten bakteri ke orang lain. Pasien dengan infeksi yang disebabkan oleh bakteri resisten antibiotik lebih mungkin mengalami pemulihan klinis yang tertunda. Selanjutnya, pengobatan antibiotik akan mengubah mikrobiota normal, yaitu semua mikroorganisme yang hidup di dalam atau di tubuh manusia, dengan potensi konsekuensi jangka panjang dan peningkatan risiko infeksi oleh Clostridioides difficile, bakteri yang dapat menyebabkan diare parah.

.

Setiap pasien dianjurkan untuk mengingatkan dokter, tentang kewajiban dokter untuk mempertimbangkan D8 (Diagnose, Decide, Drug, Dose, Delivery, Duration, Discuss and Document) sebelum meresepkan obat antibiotika kepada pasiennya. Pertama diagnosis, apa diagnosis klinis dan apakah ada bukti adanya infeksi bakteri yang signifikan. Dokter diwajibkan untuk memutuskan dengan bijak apakah obat antibiotik benar-benar dibutuhkan pasien atau apakah dokter perlu melakukan pemeriksaan biakan atau tes lain sebelum antibiotika diberikan. Kedua drug atau obat, jenis obat antibiotik apa yang paling tepat untuk diresepkan dan kategori antibiotik sesuai panduan WHO apakah ‘Access’, ‘Watch’, atau ‘Reserve’? Adanya alergi obat, interaksi dengan obat lain atau kontraindikasi pemberian obat lainnya seharusnya ditentukan sejak awal.

.

Ketiga dosis, yaitu berapa dosis yang paling tepat dan diberikan berapa kali sehari, apakah diperlukan penyesuaian dosis obat, misalnya karena ada gangguan fungsi ginjal. Juga ditentukan cara pemberiannya, apakah dengan ditelan, disuntikkan atau dioleskan. Keempat durasi atau lama pemberian obat, yang harus dihitung dengan cermat sampai dengan dosis terakhir. Kelima diskusikan dengan pasien tentang diagnosis, kemungkinan durasi gejala, obat apa pun yang mungkin menyebabkan toksisitas dan apa yang harus dilakukan jika tidak pulih. Keenam dokumen tertulis yang berisi semua keputusan yang disepakati dan rencana pengelolaan medis selanjutnya.

.

Sebagian besar penyakit infeksi umum di fasilitas kesehatan primer sebenarnya dapat ditangani tanpa menggunakan obat antibiotik. Mengurangi penggunaan obat antibiotik yang tidak tepat adalah kunci untuk mengendalikan resistensi antibiotik sesuai panduan The WHO AWaRe (Access, Watch, Reserve). Seharusnya para pasien juga terlibat aktif dalam membuat keputusan dokter, untuk penggunaan obat antibiotika sesuai panduan.

Apakah kita sudah melakukannya?

Sekian

Yogyakarta, 18 Desember 2022

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Lektor FK UKDW, Alumnus S3 UGM.

Categories
anak COVID-19 dokter Healthy Life resisten obat sekolah vaksinasi

2022 Gagal Ginjal Akut pada Anak

GAGAL GINJAL AKUT PADA ANAK ORANG TUA JANGAN PANIK TAPI TETAP WASPADA  [Selasa Sehat] | Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat

GAGAL  GINJAL  AKUT  PADA  ANAK

fx. wikan indrarto*)

Kasus Gagal Ginjal Akut (GGA) banyak menyerang anak, terutama dalam kurun waktu 2 bulan terakhir ini. Rabu, 26 Oktober 2022 kasus GGA misterius pada anak telah mencapai 269 kasus, 73 anak masih menjalani perawatan di RS, 157 anak meninggal dunia, dan 39 anak telah sembuh. Apa yang perlu diketahui?

.

Saat ini orang tua diharapkan tetap waspada dan tidak panik, terutama ketika anak mengalami gejala yang mengarah pada GGA. Gejala klinis tahap awal yang umum adalah diare, muntah, demam akut selama 3 – 5 hari, batuk dan pilek. Selanjutnya gejala klinis tahap menengah yang berlangsung dua hingga enam hari, akan nampak lebih khas yaitu penurunan jumlah air seni yang semakin sedikit (oliguria). Ketika anak mulai mengalami gejala khas ini, anak sudah perlu diperiksakan ke dokter dengan tetap memastikan cairan tubuh anak terpenuhi. Pada tahap selanjutnya adalah gejala klinis menengah hingga berat dan lebih khas, yaitu perubahan warna air kemih anak yang menjadi kecoklatan atau pekat. Jika kondisi ini terjadi, atau bahkan anak tidak buang air kecil selama 6-8 jam di siang hari, segeralah membawa anak ke fasilitas kesehatan terdekat. Pada fase lanjut gejala  berat ini, anak sudah sangat membutuhkan perawatan medis sedini mungkin.

.

Penyebab utama kasus GGA pada anak sampai sekarang masih terus diteliti, dengan dugaan sementara adalah efek samping obat sirop yang diminum anak. Namun demikian, sejumlah pasien di Yogyakarta mengaku tak mengonsumsi obat yang telah dilarang beredar oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), yaitu yang memiliki kandungan zat kimia berbahaya Etilen Glikol (EG), Dietilen Glikol (DEG) dan Etilen Glikol Butil Eter (EGBE). Terdapat lima pasien yang memiliki riwayat mengonsumsi obat sirup, tetapi tidak masuk dalam daftar yang diumumkan BPOM. Delapan anak lainnya, bahkan mengonsumsi obat batuk pilek berbentuk tablet, bukan sirup.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/03/09/2020-hari-ginjal-sedunia/

BPOM sebelumnya telah merilis lima merek obat sirop dari tiga produsen berbeda yang memiliki kandungan bahan berbahaya EG, DEG, dan EGBE di atas ambang batas aman. Lima merek itu yakni Termorex Sirup pada batch yang awal diteliti dengan produk pada batch lainnya aman dari PT. Konimex, Florin DMP Sirup dari PT. Yarindo Farmatama, Unibebi Cough Syrup, Unibebi Demam Drop, dan Unibebi Demam Syrup dari Universal Pharmaceutical Industries. Menurut penelusuran BPOM, produsen obat melakukan perubahan komposisi dan penyuplai bahan baku obat. Selain perubahan tersebut tanpa izin, juga penyuplai bahan baku obat diganti pemasok bahan kimia yang bukan berstandar sertifikasi farmasi, bahkan mungkin terjadi sejak awal pandemi Covid-19. Soal dugaan adanya tindak pidana dalam kasus GGA ini, BPOM menyerahkannya kepada aparat kepolisian yang akan dinaikkan status kasus dari penyelidikan ke penyidikan, jika ditemukan barang bukti yang cukup.

.

Dugaan kuat GGA disebabkan oleh obat sirup semakin kuat, karena sejak obat sirup yang mengandung cemaran ditarik, jumlah kasus GGA yang masuk RS menurun lebih dari 95 persen. Pemerintah juga telah mendapatkan obat penawar bahan berbahaya penyebab GGA, yakni Fomepizol dari berbagai negara, yakni 30 obat dari Singapura, 16 obat dari Australia, dan 200 obat dari Jepang.

Beberapa langkah berikut perlu dilakukan orangtua untuk menjaga fungsi ginjal anak agar tetap sehat. Pertama adalah ajak anak rutin beraktivitas fisik secara teratur, karena dapat meningkatkan sirkulasi sel imunitas atau kekebalan. Tidak perlu berolahraga berat, cukup mengajak anak untuk bersepeda bersama, berenang atau sekedar bermain petak umpet di luar rumah, dan aktivitas fisik lain yang anak sukai, sehingga suasanya semakin menyenangkan. Kedua, memenuhi kebutuhan cairan tubuh anak, karena air sangat penting untuk mempertahankan fungsi ginjal. Cairan tubuh yang beredar lancar akan membantu membuang sisa metabolisme di dalam tubuh anak melalui air kemih. Pastikan anak terpenuhi kebutuhan cairannya, dengan minum berulang atau makanan berkuah seperti kaldu daging, sebagai cairan tambahan yang padat nutrisi.

.

Kasus Gagal Ginjal Akut Misterius pada Anak Meningkat, Kemenkes Imbau Orang  Tua Agar Waspada | Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat

Ketiga, batasi asupan gula, karena konsumsi gula berlebihan dapat meningkatkan risiko mengalami diabetes dan membebani fungsi ginjal anak. Oleh sebab itu, batasi anak mengkonsumsi minuman manis, seperti soda dan minuman kemasan, camilan manis, dan saus yang cenderung manis. Sebagai alternatif, dapat diberikan buah yang mengandung gula alami dan kaya nutrisi. Keempat, batasi asupan garam, karena kandungan garam tinggi dapat membuat tubuh anak menahan lebih banyak air, meningkatkan tekanan darah dan membebani ginjal. Cukup tambahkan sedikit garam pada masakan rumah dan hindari makanan atau camilan yang tinggi garam untuk anak. Kelima, pertahankan berat badan anak tetap ideal dengan mencegah penumpukan lemak, karena masukan kalori berlebih. Obesitas dan kelebihan berat badan anak akan meningkatkan risiko penyakit tidak menular yang mematikan, seperti penyakit jantung, stroke, dan gagal ginjal.

.

Terakhir atau keenam, periksakan anak secara rutin ke dokter lengganan, terlebih jika anak sedang mengeluhkan gejala klinis di atas. Dokter tentu saja akan  memeriksa kondisi anak secara keseluruhan. Harap segera menemui dokter jika anak mengalami gejala klinis yang tidak biasa, seperti merasa lelah, sulit tidur, sulit berkonsentrasi, nafsu makan buruk, kesulitan buang air kecil dan pembengkakan kaki.

.

Sebagai upaya pencegahan GGA pada anak karena dampak buruk obat, orang tua seharusnya lebih cermat dalam memberikan obat pada anak, dengan membaca aturan penggunaan obat yang tertera pada label atau sesuai petunjuk dan anjuran dokter. Selain itu, penggunaan obat sirup harus sesuai rekomendasi dokter, terkait masih adanya pembatasan edar obat sirop yang sedang diteliti oleh BPOM.

.

Sekian

Yogyakarta, 30 Oktober 2022

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Lektor FK UKDW, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161

Categories
anak COVID-19 dokter Healthy Life resisten obat UHC vaksinasi

2022 Waspada Dengue

Dengue shock syndrome dialami bayi kami, jangan sepelekan demam"

WASPADA  DENGUE

fx. wikan indrarto*)

Pada masa pandemi COVID-19 ini, sekitar 50 juta infeksi Dengue juga terjadi setiap tahun dan bahwa penyebaran geografis, insiden, dan tingkat keparahan Demam Berdarah Dengue (DBD) terus meningkat di daerah tropis, termasuk Indonesia. Apa yang perlu diwaspadai?

.

Sampai saat ini infeksi Dengue tidak termasuk dalam algoritma Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) yang digunakan luas di seluruh dunia, meskipun merupakan diagnosis banding yang penting untuk kasus demam pada anak, yang datang ke fasilitas kesehatan tingkat pertama di daerah tropis. MTBS adalah strategi petugas di fasilitas kesehatan tingkat pertama di negara berkembang, dalam manajemen lengkap anak balita sakit secara rawat jalan, agar tidak ada hal penting yang terlewat. Pada Pedoman MTBS, ada penilaian awal untuk Tanda Umum Penyakit Berbahaya, yaitu tidak dapat minum atau menyusui, muntah hebat, kejang, lesu atau tidak sadar, agar kondisi darurat medis dapat dikenali dan ditangani segera. Selanjutnya diikuti oleh penilaian, klasifikasi, dan pengobatan awal untuk ISPA, diare, malaria, campak, gangguan telinga, gizi buruk, dan bayi muda yang sakit.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2019/08/21/2019-dengue-berat/

.

Pada MTBS untuk setiap kondisi medis anak mengikuti skema kode warna, yaitu hijau untuk penyakit ringan, misalnya pilek atau diare tanpa dehidrasi, kuning untuk penyakit sedang, misalnya pneumonia yang membutuhkan obat antibiotik telan atau diare dengan dehidrasi yang memerlukan terapi rehidrasi oral. Selain itu adalah merah untuk penyakit parah yang memerlukan rujukan segera ke rumah sakit, misalnya pneumonia berat atau diare dengan dehidrasi berat.

.

Karena DBD dinyatakan sebagai masalah kesehatan yang signifikan, 13 negara telah memasukkan DBD ke dalam MTBS adaptasi. Ada variasi yang luas dalam adaptasi oleh setiap negara tentang algoritme DBD. Salah satu yang penting adalah daftar tanda bahaya nomer 1 DBD berupa syok, penurunan kesadaran, perdarahan hidung atau mulut dan bintik kemerahan di kulit atau petechiae. Tanda ke 1 ini memiliki sensitivitas 63% dan spesifisitas 92%, dengan nilai prediksi positif 32% dan nilai prediksi negatif 98%. Daftar tanda bahaya nomer 2 berupa ke 4 tanda bahaya 1 ditambah muntah. Untuk mengenali DBD, tanda ke 2 ini memiliki sensitivitas lebih tinggi menjadi 79% dan spesifisitas 64%, dengan nilai prediksi positif 12% dan nilai prediksi negatif 98%.

.

Penelitian di Indonesia dan Filipina menyimpulkan bahwa keuntungan dari daftar tanda bahaya nomer 2 adalah mengandung kurang dari setengah daftar jumlah tanda dan gejala yang selama ini telah digunaan secara luas. Penambahan tanda bahaya lain seperti sakit kepala, sakit perut dan nyeri tekan, demam tinggi selama tiga hari atau lebih, dan tes tourniquet ternyata tidak menambah sensitivitas yang signifikan untuk deteksi DBD. Data penelitian ini tidak termasuk peran tes laboratorium sederhana, yaitu hematokrit dan jumlah trombosit.

Tangani DBD Segera! Jangan Sampai Terkena Dengue Shock Syndrome

Pada anak demam berusia >2 bulan sampai lima tahun, secara khusus harus diwaspadai karena sifat DBD yang progresif. Mungkin saja tanda aman atau warna hijau dapat keliru, terutama selama beberapa hari pertama demam, karena anak mungkin tidak memiliki tanda bahaya apapun, seperti di kotak merah atau kuning, pada hal masih perlu ditindaklanjuti dengan hati-hati. Syok, rewel, penurunan kesadaran dan perdarahan mukosa, dengan atau tanpa penambahan bintik kemerahan pada kulit atau petechiae dan muntah, adalah tanda bahaya DBD yang penting. Sebaliknya, anak tanpa tanda bahaya ini boleh dianggap aman dan diminta kembali kontrol setiap hari. Setiap petugas kesehatan seharusnya juga mengenali banyak tanda syok lainnya, misalnya ekstremitas dingin, nadi radial lemah, atau waktu isi ulang kapiler memanjang.

.

Kelemahan potensial adalah rujukan ke RS yang berlebihan, jika hanya petechiae ringan sudah dianggap sebagai tanda bahaya DBD. Pedoman tentang bagaimana tindak lanjut harus dilakukan, dan apa yang harus merupakan tanda bahaya khusus DBD yang mudah dikenali dan diwaspadai oleh orang tua atau pengasuh anak, masih terus dikembangkan. Penelitian kualitatif juga sedang dilakukan, untuk melengkapi penentuan tanda klinis apakah pada anak yang dapat dikenali oleh orang tua di rumah.

.

Banyak negara ingin memasukkan temuan pemeriksaan fisik anak seperti pembesaran hati atau hepatomegali, bahkan juga hasil tes laboratorium sederhana (hematokrit dan jumlah trombosit) dalam algoritmadi MTBS, tetapi sampai sekarang masih diteliti manfaatnya. Memang layak untuk memeriksa hematokrit bahkan di fasilitas kesehatan primer, baik menggunakan pengambilan darah standar atau mikrokapiler yang mengambil darah dari tusukan jari. Tes ini berbiaya rendah dan membutuhkan peralatan dan keterampilan teknis yang minimal.

.

Penapisan atau uji saring anak balita dengan demam terkait kewaspadaan akan DBD sangat penting dilakukan, termasuk menggunakan MTBS. Selain agar tidak terlewat, tentunya juga agar tidak terjadi peningkatan beban penyakit, dampak sosial dan ekonomi yang tidak perlu, seperti rujukan ke RS yang berlebihan. Meskipun telah terjadi beberapa kemajuan yang dicapai dalam mengurangi tingkat fatalitas kasus DBD dan pengembangan vaksin dengue, tetapi kedua kemajuan ini belum terjadi merata dan tidak tersedia untuk penggunaan luas bagi masyarakat umum.

Apakah kita sudah bijak?

Sekian

Yogyakarta, 1 Juli 2022

*) dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Lektor FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161, e-mail : fxwikan_indrarto@yahoo.com

Categories
anak antibiotika COVID-19 dokter Healthy Life Malaria resisten obat UHC vaksinasi

2022 Pencegahan Malaria

Kemenkes Imbau Waspadai Malaria di Tengah Pandemi Covid-19 -

PENCEGAHAN  MALARIA  TERBARU

fx. wikan indrarto*)

Jumat, 3 Juni 2022 diterbitkan rekomendasi WHO yang telah diperbarui untuk pencegahan atau kemoprevensi malaria pada anak dan ibu hamil. Terdapat 3 rekomendasi pencegahan (kemoprevensi) malaria utama, yaitu musiman, perenial pada bayi dan intermiten pada kehamilan. Apa yang baru?

.

Kemoterapi preventif adalah penggunaan obat, baik tunggal atau dalam kombinasi, untuk mencegah infeksi malaria dan komplikasinya. Pemberian obat antimalaria ditujukan untuk populasi yang rentan, yaitu bayi, anak balita dan ibu hamil, pada periode waktu dengan risiko terinfeksi malaria terbesar, terlepas dari status infeksinya. Kemoterapi preventif termasuk pengobatan pencegahan intermiten pada bayi, anak sekolah dan wanita hamil, kemoprevensi malaria musiman, kemoprevensi malaria pasca pulang dari daerah endemis dan pemberian obat massal.

.

Di beberapa daerah, malaria sangat musiman, dengan sebagian besar kasus terjadi dalam waktu singkat selama musim hujan. Kemoprevensi malaria musiman dirancang untuk melindungi anak dari infeksi yang ada dan mencegah infeksi malaria selama musim tersebut. Hal ini dicapai melalui pemberian obat antimalaria setiap bulan, biasanya kombinasi sulfadoksin pirimetamin plus amodiakuin (SP+AQ), selama musim hujan berlangsung.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2019/05/03/2019-vaksin-malaria/

.

Rekomendasi WHO yang diperbarui tentang kemoprevensi malaria musiman berbeda dari rekomendasi awal 2012 setidaknya dalam 2 hal yang signifikan, yaitu batas geografis dan dosis. Tidak ada lagi batasan geografis penggunaan hanya di subkawasan Sahel di Afrika. Sebelumnya tidak direkomendasikan kemoprevensi malaria musiman di luar Sahel, meski dengan penularan malaria musiman yang tinggi, seperti di Afrika bagian selatan, karena tingkat resistensi yang tinggi terhadap obat-obatan (SP dan AQ) di daerah tersebut. Rekomendasi yang diperbarui menyebutkan bahwa di bagian lain Afrika dengan variasi musiman yang tinggi dalam beban malaria, juga dapat memperoleh manfaat kemoprevensi malaria musiman, dan bahwa ketersediaan obat baru dapat menjadikannya intervensi yang layak.

.

Kemenkes Ingatkan Waspada Malaria di Tengah Pandemi Covid-19

Rekomendasi awal menyatakan bahwa maksimal 4 dosis obat kemoprevensi malaria musiman harus diberikan selama musim hujan dalam penularan malaria yang tinggi. Panduan yang diperbarui menyatakan bahwa kemoprevensi malaria musiman harus diberikan selama musim puncak penularan malaria, tanpa menentukan jumlah siklus bulanan yang spesifik. Sementara rekomendasi lama membatasi penggunaan untuk anak balita, rekomendasi baru merekomendasikan intervensi ini untuk semua anak dengan risiko tinggi malaria berat, yang dapat meluas ke anak yang lebih tua di beberapa lokasi.

.

Di beberapa negara lainnya, malaria adalah penyakit sepanjang tahun, dan penularannya stabil tinggi. WHO telah merekomendasikan penggunaan pengobatan pencegahan intermiten pada bayi, sekarang disebut kemoprevensi malaria perenial di beberapa negara ini sejak 2010. Rekomendasi yang diperbarui berbeda dari rekomendasi 2010 setidaknya dalam 2 hal penting, yaitu dosis sesuai usia dan interval pemberian. Rekomendasi awal menyatakan bahwa tiga dosis obat SP harus diberikan hanya pada bayi usia 2, 3 dan 9 bulan melalui program imunisasi rutin, bersamaan dengan dosis ke-2 dan ke-3 vaksin DPT/Penta dan campak. Rekomendasi baru menghapus spesifikasi ketat ini untuk jumlah dosis, serta usia di mana mereka harus diberikan. Ini juga memperluas kelompok usia target untuk memasukkan anak berusia lebih dari 1 tahun di tempat di mana beban penyakit parah tinggi.

.

Rekomendasi terbaru adalah pengobatan pencegahan malaria intermiten selama kehamilan. Infeksi malaria selama kehamilan menimbulkan risiko besar tidak hanya untuk ibu, tetapi juga untuk janin dan bayi yang baru lahir. Bukti yang tersedia terus menunjukkan bahwa pengobatan pencegahan intermiten selama kehamilan dengan SP adalah strategi yang aman dan sangat hemat biaya untuk mengurangi beban penyakit pada kehamilan, serta hasil kehamilan dan kelahiran yang merugikan.

.

Rekomendasi terbaru tentang kemoprevensi malaria selama kehamilan berbeda dari rekomendasi awal 2012 setidaknya dalam 2 hal penting, yaitu prosedur pemberian dan usia kehamilan. Rekomendasi yang diperbarui tidak membatasi prosedur pemberian SP pada ibu hamil hanya pada saat kontrol heamilan (ANC) saja, oleh karena ada ketidakadilan dalam akses ke layanan ANC, sehingga metode pemberian lainnya, seperti melalui kader kesehatan di masyarakat, dapat diijinkan. Di daerah endemis malaria, kemoprevensi malaria selama kehamilan sekarang direkomendasikan untuk semua wanita hamil, berapapun jumlah paritas atau kehamilannya. Sebelumnya, direkomendasikan hanya pada ibu dengan kehamilan pertama dan kedua saja.

.

Jumlah kasus malaria di Indonesia pada tahun 2021 sebesar 304.607 kasus, jumlah ini menurun jika dibandingkan jumlah kasus pada tahun 2009, yaitu sebesar 418.439. Angka kasus kesakitan malaria, yang dinyatakan dengan indikator Annual Paracite Incidence (API) sebesar 1,1 kasus per 1000 penduduk. Sampai dengan tahun 2021, sebanyak 347 dari 514 kabupaten/kota atau 68% sudah dinyatakan mencapai eliminasi.

.

Penggunaan panduan terbaru kemoprevensi malaria musiman, perenial pada bayi dan intermiten selama kehamilan menggunakan obat kombinasi sulfadoksin pirimetamin plus amodiakuin (SP+AQ) untuk pencegahan malaria seharusnya dilakukan tanpa kendor, termasuk di Indonesia.

Sudahkah kita bijak?

Sekian

Yogyakarta, 18 Juni 2022

*) Dokter spesialis anak RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161

Categories
anak COVID-19 dokter Healthy Life Jalan-jalan Pendukung ASI resisten obat sekolah UHC

2022 Hari Makanan Sehat Dunia

Top] 25 World Food Safety Day 2022: Quotes, Slogans, Images, Pictures,  Photo, Poster, Wallpaper

Tulisan ini juga dimuat di link :

https://news.detik.com/kolom/d-6114206/beban-penyakit-bawaan-makanan

HARI  MAKANAN  SEHAT  SEDUNIA  2022

fx. wikan indrarto*)

Hari Keamanan Pangan Sedunia (World Food Safety Day) pada Selasa, 7 Juni 2022 adalah gerakan memobilisasi tindakan untuk mencegah, mendeteksi dan mengelola risiko penyakit yang ditularkan melalui makanan dan meningkatkan derajat kesehatan manusia. Tema peringatan adalah makanan yang lebih aman, kesehatan yang lebih baik (safer food, better health). Apa yang harus dilakukan?

.

Makanan yang aman adalah salah satu penjamin paling penting untuk kesehatan yang baik. Makanan yang tidak aman adalah penyebab banyak penyakit (foodborne illnesses), gangguan pertumbuhan dan perkembangan, defisiensi mikronutrien, penyakit tidak menular atau menular dan penyakit mental. Secara global, satu dari sepuluh orang terkena penyakit bawaan makanan setiap tahunnya. Diperkirakan 600 juta (hampir 1 dari 10 orang di dunia) jatuh sakit setelah makan makanan yang terkontaminasi dan 420.000 meninggal setiap tahun, mengakibatkan hilangnya 33 juta tahun hidup sehat (DALYs). Bahkan dana sebesar US$ 110 miliar hilang setiap tahun dalam produktivitas dan biaya pengobatan akibat makanan yang tidak aman, di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Pada anak balita menyebabkan 40% dari beban penyakit bawaan makanan, dengan 125.000 kematian setiap tahun.

.

Penyakit bawaan makanan biasanya bersifat menular atau beracun dan disebabkan oleh bakteri, virus, parasit atau zat kimia yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan yang terkontaminasi. Bakteri Salmonella, Campylobacter dan enterohaemorrhagic Escherichia coli adalah beberapa patogen bawaan makanan yang paling umum yang mempengaruhi jutaan orang setiap tahun, kadang-kadang dengan derajat klinis yang parah dan fatal. Gejala klinisnya dapat berupa demam, sakit kepala, mual, muntah, sakit perut dan diare. Bakteri tersebut sering berada pada telur, daging unggas dan produk lain yang berasal dari hewan, susu mentah, daging unggas mentah atau setengah matang, dan air minum, susu yang tidak dipasteurisasi, daging yang kurang matang, serta buah dan sayuran segar yang terkontaminasi.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/10/13/2020-makanan-sehat-saat-covid-19/

Infeksi bakteri Listeria dapat menyebabkan keguguran pada ibu hamil atau kematian bayi baru lahir. Listeria ditemukan dalam produk susu yang tidak dipasteurisasi dan berbagai makanan siap saji dan dapat tumbuh pada suhu dingin. Bakteri Vibrio cholerae dapat menginfeksi orang melalui air atau makanan yang terkontaminasi. Gejala klinisnya adalah sakit perut, muntah dan diare berair yang banyak, yang dengan cepat menyebabkan dehidrasi parah dan bahkan kematian. Beras, sayuran, bubur millet dan berbagai jenis makanan laut telah terkait dengan wabah kolera.

.

Beberapa virus dapat ditularkan melalui konsumsi makanan. Norovirus dan Virus Hepatitis A dapat ditularkan melalui makanan dan dapat menyebabkan penyakit hati dan menyebar biasanya melalui makanan laut mentah atau setengah matang, atau produk mentah yang terkontaminasi. Beberapa parasit, seperti trematoda, cacing pita seperti Echinococcus spp, atau Taenia spp, Ascaris, Cryptosporidium, Entamoeba histolytica atau Giardia, memasuki tubuh melalui makanan atau kontak langsung dengan hewan air atau tanah dan produk tanaman segar.

.

World Food Safety Day 2022 | CareOurEarth

Beban penyakit bawaan makanan (foodborne illnesses) terhadap kesehatan masyarakat dan ekonomi sering kali diremehkan karena pelaporan yang kurang. Selain itu, juga adanya kesulitan untuk membuktikan hubungan sebab akibat antara kontaminasi makanan dan penyakit atau kematian yang diakibatkannya. Laporan WHO tahun 2015 tentang perkiraan beban global penyakit bawaan makanan menyajikan perkiraan pertama beban penyakit yang disebabkan oleh 31 agen bawaan makanan (bakteri, virus, parasit, racun, dan bahan kimia) di tingkat global. Ternyata lebih dari 600 juta kasus penyakit bawaan makanan dan 420.000 kematian dapat terjadi dalam setahun. Beban penyakit bawaan makanan menimpa secara tidak proporsional pada kelompok dalam situasi rentan dan terutama pada anak balita, dengan beban tertinggi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.

.

Laporan Bank Dunia 2019 tentang beban ekonomi penyakit bawaan makanan menunjukkan bahwa, total kerugian produktivitas yang terkait dengan penyakit bawaan makanan di negara berpenghasilan rendah dan menengah, diperkirakan mencapai US$ 95,2 miliar per tahun. Selain itu, biaya tahunan untuk mengobati penyakit bawaan makanan diperkirakan mencapai US$ 15 miliar.

.

Pasokan makanan yang aman mendukung kesehatan ekonomi nasional, berkontribusi pada ketahanan pangan dan gizi, dan mendukung pembangunan berkelanjutan. Pada hal, urbanisasi dan perubahan kebiasaan konsumen telah meningkatkan jumlah orang yang membeli dan makan makanan yang disiapkan di tempat umum. Selain itu, globalisasi telah memicu meningkatnya permintaan konsumen akan variasi makanan yang lebih luas, mengakibatkan rantai makanan global yang semakin kompleks dan panjang. Perubahan iklim juga diprediksi berdampak pada keamanan pangan.

.

Setiap pemerintah harus menjadikan keamanan pangan sebagai prioritas kesehatan masyarakat, dengan menyusun kebijakan dan menerapkan sistem keamanan pangan yang efektif. Momentum Hari Keamanan Pangan Sedunia (World Food Safety Day) pada Selasa, 7 Juni 2022 mengingatkan kita akan peran penting negara dalam menjamin ketersediaan makanan yang aman dan sehat.

Sekian

Yogyakarta, 6 Juni 2022

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Lektor FK UKDW, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161

Categories
anak antibiotika COVID-19 dokter Healthy Life kanker resisten obat vaksinasi

2022 Kanker pada Anak

Mengenal Gejala Dini Penyakit Kanker Pada Anak

KENALI  KANKER  PADA  ANAK

fx. wikan indrarto*)

Setiap tanggal 15 Februari dirayakan Hari Kanker Anak Internasional atau International Childhood Cancer Day (ICCD), sebuah kampanye kolaboratif global untuk meningkatkan kesadaran tentang kanker pada anak. Selain itu, juga untuk menggalang dukungan bagi para penyintas dan keluarga mereka. Tema tahun 2022 adalah ‘Kelangsungan Hidup Lebih Baik dengan dukungan Anda (Better Survival’ is achievable #throughyourhands). Apa yang menarik?

.

Setiap tahun, diperkirakan 400.000 anak dan remaja berusia 0-19 tahun mengidap kanker. Jenis kanker anak yang paling umum adalah kanker darah atau leukemia, kanker otak, kelenjar getah bening atau limfoma, dan tumor padat, seperti saraf atau neuroblastoma dan ginjal atau tumor Wilms. Di negara berpenghasilan tinggi, di mana layanan komprehensif umumnya dapat diakses, lebih dari 80% anak penderita kanker sembuh. Di negara berpenghasilan rendah dan menengah, hanya kurang dari 30% yang sembuh. Kanker anak umumnya tidak dapat dicegah dan dikenali melalui proses skrining. 

.

Kematian yang dapat dihindari akibat kanker pada anak di negara berkembang diakibatkan oleh kurang, salah atau terlambat didiagnosis. Juga adanya hambatan untuk mengakses pengobatan standar, selain kematian akibat toksisitas obat dan kekambuhan kanker. Hanya 29% negara berpenghasilan rendah melaporkan bahwa obat kanker umumnya tersedia untuk populasi anak di negara tersebut, dibandingkan dengan 96% negara berpenghasilan tinggi. Sistem register atau data kanker anak nasional diperlukan untuk mendorong perbaikan berkelanjutan dalam kualitas perawatan, dan untuk menginformasikan keputusan kebijakan.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/02/05/2020-melawan-kanker/

.

Kanker terjadi pada segala usia dan setiap bagian dari tubuh manusia. Proses ini dimulai dengan perubahan genetik dalam sel tunggal, yang kemudian tumbuh menjadi benjolan atau massa (disebut tumor), yang mendesak bagian lain dari tubuh, sehingga akan menyebabkan kerusakan dan kematian, jika tidak ditangani. Tidak seperti kanker pada orang dewasa, sebagian besar kanker pada anak tidak diketahui penyebabnya. Banyak penelitian telah berusaha untuk mengidentifikasi penyebab kanker pada anak, tetapi sangat sedikit kanker pada anak yang disebabkan oleh faktor lingkungan atau gaya hidup. Upaya pencegahan kanker pada anak harus difokuskan pada perbaikan perilaku, yang akan mencegah anak mengalami kanker yang dapat dicegah, saat mereka menjadi dewasa.

.

Beberapa penyakit infeksi, seperti HIV, virus Epstein-Barr dan malaria, merupakan faktor risiko kanker pada anak, di berbagai negara berkembang. Sebaliknya, beberapa infeksi lain pada anak dapat meningkatkan risiko anak tersebut akan terkena kanker saat dewasa. Untuk pencegahan kanker ini, penting sekali anak untuk divaksinasi, misalnya imunisasi hepatitis B untuk membantu mencegah kanker hati dan imunisasi HPV atau Human Papilloma Virus untuk mencegah kanker serviks.

.

Sekitar 10% dari semua anak dengan kanker memiliki kecenderungan terkait faktor genetik. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengidentifikasi faktor lain yang mempengaruhi perkembangan kanker pada anak. Karena umumnya tidak mungkin untuk mencegah kanker pada anak, strategi paling efektif untuk mengurangi beban kanker pada anak dan meningkatkan hasil luaran klinis adalah berfokus pada diagnosis yang tepat dan cepat, diikuti dengan terapi berbasis bukti yang efektif dengan perawatan suportif yang disesuaikan.

.

Data Anak Penderita Kanker di Indonesia dan Kondisi Mental Mereka

Ketika didiagnosis lebih awal, kanker lebih mungkin untuk merespon pengobatan yang efektif dan menghasilkan kemungkinan yang lebih besar untuk bertahan hidup, lebih sedikit penderitaan, dan seringkali lebih murah, dibandingkan pengobatan tahap lanjut. Perbaikan signifikan dapat dilakukan dalam kehidupan anak penderita kanker, dengan mendeteksi kanker sejak dini dan menghindari keterlambatan pengobatan. Diagnosis yang benar sangat penting untuk mengobati kanker pada anak, karena setiap kanker memerlukan rejimen tatalaksana khusus, termasuk pembedahan, radioterapi, dan kemoterapi.

.

Diagnosis dini kanker pada anak terdiri dari 3 komponen utama. Pertama, kesadaran akan gejala oleh keluarga dan tenaga kesehatan. Kedua, evaluasi, diagnosis, dan penentuan stadium klinis yang akurat dan tepat waktu (menentukan sejauh mana kanker telah menyebar). Ketiga, akses ke pengobatan segera. Program diagnosis dini kanker pada anak telah berhasil diterapkan di berbagai negara dari semua tingkat pendapatan, seringkali melalui upaya kolaboratif pemerintah, masyarakat sipil dan organisasi non-pemerintah. Kanker anak dapat dikenali dengan berbagai gejala klinis sebagai peringatan awal, seperti demam berulang, sakit kepala parah dan persisten, nyeri tulang atau penurunan berat badan, yang dapat dikenali oleh keluarga dan tenaga kesehatan yang terlatih.

.

Paparan Radiasi Ponsel Dapat Meningkatkan Risiko Kanker Pada Anak - Semua  Halaman - Grid Health
.

Program skrining umumnya tidak membantu untuk deteksi kanker anak, tetapi dalam beberapa kasus tertentu, hal ini dapat dipertimbangkan pada populasi berisiko tinggi. Misalnya, beberapa kanker mata pada anak dapat disebabkan oleh mutasi yang diturunkan. Jika mutasi terjadi dalam keluarga anak dengan retinoblastoma, konseling genetik dapat ditawarkan dan saudara kandung dipantau dengan pemeriksaan mata secara teratur sejak dini. Tidak ada bukti berkualitas tinggi untuk mendukung program skrining berbasis populasi pada anak-anak.

.

Diagnosis yang benar sangat penting untuk memberikan terapi yang tepat untuk jenis dan luasnya penyakit kanker pada anak. Terapi standar kanker pada anak meliputi kemoterapi, pembedahan dan atau radioterapi. Namun demikian, anak juga membutuhkan perhatian khusus dalam proses pertumbuhan fisik dan kognitif mereka yang berkelanjutan. Selain itu, mempertahankan status gizi agar tetap baik, membutuhkan tim multi-disiplin yang berdedikasi. Akses ke diagnosis yang efektif, obat kanker esensial, pemeriksaan patologi, produk darah, terapi radiasi, teknologi baru, perawatan psikososial dan suportif sangat bervariasi, tetapi tidak merata tersedia di seluruh dunia.

.

Penyembuhan dapat mencapai lebih dari 80% anak dengan kanker, ketika layanan kanker anak dapat diakses dengan tepat. Terapi farmakologis, termasuk obat generik murah yang masuk dalam Daftar Obat Esensial WHO untuk Anak, sangat besar perannya. Anak yang mampu menyelesaikan paket pengobatan kanker, tetap memerlukan perawatan berkelanjutan, untuk memantau kekambuhan kanker dan untuk mengelola kemungkinan dampak buruk pengobatan jangka panjang.

.

Perawatan paliatif bertujuan untuk mengurangi gejala nyeri yang disebabkan oleh kanker dan meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarganya. Tidak semua anak penderita kanker dapat disembuhkan, tetapi meringankan penderitaan dari keluhan nyeri hebat adalah keharusan kita bagi semua anak. Perawatan paliatif anak dianggap sebagai komponen inti dari perawatan komprehensif, dimulai ketika penyakit didiagnosis dan berlanjut selama perawatan dan pengobatan, terlepas dari tujuan kuratif atau tidak. Perawatan paliatif dapat diberikan di rumah pasien, memberikan pereda nyeri dan dukungan psikososial kepada pasien dan keluarga mereka. Akses yang memadai ke morfin oral dan obat nyeri lainnya harus disediakan untuk pengobatan nyeri kanker derajat sedang hingga berat, yang mempengaruhi lebih dari 80% pasien kanker anak pada fase terminal.

Momentum Hari Kanker Anak Internasional atau International Childhood Cancer Day (ICCD) Selasa, 15 Februari 2022 mengingatkan kita untuk memberikan perhatian dan lebih peduli pada anak dengan kanker.

Sudahkah kita bertindak bijak?

Sekian

Yogyakarta, 10 Januari 2022

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Lektor FK UKDW, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161

Categories
anak antibiotika COVID-19 resisten obat

2022 Ada kusta di antara kita

Kusta - Gejala, penyebab dan mengobati - Alodokter

2022  ADA  KUSTA  DI  ANTARA  KITA

fx. wikan indrarto*)

Hari Kusta Sedunia (World Leprosy Day) Minggu, 30 Januari 2022 memiliki  tema “United for Dignity” (Bersatu untuk Martabat).  Apa yang harus dilakukan?

.

Masih ada 127.558 kasus kusta baru yang terdeteksi secara global pada tahun 2020 dari 139 negara, termasuk 8.629 anak di bawah 15 tahun. Pada hal kampanye ‘ending transmission among children’ dengan target global yaitu nol infeksi pada anak, paling lambat harus dicapai pada tahun 2020 lalu. Tingkat deteksi kasus baru di antara populasi anak tercatat 4,4 per juta populasi anak. Di antara kasus baru 7.198 kasus baru terdeteksi dengan disabilitas grade2 (G2D) dan tingkat G2D baru tercatat 0,9 per juta penduduk.  

.

Kantong endemisitas kusta masih tetap tinggi di beberapa negara, yaitu Angola, Bangladesh, Brazil, Republik Rakyat Cina, Republik Demokratik Kongo, Ethiopia, India, Indonesia, Madagaskar, Mozambik, Myanmar, Nepal, Nigeria, Filipina, Sudan Selatan, Sri Lanka, Sudan dan Republik Tanzania. Pandemi COVID-19 telah mengganggu pelaksanaan program penurunan penemuan kasus baru sebesar 37% pada tahun 2020 dibandingkan dengan tahun 2019, dan pencapaian target ambisius nol infeksi pada anak tersebut.

.

Tinggal Satu Atap dengan Pasien Kusta Apa yang Harus Dilakukan? – Info  Sehat FKUI

Kusta atau lepra adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium leprae. Kusta tercatat dalam peradaban kuno di Cina, Mesir dan India pada 600 SM. Bakteri M. leprae sebagai penyebab kusta ditemukan oleh Dr. Gerhard Henrik Armauer Hansen dari Norwegia pada tahun 1873 dan merupakan bakteri pertama yang dikenali sebagai penyebab penyakit infeksi pada manusia. Pada Kitab Imamat (13,3) disebutkan penyakit kusta ditandai bulu putih dan lebih dalam dari kulit. Saat ini seseorang harus dicurigai kusta jika menunjukkan satu dari tanda utama atau kardinal sebagai berikut, (1) lesi kulit berwarna putih atau leukoderma yang disertai dengan kehilangan sensorik atau anestesi yang pasti, dengan atau tanpa penebalan saraf dan (2) pemeriksaan apusan kulit positif bakteri kusta.

.

Terobosan terapi pertama terjadi pada tahun 1940-an dengan pengembangan dapson, obat kusta pertama. Namun durasi pengobatan dengan dapson itu bertahun-tahun dan bahkan seumur hidup, sehingga sulit bagi pasien untuk mematuhinya. Pada awal 1960-an, ditemukan obat kusta lainnya, yaitu rifampisin dan clofazimine. Sejak tahun 1981, WHO merekomendasikan MDT (multidrug therapy) yang terdiri dari 3 obat : dapson, rifampisin dan clofazimine, dan kombinasi obat ini mampu mematikan bakteri patogen dan menyembuhkan pasien.

.

Penggunaan MDT mampu mengurangi beban penyakit kusta secara dramatis, seperti Yesus yang membuat tahir (Luk:5,13). Selama 20 tahun terakhir, lebih dari 14 juta penderita kusta telah sembuh, sekitar 4 juta dari mereka sembuh sejak tahun 2000.  Kusta telah mampu dieliminasi di 119 dari 122 negara di mana penyakit ini dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat pada tahun 1985. Sebanyak 11 provinsi di Indonesia belum eliminasi kusta, yaitu Jawa Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Maluku, Maluku Utara, Papua, serta Papua Barat. Sedangkan 23 provinsi lainnya sudah eliminasi kusta, dengan penambahan terbaru yaitu Aceh dan Kalimantan Utara. Tingginya angka cacat tingkat 2 (G2D) menunjukkan keterlambatan dalam penemuan kasus di lapangan. Indikator lain yang digunakan pada penyakit kusta yaitu proporsi penderita kusta pada anak (0-14 tahun), di antara penderita baru. Provinsi dengan proporsi kusta pada anak tertinggi yaitu Papua Barat (28,73%), Nusa Tenggara Timur (27,96%), dan Maluku Utara (23,27%).

.

Target global untuk 2030 adalah 120 negara tanpa kasus asli baru (new autochthonous cases), pengurangan 70% dalam jumlah tahunan kasus baru yang terdeteksi, 90% pengurangan tingkat per juta populasi kasus baru dengan G2D, dan 90% pengurangan angka per juta anak dari kasus anak baru dengan kusta. Pilar strategis dan komponen utama meliputi pertama, menerapkan peta jalan nol kusta yang terintegrasi dan milik negara di semua negara endemik. Kedua, komitmen politik dengan sumber daya yang memadai untuk kusta dalam konteks terpadu. Ketiga, kemitraan nasional untuk ‘zero leprosy’ dan ‘zero leprosy roadmap’ yang melibatkan semua pemangku kepentingan. Ketiga, peningkatan kapasitas dalam sistem perawatan kesehatan untuk layanan berkualitas. Keempat, pengawasan yang efektif dan sistem manajemen data yang ditingkatkan. Kelima, pemantauan resistensi antimikroba (AMR) dan reaksi obat yang merugikan.

.

Selain itu, beberapa tindakan untuk pencegahan kusta dilakukan bersama dengan deteksi kasus aktif terintegrasi. Pertama, pelacakan kontak untuk semua kasus baru. Kedua, kemoterapi preventif ditingkatkan. Ketiga, penemuan kasus aktif terintegrasi dalam populasi yang ditargetkan. Keempat, pengembangan vaksin baru yang ada dan potensial.

.

Sedangkan untuk menangani penyakit kusta dan komplikasinya serta mencegah kecacatan baru, diperlukan beberapa langkah. Pertama, deteksi kasus dini, diagnosis yang akurat dan pengobatan yang cepat. Kedua, akses ke fasilitas rujukan yang komprehensif dan terorganisir dengan baik. Ketiga, diagnosis dan manajemen reaksi kusta, neuritis dan kecacatan. Keempat, pemantauan, dukungan dan pelatihan dalam perawatan diri. Kelima, kesejahteraan mental melalui pertolongan pertama psikologis dan konseling terapeutik.

Penyakit Kusta dan sejarahnya | Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat

.

Yang terakhir adalah memerangi stigma dan memastikan hak asasi manusia dihormati. Diperlukan persatuan (United for Dignity) dalam menghormati martabat penderita kusta dengan cara berbagi cerita tentang pemberdayaan mereka, mengadvokasi kesejahteraan mental dan mendukung hak untuk hidup bermartabat bebas dari stigma terkait penyakit kusta. Selain itu, kita diingatkan tentang target nol infeksi pada anak yang belum tercapai, karena ternyata masih ada kusta di antara kita.

Sudahkah kita bertindak?

Yogyakarta, 26 Januari 2022

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih dan Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161

Categories
anak COVID-19 dokter resisten obat vaksinasi

2022 OBAT BARU UNTUK COVID-19

Ilmuwan India Teliti Obat Baru Covid-19, kombinasi Umifenovir dan  Molnupiravir

OBAT  BARU  UNTUK  COVID-19

fx. wikan indrarto*)

Jumat, 14 Januari 2022 WHO merekomendasikan dua obat baru, sehingga saat ini terdapat lebih banyak pilihan pengobatan COVID-19. Sejauh mana obat baru ini akan menyelamatkan nyawa pasien, tergantung pada seberapa banyak tersedia dan terjangkau. Apa yang menarik?

.

Obat pertama adalah baricitinib, sangat direkomendasikan untuk pasien COVID-19 derajat parah atau kritis. Obat dalam kelas inhibitor Janus Kinase (JAK) ini mampu menekan stimulasi berlebihan dari sistem kekebalan tubuh. WHO merekomendasikan agar diberikan dengan kortikosteroid. Baricitinib adalah obat oral atau ditelan, yang selama ini telah digunakan untuk pengobatan radang sendi atau rheumatoid arthritis. Baricitinib ini mirip dengan obat radang sendi lain dalam kelas penghambat reseptor Interleukin-6, yang sebelumnya telah direkomendasikan oleh WHO pada Juli 2021.

.

WHO juga secara kondisional merekomendasikan penggunaan obat antibodi monoklonal, yaitu sotrovimab, untuk mengobati COVID-19 ringan atau sedang pada pasien yang berisiko tinggi dirawat di rumah sakit. Ini termasuk pasien lansia, immunocompromised, memiliki komorbid seperti diabetes, hipertensi, dan obesitas, dan mereka yang tidak divaksinasi COVID-19. Sotrovimab adalah alternatif untuk casirivimab-imdevimab, sebuah antibodi monoklonal yang sebelumnya telah direkomendasikan oleh WHO pada September 2021. Penelitian sedang berlangsung tentang efektivitas antibodi monoklonal terhadap varian Omicron.

.

WHO sedang bernegosiasi dengan produsen untuk mengamankan kapasitas pasokan global dan akses yang adil dan berkelanjutan ke obat baru yang direkomendasikan ini. Pilar Access to COVID-19 Tools Accelerator (ACT-A) Therapeutics telah bernegosiasi dengan perusahaan farmasi untuk mencari rencana akses yang komprehensif untuk negara berpenghasilan rendah dan menengah, sehingga pengobatan ini dapat diterapkan dengan cepat, tidak hanya di negara kaya. ACT-A juga ingin memperluas cakupan lisensi untuk membuat produk lebih terjangkau. Dua obat baru yang direkomendasikan, yaitu baricitinib dan sotrovimab, telah diundang untuk masuk pada proses Prakualifikasi WHO, yang menilai kualitas, kemanjuran dan keamanan produk kesehatan prioritas, untuk meningkatkan akses bagi negara berpenghasilan rendah.

.

Pilihan pengobatan lain yang sedang dipelajari untuk COVID-19 derajat parah dan kritis, yaitu ruxolitinib dan tofacitinib. Mengingat efeknya yang tidak pasti, sampai saat ini WHO memberikan rekomendasi bersyarat terhadap penggunaannya. Sedangkan Uji Klinis Solidaritas PLUS WHO saat ini sedang mengevaluasi 3 jenis obat lainnya, yaitu artesunat, infliximab dan imatinib. Obat-obatan ini dipilih, karena potensinya untuk mengurangi angka kematian.

.

Ketiga obat tersebut disumbangkan oleh produsen masing-masing untuk uji klinis, melalui Surat Perjanjian antara WHO dan produsen obat. Perusahaan farmasi Ipca, Johnson dan Johnson dan Novartis, telah setuju untuk mendukung akses ke obat tersebut dengan harga yang wajar jika terbukti efektif.

.

Obat Artesunat diproduksi oleh Ipca, digunakan untuk mengobati malaria. Obat ini akan diberikan secara intravena selama 7 hari, menggunakan dosis standar yang direkomendasikan untuk pengobatan malaria berat. Artesunat adalah turunan dari artemisinin, obat antimalaria yang diekstrak dari ramuan Artemisia annua. Artemisinin dan turunannya telah digunakan secara luas dalam pengobatan malaria dan penyakit parasit lainnya selama lebih dari 30 tahun, dan dianggap sangat aman. Kelompok Penasihat Terapi COVID-19 WHO merekomendasikan untuk mengevaluasi sifat anti-inflamasi artesunat.

.

Obat imatinib diproduksi oleh Novartis, digunakan untuk mengobati beberapa jenis kanker tertentu. Obat ini akan diberikan secara oral, sekali sehari, selama 14 hari. Dosis yang digunakan adalah dosis pemeliharaan standar, yaitu dosis terendah yang diberikan pada pasien dengan keganasan hematologi dalam jangka waktu yang lama. Imatinib adalah inhibitor tirosin kinase molekul kecil, diformulasikan sebagai obat kemoterapi oral yang digunakan untuk mengobati jenis kanker tertentu. Data klinis eksperimental dan awal menunjukkan bahwa imatinib membalikkan kebocoran kapiler paru. Sebuah uji klinis acak yang dilakukan di Belanda melaporkan bahwa imatinib dapat memberikan manfaat klinis pada pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit, tanpa adanya masalah keamanan.

.

Obat infliximab diproduksi oleh Johnson dan Johnson, digunakan untuk mengobati penyakit pada sistem kekebalan tubuh. Obat ini akan diberikan secara intravena sebagai dosis tunggal. Dosis yang digunakan adalah dosis standar yang diberikan pada pasien dengan Penyakit Crohn dalam waktu yang lama. Infliximab adalah penghambat alfa TNF, antibodi monoklonal chimeric yang mengenali alfa TNF manusia. Biologi anti-TNF telah disetujui untuk pengobatan kondisi peradangan autoimun tertentu selama lebih dari 20 tahun, menunjukkan kemanjuran dan keamanan yang menguntungkan dalam membatasi peradangan spektrum luas, termasuk pada populasi lanjut usia yang paling rentan secara klinis terhadap COVID-19.

.

WHO Setujui Dua Obat Baru Covid-19

Obat baricitinib dan sotrovimab dalam rekomendasi kali ini, yang merupakan pembaruan kedelapan pedoman WHO tentang terapi COVID-19, didasarkan pada bukti dari tujuh uji klinis yang melibatkan lebih dari 4.000 pasien dengan COVID-19 derajat yang tidak parah, parah, dan kritis.

Sudahkah kita bertindak bijak dalam pengobatan COVID-19?

Sekian

Yogyakarta, 17 Januari 2022

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Lektor FK UKDW, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161