HARI RABIES SEDUNIA
fx. wikan indrarto*)
Kematian Euprasia L. Gleo (5 tahun) di RSUD TC Hillers Maumare, Sikka Flores, NTT pada hari Sabtu, 1 September 2018, karena digigit anjing pada 4 bulan sebelumnya, telah meningkatkan kesadaran segenap warga Sikka akan bahaya rabies. Apa yang harus disadari?
Hari Rabies Sedunia (World Rabies Day) dirayakan Jumat, 28 September 2018 untuk meningkatkan kesadaran tentang perlunya mengalahkan penyakit mengerikan ini. Tanggal 28 September ditetapkan untuk mengenang kematian Louis Pasteur, ahli kimia dan mikrobiologi Perancis, yang mengembangkan vaksin rabies pertama.
Dibuat dan dikoordinasi setiap tahun oleh GARC (the Global Alliance for Rabies Control), berfokus pada negara-negara endemik rabies, untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan penyakit dan pencegahannya. Tema ‘World Rabies Day 2018’ adalah ‘Share the message. Save a life’ (Bagikan pesan. Selamatkan hidup). Ini menyoroti pentingnya pendidikan dan kesadaran untuk mencegah rabies. Sebagian besar kasus rabies pada manusia, yaitu mencapai 90% kasus, disebabkan oleh gigitan atau cakaran anjing yang terinfeksi. Virus rabies menyerang sistem saraf pusat dan menyebabkan kematian. Sampai hari ini, lebih dari 90% kematian karena rabies terjadi di Afrika, Asia dan Timur Tengah. Diperkirakan 3,3 miliar orang hidup dengan risiko terserang rabies dengan perkiraan 59.000 orang meninggal karena rabies setiap tahun, dengan lebih dari setengah yang meninggal adalah anak.
Segera setelah penularan virus, misalnya karena gigitan anjing, tidak ada gejala klinis yang langsung muncul. Virus rabies ini kemudian berjalan merambat melalui jaringan sistem saraf, juga tanpa menyebabkan gejala apapun, sampai mencapai otak, yaitu pusat sistem saraf. Setelah sampai di otak, biasanya 1-3 bulan setelah gigitan, akan muncul gejala tidak khas meliputi kelemahan atau malaise umum, kelelahan, sakit kepala atau ketidaknyamanan dan tusukan atau gatal di tempat gigitan. Seperti penyakit infeksi otak lainnya, akan muncul gejala yang lebih spesifik seperti insomnia, kecemasan, kebingungan, lumpuh sedikit atau sebagian anggota gerak, eksitasi, halusinasi, agitasi, hipersalivasi (peningkatan produksi air liur), kesulitan menelan, dan hidrophobia atau takut akan air. Akhirnya menjadi koma atau kehilangan kesadaran dan meninggal karena kegagalan fungsi jantung atau paru-paru. Gejala rabies awal dapat dengan mudah dikacaukan dengan penyakit lain dan rabies sering tidak terpikirkan. Namun, jika ada dugaan rabies, biasanya karena bekas gigitan anjing, beberapa pemeriksaan laboratorium yang diperlukan untuk mendiagnosis rabies ante-mortem (sebelum kematian) pada manusia, dapat dipertimbangkan. Pemeriksaan dilakukan pada sampel air liur, serum, cairan tulang belakang, dan biopsi kulit dari folikel rambut di tengkuk, untuk menemukan adanya virus rabies atau antibodi untuk virus tersebut.
Untuk mencegah perburukan klinis, jika digigit atau tergores anjing segera lakukan pencucian luka dengan sabun dan air selama minimal 15 menit. Oleskan etanol atau antiseptik serupa untuk mencegah infeksi sekunder. Carilah bantuan medis darurat untuk Profilaksis Pasca Pajanan (PEP) sesegera mungkin. Vaksin adalah satu-satunya cara untuk mencegah timbulnya rabies setelah paparan, sedangkan obat tradisional, seperti permen karet nangka dan bubuk cabai tidak dapat menghentikan perjalanan alamiah infeksi virus rabies. Kemudian perhatikan hewan yang menggigit, terkait tanda penyakit rabies selama 14 hari kemudian. Usahakan jangan membunuh binatang itu, tetapi jika hewan itu mati, laporkan kejadian tersebut kepada pihak berwenang pengawas hewan. Secara umum, setiap mamalia yang menggigit tanpa didahului provokasi, harus diperiksa untuk risiko rabies.
Sampai saat ini, tersedia tiga cara utama untuk melindungi diri dari rabies, yaitu mengurangi risiko gigitan binatang, perawatan hewan peliharaan dan vaksinasi, baik untuk hewan maupun manusia. Ada dua jenis vaksin rabies, yaitu Profilaksis Pra-Pajanan (PrPP), yaitu vaksinasi pencegahan sebelum paparan virus rabies, dan Profilaksis Pasca Pajanan (PEP), yaitu vaksinasi untuk menghentikan timbulnya rabies setelah terpapar virus. PrPP adalah serangkaian vaksinasi pencegahan rabies yang biasanya diberikan kepada orang yang dianggap berisiko tinggi terpapar, misalnya petugas pengawas hewan, dokter hewan, atau orang yang tinggal di, atau bepergian ke, daerah endemis rabies. Jika seseorang telah mendapatkan PrPP dan terkena rabies, tetap masih perlu PEP, tetapi dosis PEP berkurang. Sebuah paket vaksin rabies secara lengkap, yaitu PrPP atau PEP, akan menginduksi kekebalan atau imunitas tubuh terhadap virus rabies selama bertahun-tahun.
PEP adalah suatu program vaksinasi yang melindungi terhadap rabies, setelah terkena gigitan binatang. PEP terdiri dari suntikan immunoglobulin atau antibodi terhadap virus rabies ke dalam luka, dan serangkaian vaksinasi rabies lanjutan. Jumlah, dosis dan jadwal vaksin mungkin berbeda-beda, tetapi pada umumnya 1 dosis pada setiap hari ke 0, 3, 7, 14 dan 28 setelah gigitan. Agar PEP efektif, haruslah mencakup keduanya, yaitu vaksinasi dan pengobatan immunoglobulin. Pada orang yang telah menerima PrEP, masih perlu hanya dua dosis tambahan vaksin, yaitu pada hari ke 0 dan 3 setelah paparan, dengan tidak perlu suntikan immunoglobulin. Efek samping vaksinasi rabies serius sangat jarang terjadi dan risiko kematian akibat rabies, jauh lebih tinggi dibandingkan masalah efek samping vaksinasi.
Momentum Hari Rabies Sedunia pada Rabu, 28 September 2018 tidak hanya untuk mengenang kematian Louis Pasteur, tetapi juga untuk mengeliminasi rabies pada tahun 2030. Rabies adalah penyakit paling mematikan di dunia dengan tingkat kematian 99,9% setelah gejala klinis muncul.
Apakah kita sudah ikut bertindak?
Sekian Yogyakarta, 7 September 2018 *) Sekretaris IDI Wilayah DIY, dokter spesialis anak, Lektor FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161, e-mail : fxwikan_indrarto@yahoo.com |