Categories
Istanbul

2018 Medikolegal JKN

c2e77-monev-jkn-2015

 

MEDIKOLEGAL  JKN

fx. wikan indrarto*)

 

Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan (Perdirjampelkes) BPJS Kesehatan No 2, 3, dan 5, juga rujukan on line, menjadi perdebatan di kalangan para dokter. Pengaturan dengan tujuan efisiensi penggunaan dana tersebut, dipandang sebagai pembatasan hak pasien dan dokter, sehingga melanggar prinsip medikolegal. Apa yang seharusnya dipahami?

 

Hasil gambar untuk undang-undang kesehatan

 

Ketiga jaminan tersebut, yaitu layanan katarak, bayi baru lahir, dan rehabilitasi medik merupakan layanan yang memiliki pengeluaran biaya yang cukup besar. Operasi katarak mencapai Rp. 2,6 triliun, bayi baru lahir sehat yang ditagihkan secara terpisah dari paket ibunya sekitar Rp. 1,1 triliun dan layanan fisioterapi pada program rehabilitasi medik mencapai Rp. 960 miliar. Angka itu melebihi kasus katastropik, seperti jantung, gagal ginjal, sehingga ketiga layanan tersebut memiliki batasan baru dalam Perdirjampelkes yang dapat menghasilkan efisiensi mencapai Rp. 360 miliar.

 

Perdirjampelkes dipandang sebaliknya oleh perwakilan Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami) Dr. Johan Arif Martua Maruarar Hutauruk, SpM(K), karena jika operasi katarak dibatasi, maka kualitas pelayanan tindakan dokter akan terganggu. Sekretaris Jenderal Perhimpunan Ahli Obsteri dan Ginekologi Indonesia (POGI) Budi Wiweko mengatakan, Perdirjampelkes sangat kontradiktif dengan upaya mengurangi angka kematian bayi dan ibu. Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aman Pulungan, mempertanyakan Perdirjampelkes karena resiko kematian bayi akan meningkat, dan hak hidup untuk bayi akan berkurang. Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Ilham Oetama Marsis menyoroti pembatasan rehabilitasi medik dan pasien akan mengeluarkan biaya sendiri, untuk membiayai pengobatannya tersebut.

 

Hasil gambar untuk undang-undang kesehatan

 

Peraturan perundang-undangan di Indonesia tentang penentuan apakah sebuah tindakan medis boleh ditunda atau dihentikan, tidak mencakup pada layanan katarak, bayi baru lahir, dan rehabilitasi medik. Namun demikian,  kita dapat mencermati Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2014 Bab 3 Pasal 14 dan 15 tentang penghentian atau penundaan terapi bantuan hidup. Pada pasien yang berada dalam keadaan yang tidak dapat disembuhkan, akibat penyakit yang dideritanya (terminal state) dan tindakan kedokteran sudah sia-sia (futile), dapat dilakukan penghentian atau penundaan terapi bantuan hidup. Permenkes tersebut mengatur ‘withdrawal’ atau ‘withholding’ terhadap  terapi dokter. Secara sederhana istilah ‘withholding life support’ berarti tidak lagi melakukan resusitasi dan ‘withdrawing life support’ menghentikan bantuan alat ventilator dan obat inotropik atau sedasi berat. Biasanya kematian alami akan segera terjadi karena kedua hal tersebut.

 

Hasil gambar untuk undang-undang kesehatan

 

Kebijakan mengenai kriteria keadaan pasien untuk dilakukan ‘withdrawal’ atau ‘withholding’ ditetapkan oleh Direktur atau Kepala Rumah Sakit. Keputusan untuk menghentikan atau menunda terapi bantuan hidup dan tindakan kedokteran terhadap pasien dilakukan oleh tim dokter yang menangani pasien, setelah berkonsultasi dengan tim dokter yang ditunjuk oleh Komite Medik atau Komite Etik RS. Rencana tindakan penghentian atau penundaan terapi bantuan hidup harus diinformasikan dan memperoleh persetujuan dari keluarga pasien atau yang mewakili pasien.

 

Hasil gambar untuk undang-undang kesehatan

 

Keputusan untuk menghentikan suatu tindakan dokter dipengaruhi oleh sifat tindakan tersebut apakah sebagai bagian dari “care” ataukah “cure”. Apabila merupakan bagian dari “cure” dan dianggap sebagai tindakan medis yang sia-sia maka dapat dihentikan, tetapi apabila dianggap sebagai bagian dari “care”, maka oleh alasan apapun tidak etis bila dihentikan.

 

Hasil gambar untuk undang-undang kesehatan

 

Terapi bantuan hidup yang dapat dihentikan atau ditunda hanya tindakan yang bersifat terapeutik atau ‘cure’, dan atau perawatan yang bersifat luar biasa (extraordinary). Dalam hal ini meliputi perawatan di ICU (Intensive Care Unit), resusitasi jantung paru, pengendalian disritmia, intubasi trakeal, ventilasi mekanis, obat vasoaktif, nutrisi parenteral, organ artifisial, transplantasi, transfusi darah, monitoring invasive, dan pemberian antibiotik serta tindakan lain yang ditetapkan dalam standar pelayanan kedokteran. Terapi bantuan hidup yang tidak dapat dihentikan atau ditunda karena bersifat ‘care’ meliputi oksigen, nutrisi enteral dan cairan kristaloid.

 

Berdasarkan Permenkes RI nomor 290 tahun 2008 bab 4 pasal 16 tentang persetujuan tindakan kedokteran pada situasi khusus, yaitu tindakan ‘withdrawing’ atau ‘withholding life support’ pada seorang pasien, harus mendapat persetujuan keluarga terdekat pasien.

 

Hasil gambar untuk undang-undang kesehatan

 

Tindakan efisiensi penggunaan dana jaminan kesehatan oleh BPJS Kesehatan yang juga dipandang sebagai pembatasan hak pasien dan dokter, harus dilakukan secara hati-hati. Pengaturan layanan pasien katarak, bayi baru lahir, dan rehabilitasi medik perlu pertimbangan mendalam pada aspek medik, bioetik dan medikolegal, bukan sekedar finansial.

 

Sudahkah kita bertindak bijak?

Ikut pak Jokowi Sekian

Yogyakarta, 6 September 2018

*) Sekretaris IDI Wilayah DIY, dokter spesialis anak, Lektor FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161, e-mail : fxwikan_indrarto@yahoo.com

By Fx Wikan Indrarto

Dokter Fx Wikan Indrarto

Leave a Reply