Categories
Istanbul

2019 Anak yang Bermain

Hasil gambar untuk anak yang bermain

ANAK YANG BERMAIN

fx. wikan indrarto*)

Untuk tumbuh lebih sehat, anak perlu lebih sedikit duduk dan bermain lebih banyak. Saran tersebut dimuat dalam Pedoman WHO baru tentang aktivitas fisik, perilaku menetap dan tidur untuk anak balita, yang dikeluarkan pada hari Rabu, 24 April 2019. Apa yang penting?

.

WHO guidelines on physical activity, sedentary behaviour and sleep for children under 5 years of age :

https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/311663/WHO-NMH-PND-19.2-eng.pdf?sequence=1&isAllowed=y

.

Anak balita harus menghabiskan lebih sedikit waktu untuk menonton layar (screen time), duduk diam di kereta bayi dan kursi, tidur dengan kualitas yang lebih baik, dan memiliki lebih banyak waktu untuk bermain aktif, agar tumbuh lebih sehat. “Mencapai kesehatan untuk semua (health for all) berarti melakukan yang terbaik demi kesehatan, sejak awal mula kehidupan manusia,” kata Direktur Jenderal WHO Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus. Anak pada usia dini berada dalam periode perkembangan yang cepat dan masa ketika pola gaya hidup keluarga, masih dapat diperbaiki untuk mendorong terjadinya peningkatan derajad kesehatan masyarakat.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/06/06/2018-aktivitas-fisik/

.

Meningkatkan aktivitas fisik, mengurangi waktu tidak bergerak (sedentary behaviour) dan memperbaiki kualitas tidur pada anak, akan meningkatkan kesehatan fisik, mental dan kesejahteraan mereka, dan membantu mencegah obesitas pada masa kecil dan penyakit yang terkait di kemudian hari,” kata Dr. Fiona Bull, manajer program untuk pengawasan dan pencegahan penyakit tidak menular berbasis populasi, Ketua Tim WHO.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/12/26/2018-diet-sehat/

.

Kegagalan untuk memenuhi rekomendasi aktivitas fisik saat usia anak, bertanggung jawab atas lebih dari 5 juta kematian secara global setiap tahun, pada semua kelompok umur. Saat ini, lebih dari 23% orang dewasa dan 80% remaja tidak cukup aktif secara fisik. Jika aktivitas fisik yang sehat, pembatasan perilaku diam menetap dan kebiasaan tidur yang cukup ditetapkan sejak dini dalam kehidupan, hal ini akan membantu membentuk kebiasaan baik sejak masa kanak, remaja, dan hingga dewasa.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/01/10/stigma-sosial-obesitas/

.

Pola keseluruhan aktivitas anak selama 24 jam kuncinya adalah mengganti waktu memandangi layar gawai (screen time) yang lama atau tubuh yang diam, menjadi bermain yang lebih aktif, sambil memastikan anak mendapatkan tidur yang cukup dan berkualitas. Waktu tubuh kurang aktif tetapi berkualitas, adalah waktu yang dihabiskan dalam kegiatan interaktif langsung (non-screen-based) dengan pengasuh, seperti membaca, bercerita, bernyanyi dan mengisi teka-teki, juga terbukti sangat penting untuk perkembangan anak.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/09/03/2018-screen-time/

.

Menerapkan rekomendasi WHO dalam pedoman ini selama lima tahun pertama kehidupan anak, akan berkontribusi pada perkembangan motorik dan kognitif anak, serta kesehatannya seumur hidup. Rekomendasi WHO untuk bayi (kurang dari 1 tahun) adalah pertama, aktif secara fisik beberapa kali sehari dalam berbagai cara, terutama melalui permainan di lantai yang interaktif, dengan lebih banyak dan lebih sering adalah lebih baik. Bagi bayi yang belum dapat bergerak mandiri, setidaknya 30 menit dibantu dalam posisi tengkurap yang dilakukan sepanjang hari saat bayi terjaga. Kedua, tidak boleh lebih dari 1 jam setiap kali saat berada di kereta bayi, kursi tinggi, atau digendong di punggung pengasuh. Ketiga, waktu layar (sedentary screen time) tidak disarankan. Keempat, saat bayi tidak banyak bergerak, sangat dianjurkan dibacakan cerita oleh pengasuh. Kelima, tidur secara berkualitas selama 14-17 jam (usia 0–3 bulan) atau 12–16 jam (usia 4–11 bulan) sehari, termasuk tidur siang.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/09/10/2018-kecanduan-games/

.

Rekomendasi WHO untuk anak usia 1-2 tahun adalah pertama, meluangkan setidaknya 3 jam atau 180 menit untuk melakukan berbagai jenis aktivitas fisik pada intensitas apa pun, termasuk aktivitas fisik intensitas sedang hingga kuat, merata waktunya sepanjang hari, dan lebih banyak tentu lebih baik. Kedua, tidak boleh lebih dari 1 jam pada suatu waktu duduk dalam kereta bayi, kursi tinggi, atau digendong di punggung pengasuh. Untuk anak berusia 1 tahun, waktu layar yang membuat badannya tidak aktif bergerak, seperti menonton TV atau video dan bermain ‘game’ di komputer, tidak dianjurkan. Bagi mereka yang berusia 2 tahun, waktu tayang (sedentary screen time) tidak boleh lebih dari 1 jam, dan lebih sebentar terbukti justru lebih baik. Ketika anak tidak banyak bergerak, sebaiknya dilibatkan dalam aktivitas membaca dan bercerita dengan pengasuh. Selain itu, sebaiknya tidur berkualitas baik selama 11-14 jam, termasuk tidur siang, dengan waktu tidur dan bangun dilatih agar teratur.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/01/24/isi-piring-sehat/

.

Rekomendasi WHO untuk anak usia 3-4 tahun seharusnya pertama, menghabiskan setidaknya 180 menit dalam berbagai jenis aktivitas fisik pada intensitas apa pun, di mana setidaknya 60 menit merupakan aktivitas fisik dengan intensitas sedang hingga kuat, menyebar sepanjang hari dan lebih banyak lebih baik. Kedua, tidak dianjurkan diam selama lebih dari 1 jam pada suatu waktu, misalnya di dalam kereta bayi atau duduk untuk waktu yang lama. waktu tayang tidak lebih dari 1 jam, dan lebih sebentar, tentu lebih baik. Ketika anak tidak banyak bergerak, sebaiknya juga dilibatkan dalam aktivitas membaca dan bercerita dengan pengasuh. Selain itu, sebaiknya tidur berkualitas secara baik selama 10-13 jam sehari, termasuk tidur siang, dengan waktu tidur dan bangun dilatih agar lebih teratur.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/01/18/2019-remaja-sehat/

.

Sesuai pedoman WHO 2019 tentang aktivitas fisik pada anak, yang penting dilakukan adalah mendorong anak agar bermain secara fisik. Selain itu, juga membuat perubahan dari kebiasaan tidak banyak bergerak menjadi aktif bermain, sekaligus menjamin tidur yang cukup.

Sudahkah anak di sekitar kita aktif bermain?

Sekian

Yogyakarta, 29 April 2019

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Lektor di FK UKDW, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161, e-mail : fxwikan_indrarto@yahoo.com

Categories
Istanbul

2019 Bahaya Campak

Hasil gambar untuk bahaya campak

BAHAYA  CAMPAK

fx. wikan indrarto*)

Data pengawasan campak baru (new measles surveillance data) pada Senin, 15 April 2019 menunjukkan bahwa, kasus campak terus naik 300 persen dalam tiga bulan pertama 2019, dibandingkan dengan periode yang sama pada 2018 dan bahaya kenaikan ini terjadi berturut-turut selama dua tahun terakhir. Apa yang perlu dicermati?

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/12/20/2018-ancaman-campak/

.

Meskipun data ini bersifat sementara dan belum lengkap, tetapi sudah menunjukkan tren yang jelas. Banyak negara berada di tengah wabah campak yang cukup besar, dengan semua wilayah di dunia mengalami peningkatan kasus yang berkelanjutan. Wabah campak saat ini terjadi di Republik Demokratik Kongo, Ethiopia, Georgia, Kazakhstan, Kirgistan, Madagaskar, Myanmar, Filipina, Sudan, Thailand dan Ukraina, yang menyebabkan banyak kematian, terutama  pada anak balita. Bahkan selama beberapa bulan terakhir, lonjakan jumlah kasus juga terjadi di negara-negara dengan cakupan vaksinasi campak secara keseluruhan tinggi, termasuk Amerika Serikat, Israel, Thailand, dan Tunisia, karena penyakit ini telah menyebar dengan cepat di antara kelompok orang yang tidak divaksinasi.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/08/21/2018-serangan-campak-di-eropa/

.

Campak adalah salah satu penyakit paling menular di dunia, dengan potensi komplikasi parah dan kematian. Pada 2017 campak menyebabkan hampir 110.000 kematian. Bahkan di negara berpenghasilan tinggi, komplikasi mengakibatkan rawat inap di RS hingga seperempat kasus, dan dapat menyebabkan kecacatan seumur hidup, yaitu kerusakan otak, kebutaan, hingga gangguan pendengaran. Pada hal, penyakit campak ini hampir sepenuhnya dapat dicegah melalui dua dosis vaksin yang aman dan efektif. Namun demikian, selama beberapa tahun terakhir, cakupan global dosis pertama vaksin campak telah terhenti pada angka 85 persen. Tingkat ini masih kurang dari 95 persen, yang dibutuhkan untuk mencegah wabah, dan membuat banyak orang di banyak komunitas, dalam bahaya serangan campak. Cakupan dosis kedua campak sementara meningkat, mencapai 67 persen.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/06/04/2018-campak-dan-gizi-buruk/

.

Semua pemerintah sedang bekerjasama dengan mitra, seperti Initiative Measles & Rubella, Gavi, Aliansi Vaksin, UNICEF dan lainnya, untuk tindakan cepat dalam mengendalikan wabah campak, memperkuat layanan kesehatan, dan meningkatkan cakupan vaksinasi. Setelah melakukan kampanye vaksinasi darurat yang menargetkan 7 juta anak dari usia 6 bulan hingga 9 tahun, Madagaskar kini mengalami penurunan secara keseluruhan dalam kasus campak dan kematian. Di Filipina, lebih dari 4 juta dosis vaksin campak dan rubela telah diberikan kepada anak balita. Republik Demokratik Kongo sedang bersiap untuk meluncurkan vaksinasinasi gabungan campak dengan polio. Kampanye vaksinasi campak dan rubela nasional di Yaman telah menjangkau lebih dari 11,6 juta (90%) anak berusia 6 bulan-16 tahun. WHO juga merekomendasikan cakupan dosis vaksin campak kedua perlu ditingkatkan secara global, untuk memaksimalkan perlindungan masyarakat terhadap penyakit campak. Saat ini, 25 negara masih perlu menjadikan dosis kedua campak sebagai bagian dari program imunisasi nasional.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/04/16/2019-pekan-imunisasi-sedunia/

.

WHO memperkirakan bahwa kurang dari 1 dari 10 kasus campak yang dilaporkan secara global, dengan variasi berdasarkan wilayah. Dengan demikian, hingga tahun 2019 telah terlihat bahwa170 negara melaporkan 112.163 kasus campak. Tahun 2018 lalu, ada 28.124 kasus campak dari 163 negara, sehingga secara global terjadi hampir 300% peningkatan kasus campak. Wilayah Afrika telah mencatat peningkatan 700%, Amerika 60%, Eropa 300%, Timur Tengah 100%, dengan peningkatan 40% di Asia Tenggara dan Pasifik Barat.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/12/27/2018-vaksin-bukan-mitos/

.

Kementerian Kesehatan RI pada hari Senin, 7 Januari 2019 menyatakan, rata-rata cakupan imunisasi campak rubella di seluruh Indonesia mencapai 87,33 persen. Hasil itu berdasarkan kampanye imunisasi yang dilakukan tahun 2017 di Pulau Jawa dan 2018 di luar Pulau Jawa. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI Anung Sugihantono mengatakan, cakupan imunisasi campak rubella di Pulau Jawa pada 2017 mencapai 100 persen, sementara di luar Pulau Jawa 72,70 persen. Di luar Jawa yang di atas 95 persen itu ada 256 kabupaten kota, 71 kabupaten kota di bawah 50 persen. Yang paling rendah adalah Provinsi Aceh sampai sekarang.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2017/07/03/etika-imunisasi/

.

Kasus campak dilaporkan meningkat sejak tahun 2017 dan banyak negara mengalami wabah penyakit campak yang parah dan berkepanjangan. Oleh karena terjadinya kesenjangan dalam cakupan vaksinasi, wabah campak terjadi di semua wilayah. Sejak tahun 2000, lebih dari 21 juta jiwa telah diselamatkan melalui imunisasi campak. Namun demikian, kasus campak dilaporkan meningkat lebih dari 300 persen di seluruh dunia, dimulai dari tahun 2016. Amerika, Timur Tengah, dan Eropa mengalami peningkatan terbesar dalam kasus campak pada tahun 2017, dengan Pasifik Barat satu-satunya wilayah di mana insiden campak turun.

.

.

“Kebangkitan campak menjadi perhatian serius, dengan wabah yang meluas terjadi di seluruh wilayah, dan khususnya di negara yang telah mencapai atau hampir mencapai status eliminasi atau penghapusan campak,” kata Dr. Soumya Swaminathan, Wakil Direktur Jenderal untuk Program di WHO. Tanpa upaya mendesak untuk meningkatkan cakupan vaksinasi campak dan mengidentifikasi populasi anak yang tidak diimunisasi, kita berisiko kehilangan kemajuan selama puluhan tahun, dalam melindungi anak dan masyarakat terhadap penyakit yang mematikan ini, pada hal sepenuhnya dapat dicegah.

.

.

Campak adalah penyakit serius dan sangat menular. Ini dapat menyebabkan komplikasi yang fatal, termasuk ensefalitis (infeksi yang menyebabkan pembengkakan otak), diare dengan dehidrasi berat, pneumonia, infeksi telinga, dan kehilangan penglihatan permanen. Bayi dan anak kecil dengan gizi buruk dan sistem kekebalan yang lemah sangat rentan terhadap komplikasi dan kematian.

.

.

Data surveillance 2019 terkini yang menunjukkan bahwa kasus campak global sangat berbahaya, karena terus naik mencapai 300 persen, dan mengingatkan kita akan pentingnya imunisasi campak 2 dosis untuk semua anak di sekitar kita.

Sudahkah kita bertindak bijak?

Sekian

Yogyakarta, 24 April 2019

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161

Categories
Istanbul

2019 Sisi Buruh Dokter

Hasil gambar untuk sisi buruh dokter

SISI  BURUH  DOKTER

fx. wikan indrarto*)

Hari Pekerja Internasional atau Hari Buruh yang diinisiasi oleh gerakan buruh internasional (The Second International Comunist and Socialists) di Paris, Perancis tahun 1889, diselenggarakan pada setiap May Day (1 Mei). Tanggal 1 Mei tersebut dipilih untuk memperingati protes keras di Haymarket Square Chicago, USA pada 1-4 Mei 1886, terkait jam kerja buruh, yaitu tidak boleh melebihi 8 jam sehari. Bagaimanakah dokter harus bersikap?

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/11/07/2018-dokter-pahlawan/

.

Organisasi global para buruh adalah ILO (International Labour Organization) yang didirikan pada tahun 1919 sebagai bagian Persetujuan Versailles setelah Perang Dunia I. Permasalahan dokter juga telah ditangani oleh ILO, misalnya rekomendasi no 69 tahun 1944, yaitu ‘Medical Care Recommendation’, yang berisi aturan tentang bukti rahasia, sertifikat medis, pelanggaran moral, dan hak privasi pasien. Yang terbaru adalah ‘Direct Request of the Convention’ pada 2017, terkait  ‘Freedom of career medical officers of the armed forces to leave the service’, yang intinya adalah bahwa dokter militer dan kepolisian diizinkan untuk bekerja juga sebagai dokter swasta.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/02/11/2019-dokter-virtual/

.

Dokter adalah profesi dalam bidang medis yang sebenarnya dapat bekerja mandiri. Namun demikian, sebagian besar dokter di Indonesia adalah juga seorang pekerja di sebuah fasilitas kesehatan (faskes), baik primer seperti klinik maupun sekunder seperti RS. Dengan demikian, sebagian besar dokter juga adalah seorang buruh atau kelas pekerja, termasuk 4.883 Dokter Praktek Perorangan Mandiri dan para dokter yang bekerja di 2.086 faskes sekunder dan tersier (RS) pada era JKN (Jaminan Kesehatan Nasional). Namun demikian, upah atau jasa medis dokter dengan pembiayaan menggunakan sistem kapitasi di faskes primer maupun case-mix di faskes sekunder, sangat mungkin tidak mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78/2015 tentang Pengupahan, sehingga dirasakan sangat memberatkan dokter. Selain itu, komponen jasa pelayanan dokter, dibandingkan komponen pembiayaan yang lain adalah komponen tersering yang mungkin dipotong, apabila pencairan dana lebih kecil daripada klaim yang diajukan kepada BPJS Kesehatan.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/12/06/2018-bisnis-medis-dokter/

.

Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang 29 tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, yaitu Pasal 1 butir 12 dan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis, 26 April 2018, ditegaskan bahwa Ikatan Dokter Indonesia (IDI) adalah satu-satunya organisasi profesi kedokteran yang sah di Indonesia. Peran pengurus IDI adalah pendampingan anggota, sehingga para dokter dapat menghadirkan praktek kedokteran yang beretika, bermutu dan legal. Untuk pendampingan para dokter di tingkat RS boleh dibentuk Komite Medik. Namun demikian, sesuai Permenkes no. 755/MENKES/PER/IV/2011 mengenai Penyelenggaraan Komite Medik, ditegaskan bahwa Komite medis adalah perangkat RS dan BUKAN serikat pekerja bagi para dokter. Komite Medik bertugas untuk menerapkan tata kelola klinis agar para dokter di RS terjaga profesionalismenya melalui mekanisme kredensial, penjaminan mutu, pembinaan etika, dan disiplin profesi medis.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/10/12/2018-dokter-4-0/

.

Dengan demikian, pendampingan para dokter dalam aspek finansial atau pengupahan tentu masih sangat sulit, karena tidak tersedianya serikat pekerja bagi para dokter. Oleh sebab itu, peran tersebut layak diakomodir oleh IDI, meskipun sebenarnya merupakan organisasi profesi, bukan serikat pekerja para dokter. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) telah mulai melakukannya dengan mendesak pemerintah dan DPR, agar segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan program JKN, melalui acara debat publik JKN di Gedung Stovia Jakarta pada hari Sabtu, 28 April 2018.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/10/12/2018-dokter-4-0/

.

PB IDI menghimbau untuk terjadinya peningkatan premi (iuran) peserta JKN, karena sudah tidak sesuai dengan nilai keekonomian. Akibat ketidaksesuaian tersebut, tarif kapitasi dan INA-CBG menjadi lebih kecil dari biaya layanan kesehatan, sehingga kualitas layanan kesehatan oleh dokter kepada peserta dikawatirkan juga akan menurun. Selain itu, juga himbauan akan adanya dukungan negara terhadap peningkatan sarana dan prasarana kesehatan, ketersediaan SDM medis dan obat, baik kepada faskes milik pemerintah maupun swasta. Himbauan lainnya adalah jika pemerintah tidak sanggup memberikan tambahan subsidi, maka perlu dilakukan penyesuaian atas manfaat JKN. Tentunya agar tidak terjadi penurunan manfaat JKN, baik melalui mekanisme iur biaya (coordination of benefits), maupun melalui penyesuaian secara menyeluruh tarif INA-CBG berdasarkan standard pelayanan kesehatan.

Tuntutan IDI yang lain adalah agar tarif paket INA-CBG pada faskes swasta, seharusnya tidak sama dengan pada faskes milik pemerintah, karena sebenarnya RS pemerintah sudah menikmati subsidi negara sekitar 30%. Selain itu, PB IDI juga harus maju berperan untuk melindungi para dokter Indonesia dari serbuan dokter asing. Perpres Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) perlu juga dikritisi, agar para dokter Indonesia dapat terlindungi secara ‘fair’, adil dan bermartabat.

Momentum Hari Buruh setiap tanggal 1 Mei, juga mengingatkan kita semua, bahwa para dokter adalah juga kelas pekerja. Pengurus IDI sebaiknya juga menyuarakan secara lantang, keprihatinan dalam aspek pengupahan atau finansial dan proteksi bagi para dokter di Indonesia, yang belum diakomodasi secara baik.

Sudahkah kita bertindak bijak?

Sekian

Yogyakarta, 18 April 2019

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161

Categories
Istanbul

2019 Dokter Digital

Hasil gambar untuk dokter digital

DOKTER DIGITAL

fx. wikan indrarto*)

Pada hari Rabu, 17 April 2019 WHO mengeluarkan rekomendasi baru tentang 10 cara agar negara dapat menggunakan teknologi kesehatan digital, yang dapat diakses melalui ponsel, tablet dan komputer, untuk meningkatkan derajad kesehatan masyarakat. Apa yang menarik?

https://www.who.int/reproductivehealth/publications/digital-interventions-health-system-strengthening/en/

.

“Memanfaatkan kehebatan teknologi digital sangat penting untuk mencapai cakupan kesehatan semesta atau Universal Health Couverage (UHC),” kata Direktur Jenderal WHO Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus. “Namun demikian, teknologi digital bukanlah tujuan itu sendiri, tetapi adalah alat vital untuk meningkatkan derajad kesehatan, menjaga keamanan dunia, dan melayani masyarakat yang rentan.” Selama dua tahun terakhir, WHO secara sistematis menganalisis berbagai bukti tentang teknologi digital dan berkonsultasi dengan para ahli dari seluruh dunia, untuk menghasilkan rekomendasi tentang alat tersebut, agar dapat digunakan dan berdampak maksimal pada sistem kesehatan nasional dan derajad kesehatan masyarakat.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/02/11/2019-dokter-virtual/

.

Intervensi dokter secara digital yang sudah memiliki efek positif di beberapa negara, adalah sistem pengingat kepada ibu hamil untuk datang pada layanan antenatal dan agar anak diantar kembali untuk mendapatkan vaksinasi. Intervensi digital lainnya adalah alat pendukung informasi untuk memandu dokter dan petugas kesehatan lainnya, saat mereka menangani pasien. Selain itu, juga layanan digital yang memungkinkan pasien dan dokter untuk berkomunikasi dan berkonsultasi, tentang masalah kesehatan dari berbagai lokasi yang berbeda.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/10/12/2018-dokter-4-0/

.

Penggunaan teknologi digital menawarkan peluang baru untuk meningkatkan derajad kesehatan masyarakat, tetapi ada bukti tentang tantangan dalam dampak beberapa intervensi. Jika teknologi digital harus dipertahankan dan diintegrasikan ke dalam sistem kesehatan, mereka harus mampu menunjukkan perbaikan jangka panjang atas cara tradisional dalam memberikan layanan kesehatan. Pedoman WHO ini menjelaskan kelebihan dalam meningkatkan keakuratan data manajemen stok obat dan alat kesehatan di sebuah RS. Teknologi digital memungkinkan petugas kesehatan untuk berkomunikasi secara lebih efisien, mengenai status stok obat dan alat kesehatan. Namun demikian, pemberitahuan saja tidak cukup untuk meningkatkan manajemen ketersediaan barang. Selain itu, sistem kesehatan juga harus merespons dan mengambil tindakan tepat waktu, untuk mengisi kembali ketersediaan obat dan alat kesehatan di RS yang dibutuhkan.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/12/06/2018-bisnis-medis-dokter/

.

Dokter dan petugas kesehatan lainnya membutuhkan pelatihan yang memadai, untuk meningkatkan motivasi mereka, agar bersedia beralih ke cara kerja yang baru ini, dan mampu menggunakan teknologi tersebut dengan mudah. Pedoman ini menekankan pentingnya menyediakan lingkungan kerja yang mendukung untuk pelatihan, menangani infrastruktur koneksi internet yang tidak stabil, serta kebijakan untuk melindungi privasi pasien. Selain itu, juga tata kelola dan koordinasi untuk memastikan perangkat digital ini tidak terfragmentasi di seluruh sistem kesehatan.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/05/17/2018-peran-lengkap-dokter/

.

Pedoman ini mendorong para dokter pembuat kebijakan dan pelaksana profesional layanan medis, untuk beradaptasi dengan kondisi ini. Dokter digital bukan peluru perak yang dapat mengatasi semua masalah dan WHO akan terus bekerja untuk memastikan penggunaannya seefektif mungkin. Ini berarti memastikan bahwa hal itu menambah nilai bagi dokter, petugas kesehatan dan pasien yang menggunakan teknologi ini, memperhitungkan keterbatasan infrastruktur yang memerlukan koordinasi secara tepat.

.

Pedoman ini juga membuat rekomendasi tentang telemedis, yang memungkinkan pasien yang tinggal di lokasi terpencil, agar mendapatkan layanan kesehatan dengan menggunakan ponsel, portal web, atau alat digital lainnya. Metode ini adalah pelengkap yang penting untuk terjadinya interaksi atau tatap muka, tetapi tidak dapat menggantikan komunikasi dokter dengan pasien sepenuhnya. Penting juga dilakukan penjaminan, bahwa konsultasi dilakukan oleh dokter yang berkualifikasi dan bahwa privasi informasi kesehatan individu tetap dipertahankan. Pedoman yang baru ini menekankan pentingnya menjangkau populasi yang rentan, dan memastikan bahwa layanan dokter digital tidak membahayakan mereka dengan cara apa pun (does not endanger them in any way).

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/12/06/2018-bisnis-medis-dokter/

.

WHO telah menggeluti bidang kesehatan digital ini selama bertahun-tahun, yaitu melalui pengembangan ‘eHealth Strategy Toolkit’ pada tahun 2012, yang diterbitkan dalam kolaborasi dengan ‘International Telecommunications Union’ (ITU). Untuk mendukung semua pemerintah dalam pemantauan dan koordinasi investasi digital di negara mereka masing-masing, WHO telah mengembangkan ‘Digital Health Atlas’, sebuah repositori global online di mana para dokter dapat mendaftarkan kegiatan kesehatan digital mereka. WHO juga telah membangun kemitraan inovatif dengan ITU, seperti inisiatif ‘BeHe @ lthy’ dan ‘BeMobile’ untuk pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular. Selain itu, WHO juga telah merilis sejumlah sumber daya untuk memperkuat penelitian dan implementasi kesehatan digital, termasuk ‘mHealth Assessment and Planning for Scale (MAPS) toolkit’, sebuah buku pegangan untuk Pemantauan dan Evaluasi Kesehatan secara Digital, dan mekanisme untuk memanfaatkan intervensi kesehatan digital untuk mengakhiri TB atau tuberkuosis (to end TB).

Pada 6 Maret 2019 telah dibentuk Departemen Kesehatan Digital WHO, dalam mendukung semua negara anggota untuk memprioritaskan, mengintegrasikan, dan mengatur teknologi digital, untuk para dokter, petugas kesehatan lainnya, dan masyarakat luas.

Sudahkah kita bertindak bijak?

Sekian

Yogyakarta, 24 April 2019

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161

Categories
Istanbul

2019 Hari Malaria Sedunia

Gambar terkait

HARI  MALARIA  SEDUNIA  2019

fx. wikan indrarto*)

Hari Malaria Sedunia akan dirayakan pada Kamis, 25 April 2019. Temanya adalah bebas malaria dimulai dengan saya (zero malaria starts with me), dengan sebuah kampanye global yang bertujuan untuk menjaga perhatian terhadap malaria tetap tinggi dalam agenda politik, memobilisasi tambahan sumber daya, dan memberdayakan masyarakat dalam pencegahan dan pengobatan malaria. Apa yang perlu dicermati?

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/01/31/2019-tantangan-kesehatan-global-2/

Hari Malaria Sedunia ditetapkan bertepatan dengan Deklarasai Abuja Nigeria yang disepakati pada tanggal 25 April 2001, oleh negara-negara endemik malaria. Deklarasi Abuja merupakan persetujuan beberapa negara di Afrika untuk mengalokasikan APBN setidaknya 15 persen untuk meningkatkan kesehatan warga negaranya. Selain itu, sebanyak 0,7 persen APBN disumbangkan untuk membantu negara lain di Afrika yang membutuhkan.

.

.

Menurut laporan malaria dunia  (WHO World malaria report) terbaru, tidak ada kemajuan signifikan yang dicapai dalam mengurangi kasus malaria pada periode 2015 hingga 2017. Perkiraan jumlah kematian karena malaria pada 2017 sebanyak 435.000, tetap tidak berubah dibandingkan tahun sebelumnya. Laporan yang dirilis pada 19 November 2018, merangkum tentang investasi dalam program dan penelitian malaria, serta hasil semua bidang intervensi, baik pencegahan, diagnosis, pengobatan maupun pengawasan. Dunia saat ini tidak berada di jalur yang tepat untuk mengurangi kematian karena penyakit malaria setidaknya 40% pada 2020. Pada tahun 2017, diperkirakan ada 3,5 juta kasus malaria di 10 negara dengan beban malaria tertinggi.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/01/30/2019-tantangan-kesehatan-global/

Di sebagian negara yang mendekati eliminasi malaria, untunglah laju kemajuan semakin cepat. Pada 2017, terdapat 46 negara yang melaporkan kurang dari 10.000 kasus malaria lokal (indigenous), meningkat dari hanya 37 negara pada 2010. Selain itu, untuk pertama kalinya China dan El Salvador melaporkan nol kasus malaria lokal (indigenous). Awal tahun 2019 ini, WHO menyatakan Paraguay sebagai negara bebas malaria pertama di kawasan Amerika, yang diberi status ini dalam 45 tahun terakhir.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/01/17/2019-kematian-anak/

Sebelas negara secara bersama-sama, menyumbang sebagian besar dari semua kasus malaria dan kematian secara global pada tahun 2017, sehingga memerlukan pendekatan baru yang agresif, untuk mempercepat kemajuan melawan malaria. Pendekatan ini akan dilakukan oleh 11 negara dengan beban penyakit tertinggi, yaitu Burkina Faso, Kamerun, Republik Demokratik Kongo, Ghana, India, Mali, Mozambik, Niger, Nigeria, Uganda, dan Republik Tanzania. Elemen kunci dari pendekatan baru ini meliputi, pertama kemauan politik untuk mengurangi korban malaria, kedua informasi strategis untuk menentukan prioritas program yang berdampak, ketiga disusunnya panduan, kebijakan, dan strategi yang lebih baik; dan keempat menyusun respons malaria nasional yang terkoordinasi. Pendekatan baru tersebut berdasarkan prinsip bahwa tidak seorang pun harus mati (no one should die), karena penyakit yang dapat dicegah dan diobati.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/04/04/2019-hari-kesehatan-dunia/

Dari 11 negara dengan beban tertinggi di dunia, India adalah satu-satunya yang mencatat penurunan besar dalam kasus malaria pada tahun 2017. India yang  menyumbang 4% dari kasus malaria global, telah membuat kemajuan signifikan dalam menurunkan beban malaria. Sebagaimana tercermin dalam Laporan Malaria Dunia tahun 2018 ini, India mencatat penurunan 24% kasus malaria selama tahun 2016, sebagian besar disebabkan oleh penurunan substansial penyakit malaria di negara bagian Odisha, yang merupakan rumah bagi sekitar 40% dari semua kasus malaria di India.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/04/05/2019-perjalanan-sehat/

Faktor keberhasilan tersebut meliputi komitmen politik yang selalu diperbaharui, kepemimpinan teknis yang kuat, yang berfokus pada pengendalian nyamuk sebagai vektor dan peningkatan pendanaan domestik. Aspek penting dari pendekatan yang dilakukan di negara bagian Odisha, India adalah gerakan oleh jaringan aktivis kesehatan dan sosial yang terakreditasi atau ‘Accredited Social Health Activists’ (ASHA), yang berfungsi sebagai pekerja garis depan untuk memberikan layanan malaria di seluruh penjuru negara bagian, terutama di daerah pedesaan dan terpencil.

.

Secara global, lebih banyak negara telah bergerak menuju nol kasus malaria pada tahun 2017, yaitu 46 negara melaporkan kurang dari 10.000 kasus, naik dari hanya 37 negara pada 2010. Jumlah negara dengan kurang dari 100 kasus malaria lokal (indigenous), sebuah indikator kuat bahwa status eliminasi berada dalam jangkauan, telah meningkat dari 15 negara pada 2010 menjadi 26 pada 2017. Cina dan El Salvador melaporkan nol kasus pada 2017, yang pertama untuk kedua negara tersebut. Aljazair, Argentina dan Uzbekistan telah mengajukan permintaan resmi kepada WHO untuk sertifikasi status eliminasi malaria.

.

Pada 2017, dari jumlah 514 kabupaten/kota di Indonesia, 266 (52%) di antaranya wilayah bebas malaria, 172 kabupaten/kota (33%) endemis rendah, 37 kabupaten/kota (7%) endemis menengah, dan 39 kabupaten/kota (8%) endemis tinggi. Sementara tahun 2018 ditargetkan sebanyak 285 kabupaten/kota akan berhasil mencapai status eliminasi, dan 300 kabupaten/kota pada 2019. Selain itu, pemerintah Indonesiapun menargetkan tidak ada lagi daerah endemis tinggi malaria di tahun 2020. Pada 2025 kelak, semua kabupaten/kota mencapai eliminasi, 2027 semua provinsi mencapai eliminasi, dan 2030 Indonesia ditargetkan mencapai status eliminasi.

.

Salah satu tonggak penting untuk tahun 2020 adalah eliminasi malaria pada setidaknya 10 negara yang endemis malaria pada tahun 2015. Pada tingkat kemajuan saat ini, kemungkinan tonggak ini akan tercapai. Menurut laporan itu, cakupan dan penggunaan kelambu berinsektisida di seluruh sub-Sahara Afrika sedang meningkat, sehingga ada lebih banyak orang yang berisiko malaria dilindungi oleh kelambu berinsektisida. Selama periode tahun 2010-2017, persentase populasi yang dilindungi oleh kelambu meningkat dari 33% pada 2010 menjadi 56% pada 2017; kepemilikan rumah tangga dari setidaknya satu kelambu naik dari 47% menjadi 72%; dan rumah tangga dengan setidaknya satu kelambu untuk setiap dua orang, berlipat ganda dari 20% menjadi 40%.

.

WHO bekerja sama dengan semua negara endemis malaria untuk memantau kemanjuran obat antimalaria dan insektisida untuk kelambu yang berbasis artemisinin. Meskipun terdapat kekebalan malaria terhadap beberapa obat atau resistensi multidrug di sekitar Sungai Mekong Indochina (the Greater Mekong), penurunan morbiditas dan mortalitas terus diamati. Peningkatan kasus malaria di Afrika, ternyata tidak terkait dengan resistensi obat terhadap terapi kombinasi berbasis artemisinin (ACT), karena tetap sepenuhnya efektif sebagai pengobatan lini pertama di Afrika. Secara keseluruhan, ancaman langsung resistensi obat antimalaria rendah dan sebagian besar ACT tetap efektif di semua negara, di luar wilayah Sungai Mekong Besar Indochina.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/02/08/2019-eliminasi-dengue/

Resistensi terhadap insektisida untuk membasmi vektor nyamuk ternyata lebih luas. Dari 80 negara endemik malaria yang memiliki data pada tahun 2010-2017, resistensi terhadap setidaknya satu dari 4 kelas insektisida dalam satu vektor malaria terdeteksi di 68 negara. Kejadian ini meningkat dibandingkan tahun 2016, tetapi lebih disebabkan karena peningkatan pelaporan dan tiga negara baru, yang melaporkan resistensi untuk pertama kalinya. Di 57 negara, resistensi terhadap dua atau lebih kelas insektisida juga telah dilaporkan.

.

Momentum Hari Malaria Sedunia Kamis, 25 April 2019 dengan tema “bebas malaria dimulai dengan saya” (Zero malaria starts with me), diharapkan dapat memicu penurunan angka kematian malaria pada 2019, bila dibandingkan dengan 2010. Penurunan angka kejadian malaria terbesar telah terjadi di Asia Tenggara (-54%), Afrika (-40%) dan Timur Tengah (-10%), tetapi penurunan angka kematian karena malaria telah melambat sejak 2015, yang mencerminkan adanya permasalahan baru.

Sudahkah kita bijak?

Sekian

Yogyakarta, 18 April 2019

*) Ketua IDICabang Kota Yogyakarta, dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161

Categories
Istanbul

2019 Akses Sehat

Gambar terkait

AKSES   SEHAT

fx. wikan indrarto*)

Akses yang tidak merata ke fasilitas layanan kesehatan, terbukti mendorong terjadinya kesenjangan harapan hidup. Laporan WHO yang berjudul ‘Uneven access to health services drives life expectancy gaps’ dirilis pada hari Jumat, 4 April 2019. Di mana ibu dapat mengakses layanan kesehatan, ternyata angka kematian ibu dan bayi juga berkurang. Apa yang harus dicermati?

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/04/04/2019-hari-kesehatan-dunia/

Menurut ‘The World Health Statistics 2019’, wanita hidup lebih lama dari pria di wilayah mana pun di dunia, khususnya di negara kaya. Kesenjangan antara harapan hidup pria dan wanita, dipengaruhi kondisi dimana wanita tidak memiliki akses ke layanan kesehatan. Di negara berpenghasilan rendah, di mana layanannya kesehatan langka, 1 dari 41 wanita meninggal karena sebab pada ibu yang dapat dicegah, dibandingkan dengan 1 dari 3.300 di negara berpenghasilan tinggi. Di lebih dari 90 persen negara berpenghasilan rendah, hanya ada kurang dari 4 orang petugas keperawatan dan kebidanan per 1000 orang.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/03/13/2019-kepemimpinan-sehat-oleh-perempuan/

Laporan ini juga menyoroti perbedaan penyebab kematian antara pria dan wanita. Tenyata kematian berhubungan dengan faktor biologis, beberapa dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan sosial, dan beberapa dipengaruhi oleh ketersediaan dan penggunaan fasilitas layanan kesehatan. Dari 40 penyebab utama kematian, 33 penyebab berkontribusi lebih banyak untuk mengurangi harapan hidup pada pria daripada pada wanita. Pada 2016, kemungkinan seseorang meninggal akibat penyakit tidak menular sebelum usia 70 tahun, adalah 44% lebih tinggi pada pria daripada wanita. Selain itu, tingkat kematian bunuh diri global adalah 75% lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita sepanjang tahun 2016. Tingkat kematian akibat kecelakaan lalu lintas di jalan raya, lebih dari dua kali lipat terjadi pada pria dibandingkan pada wanita sampai usia 15 tahun, dan tingkat kematian akibat pembunuhan adalah 4 kali lebih tinggi pada pria daripada di wanita.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/12/26/2018-diet-sehat/

Laporan statistik ini menggarisbawahi perlunya memprioritaskan perawatan kesehatan primer segera, untuk secara efektif mengelola penyakit tidak menular, dan untuk mengendalikan faktor risiko. Misalnya, sesuatu yang sederhana seperti mengendalikan tekanan darah dan membantu berhenti merokok, karena keduanya tetap menjadi penyebab utama kematian dini.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/12/26/2018-diet-sehat/

Antara tahun 2000 dan 2016, harapan hidup global saat lahir meningkat 5,5 tahun, dari 66,5 menjadi 72,0 tahun. Harapan hidup tetap sangat dipengaruhi oleh pendapatan seseorang. Di negara berpenghasilan rendah, usia harapan hidup 18,1 tahun lebih rendah daripada di negara berpenghasilan tinggi. Bahkan 1 bayi dari setiap 14 kelahiran hidup di negara berpenghasilan rendah, akan meninggal sebelum ulang tahun kelima mereka. Untuk itu WHO mengeluarkan serangkaian rekomendasi baru pada 7 November 2016, untuk meningkatkan kualitas perawatan antenatal, untuk mengurangi risiko kelahiran mati dan komplikasi kehamilan, serta memberi ibu pengalaman kehamilan yang positif.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/12/18/2018-rumah-sehat/

Tahun 2016 lalu, diperkirakan 303.000 wanita meninggal karena penyebab terkait kehamilan, 2,7 juta bayi meninggal selama 28 hari pertama kehidupan, dan 2,6 juta bayi meninggal dunia sebelum berulang tahun pertama. Perawatan kesehatan yang berkualitas selama kehamilan dan persalinan dapat mencegah banyak dari kematian ini, namun secara global hanya 64% wanita menerima perawatan antenatal empat kali atau lebih selama kehamilan mereka.

Perawatan antenatal adalah kesempatan penting bagi petugas layanan kesehatan untuk memberikan perawatan, dukungan dan informasi kepada wanita hamil. Ini termasuk mempromosikan gaya hidup sehat, nutrisi yang baik; mendeteksi dan mencegah penyakit; memberikan konseling keluarga berencana dan mendukung wanita yang mungkin mengalami kekerasan oleh pasangan. Kehamilan harus menjadi pengalaman positif bagi semua wanita dan mereka harus menerima perawatan yang menghormati martabat mereka.

Model perawatan antenatal yang baru, WHO tahun 2016 merekomendasikan meningkatkan jumlah kontak ibu hamil dengan petugas layanan kesehatan selama kehamilannya, dari empat menjadi delapan kali. Bukti terbaru menunjukkan bahwa frekuensi yang lebih tinggi dari layanan antenatal untuk ibu hamil dengan sistem kesehatan, dikaitkan dengan penurunan kemungkinan kelahiran mati. Ini karena meningkatnya peluang untuk mendeteksi dan mengelola masalah potensial. Minimal delapan kontak untuk perawatan antenatal dapat mengurangi kematian perinatal hingga 8 per 1.000 kelahiran, bila dibandingkan dengan minimal empat kunjungan. Dianjurkan ibu hamil untuk melakukan kontak pertama mereka dalam usia kehamilan 12 minggu pertama, dengan kontak berikutnya terjadi pada usia kehamilan 20, 26, 30, 34, 36, 38, dan 40 minggu.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/03/07/2019-bayi-sifilis/

Pedoman baru berisi 49 rekomendasi yang menguraikan perawatan apa yang harus diterima ibu hamil di setiap kontak dengan sistem kesehatan, termasuk konseling tentang diet sehat dan nutrisi optimal, aktivitas fisik, rokok dan penggunaan zat adiktif; pencegahan malaria dan HIV; tes darah rutin dan vaksinasi tetanus; pengukuran janin termasuk penggunaan ultrasonografi (USG); dan saran untuk menangani gejala fisiologis umum seperti mual, nyeri punggung, dan sembelit. Konseling tentang makan sehat, nutrisi optimal, dan vitamin atau mineral apa yang harus dikonsumsi ibu selama kehamilan, dapat membantu ibu dan bayi mereka yang berkembang tetap sehat sepanjang kehamilan dan seterusnya.

.

Rekomendasi WHO menyebutkan bahwa ‘kontak’ seorang ibu hamil dengan petugas layanan antenatalnya harus lebih dari sekadar ‘kunjungan’, tetapi justru berupa penyediaan perawatan dan dukungan selama kehamilan. Rekomendasi meliputi, pertema layanan antenatal dengan minimal delapan kontak selama kehamilan, untuk mengurangi kematian perinatal dan meningkatkan pengalaman perawatan wanita. Kedua, konseling tentang makan sehat dan menjaga fisik ibu tetap aktif selama kehamilan. Ketiga, suplemen mineral setiap hari dengan 30 mg hingga 60 mg zat besi dan 400 μg (0,4 mg) asam folat untuk mencegah anemia pada ibu hamil, sepsis nifas, bayi berat badan lahir rendah, dan kelahiran prematur. Keempat, vaksinasi tetanus toksoid untuk semua ibu hamil, tergantung pada paparan vaksinasi tetanus sebelumnya, untuk mencegah kematian bayi karena tetanus neonatal.

.

Kelima, sebuah pemindaian ultrasound (USG) sebelum kehamilan berusia 24 minggu (USG dini) bagi ibu hamil untuk memperkirakan usia kehamilan, meningkatkan deteksi anomali janin dan kehamilan ganda, mengurangi induksi persalinan untuk kehamilan pasca-persalinan, dan meningkatkan pengalaman positif atas kehamilan bagi ibu. Terakhir, petugas layanan kesehatan harus bertanya kepada semua ibu hamil, tentang penggunaan alkohol dan zat adiktif lain (dulu dan sekarang) sedini mungkin dalam kehamilan dan pada setiap kunjungan antenatal.

.

Laporan WHO yang berjudul ‘Uneven access to health services drives life expectancy gaps,’ mengingatkan kita semua, agar akses ibu hamil kepada layanan kesehatan antenatal harus terus menerus ditingkatkan. Dengan demikian angka harapan hidup ibu dan bayi akan terus membaik di seluruh dunia.

.

Apakah kita sudah bertindak?

Sekian

Yogyakarta, 16 April 2019

*) Ketua IDI Cabang Kota Yogyakarta, dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161

Categories
Istanbul

2019 Pekan Imunisasi Sedunia

Hasil gambar untuk world immunization week 2019 theme

PEKAN  IMUNISASI  SEDUNIA  2019

fx. wikan indrarto*)

Dirayakan setiap minggu terakhir bulan April, Pekan Imunisasi Dunia (World Immunization Week) 2019 kali ini, bertujuan untuk mempromosikan penggunaan vaksin dalam imunisasi, guna melindungi semua orang pada segala usia, terhadap ancaman penyakit infeksi. Imunisasi telah menyelamatkan jutaan nyawa setiap tahun, dan secara luas diakui sebagai salah satu intervensi kesehatan paling sukses dan hemat biaya di dunia. Namun demikian, masih ada hampir 20 juta anak yang tidak dan kurang lengkap divaksinasi di dunia saat ini. Apa yang harus dilakukan?

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/07/24/2018-senjang-imunisasi/

Tema kampanye tahun 2019 ini adalah ‘Perlindungan Bersama, oleh kerja Vaksin’ (Protected Together: Vaccines Work!) dan kampanye tahun 2019 ini juga akan merayakan Pahlawan Vaksin (Vaccine Heroes) dari seluruh dunia. Para pahlawan vaksin terdiri dari orang tua, anggota masyarakat, petugas kesehatan, dan para peneliti sebagai inovator, yang membantu memastikan kita semua pada segala usia, akan dilindungi melalui kekuatan vaksin (#VaccinesWork).

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2017/07/03/etika-imunisasi/

Pada sepanjang tahun 2017, jumlah anak secara global yang diimunisasi mencapai 116,2 juta atau yang tertinggi yang pernah dilaporkan. Selain itu, sejak tahun 2010 terdapat 113 negara yang telah memperkenalkan vaksin baru, sehingga terdapat tambahan lebih dari 20 juta anak yang telah divaksinasi. Namun demikian, meskipun ada banyak manfaat vaksin, semua target untuk menghilangkan penyakit menular, yaitu campak, rubella, dan tetanus pada ibu dan bayi, masih berada di luar jangkauan. Bahkan selama dua tahun terakhir ini, dunia telah mengalami banyak wabah campak, difteri dan berbagai penyakit infeksi lain, yang sebenarnya dapat dicegah dengan vaksin. Sebagian besar anak yang tidak diimunisasi adalah mereka yang tinggal di komunitas termiskin, terpinggirkan, dan terkena dampak konflik bersenjata.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/02/27/2019-vaksin-dengue/

Agar setiap orang, di mana saja mereka tinggal, mampu bertahan hidup dan berkembang dengan baik, maka setiap negara harus mengintensifkan upaya untuk memastikan, bahwa semua warganya menerima manfaat vaksin yang mampu menyelamatkan nyawa. Selain itu, setiap negara yang telah mencapai atau membuat kemajuan ke arah tujuan imunisasi, yaitu eliminasi suatu penyakit menular, harus tetap bekerja keras untuk mempertahankan kemajuan yang telah dibuat.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/02/23/2019-mencegah-kanker-serviks/

Tujuan utama dari kampanye Pekan Imunisasi Dunia tahun 2019 ini, adalah untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya imunisasi secara penuh, sepanjang hidup manusia. Tujuan khususnya adalah untuk, pertama menunjukkan bukti manfaat vaksin untuk kesehatan anak, masyarakat dan dunia. Kedua, menyoroti kebutuhan untuk meningkatkan cakupan imunisasi sambil mengatasi kesenjangan yang masih ada, termasuk melalui peningkatan investasi. Ketiga, menunjukkan bagaimana imunisasi rutin merupakan dasar untuk terbentuknya sistem kesehatan yang kuat dan tangguh, serta tercapainya cakupan kesehatan semesta atau Universal Health Couverage (UHC). Memperluas akses ke imunisasi sangat penting untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, pengurangan kemiskinan, dan pencapaian UHC. Imunisasi dasar rutin merupakan titik kontak dengan sistem layanan kesehatan pada awal kehidupan dan menawarkan kepada setiap bayi, kesempatan untuk memperoleh kehidupan yang lebih sehat, dari awal hingga usia tua.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/12/27/2018-vaksin-bukan-mitos/

Pesan kunci pada Pekan Imunisasi Dunia 2019 yang istimewa ini adalah kita membutuhkan bantuan pahlawan imunisasi di manapun berada, untuk menjangkau 1 dari 10 anak, yang sampai sekarang masih tidak memiliki akses ke layanan vaksin.  Pada semua usia, vaksin mampu menyelamatkan nyawa, bahkan vaksin melindungi anak kita dan vaksin juga melindungi kita semua sebagai orang dewasa, dari ancaman penyakit menular. Vaksin mampu memberikan tambahan makna dalam kehidupan, yaitu masa depan yang lebih cerah bagi anak-anak kita.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/03/20/2019-lawan-influenza/

Kita semua wajib memastikan bahwa vaksin telah menjangkau semua orang yang paling membutuhkannya. Bahkan kita semua diundang untuk dapat menjadi Pahlawan Vaksin (Vaccine Heroes). Caranya adalah dengan memastikan kita dan keluarga kita telah divaksinasi tepat waktu dan setiap saat diperbaharui. Selain itu, sebelum melakukan perjalanan ke suatu daerah endemis penyakit menular, kita diharapkan memastikan pemberian vaksin untuk melindungi terhadap penyakit infeksi di tempat tujuan. Menjadi juara vaksin (be a vaccine champion) juga perlu dilakukan, yaitu dengan cara menjelaskan kepada setiap orang di sekitar kita tentang manfaat vaksin. Dalam hal ini perlu penekanan bahwa vaksin mampu menyelamatkan hidup, membantu anak agar dapat belajar dan bertumbuh, karena kemampuan vaksin mencegah penyakit infeksi serius, menghindari cacat dan kematian.

Momentum Pekan Imunisasi Dunia (World Immunization Week) 24-30 April 2019, juga mengingatkan para petugas kesehatan di manapun. Hendaknya pada setiap tindakan pemeriksaan atas pasien, dijadikan kesempatan untuk melakukan edukasi dan pencatatan (check-in) tentang vaksinasi. Hal ini dilakukan tidak hanya untuk pasien anak, tetapi juga untuk para pasien remaja, dewasa, dan lansia.

Apakah kita sudah bertindak bijak?

Sekian

Yogyakarta, 11 April 2019

*) Ketua IDI Cabang Kota Yogyakarta, dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161

Categories
Istanbul

2019 Gangguan Mental dalam Perjalanan

Hasil gambar untuk gangguan mental di jalan

GANGGUAN MENTAL DALAM PERJALANAN

fx. wikan indrarto*)

Guideline Development Group (GDG) mengusulkan untuk revisi ‘International Travel Health’ terbitan WHO, termasuk pengelolaan gangguan mental. Panduan kesehatan perjalanan terbaru berbasis bukti, diterbitkan untuk para profesional medis, pelancong internasional dan negara anggota WHO. Apa yang perlu diketahui?

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/04/05/2019-perjalanan-sehat/

Perjalanan wisata, apalagi berskala internasional, seringkali merupakan pengalaman yang menegangkan. Pelancong mengalami pemisahan dari keluarga besar dan sistem dukungan sosial yang sudah dikenal akrab, dan harus berurusan dengan budaya dan bahasa asing. Selain itu, juga mengalami tantangan dan ancaman yang kadang membingungkan, dalam aspek kesehatan, kenyamanan, dan keselamatan. Dalam upaya mengatasi tingkat stres yang tinggi, dapat saja memicu masalah fisik, sosial, dan psikologis pada pelancong. Mereka yang menghadapi rentang faktor stres yang lebih besar, mungkin berisiko lebih besar juga untuk memiliki masalah psikologis. Di bawah tekanan perjalanan, gangguan mental yang sudah ada sebelumnya, dapat juga menjadi diperburuk. Lebih jauh lagi, bagi orang dengan kecenderungan memiliki gangguan mental, gangguan semacam itu mungkin muncul untuk pertama kalinya selama perjalanan, termasuk pada anak dan remaja.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/11/24/2018-kematian-di-jalan-raya/

Dokter yang merawat pelancong di negara asal mereka atau di luar negeri harus menyadari adanya perbedaan, baik di dalam maupun antar negara, dalam ketersediaan sumber daya kesehatan mental. Dalam hal ini mencakup fasilitas kesehatan darurat, petugas kesehatan profesional, tempat tidur dan fasilitas pemeriksaan penunjang medis, dan bahkan obat. Dokter spesialis yang kompeten dan staf pendukung mungkin jarang atau tidak ada di darah wisata, dan mereka mungkin tidak mengerti bahasa asli pelancong, sehingga penerjemah yang fasih mungkin diperlukan. Selain itu, aspek hukum praktik dokter juga perlu dicermati, karena dapat sangat berbeda. Undang-undang di suatu negara yang mengatur penggunaan obat dan zat terlarang sangat bervariasi dan hukuman bagi pengedar dan pengguna, di beberapa negara mungkin cukup lemah. Sebagai akibat dari perbedaan dalam infrastruktur kesehatan dan sistem hukum untuk perawatan kesehatan mental ini, keputusan klinis pertama yang mungkin harus diambil oleh dokter pemeriksa adalah, apakah perawatan mental pelancong dapat dikelola di tujuan perjalanan wisata, memerlukan rujukan ke kota yang lebih besar, atau repatriasi ke negara asalnya.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/03/13/2019-kepemimpinan-sehat-oleh-perempuan/

Gangguan mental tidak jarang terjadi pada pelancong, termasuk pada anak dan remaja. Secara keseluruhan, masalah kesehatan mental merupakan salah satu penyebab utama derajad kesehatan yang buruk di antara para pelancong, dan “kondisi darurat psikiatrik” adalah salah satu alasan medis paling umum untuk dilakukannya evakuasi udara, setara dengan alasan cedera dan penyakit kardiovaskular.

.

Meskipun beberapa peristiwa yang menyebabkan stres psikososial tidak dapat diprediksi, namun beberapa tindakan pencegahan dapat mengurangi terjadinya stres, terkait perjalanan. Oleh sebab itu, pelancong harus mengumpulkan informasi yang tepat sebelum bepergian, misalnya tentang perjalanan yang akan ditempuh, moda transportasi, lama perjalanan, karakteristik tujuan, dan kesulitan yang mungkin ditemukan. Hal ini akan memungkinkan para pelancong untuk mempertahankan kepercayaan diri dan untuk mengatasi banyak hal yang asing. Cara ini juga memungkinkan mereka untuk mengembangkan strategi dalam meminimalkan risiko. Mengumpulkan banyak informasi sebelum bepergian, terbukti membantu mengurangi risiko pelancong menderita gangguan psikologis atau memperparah gangguan mental yang sudah ada sebelumnya.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/10/06/2018-hari-kesehatan-mental-sedunia/

Gangguan neuropsikiatri, misalnya kejang, psikosis dan ensefalopati, terjadi pada sekitar 1 dari 10.000 pelancong yang menerima obat profilaksis mefloquine untuk mencegah malaria. Pasien dengan riwayat gangguan neuropsikiatri, termasuk depresi, gangguan kecemasan umum, atau gangguan psikotik atau kejang, harus diresepkan rejimen obat lain, sebagai alternatif pencegahan malaria. Pelancong yang mengalami stres dan kegelisahan, terutama yang berkaitan dengan perjalanan udara, harus dibantu untuk mengembangkan mekanisme koping. Pelancong yang takut terbang, dapat juga dirujuk ke kursus khusus yang disediakan oleh maskapai penerbangan.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/01/18/2019-remaja-sehat/

Mengingat konsekuensi potensial dari keadaan darurat psikiatris yang timbul saat bepergian ke luar negeri, pendataan tentang riwayat atau perawatan psikiatris yang pernah dialami, harus menjadi bagian standar dari setiap konsultasi sebelum berangkat melancong (pra-perjalanan). Pelancong dengan riwayat gangguan mental yang signifikan, harus menerima saran dalam aspek medis dan psikologis secara khusus. Selain itu, pelancong yang menggunakan obat psikotropika harus melanjutkan pengobatan tersebut saat bepergian. Di beberapa negara tertentu membawa obat psikotropika, misalnya benzodiazepin, tanpa bukti resep dokter, akan dianggap merupakan pelanggaran pidana. Oleh karena itu, sangat disarankan agar pelancong membawa surat keterangan dokter, yang menyatakan perlunya obat atau alat medis lainnya, atau keduanya.

.

Selain itu, juga dokumen tentang kondisi klinis dan rincian tentang perawatan, seperti salinan resep obat. Semua dokumen ini harus disusun rapi dalam bahasa yang dipahami petugas di negara tujuan perjalanan. Pelancong yang akan berada di luar negeri untuk waktu yang relatif lama, misalnya ekspatriat atau pelancong bisnis, dapat diajari teknik pemantauan mandiri dan strategi pengurangan stres, sebelum keberangkatan atau selama mereka tinggal di sana. Jika pelancong diduga terlibat dalam penyalahgunaan narkoba, terdapat variasi besar dalam status hukum penyalahgunaan narkoba di berbagai negara.

.

Jika tindakan pencegahan yang tepat diambil, kebanyakan orang yang terkena gangguan mental dengan kondisi stabil dan berada di bawah pengawasan seorang dokter spesialis kesehatan jiwa atau psikiater, oleh ‘International Travel Health’ terbitan WHO direkomendasikan untuk dapat melakukan perjalanan wisata, bahkan sampai ke luar negeri (are able to travel abroad).

Apakah kita sudah bijak?

Sekian

Yogyakarta, 5 April 2019

*) Ketua IDI Cabang Kota Yogyakarta, dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161

Categories
Istanbul

2019 Perjalanan Sehat

Hasil gambar untuk perjalanan yang sehat

PERJALANAN SEHAT

fx. wikan indrarto*)

Guideline Development Group (GDG) mengusulkan untuk revisi ‘International Travel Health’ terbitan WHO. Panduan kesehatan perjalanan terbaru berbasis bukti, diterbitkan untuk para profesional medis, pelancong internasional dan negara anggota WHO. Apa yang perlu diketahui?

baca juga :https://dokterwikan.wordpress.com/2018/06/09/2018-tradisi-mudik/

Revisi ditujukan pada tujuh bidang prioritas yang tidak dicakup oleh program lain, sesuai dengan prosedur pengembangan pedoman WHO. Pertama tentang diare, khususnya penggunaan obat antibiotik dan anti-diare. Kedua terkait penggunaan obat aspirin rumatan untuk mencegah terjadinya trombosis vena dalam, ketiga tentang penggunaan obat tidur dalam penerbangan jarak jauh dan panjang, keempat terkait obat melatonin untuk mengatasi kondisi jet lag, kelima tentang fobia terbang dan pencegahannya, keenam tentang pencegahan dan pengobatan penyakit terkait ketinggian (altitude sickness) dan ketujuh, terkait hipotermia atau kedinginan.

.

baca juga :https://dokterwikan.wordpress.com/2018/03/20/475/

Pelancong disarankan untuk menjalani pemeriksaan kesehatan saat kembali dari perjalanan wisata, jika mengalami demam dari negara atau wilayah endemis malaria, menderita penyakit kronis, seperti penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus, atau penyakit pernapasan kronis atau telah mengonsumsi obat antikoagulan, dan mengeluh diare, muntah, penyakit kuning, gangguan kemih, penyakit kulit atau infeksi genital. Selain itu, juga kemungkinan terpapar penyakit menular yang serius saat bepergian, dan telah menghabiskan waktu lebih dari 3 bulan di negara berkembang atau wilayah tertinggal. Pelancong harus memberikan kepada dokter, informasi medis tentang perjalanan, termasuk tujuan dan lamanya kunjungan. Wisatawan sebaiknya juga memberikan rincian semua perjalanan yang telah terjadi pada minggu dan bulan sebelumnya, termasuk vaksinasi dan kemoprofilaksis, yang diterima sebelum perjalanan.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/11/24/2018-kematian-di-jalan-raya/

Jet lag adalah istilah yang digunakan untuk gejala klinis yang disebabkan oleh gangguan pada “jam internal” tubuh dan perkiraan ritme 24-jam (sirkadian) yang mampu dikontrolnya. Gangguan ini terjadi ketika pelancong melintasi beberapa zona waktu, yaitu ketika terbang dari timur ke barat atau barat ke timur. Jet lag dapat menyebabkan gangguan pencernaan dan gangguan fungsi usus, kelemahan umum atau malaise , rasa kantuk di siang hari, kesulitan tidur di malam hari, dan penurunan kinerja fisik ataupun mental. Efeknya sering dikombinasikan dengan kelelahan nyata yang disebabkan oleh perjalanan itu sendiri. Gejala jet lag berangsur-angsur hilang saat tubuh beradaptasi dengan zona waktu yang baru.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/07/04/2018-pesiar-di-kupang-ntt/

Jet lag tidak dapat dicegah tetapi ada cara untuk mengurangi efeknya. Langkah-langkah umum untuk mengurangi efek jet lag, misalnya sedapat mungkin beristirahat sebelum keberangkatan, dan gunakan setiap kesempatan untuk beristirahat selama penerbangan jarak menengah dan panjang. Bahkan tidur singkat, misalnya kurang dari 40 menit, dapat membantu. Makan makanan ringan dan batasi konsumsi alkohol. Alkohol meningkatkan keluaran urin, sehingga tidur mungkin terganggu oleh kebutuhan untuk buang air kecil. Meskipun dapat mempercepat timbulnya tidur, alkohol merusak kualitas tidur, membuatnya kurang tenang. Efek samping dari konsumsi alkohol yang berlebihan, yaitu mabuk dapat memperburuk efek jet lag dan kelelahan perjalanan. Alkohol karenanya harus dibatasi atau dikonsumsi hanya dalam jumlah sedang, sebelum dan selama penerbangan. Kafein harus dibatasi pada jumlah normal dan dihindari dalam 4-6 jam dari periode tidur yang diharapkan. Jika kopi diminum pada siang hari, minum dalam jumlah kecil setiap 2 jam, lebih dianjurkan daripada langsung dalam satu cangkir besar.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/06/21/2016-mengkover-vancouver/

Setelah sampai di tempat tujuan, cobalah untuk menciptakan kondisi yang tepat ketika mempersiapkan diri untuk tidur. Selain itu, tidur diusahakan sebanyak biasanya, dalam 24 jam setelah kedatangan. Paksakan untuk tidur selama paling tidak 4 jam , pada malam hari waktu setempat, yang dikenal sebagai “jangkar tidur” yang dianggap perlu untuk memungkinkan jam internal tubuh, beradaptasi dengan zona waktu yang baru. Jika memungkinkan, ganti waktu tidur total dengan tidur pada siang hari waktu setempat, sebagai respons terhadap perasaan mengantuk. Saat tidur siang, pelindung mata dan penyumbat telinga dapat digunakan untuk membantu mencapai tidur pulas. Berolahraga ringan di siang hari, dapat membantu meningkatkan tidur malam yang nyenyak, tetapi hindari olahraga berat dalam waktu 2 jam sebelum tidur.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/03/31/2012-melayang-ke-jepang/

Siklus terang dan gelap adalah salah satu faktor terpenting dalam mengatur jam internal tubuh. Paparan sinar matahari yang tepat waktu, terutama sinar matahari yang cerah, di tempat tujuan biasanya akan membantu adaptasi. Saat terbang ke barat, paparan sinar matahari di malam hari dan penghindaran di pagi hari, misalnya dengan menggunakan pelindung mata atau kacamata gelap, mungkin sangat membantu. Sebaliknya saat terbang ke arah timur, direkomendasikan untuk mengalami paparan cahaya di pagi hari dan penghindaran di malam hari.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/05/28/2015-london/

Obat tidur kerja singkat (short-acting) dapat juga membantu, harus digunakan hanya sesuai dengan saran dokter dan seharusnya tidak digunakan selama dalam penerbangan, karena dapat meningkatkan imobilitas dan risiko terjadinya trombosis vena dalam. Melatonin adalah hormon neurotropik dengan gugus antioksidan indolamina, yang disintesis oleh kelenjar pineal yang terletak di dalam otak dari senyawa asam amino triptofan. Melatonin berperan dalam berbagai proses fisiologis tubuh seperti ritme biologis, regulasi tekanan darah, onkogenesis, retina, reproduksi, ovarium, sistem kekebalan dan diferensiasi osteoblas. Melatonin tersedia di beberapa negara dan biasanya dijual sebagai suplemen makanan dan karenanya tidak tunduk pada kontrol ketat seperti obat. Waktu dan dosis efektif melatonin belum sepenuhnya dievaluasi dan efek sampingnya, terutama dalam penggunaan jangka panjang, tidak diketahui. Selain itu, metode pembuatannya tidak terstandarisasi, dosis per tablet dapat sangat bervariasi, dan beberapa senyawa berbahaya mungkin saja ada. Karena alasan tersebut, saat ini obat melatonin tidak dapat direkomendasikan secara umum. Fungsi melatonin itu sendiri adalah sebagai hormon pemicu mengantuk dan menjaga agar tetap terlelap sepanjang malam. Pada orang-orang usia lanjut, khususnya, produksi melatonin berkurang secara alami sebagai efek penuaan. Beberapa efek samping yang umum dan mungkin bersifat sementara dari suplemen melatonin, yaitu sakit kepala, depresi jangka pendek, mengantuk dan lemas di siang hari, pusing, kram perut, dan perubahan perasaan (mood swing).

‘International Travel Health’ terbitan WHO perlu dicermati, agar perjalanan para pelancong menjadi lebih sehat dan menyenangkan.

Bagaimana sikap kita?

Sekian

Yogyakarta, 4 April 2019

*) Ketua IDI Cabang Kota Yogyakarta, dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161

Categories
Istanbul

2019 Hari Kesehatan Dunia

Hasil gambar untuk world health day

HARI KESEHATAN DUNIA

fx. wikan indrarto*)

Minggu, 7 April 2019 adalah hari lahir WHO dan diperingati sebagai Hari Kesehatan Dunia (World Health Day), yang mengangkat tema cakupan kesehatan semesta atau ‘Universal Health Couevrage’ (UHC), yang merupakan tujuan nomor satu WHO. Kunci untuk mencapainya adalah memastikan bahwa setiap orang dapat memperoleh layanan kesehatan yang mereka butuhkan, pada saat yang tepat, di dekat komunitasnya (in the heart of the community). Apa yang harus dipahami?

.

Meskipun kemajuan sedang terjadi di berbagai negara di semua wilayah di dunia, tetapi jutaan orang masih tidak memiliki akses sama sekali kepada layanan kesehatan. Jutaan orang masih terpaksa memilih antara mendapatkan perawatan kesehatan atau pengeluaran sehari-hari lainnya seperti makanan, pakaian, dan bahkan rumah.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/01/09/2019-biaya-uhc/

.

Kampanye Hari Kesehatan Dunia Minggu, 7 April 2019 ini bertujuan untuk membantu orang lebih memahami apa arti UHC, bentuk layanan dan dukungan apa yang harus tersedia dan di mana disediakan. Petugas kesehatan akan memiliki peran penting dalam kampanye, membantu pengambil keputusan bidang kesehatan untuk mengenali apa yang dibutuhkan orang dalam hal perawatan, khususnya di tingkat perawatan primer. Kampanye ini juga menghadirkan kesempatan bagi para pengambil kebijakan di pemerintahan untuk berkomitmen mengambil tindakan, dalam mengatasi kesenjangan UHC di setiap negara, serta untuk menyoroti kemajuan yang telah dibuat.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/08/30/2018-menuju-uhc-2/

.

Laporan Statistik Kesehatan Dunia (the World Health Statistics Report) 2019 memberikan informasi tentang tren kesehatan bayi baru lahir dan anak, penyakit tidak menular, kesehatan mental dan risiko lingkungan, dan juga data tentang UHC dan sistem kesehatan. Setidaknya setengah dari populasi dunia masih belum mampu memenuhi kebutuhan akan layanan kesehatan esensial. Sekitar 100 juta orang masih jatuh ke dalam “kemiskinan ekstrim,” yaitu hidup dengan hanya 1,90 USD atau kurang sehari, karena mereka harus membayar sendiri, biaya layanan dan perawatan kesehatan. Lebih dari 800 juta orang, atau hampir 12% dari populasi dunia, masih menghabiskan setidaknya 10% dari anggaran rumah tangga mereka, untuk membayar biaya perawatan kesehatan.

.

https://dokterwikan.wordpress.com/2018/07/04/2018-menuju-uhc/

Untunglah semua Negara Anggota PBB, termasuk Indonesia, telah sepakat untuk mencapai UHC pada tahun 2030, sebagai bagian dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. UHC berarti bahwa semua warga masyarakat dapat menerima layanan kesehatan yang mereka butuhkan, tanpa mengalami kesulitan keuangan. Ini mencakup spektrum penuh dari layanan kesehatan yang esensial dan berkualitas, dari promosi kesehatan hingga pencegahan, pengobatan, rehabilitasi, dan terapi paliatif.

.

UHC memungkinkan setiap orang untuk mengakses layanan yang mengatasi penyebab penyakit dan kematian yang paling signifikan, dan memastikan bahwa kualitas layanan tersebut cukup baik, untuk meningkatkan derajad kesehatan orang yang menerimanya. Melindungi orang dari konsekuensi keuangan dengan membayar layanan kesehatan dari kantong mereka sendiri, akan mengurangi risiko orang akan jatuh ke dalam kemiskinan, karena beban penyakit yang tak terduga, yang mengharuskan mereka untuk menggunakan tabungan hidup mereka, menjual aset, atau berhutang, sehingga menghancurkan masa depan mereka dan seringkali juga anak-anak mereka.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/06/13/2018-uhc-di-indonesia/

Mencapai UHC adalah salah satu target yang ditetapkan oleh semua bangsa di dunia, ketika mengadopsi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan pada tahun 2015. Negara-negara yang mengalami kemajuan menuju UHC, akan membuat kemajuan menuju target terkait kesehatan lainnya, dan menuju tujuan lainnya. Kesehatan yang baik memungkinkan anak untuk belajar dan orang dewasa untuk bekerja yang menghasilkan, membantu orang keluar dari kemiskinan, dan memberikan dasar bagi perkembangan ekonomi jangka panjang.

.

Ada banyak hal yang tidak termasuk dalam ruang lingkup UHC, karena UHC tidak berarti cakupan gratis untuk semua intervensi kesehatan yang mungkin, terlepas dari biayanya, karena tidak ada negara yang dapat menyediakan semua layanan gratis secara berkelanjutan. UHC bukan hanya tentang pembiayaan kesehatan. Ini mencakup semua komponen sistem kesehatan: sistem pemberian layanan kesehatan, tenaga kesehatan, fasilitas kesehatan dan jaringan komunikasi, teknologi kesehatan, sistem informasi, mekanisme jaminan kualitas, dan tata kelola bahkan perundang-undangan.

.

UHC tidak hanya tentang memastikan paket minimum layanan kesehatan, tetapi juga tentang memastikan perluasan cakupan layanan kesehatan dan perlindungan keuangan secara progresif, karena semakin banyak sumber daya yang tersedia. UHC tidak hanya tentang layanan perawatan individu, tetapi juga mencakup layanan berbasis populasi seperti kampanye kesehatan masyarakat, menambahkan fluoride ke dalam air minum, mengendalikan tempat pengembangbiakan nyamuk pembawa penyakit, dan lain sebagainya.

.

UHC sebenarnya lebih dari sekadar bidang kesehatan, karena terwujudnya UHC berarti terjadinya langkah menuju kesetaraan, prioritas pembangunan, inklusi sosial dan kohesi. Banyak negara sudah membuat kemajuan menuju UHC. Semua negara dapat mengambil tindakan untuk bergerak lebih cepat mewujudkannya, atau untuk mempertahankan keuntungan yang telah terjadi. Di banyak negara terjadi kondisi yang dirasakan semakin sulit, untuk memenuhi kebutuhan kesehatan populasi yang terus bertambah dan meningkatnya biaya layanan kesehatan.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/08/16/2018-fhc-menuju-uhc/

Mewujudkan UHC membutuhkan penguatan sistem kesehatan di semua negara, dengan struktur pembiayaan yang kuat adalah kunci utama. Ketika orang harus membayar sebagian besar biaya layanan kesehatan dari kantong mereka sendiri, orang miskin seringkali tidak dapat memperoleh banyak layanan yang mereka butuhkan, dan bahkan orang kaya dapat jatuh miskin jika terjadi masalah yang parah atau lama. ‘Pooling fund’ dari sumber pendanaan wajib (seperti kontribusi asuransi wajib), dapat memperkecil dan menyebarkan risiko keuangan atas penyakit kepada seluruh populasi.

.

Meningkatkan cakupan layanan kesehatan dan luaran pengelolaan tergantung kepada ketersediaan, aksesibilitas, dan kapasitas petugas kesehatan, untuk memberikan perawatan terpadu yang berpusat pada pasien. Investasi dalam penyediaan layanan kesehatan primer yang berkualitas, akan menjadi landasan untuk mencapai UHC di seluruh dunia. Berinvestasi dalam penciptaan petugas kesehatan profesional pada layanan primer, adalah cara yang paling hemat biaya untuk memastikan akses ke perawatan kesehatan esensial yang akan meningkat. Tata pemerintahan yang baik, sistem pengadaan dan pasokan obat dan teknologi kesehatan yang baik, dan sistem informasi kesehatan yang berfungsi dengan baik, adalah elemen penting lainnya.

.

Layanan kesehatan primer yang komprehensif berdasarkan pada tiga komponen. Pertama, memastikan bahwa masalah kesehatan masyarakat ditangani melalui layanan protektif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan paliatif yang komprehensif, selama masa hidup warga masyarakat, memprioritaskan secara strategis fungsi sistem utama yang ditujukan pada individu, keluarga, dan populasi, sebagai elemen utama dari penyampaian layanan terpadu di semua tingkatan perawatan. Kedua, secara sistematis menangani faktor risiko gangguan kesehatan yang lebih luas, termasuk dalam bidang sosial, ekonomi, lingkungan, dan perilaku masyarakat, melalui kebijakan publik dan tindakan di semua sektor. Ketiga, memberdayakan individu, keluarga, dan masyarakat untuk mengoptimalkan kesehatan mereka, sebagai pendukung kebijakan yang mempromosikan dan melindungi kesehatan dan kesejahteraan oleh petugas layanan kesehatan dan sosial melalui partisipasi mereka, dan sebagai pengasuh mandiri dan pemberi perawatan kepada orang lain.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/02/26/2019-iur-biaya/

.

Momentum Hari Kesehatan Dunia (World Health Day) yang mengangkat tema ‘Universal Health Couevrage’ (UHC), menekankan bahwa layanan kesehatan primer adalah cara yang paling efisien dan hemat biaya untuk mencapai UHC di seluruh dunia. Di Indonesia, UHC akan dicapai melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).


Sudahkah kita bertindak bijak?

Sekian

Yogyakarta, 21 Februari 2019

*) Ketua IDI Cabang Kota Yogyakarta, dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161