Categories
Istanbul

2019 Akhiri Polio

Hasil gambar untuk poliomielitis adalah

AKHIRI POLIO

fx. wikan indrarto*)

Pada 30 tahun yang lalu, virus polio liar melumpuhkan lebih dari 350.000 anak di lebih dari 125 negara setiap tahun. Pada tahun 2018, tinggal ada kurang dari 30 kasus yang dilaporkan, bahkan hanya terjadi di dua negara, yaitu Afghanistan dan Pakistan. Apa yang menarik?

Gambar terkait

Sejarah penyakit polio dimulai dari tahun 1580 SM, menurut relief di piramid Mesir kuno. Pada awal abad ke-20, polio adalah salah satu penyakit infeksi yang paling ditakuti di berbagai negara industri, karena mampu melumpuhkan ratusan ribu anak setiap tahun. Segera setelah pengenalan vaksin yang efektif pada 1950-an, polio dapat dikendalikan dan praktis dihilangkan sebagai masalah kesehatan masyarakat di negara tersebut. Perlu waktu agak lama sampai polio diakui sebagai masalah utama di negara berkembang. Akibatnya, baru setelah tahun 1970-an, vaksinasi polio rutin diperkenalkan di seluruh dunia sebagai bagian dari program vaksinasi nasional di banyak negara berkembang. Pada tahun 1988, ketika program ‘the Global Polio Eradication Initiative’ dimulai, polio telah melumpuhkan lebih dari 1.000 anak di seluruh dunia setiap hari. Sejak itu, lebih dari 2,5 miliar anak telah divaksinasi terhadap polio, berkat kerja sama lebih dari 200 negara dan 20 juta sukarelawan, yang didukung oleh pendanaan internasional lebih dari US $ 11 miliar.

Hasil gambar untuk poliomielitis adalah

Pemberantasan polio memerlukan cakupan vaksinasi yang tinggi di seluruh dunia, untuk memblokir penularan virus yang sangat menular ini. Namun demikian, banyak anak masih kehilangan kesempatan mendapatkan vaksinasi karena berbagai alasan termasuk kurangnya infrastruktur, lokasi terpencil, perpindahan penduduk, konflik bersenjata, gangguan keamanan, dan paham penolakan terhadap vaksinasi. Strategi pemberantasan polio adalah memastikan cakupan vaksinasi tinggi, yaitu lebih dari 80% bayi pada tahun pertama kehidupan, dengan setidaknya tiga dosis vaksin polio tetes (OPV).

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/01/10/2019-polio-terakhir/

Vaksinasi rutin saja tidak dapat memberantas penyakit ini, tetapi cakupan vaksinasi polio yang tinggi akan meningkatkan kekebalan populasi, mengurangi insiden polio, dan membuat pemberantasan penyakit akan terjadi. Sebaliknya, jika cakupan vaksinasi yang tinggi tidak dipertahankan, maka akan terbentuk kelompok anak yang tidak divaksinasi dan menumpuk, sehingga memungkinkan penyebaran virus polio yang berkelanjutan, bahkan mungkin terjadi wabah. Menurut perkiraan WHO / UNICEF cakupan vaksinasi mencapai 86% bayi yang menerima tiga dosis OPV pada tahun 2010, dibandingkan dengan 75% pada 1990.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/07/24/2018-senjang-imunisasi/

Saat ini semakin banyak negara industri dan wilayah bebas polio menggunakan vaksin polio tidak aktif atau suntik (IPV) dalam jadwal vaksinasi rutin. IPV tidak direkomendasikan untuk penggunaan rutin di negara endemik polio atau di negara berkembang, yang masih berisiko terhadap impor virus polio. Hal ini disebabkan karena IPV tidak mampu menghentikan penularan virus, pengelolaannya lebih kompleks, dan lebih mahal daripada OPV.

Pengembangan vaksin yang efektif untuk mencegah polio adalah salah satu terobosan medis utama abad ke-20. Inisiatif Pemberantasan Polio Global menggunakan dua jenis vaksin untuk menghentikan penularan polio, yaitu IPV dan OPV, dengan OPV sebagai vaksin terbanyak yang digunakan dalam perjuangan untuk memberantas polio. Virus polio yang dilemahkan yang terkandung dalam OPV mampu mereplikasi secara efektif di usus, tetapi sekitar 10.000 kali lebih sedikit yang dapat memasuki sistem saraf pusat dibandingkan virus polio liar. Ini memungkinkan individu untuk membentuk respons kekebalan terhadap virus. Hampir semua negara yang telah memberantas polio, menggunakan OPV untuk menghentikan penularan.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/12/27/2018-vaksin-bukan-mitos/

Keuntungan OPV adalah harganya murah, yaitu $ 0,18 untuk semua negara yang pengadaannya melalui UNICEF sejak tahun 2016. OPV aman dan efektif, yang mampu menstimulasi imunitas mukosa pada usus, oleh karena itu sangat efektif untuk menghentikan transmisi virus. OPV diberikan secara tetes mulut dan tidak memerlukan petugas profesional kesehatan atau jarum suntik steril. Namun demikian, selama beberapa minggu setelah vaksinasi, virus vaksin dapat bereplikasi di usus, dikeluarkan saat BAB dan dapat disebarkan ke orang lain dalam kontak dekat. Ini berarti bahwa di daerah-daerah dengan kebersihan dan sanitasi yang buruk, vaksinasi dengan OPV dapat menyebabkan kelumpuhan, dalam kasus yang sangat jarang, sekitar 2 hingga 4 kejadian per 1 juta dosis, yang disebut kelumpuhan dari vaksinasi atau vaccine-associated paralytic polio (VAPP).

Hasil gambar untuk poliomyelitis

Vaksin polio tidak aktif suntikan (IPV) dikembangkan pada tahun 1955 oleh Dr. Jonas Salk, terdiri dari jenis virus polio yang tidak aktif (virus mati) dari ketiga jenis virus polio. IPV diberikan dengan injeksi intramuskular atau intradermal dan perlu diberikan oleh petugas kesehatan terlatih. IPV bukan vaksin ‘virus hidup’, maka tidak ada risiko ikutan setelah vaksinasi dan IPV memicu respons imun protektif yang sangat baik pada kebanyakan orang. Namun demikian, kekurangan IPV adalah menginduksi tingkat imunitas yang sangat rendah di kelenjar getah bening usus. Akibatnya, ketika seseorang divaksinasi dengan IPV terinfeksi virus polio liar, virus itu masih dapat berkembang biak di dalam usus dan dikeluarkan di dalam tinja, sehingga berisiko melanjutkan sirkulasi virus. Selain itu, harga IPV sekitar lima kali lebih mahal daripada harga OPV, pemberian vaksinnya membutuhkan tenaga kesehatan terlatih, serta peralatan dan prosedur injeksi yang steril. Namun demikian, IPV adalah salah satu vaksin teraman yang digunakan dan tidak ada reaksi merugikan sistemik yang serius setelah vaksinasi.

Hasil gambar untuk poliomyelitis

Cakupan vaksinasi polio yang telah tinggi, harus terus dipertahankan. Selain itu, virus polio liar yang tinggal tersisa di benteng pertahanannya yang terakhir, yaitu di pedalaman Afganistan dan Pakistan, haruslah kita akhiri, agar dunia yang kita tinggali menjadi bebas polio.

Sekian

Yogyakarta, 14 Januari 2019

*) Ketua IDI Cabang Kota Yogyakarta, dokter spesialis anak RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161

By Fx Wikan Indrarto

Dokter Fx Wikan Indrarto

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *