Categories
anak Healthy Life Jalan-jalan politik sekolah

2018 Pesiar di Kupang, NTT

PESIAR   KELUARGA  DI  KUPANG,  NTT

fx. wikan indrarto*)

Kami sekeluarga (dengan Eyang Putri, Dik Bimo dan Dik Laras) melakukan petualangan (pesiar) ke Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk mengunjungi anak sulung kami (mas Yudhi) yang sedang menjalankan tugas PIDI (Program Internship Dokter Indonesia), di RS Bhayangkara Polda NTT di Kupang. Keluarga Dr. Silas dari Wonosari, Gunung Kidul juga berangkat bersama kami dengan maksud yang sama.

Perjalanan diawali dari Yogyakarta dengan menggunakan penerbangan Lion Air JT 560 pada Kamis, 28 Juni 2018. Setelah terbang sekitar 1 jam 15 menit, kami mendarat di Denpasar, Bali. Pada transit sekitar 2 jam tersebut, kami sempat bertemu dengan adik sepupu Wahyu Prasetyaningtyas (Aning), owner dan CEO Lentera Hati International School, di Jl. Taman Maruna no 14, Jimbaran, Kuta Selatan, Badung, Bali di ruang tunggu kedatangan penumpang untuk makan menu spesial, yaitu sate penyu sate yang dibuat dari daging penyu. Sate ini terutama banyak disajikan dan dijajakan hanya di Bali. Meskipun sangat enak, tetapi daging penyu sebenarnya berkolestrol tinggi dan penyu juga merupakan hewan terlindung secara hukum.

 Berangkat dari Jogja  Transit di Bali
Terbang dari Yogyakarta dengan pesawat Lion Air JT 560 pada Kamis, 28 Juni 2018. Saat transit di Denpasar bertemu adik sepupu (Wahyu Prasetyaningtyas) untuk makan sate penyu

Lion Air adalah sebuah maskapai penerbangan bertarif rendah dan merupakan maskapai swasta terbesar di Indonesia. Lion Air mengalami penambahan armada secara signifikan sejak tahun 2000 dengan kontrak pengadaan pesawat baru, dengan total keseluruhan sebesar US$ 46.4 Milliar untuk armada 234 unit Airbus A320 dan 203 Pesawat Boeing 737 MAX. Lion Air mengoperasikan lebih dari 100 buah pesawat Boeing 737-800/900ER seperti yang kami tumpangi selanjutnya, yaitu Lion Air JT 924 selama 1 jam 45 menit untuk mendarat di Kupang. Kota Kupang adalah sebuah kotamadya dan sekaligus ibu kota provinsi NTT. Kotamadya ini adalah kota yang terbesar di Pulau Timor yang terletak di pesisir Teluk Kupang, bagian barat laut pulau Timor.

 Rumah residen  Senja'
Kediaman residen di Kupang di jaman Kolonial Belanda (1870-1910) Pemandangan senja di pantai Pasir Panjang, Kupang yang menarik mata

Nama Kupang sebenarnya berasal dari nama seorang raja, yaitu Nai Kopan atau Lai Kopan, yang memerintah Kota Kupang sebelum bangsa Portugis datang ke NTT. Pada tanggal 29 Desember 1645, seorang padri Portugis yang bernama Antonio de Sao Jacinto tiba di Kupang. Dia mendapat tawaran tinggal menetap dari Raja Helong. Pada tahun 1653, VOC mendarat di Kupang dan berhasil merebut bekas benteng Portugis Fort Concordia, yang terletak di muara sebuah sungai ke Teluk Kupang di bawah pimpinan Kapten Johan Burger. Kedudukan VOC di Kupang langsung dipimpin oleh Openhofd J. van Der Heiden. Nama Lai Kopan kemudian disebut oleh Belanda sebagai Koepan dan dalam bahasa sehari-hari menjadi Kupang. Untuk meningkatkan pengamanan kota, maka pada tahun 23 April 1886, Residen Creeve menetapkan batas-batas kota yang diterbitkan pada Staatblad Nomor 171 tahun 1886. Oleh karena itu, tanggal 23 April 1886 ditetapkan sebagai tanggal lahir Kota Kupang.

Setelah Indonesia merdeka, melalui Surat Keputusan Gubernemen tanggal 6 Februari 1946, Kota Kupang diserahkan kepada Swapraja Kupang, yang kemudian dialihkan lagi statusnya pada tanggal 21 Oktober 1946 dengan bentuk Timor Elland Federatie atau Dewan Raja-Raja Timor dengan ketua H. A. A. Koroh, yang juga adalah Raja Amarasi. Luas wilayah 180,27 Km2, suhu rata-rata di Kota Kupang berkisar antara 23,8°C sampai dengan 31,6°C. Kelembaban udara rata-rata berkisar antara 73 persen sampai dengan 99 persen. Curah hujan selama tahun 2010 tercatat 1.720,4 mm dan hari hujan sebanyak 152 hari. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari, yaitu tercatat 598,3 mm, sedangkan hari hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember dengan 28 hari hujan.


Dengan demikian Kota Kupang sama seperti NTT lainnya, nampak sekali kesan kering, berbatu karang, dan tanaman sulit tumbuh. Total penduduk Kupang adalah
390,877 jiwa dengan kepadatan sekitar 2.496/km2. Mayoritas penduduknya beragama Kristen Protestan (71.32%), kemudian disusul oleh Katolik (17.05%), Islam (10.09%), Hindu (1.53%) dan Buddha (0.01%). Luas wilayah Kota Kupang adalah 180,27 km² dengan jumlah penduduk sekitar 450.360 jiwa (2014). Daerah ini terbagi menjadi 6 kecamatan dan 51 kelurahan.

 Peta  Mendarat di El Tari
Peta Kota Kupang di ujung barat Pulau Timor bagian Barat Kami mendarat di Bandar Udara Internasional El Tari, Kamis, 28 Juni 2018

Kota Kupang dipimpin oleh seorang Wali kota, yaitu Drs. Mesakh Amalo, Letkol Inf. Semuel Kristian Lerik (1986-2007), Drs. Daniel Adoe (2007-2012), Jonas Salean, SH., MSi. (2012-2017), dan Walikota Kupang sekarang adalah Dr. Jefirstson R. Riwu Kore, MM, MH (2017-2022). Saat ini Kota Kupang dibagi menjadi 6 wilayah kecamatan, yaitu Alak (11 kelurahan), Kelapa Lima (7 kelurahan), Kota Raja (6 kelurahan), Kota Lama (10 kelurahan), Maulafa (9 kelurahan) dan Oebobo (7 kelurahan).

Kami mendarat di Bandar Udara Internasional El Tari, yang dahulu bernama pelabuhan udara Penfui pada Kamis, 28 Juni 2018, pk. 14.30. Bandara ini pada mulanya adalah bekas peninggalan zaman penjajahan Belanda, yang hanya berupa sebuah ‘airstrip’. Untuk pertama kali bandar udara ini didarati oleh pesawat udara pada tahun 1928 oleh penerbang Amerika Serikat Lamij Johnson. Selanjutnya dikembangkan oleh Australia pada tahun 1944-1945 dan diberi nama Lapangan Terbang Penfui, yang dalam bahasa Timor berarti Hutan Jagung (Pena=jagung dan Fui=hutan). Sejak tanggal 20 Desember 1988, Pelabuhan Udara Penfui diubah dan ditetapkan menjadi Pelabuhan Udara El Tari Kupang untuk mengenang jasa (almarhum) mantan Gubernur Nusa Tenggara Timur, El Tari. Dulu, bandara ini pernah melayani penerbangan langsung dari dan ke luar negeri, yaitu ke Australia dan Timor Leste, tetapi karena insiden 1998 maka penerbangan luar negri dari bandara ini diberhentikan. Namun berjalannya waktu, bandara inipun akan kembali menjadi bandar udara internasional yang melayani penerbangan menuju Dili dan Darwin.

 Dr. Priyander  Pesiar Kupang
berjumpa di Bandara El Tari dengan Dr. Priyander Funay, SpPD, teman lama kami di FK UGM 84 Pesiar keluarga kami di Kupang dalam kendali dan pengaturan oleh mas Yudhi

Sekejap kami berjumpa di ruang tunggu Bandara El Tari Kupang dengan Dr. Priyander Funay, SpPD, teman lama kami di FK UGM 84, yang akan segera kembali ke Jakarta, untuk mempelajari Hemato-Onkologi Medik. Kami dijemput oleh mas Yudhi, dengan mas Daniel, mbak Stefi dan mbak Devita (semuanya adalah para dokter PIDI di RS yang sama). Selanjutnya kami diajak makan siang di RM Bambu Kuning, untuk merasakan sensasi menu terkenal di Kupang, yaitu daging sei.

Sei adalah makanan khas suku Timor, berupa daging yang disayat kecil-kecil memanjang dan diolah dengan cara diasapi pada bara api. Bahan baku sei dapat berupa daging babi atau sapi, namun biasanya masyarakat setempat lebih banyak mengkonsumsi sei babi. Sei mulai tenar di kalangan masyarakat Kota Kupang sejak tahun 1986. Kata Se’i berasal dari bahasa Rote, yaitu daging yang diiris tipis memanjang. Tidak sama seperti daging babi Jasio, Siobak atau ‘smoked beef’, Ham ataupun babi Guling dari Bali, walaupun sama-sama dibakar, tetapi daging Se’i mempunyai ciri khas yang tersendiri, karena daging diolah secara tradisional dengan dipotong memanjang dengan 2-3 cm lebarnya, lalu diolah dengan pemberian garam dan sedikit rempah rempah sesuai dengan ciri khas penjualnya, dan dilanjutkan dengan pengasapan menggunakan kayu Kosambi. Beberapa Rumah Makan untuk makanan khas Kupang daging Se’i yang terkenal yaitu “Bambu Kuning”, “Petra”, “Aroma” dan “Pondok Sawah,” tetapi di desa “Baun” kurang lebih 40 km atau 45 menit dari kota Kupang, di sanalah original daging Se’i babi yang pertama. Daging Se’i harus dimakan dalam keadaan panas, karena kalau sudah dingin, maka dagingnya akan sedikit alot. Selain itu, saat panas itu kita bisa mencium bau aroma daging asap dengan rempah rempahnya. Selanjutnya kami mampir sebentar di rumah kost mas Yudhi dan teman2 dokter PIDI di dekat RS Bhayangkara, dan selanjutnya diantar ke Hotel Greenia di Jl. Hati Mulia V, (Belakang Kantor PU Prov. NTT), Oebobo, Kupang, untuk beristirahat.

 Kost mas Yudhi  Sei Babi
Mampir sebentar di rumah kost mas Yudhi dan teman2 dokter PIDI di dekat RS Bhayangkara Kupang Makanan khas Kupang daging Se’i yang terkenal, kami santap di RM “Bambu Kuning”

Setelah beristirahat sore, kami melanjutkan petualangan pada Kamis, 28 Juni 2018 sore ke Taman Nostalgia (Tamnos) untuk bertemu Drs. Alfred Funay, MKes. Taman Nostalgia berlokasi di Kelurahan Fatululi, Kecamatan Oebobo, Kupang, yang dirancang sebagai taman kota. Dengan fasilitas ‘jogging track’, arena olahraga dan wisata kuliner. Di Taman Nostalgia terdapat Gong Perdamaian Nusantara (GPN), yang merupakan sarana persaudaraan dan pemersatu bangsa. Berasal dari Desa Pakis Aji, Kecamatan Plajan, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah, gong yang berusia 450 tahun itu milik Ibu Musrini, yang adalah ahli waris generasi ketujuh dari pencetus gong. GPN terbuat dari bahan campuran kuningan (bronze) dan perunggu, berdiameter 2 meter dengan berat ± 100 kg. GPN bermakna keseimbangan kehidupan dan memberi nilai lebih, kebanggaan, citra baik dan sumber pendapatan sepanjang masa bagi daerah yang menerimanya. Di Taman Nostalgia tersebut kami mencoba menu salome, semacam bakso bakar, bernostalgia dengan Drs. Alfred Funay, MKes, widyaiswara Bapelkes Kupang, yang pada tahun 1992 sebagai pegawai Bagain Umum Kanwil Kesehatan menyambut kami, para dokter baru yang akan ditugaskan di seluruh NTT. Nostalgia selanjutnya kami isi dengan makan malam di Kampung Solor, dengan mencoba aroma menu ikan kakap putih yang berdaging sangat kenyal.

 Tamnos  Kampung Solor
Taman Nostalgia (Tamnos) berlokasi di  Fatululi, Kecamatan Oebobo, Kupang, sebagai taman kota pada senja hari Makan malam di Kampung Solor yang dipenuhi para pedagang makanan laut (seafood) yang ditangkap dari Laut Oeba.

NTT kaya dengan hasil laut, sehingga berbagai ikan laut kaya protein siap menyambut para wisatawan yang berkunjung ke kota Kupang ini, terutama di Kampung Solor, Kupang. Kampung Solor adalah wilayah pesisir dengan profesi penduduknya sebagain besar sebagai nelayan dan pedagang. Wilayah tersebut di zamaan Belanda adalah kota lama asal usul Kupang sebagai pusat perdagangan. Kampung Solor menjadi rujukan atau rekomendasi paling utama saat wisatawan singgah di Kupang. Mirip seperti Muara Angke atau kawasan Cilincing di Ancol, Jakarta, kampung ini merupakan kampung pesisir yang dipenuhi para pedagang makanan laut (seafood). Berbagai jenis ikan laut, cumi, udang, dan makanan laut lainnya yang ditangkap dari Laut Oeba, dibanderol dengan harga standar, puluhan ribu rupiah. Sambil merasakan hembusan angin pantai, makan di Kampung Solor bisa membuat siapa saja lahap. Para pedagang membuka lapaknya hingga tengah malam.

 Gua Fatima  Taman Doa
Taman Doa Lourdes Kupang yang dibangun di sebuah lahan berkontur menurun di kelurahan Oebobo, Kupang. Gerbang Taman Doa Lourdes Kupang pada malam hari yang gelap

Setelah itu, kami melanjutkan peziarahan ke Goa Maria dan Taman Doa Lourdes Kupang, yang dibangun di sebuah lahan berkontur menurun di kelurahan Oebobo, Kupang. Nama jalan di sekitar lokasi akhirnya menjadi Jalan Lourdes, yang selanjutnya nama Lourdes berubah menjadi Lordez. Nama kampung yang dilalui jalan ini disingkat LDZ oleh kaum mudanya. Pintu masuknya cuma satu, dari arah depan menghadap jalan Cak Doko, sedangkan pintu sampingnya sudah tertutup tembok gedung lain. Di dalam komplkes taman doa ada sebuah patung yang diresmikan pada 11 Oktober 1996 oleh Uskup Agung Kupang waktu itu, Mgr. Gregorius Monteiro, SVD. Dalam prasasti marmernya disebutkan kata ARMIDA sebagai ‘head’-nya. Setelah selesai berdoa mengucap syukur melalui perantaraan Bunda Maria, malam itu kami tertidur nyenyak di Hotel Greenia, karena pengalaman iman dan kuliner yang membahagiakan.

Jumat, 29 Juni 2018 pagi, kami terjaga dari mimpi indah untuk segera bangun dan akan mengikuti misa kudus harian pagi. Kami segera menggunakan aplikasi ‘grab’, karena  aplikasi go-car dan minibus angkutan kota yang biasa disebut bemo, pagi itu belum beroperasional. Bemo di Kupang memiliki ciri khas tersendiri, yaitu rute setiap bemo ditandai oleh warna dan angka yang terdapat pada kaca depan bagian atas bemo. Selain itu, aksesoris bemo yang sangat banyak ditambah dengan dentuman musik yang sangat keras, adalah ciri lain bemo Kupang.

 Bemo  Gereja St Yoseph
Bemo di Kupang yang khas dengan banyak asesoris dan full musik yang berdentum keras Gereja Katolik St Yoseph Naikoten, yang merupakan gereja terbesar ketiga di kota Kupang, setelah Gereja Maria Assumpta dan Gereja Katedral.

Pagi itu pk. 6.30 kami mengikuti misa kudus harian di Gereja Katolik St Yoseph Naikoten, yang merupakan gereja terbesar ketiga di kota Kupang, setelah Gereja Maria Assumpta dan Gereja Katedral. Gereja ini berada di daerah Oebobo, tepatnya di Jl. Herewila No 27 Naikoten, Oebobo Kupang. Gereja ini terlihat megah dengan tiga buah menara yang sangat tinggi, di bagian depan gereja. Ketiga menara tersebut dihiasi dengan kaca-kaca dan ornamen kristiani yang sangat indah. Gereja ini bersebelahan dengan Sekolah Katolik (SD dan SMP Santo Yoseph) yang terkenal di Kupang, yang berada di wilayah Naikoten, Oebobo.

Jumat, 29 Juni 2018 setelah sarapan menu lokal di Hotel Greenia, Kupang, kami melanjutkan petualangan ke Pantai Lasiana, yang mulai dibuka untuk umum sekitar tahun 1970-an. Sejak Dinas Pariwisata NTT memoles dengan membangun berbagai fasilitas pada tahun 1986, Pantai Lasiana ramai dikunjungi turis asing. Sesuai rencana pengembangan Pemkot Kupang, Pantai Lasiana akan dijadikan Taman Budaya Flobamora, yakni sebutan yang mengacu pada keseluruhan suku bangsa di dekat Pantai Lasiana antara lain, Flores, Sumba, Timor dan Alor. Di pantai Lasiana ini terdapat sebuah Cafe, dan banyak didapati Lopo-lopo dan tempat makanan ringan seperti pisang bakar dan jagung bakar yang berderet. Lopo-lopo adalah sebutan lokal untuk pondok yang dibangun menyerupai payung dengan tiang dari batang pohon kelapa atau kayu dan beratapkan ijuk, pelepah kelapa atau lontar, alang-alang, dan yang berbahan semen. Kupang, adalah nama yang dipahat di atas batu karang. Nama yang kenyal dengan kegersangan, terik matahari yang membakar, ilalang kecoklatan, rumah reyot, pepohonan lontar dan kepulan asap yang membubung tinggi. Secuil keindahan seolah hanya ada pada bentangan bibir pantai Lasiana nan kusam. Pantai renta tempat seantero warga biasa melepas kepenatan hidup. Di Pantai Lasiana tersebut, kami dijemput Dr. Maria Surina, teman lama kami saat bertugas di Pulau Flores tahun 1992-1994.

 Pantai Lasiana  Taman Ziarah 3
Pantai Lasiana  merupakan Taman Budaya Flobamora, (Flores, Sumba, Timor dan Alor). Diantar Dr. Maria Surina ke Taman Ziarah Yesus Maria Oebelo sekitar 10 km dari bibir Pantai Lasiana.

Selanjutnya kami diantar ke sebuah Taman Terindah, Taman Ziarah Yesus Maria Oebelo sekitar 10 km dari bibir Pantai Lasiana, yang berada pada suatu titik ketinggian yang istimewa. Siapapun yang berada di titik ketinggian ini akan menikmati suatu panorama alam yang menakjubkan. Karenanya, keberadaan Kapela John Paul II di puncak titik ketinggian tersebut, seolah mempertegas betapa Tuhan telah menciptakan alam raya ini dengan keindahan tak terkira.

Berdiri diatas balkon lantai tiga bangunan Kapela John Paul II kita seolah berada dekat dengan langit, tempat Tuhan bersemayam. Awan berarak di atas kepala, burung-burung terbang melintas, angin menampar lembut dan Patung Yesus berjubah putih berselempang merah di atas bubungan atap dengan tangan terentang ke atas, membuat hati bergetar, nurani terbuka, sungguh suatu keindahan tak terbantah. Dengan melihat ke sekeliling, pepohonan lontar berderet di seantero pebukitan seperti tentara sorga berbaju zirah melingkari, mengepung, dan menjaga takhta Tuhan. Dan di kejauhan panoramanya bagai lukisan kanvas. Tuhan mengarsir panorama alam di depan Kapela John Paul II begitu sempurna, yaitu petakan sawah dan ladang yang didominasi warna kekuningan. Di sana ada ruas jalan aspal yang membelah di tengah-tengah. Di sebelahnya laut biru membujur diantara dua sayap pulau Timor yang merentang bagai bukit barisan. Semuanya akan terlihat dari puncak Taman Ziarah Yesus Maria Oebelo yang dibangun oleh Yang Mulia Uskup Agung Kupang Mgr. Petrus Turang. Ketika diresmikan pada hari Senin, 25 November 2013 oleh Kardinal Stanislaw Rylco dari Tahkta Suci Roma, sekitar 30.000-an umat Katolik datang memadati seluruh area taman.

 Taman Ziarah 4  El Tari Kupang
Umat berbondong-bodong datang berdoa di Taman Ziarah Yesus Maria Oebelo Tim penjemput keluarga pakde Totok di Bandara El Tari, Kupang

Di taman ini peziarah dari seluruh penjuru angin menanam Doa Rosario. Ruas jalan permenungan untuk meniti Empat Peristiwa dalam Doa Rosario yaitu peritiwa Gembira, Mulia, Sedih dan Terang ada di sini, lengkap dengan stasi perhentiannya. Semua peristiwa ini mengantar peziarah menuju Yesus Kristus Sang Juru Selamat, melalui Bunda Maria. Langkah kaki menuju empat peristiwa dalam doa rosario dimulai dari Aula Terbuka yang berada di kaki bukit. Di aula ini seluruh peziarah diberi kesempatan untuk sejenak menenangkan diri, menyiapkan hati, pikiran dan fisik, sebelum menapaki bukit terindah ini. Peziarah akan menanjaki ruas jalan dengan kemiringan sekitar 45 derajat.

Setelah puas berdoa, kami segera turun gunung untuk mencoba menu jagung bose. Menu ini adalah bubur jagung dengan campuran santan yang diolah dari buah kelapa yang diparut secara manual, tidak menggunakan mesin. Untuk membuat jagung bose, waktu yang diperlukan tidak sebentar. Namun demikian, proses pembuatannya sangat sederhana. Bahannya pun sangat mudah didapat di pasar tradisional seputar Kota Kupang. Awalnya, jagung yang masih utuh dilulur atau direndam dalam air selama kurang lebih 15 menit. Setelah itu, jagung ditumbuk lalu dicampur air dan ditapis untuk memisahkan kulit ari dari pecahan biji jagung. Pecahan jagung siap dimasak di atas tungku dengan nyala api sedang. Jagung direbus sampai setengah matang. Kemudian, dimasukkan tambahan kacang hijau dan selama kurang lebih dua jam, maka akan terbentuk kaldu yang mengental.

 Jagung Bose  Aroma Sei 1
Jagung bose yang manis ini tersedia dalam dua pilihan, yakni putih atau kuning, hanya akan ditemukan di NTT. Dijamu makan siang menu se’i babi oleh Dr. Maria Surina di RM Aroma yang padat pengunjung, di pusat kota Kupang

Setelah jagung matang dan terasa kental, masukkan garam secukupnya dan sedikit bumbu tambahan, seperti santan atau bumbu-bumbu lain. Dalam penyajiannya, jagung bose kerap ditambahkan dengan potongan iga sapi. Pada proses akhir perebusan setelah terbentuk kaldu yang mengental, masukkan potongan iga sapi tersebut. Tambahkan sedikit air lagi, lalu rebus kembali hingga daging matang. Jagung bose pun siap disajikan. Jagung bose dapat pula disajikan panas-panas bersama lauk daging seì (daging asap) yang telah masak. Selain daging seì sebagai lauk pendamping, lawar ikan sardine pun bisa menjadi pasangan khas jagung bose. Jenis jagung bose yang manis ini tersedia dalam dua pilihan, yakni putih atau kuning. Dengan rasanya yang khas, jagung bose benar-benar hanya akan ditemukan di Nusa Tenggara Timur.

Selesai makan siang itu, kami segera menjemput keluarga pakde Totok (budhe Tari, mas Danang dan mbak Esthi) yang akan mendarat di Bandara El Tari, Kupang dan siap bergabung berpetualang dengan kami. Keluarga pakde Totok yang datang dari Pamulang, Tangerang nampak kelelahan, karena tertundanya penerbangan mereka, yang disebabkan aktivitas Gunung Agung di Karangasem, Bali. Segera kami mengingat berbagai bentuk layanan kesehatan di kota Kupang antara lain Rumah Sakit Pemerintah seperti : RSUD WZ. Johannes Kupang, RS Bhayangkara Kupang, RS Korem 161 Wira Sakti Kupang, Rumkital Kupang dan RSUD SK Lerik Kupang. Sedangkan Rumah Sakit dan Klinik Swasta antara lain adalah RSU Mamami, RSIA Dedari, RS Kartini, RS Leona, Siloam Hospital Kupang dan RS Katolik Carolus Boromeus.

Setelah melihat sekejap RSUD WZ. Johannes yang pernah kami kunjungi tahun 1993, kami melanjutkan petualangan ke RS Bhayangkara Kupang, dimana mas Yudhi belajar sebagai dokter internship pada PIDI. RS Bhayangkara Kupang berdiri tanggal 3 Juli tahun 1967 di atas tanah seluas 5.865 m² yang berlokasi di Jl. Nangka No 84 Kupang NTT, adalah warisan dari gedung Komplek Komdak XVII Nusra yang direnovasi menjadi sebuah rumah sakit. Rumah Sakit milik POLDA NTT di Kupang ini sebagai salah satu rumah sakit dengan lingkungan terbaik, juga menyediakan prasarana antara lain ambulance yang siap mengantarkan pasien yang akan dirujuk, menjemput pasien di rumah, dan menjemput pasien yang kecelakaan di jalan. Parkiran yang luas yang membuat pengunjung dapat nyaman saat bertamu ke kerabat atau keluarga yang sedang dirawat inap. Kami sempatkan berfoto bersama mas Yudhi di areal sebelah IGD, sebagai salah satu pintu masuk ke RS Bhayangkara, yang terletak di bagian depan dari rumah sakit, agar setiap tindakan yang membutuhkan penanganan secara cepat, dapat dilaksanakan. RS ini memiliki motto: senyummu adalah kepuasanku. Di RS itulah mas Yudhi dan teman-temannya belajar secara intensif sebagai dokter internship Indonesia. Setelah itu, kami segera menuju ke RS Siloam Kupang.

 RS Bhayangkara  Siloam Kupang
Sisi depan RS Bhayangkara Kupang di Jl. Nangka No 84 Kupang NTT, Bergaya di samping ambulance Siloam Hospitals Group, di Fatululi, Kupang, NTT.

RSU Siloam yang merupakan anak usaha PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR), Siloam Hospitals Group, berlokasi di daerah Fatululi, Kupang NTT. Biaya yang dibutuhkan untuk membangun RS ini senilai US$ 40 juta (Rp 360 miliar), termasuk peralatan medis terkini seperti MRI, Cathlab dan CT Scan, sesuai dengan standar internasional yang diterapkan di seluruh unit Siloam Hospitals. Rumah Sakit Umum Siloam Hospital (RSUSH) Kupang adalah rumah sakit ke-19 yang telah dibangun Lippo Group. Berbeda dengan RS Siloam lainnya, RS Siloam Kupang lebih fokus melayani pasien peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Sebagian besar atau sekitar 70 persen fasilitas layanannya diperuntukkan bagi pasien peserta JKN, seperti disampaikan saat Grand Opening Siloam Hospital Kupang, oleh Gubernur NTT dan disaksikan Presiden Joko Widodo, Sabtu 20 Desember 2016. Siloam Hospital Kupang memiliki kapasitas 600 tempat tidur, namun untuk tahap awal mulai dioperasionalkan 100 dan termasuk yang terbaik dari Silaom Hospital yang sudah dibangun. Siloam Kupang memiliki gedung besar dan kenyamanan dengan teknologi kesehatan canggih. Ke depan akan dikembangkan duplikat dari Siloam Hospital Kupang di berapa kota di NTT, seperti di Maumere, Waingapu, dan Rote.

Kota Kupang menyimpan begitu banyak potensi wisata yang wajib untuk dikunjungi, salah satunya adalah Pantai Oesapa. Pantai ini terletak di Kelurahan Oesapa, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang. Pantai Oesapa memang sangat eksotis, letaknya pun sekitar 10 kilometer dari jantung kota Kupang. Pantai Oesapa mungkin saat ini menjadi satu-satunya ruang terbuka di pesisir pantai Kota Kupang, sehingga setiap hari terutama menjelang sore, akan ramai dikunjungi ratusan orang. Ramainya pantai ini dikarenakan langit sore berubah menjadi warna merah keemasan, ketika matahari mulai kembali ke peraduannya. Keindahan Pantai Oesapa menjadi daya tarik sendiri karena latar belakang ribuan pohon lontar yang berdiri kokoh di sepanjang pantai.

 Pantai Oesapa 1  Gereja Maria Asumpta
Keindahan Pantai Oesapa dengan ribuan pohon lontar yang berdiri kokoh di sepanjang pantai. Gereja Santa Maria Assumpta di Jl. Perintis Kemerdekaan No. 9, Kupang.

Setelah mengantarkan keluarga Pakde Totok untuk beristirahat sejenak di kamar sebelah kami di Hotel Greenia, kami semua segera menikmati senja di Pantai Oesapa. Setelah menikmati pisang goreng, jagung bakar, teh dan kopi di pinggir Pantai Oesapa, segera kami melanjutkan pesiar ke Gereja Santa Maria Assumpta di Jl. Perintis Kemerdekaan No. 9, Kupang. Kompleks Paroki termasuk gedung Gereja, Pendopo Pastoran, kantor Sekretariat Paroki dan Sebuah Aula Serba guna, berlokasi dalam sebuah komplkes yang sama. Gereja ini dibangun di atas pondasi batu, dengan ruang jemaat yang besar dan bebas kolom, serta dilengkapi pendingin udara (AC). Atap dan lengkungan yang memiliki parapets, merupakan ciri khas gereja ini dan bagian depan gereja terletak di sebelah barat.

Pada bulan Desember 1979 oleh Pastor Herman Y. Kaiser SVD yang mejabat Pastor Paroki St Yoseph Naikoten Kupang, berdasarkan hasil kunjungan pastoral ditemukan kesulitan umat untuk hadir ke Gereja, karena transportasi yang kurang mendukung. Bapak uskup mengijinkan agar umat yang berdomisi di wilayah ini dapat melaksanakan misa hari minggu di istana keuskupan saja. Namun demikian, Rumah Bapak Uskup dalam beberapa waktu ternyata tidak dapat menampung umat lagi untuk misa hari minggu. Pada saat itu dibangun pula seminari Santu Rafael Oepoi. Persiapan paroki yang diperjuangkan umat selama 8 tahun, yaitu 1979-1988, akhirnya berhasil dan peletakan batu pertama dimulai pada tanggal 12 Agustus 1988, sekaligus perayaan ulang tahun paroki untuk pertama kalinya. Pastor Paroki Pertama P. Julis Bere SVD dan Pastor kapelan Pastor Ebed, Pr., dengan nama paroki selengkapnya menjadi Paroki Santa Maria Assumpta Kota Baru Kupang, yang terus dipakai hingga saat ini. Selain ruang adorasi tubuh Kristus yang buka 24 jam untuk berdevosi, kami juga menyaksikan Aula Serba Guna Paroki Santa Maria Assumpta yang megah, dengan daya tampung seribu orang. Selain itu, kami juga sempatkan berdoa di Gua Maria yang strategis berada di areal depan kompleks, sehingga memudahkan umat untuk berdoa dengan khusuk. Gua Maria terbuka 24 jam bagi umat yang hendak memanjatkan doa-doanya. Setelah puas berdoa kepada Bunda Maria, segera kami melanjutkan perjalanan ke ikon baru kota Kupang, yaitu Kantor Gubernur NTT.

 Sasando Gubernur  Sasando Gubernur 2
Malam hari di Kantor Gubernur NTT di Jalan El Tari Kupang, yang telah menjadi ikon baru Nusa Tenggara Timur. Berfoto pada siang hari di Kantor Gubernur NTT yang telah menjadi ikon baru Nusa Tenggara Timur.
 Sasando Gubernur 1
Maket Gedung Kantor Gubernur NTT karya arsitek muda NTT, Luiz Wilson
yang menyerupai alat musik Sasando.

Kantor Gubernur NTT yang terletak di Jalan El Tari Kupang, telah menjadi ikon baru Nusa Tenggara Timur. Bentuknya yang unik yaitu menyerupai alat musik tradisional NTT Sasando, menjadikan lokasi ini selalu ramai dikunjungi warga Kota Kupang, maupun mereka yang baru pertama menginjakkan kaki di Kota Kupang. Gedung yang berada di Jalan El Tari ini merupakan tempat berkantor Gubenur dan Wakil Gubernur NTT, dan tempat ini juga menjadi pusat pemerintahan NTT. Gedung megah ini sebenarnya dibangun untuk menggantikan gedung lama yang terbakar pada tanggal 9 Agustus 2013, yaitu lantai 2 dan 3 hangus terbakar. Pada tahun 2014, Pemprop menggelar sayembara bentuk kantor gubernur. Pemenang sayembara adalah seorang arsitek muda NTT, Luiz Wilson. Ia memilih bentuk gedung menyerupai alat musik Sasando. Dan kini bagian depan gedung ini memang menyerupai alat musik Sasando, sementara bagian depan sisi kiri dan kanan menyerupai lipatan daun lontar. Gedung yang dibangun sejak Januari 2016 oleh kontraktor PT Waskita Karya (persero) Tbk, selesai dikerjakan pada pada Desember 2016, dan mulai digunakan pada tahun 2017. Anggaran untuk membangun gedung ini sekitar Rp 178 miliar dan sekarang menjadi lokasi rekreasi warga. Dengan berpose di depan kantor gubernur NTT, yang indah untuk foti selfie, menjadi arena nongkrong anak muda Kota Kupang setiap sore, bahkan hingga tengah malam, terbuka untuk umum dalam bercengkrama dan bersantai di kawasan itu. Selain itu, bagian depan Kantor Gubernur juga sering dijadikan panggung pertunjukan, dengan latar belakang bagian depan gedung yang berbentuk sasando. Setelah puas berfoto di depan Kantor Gubernur NTT, malam itu kami semua tertidur nyenyak dalam kepuasan dan kelelahan yang berpadu.

Sabtu pagi, 29 Juni 2018 kembali kami mengikuti misa kudus harian di Gereja Katolik St Yoseph Naikoten. Setelah sarapan di Hotel Greenia dan mas Yudhi berangkat kerja di Puskesmas Oesapa, kami melanjutkan petualangan ke Goa Kristal. Ketika mendengar kata ‘kristal’ mungkin kita akan beranggapan di dalam gua tersebut bergelimang batu perhiasan. Namun, itu hanyalah kiasan saja yang menggambarkan akan adanya air jernih dan batu di dalamnya yang membentuk seperti kolam renang.

Gua Kristal yang terletak di Desa Bolok, Kecamatan Kupang Barat. Gua Kristal yang mempunyai luas kurang lebih 30 meter persegi dengan airnya yang begitu jernih, sehingga membuat terlihat begitu sangat jelas dasar kolamnya. Air yang di dalam gua tersebut memiliki rasa payau dan sangat menyegarkan tubuh. Goa Kristal ini sangat dekat dengan Kota Kupang, hanya memerlukan waktu tempuh 30 menit atau berjarak 20 km, lokasinya sangat berdekatan dengan Pos Polisi Air Pelabuhan Bolok. Sesampainya di sana pengunjung dapat memarkir kendaraannya di dekat Pos Polisi Air Bolok, kemudian berjalan kaki kira-kira 500 meter untuk sampai ke bibir gua.

 Gua Kristal 1  Gua Kristal 2
Ditemani Moses, bocah pemandu lokal, menuju Gua Kristal di Kupang Barat Berenang bersama melihat keindahan di dalam perut Gua Kristal, Kupang Barat

Kami datang sesuai anjuran untuk berkunjung pada siang hari atau pukul 11, karena sinar matahari yang menerobos celah-celah gua, akan membuat pemandangan yang jarang terlihat, seolah seperti batu kristal. Kami juga mengikuti saran untuk membawa senter, karena tidak banyak cahaya mampu masuk ke dalam goa dan jalan masuk cukup terjal menurun dan licin. Setelah puas berenang di dasar goa, berbasah air payau, dan menikmati keindahan kristal karena cahaya matahari yang menyelinap ke dalam goa, kami segera melanjutkan petualangan (pesiar) dengan menikmati menu kuliner lokal lainnya, di warung artis kuah asam Tenau yang berada di Jl. M Praja, Kelurahan Alak, Kecamatan Alak, Kota Kupang. Di warung tersebut kami bertemu mas Yudhi, setelah selesai bertugas di puskesmas.

Warung yang terletak tidak jauh dari Pelabuhan Tenau Kupang itu, menjadi salah satu ikon masakan kuah asam ikan paling fenomenal di ibu kota NTT. Betapa tidak. Selama enam hari seminggu, dari Senin hingga Sabtu, warung yang menyajikan masakan kuah asam, ikan asap, gule sapi dan sambal goreng itu, tidak pernah sepi dari pengunjung. Warung kuah asam Tenau sudah menjadi idola banyak pejabat pemerintah hingga masyarakat biasa, penyuka makan ikan. Selain ikan ‘fresh’ yang diolah, racikan khusus bumbu si pemilik warung menjadikan pecinta kuliner tidak akan merasakan bau amis, usai menyantap habis satu porsi kuah asam ikan.

 Kuah Asam  Pelabuhan Tenau

Menu spesial di Warung ikan kuah asam Tenau, dekat Pelabuhan Kupang

Pelabuhan Tenau Kupang pada senja hari, dekat Warung ikan kuah asam Tenau

Setelah kenyang makan siang menu ikan, kami melanjutkan petualangan ke rumah kenalan lama di Wates, Kulon Progo, DIY. Cik Hong dan Koh Cung, sepasang suami isteri yang kedua anaknya telah menjadi dokter di Medan dan Jakarta, kami temui dalam keharuan di rumahnya Salon Lince di Jl. Sumba no 10 Oeba, Kupang. Kami segera larut dalam suasana reuni dan nostalgia dengan saling mendoakan dan meneguhkan, untuk selanjutnya meneruskan petualangan ke Oesao, di Kabupaten Kupang. Melalui jalan raya yang padat kendaraan, kami menyatu dengan para pengguna jalan yang seenaknya sendiri, tidak mau peduli, melaju di sisi tengah jalan, dan tidak segera menepi saat diklakson. Selain itu, juga ada antrian bus antar kota dalam provinsi, dengan tujuan ke SoE, Kefa dan Atambua, serta antar negara, yakni ke Dili, Timor Leste. Bus ini disediakan oleh berbagai penyedia layanan termasuk DAMRI. Kalau kita mengikuti lajunya, pasti akan sampai di Layanan imigrasi Indonesia-Timor Leste yang dilaksanakan di Tasifeto Timur-Batugade, yang sangat megah dan membanggakan.

 Cik Hong  Cik Hong 1
Keluarga Cik Hong tinggal di Salon Lince, nama yang digunakan sejak di Wates DIY, di Jl. Sumba no 10 Oeba, Kupang Cik Hong dan Koh Cung, sepasang suami isteri yang kedua anaknya telah menjadi dokter di Medan dan Jakarta,

Kami harus keluar dari Kotamadya untuk masuk ke dalam territorial Kabupaten Kupang, guna menikmati kue cucur, yang merupakan ciri khas makanan lokal kesukaan masyarakat di desa Oesao, Kabupaten Kupang. Kue ini terbuat dari bahan beras yang diolah menjadi tepung. Para petualang yang mengadakan perjalanan melalui atau ke Kabupaten Kupang, menuju ke SoE, Kefa dan Atambua, biasanya singgah di tempat ini, karena kue cucur rasanya enak untuk dinikmati. Selain kue cucur, kami juga menikmati ulang jagung bose sampai kenyang.

Siang itu, kami mengantar keluarga pakde Totok naik ke Taman Ziarah Yesus Maria Oebelo, yang telah kami kunjungi hari sebelumnya. Di aula kami tertahan, karena hanya sebuah mobil yang diijinkan naik ke puncak taman, sehingga hanya keluarga pakde Totok yang naik dan berhenti tepat di depan Patung Bunda Maria yang tengah menggendong kanak-kanak Yesus. Patung setinggi manusia itu berada pada kaki bukit kedua dengan sudut kemiringan sekitar 40 derajat. Bunda Maria dan Yesus seolah tengah bercakap-cakap. Tentu, Bunda Tak Bernoda ini tengah menyampaikan seluruh isi hati kita, keluh kesah kita, mimpi-mimpi kita, juga gumpalan kekecewaan kita yang mengkristal, bahkan membatu.

 Taman Ziarah
Keluarga pakde Totok di Taman Ziarah Yesus Maria Oebelo, Kupang

Bagi peziarah beragama katolik yang hendak berdoa, inilah Taman Doa Rosario terlengkap yang menggelar kisah kehadiran Tuhan Yesus Kristus, dalam perjalananNya menyelamatkan umat manusia dari belenggu dosa. Bila peziarah menapaki ruas jalan menanjak dari ‘paving block’ di sebelah kiri posisi berdiri Patung Bunda Maria, maka wajib mendaraskan lima Peritiwa Gembira dan lima Peristiwa Mulia. Sedangkan peziarah yang melangkah ke sebelah kanan, wajib mendaraskan lima Peristiwa Sedih dan lima Peristiwa Terang.

 Taman Ziarah 6
Kapel S. Paul John II di sore hari, di Taman Ziarah Yesus Maria di puncak Bukit Oebelo

Turun dari taman terindah, kami langsung menikmati sasando, yaitu sebuah alat musik dawai yang dimainkan dengan cara dipetik. Instumen musik ini berasal dari pulau Rote, NTT. Secara harfiah nama Sasando menurut asal katanya dalam bahasa Rote, sasandu, yang artinya alat yang bergetar atau berbunyi. Suara sasando mirip dengan alat musik dawai lainnya seperti gitar, biola, kecapi, dan harpa. Bagian utama sasando berbentuk tabung panjang yang biasa terbuat dari bambu. Lalu pada bagian tengah, melingkar dari atas ke bawah diberi ganjalan-ganjalan, di mana senar-senar (dawai-dawai) yang direntangkan di tabung, dari atas ke bawah, akan bertumpu. Ganjalan-ganjalan ini memberikan nada yang berbeda-beda kepada setiap petikan senar. Lalu tabung sasando ini ditaruh dalam sebuah wadah, yang terbuat dari semacam anyaman daun lontar, yang dibuat seperti kipas. Wadah ini merupakan tempat resonansi sasando.

 Sasando  Sasando 1
Alat musik sasando, topi Ti’i Langga dan kain tenun Rote yang melambangkan kepemimpinan, wibawa dan percaya diri. Menikmati alunan musik pemain sasando elektrik di Sanggar Sasando Oebelo Puluti, Kabupaten Kupang Tengah.

Kami mampir di sebuah rumah sederhana yang dikenal sebagai tempat perajin sasando, berada di Oebelo Puluti, Kabupaten Kupang Tengah, sekitar 20 km dari Kota Kupang. Masyarakat Oebelo kebanyakan adalah petani garam. Hal tersebut bisa dilihat kala melintasi sepanjang jalan besarnya. Tepi jalan dihiasi dengan garam yang dipasarkan dalam bentuk sokal (sejenis tabung panjang yang bahannya terbuat dari daun lontar). Daun lontar memang menjadi komoditas yang banyak digunakan di Kupang. Selain bisa dirubah menjadi berbagai macam tempat penyimpanan, di sini anyaman daun lontar juga biasa digunakan sebagai atap rumah, karpet, bahan rumah gubuk juga kerajinan, seperti yang biasa dipakai oleh Jeremias Pah, seorang perajin dari Bengkel Perajin Sasando. Sasando dimainkan untuk beberapa keperluan seperti menghibur kerabat atau orang yang berduka cita, sebagai pengiring tarian dan upacara adat, menyambut tamu penting, atau sekadar alat musik penghibur. Bahkan kini, telah dikembangkan sasando elektrik, bukan akustik lagi, dan terdapat beberapa jenis sasando, mulai dari 10 senar hingga 56 senar yang dibuatnya selama 5 hingga 15 hari.

Bagi orang Rote, selain alat musik sasando, juga ada topi Ti’i Langga yang melambangkan jiwa kepemimpinan, kewibawaan dan percaya diri. Pada awalnya topi Ti’i Langga hanya digunakan oleh para petinggi adat yang bermukim di Pulau Rote, tetapi sekarang topi Ti’i Langga sudah menjadi pelengkap untuk pakaian tradisonal laki-laki di Rote dan juga sering dipakai untuk acara-acara adat. Bahan utama yang digunakan untuk membuat topi Ti’i Langga yaitu daun lontar, dimana pohon lontar memang banyak ditemui di wilayah NTT. Setelah puas mendengarkan alunan sasando elektrik, berfoto dengan topi Ti’i Langga dan kain tenun khas Rote, sore itu kami kembali ke Kota Kupang.

 Puskesmas Oesapa 2  Puskesmas Oesapa 1
Gedung megah Puskesmas Oesapa berlantai 2 sore itu masih ramai dengan berbagai aktivitas pegawai. Prasasti peresmian di dinding Gedung Puskesmas Oesapa, Kupang yang digunakan mas Yudhi untuk belajar

Di seluruh teritorial Kota Kupang, terdapat Puskesmas Alak, Puskesmas Naioni, Puskesmas Bakunase, Puskesmas Pasir Panjang, Puskesmas Kupang Kota, Puskesmas Oebobo, Puskesmas Oesapa, Puskesmas Oepoi, Puskesmas Sikumana, Puskesmas Penfui dan Puskesmas Manutapen. Sore itu kami mampir ke Puskesmas Oesapa, yang digunakan sebagai wahana internship mas Yudhi dan teman2 dokter lainnya, selain puskesmas pembantu (pustu) di Kelapa Lima, Oesapa Barat, dan Lasiana. Gedung Puskesmas Oesapa berlantai 2 sore itu masih ramai dengan berbagai aktivitas pegawai, tertata rapi dan bersih, tidak kalah dan sangat mirip dengan banyak puskesmas yang modern di Pulau Jawa. Setelah puas mengamatinya, kami segera melanjutkan petualangan ke air terjun Oenesu, yang menjadi oase dari panas teriknya kota Kupang, yang berada di Desa Oenesu, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang ini berjarak sekitar 20 kilometer dari Kota Kupang. Air terjun Oenesu menjadi salah satu tempat favorit wisatawan, lantaran pesona air terjun yang dikelilingi rerimbunan berbagai jenis pohon itu, menjadi pilihan cocok menghalau rasa gerah, terkait panasnya cuaca Kota Kupang pada musim kemarau. Tak hanya itu, rindangnya pepohonan yang beragam jenisnya membuat susana hati setiap pengunjung yang melihatnya, merasa tenang dan sejuk. Uniknya, Air Terjun Oenesu memiliki air terjun yang bertingkat-tingkat hingga mencapai empat lapisan.

 Oenesu 3  Oenesu 6
Air Terjun Oenesu yang bertingkat-tingkat hingga mencapai empat lapisan Bersemedi di sebuah tingkatan pada aliran Air Terjun Oenesu Kupang

Masing-masing tingkatan, di sela-selanya terdapat kolam-kolam yang terbentuk secara alamiah sehingga banyak dimanfaatkan pengunjung untuk berenang maupun berendam. Air yang mengalir ini banyak mengandung kapur. Saat musim hujan, curuhan dan volume air Oenesu begitu melimpah. Kendati begitu airnya tetap jernih. Sementara ketika musim panas, airnya tak pernah kering, meski tak sebanyak saat musim hujan, namun airnya terlihat lebih jernih. Lokasi wisata air terjun yang memiliki luas areal sekitar 1,5 hektar sudah dilengkapi berbagai fasilitas, seperti bangunan peneduh berupa sembilan lopo, dan tangga menurun ke lokasi air terjun. Setelah kami puas mandi, berenang dan berfoto pada setiap tingkatan air terjun Oenesu, kami segera berganti baju kering untuk bergegas menikmati sore di sebuah pantai.

 Tabl  Tablalong
Senja di Pantai Tablolong yang diapit oleh Pulau Rote dan Timor Perpaduan hamparan pasir putih dan birunya langit menambah keelokan Pantai Tablolong.

Dibalik kesan panas dan keringnya Kota Kupang, berada tak jauh dari pusat kota, terdapat beberapa primadona pantai, dengan hamparan pasir putihnya yang menjadi daya tarik bagi para pengunjungnya, salah satunya adalah pantai Tablolong. Nama Tablolong diambil dari nama salah satu perkampungan nelayan kecil yang berada di ujung timur. Pantai yang memiliki hamparan pasir putih ini, diapit oleh Pulau Rote dan Timor. Pantai ini sering dijadikan arena olahraga memancing skala lokal, nasional hingga internasional setiap tahunnya. Perairan sejauh 10 mil dari garis Pantai Tablolong itu merupakan jalur migrasi ikan yang cukup ramai, dari perairan Laut Timor menuju Laut Sawu. Selain itu, Tablolong juga sebagai penghasil rumput laut terbesar di NTT.

Perpaduan hamparan pasir putih dan birunya langit menambah keelokan Pantai Tablolong. Selain berenang ataupun bermain air, pengunjung dapat bersantai ria di lopo (sejenis bale-bale/ gazebo) sambil menikmati hembusan angin pantai. Tablolong juga dihiasi oleh adanya Pohon Centigi (Pempis Acidula) yang tumbuh liar di sekitaran bebatuan karang, dan merupakan sebuah tanaman golongan perdu yang banyak diburu orang karena keunikannya.

Pantai yang berjarak sekitar 30 km dari pusat Kota Kupang ke arah Tenau, waktu tempuh menuju lokasi dapat mencapai 1-1.5 jam. Sore itu kami menikmati pemandangan matahari tenggelam yang sangat sensasional, selanjutnya kami menikmati makan malam nasi bungkus dan air kelapa muda yang segar, sampai malam gelap menghimpit kami. Kami segera menuju ke Hotel Greenia dalam kepuasan yang penuh. Setelah mandi sore, hanya kami berdua dan pakde Totok serta budhe Tari yang masih mampu menikmati malam hari, dengan diantar oleh mas Yudhi. Malam itu, kami dijamu oleh Dr. Maria Surina dan Om Fendi suaminya, menikmati jagung bakar dan pisang bumbu kacang di kios nomer 10, pusat kuliner malam hari di sepanjang Jl. El Tari Kupang depan Gedung Sasando, Kantor Gubernur NTT yang legendaris. Setelah kekenyangan dan mulai mengantuk, kami lantas berpisah, mengantar pakde Totok dan budhe Tari kembali ke Hotel Greenia, dan kami melanjutkan petualangan ke Rumah Sakit St. Carolus Borromeus (RSCB) di Jl. H.R. Koroh KM 8 Kupang – NTT. RS yang didirikan oleh Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Borromeus, seperti halnya RS Panti Rapih di Yogyakarta, dikelola oleh Yayasan Elisabeth Gruyters Kupang.

 RSCB Kupang  RS Bhayangkara 1
Ambulance di UGD Rumah Sakit St. Carolus Borromeus, Kupang  Bersama mas Yudhi yang belajar sebagai dokter di RS Bhayangkara Kupang

Rumah Sakit St. Carolus Borromeus ini merupakan rumah sakit tipe C yang telah lulus akreditasi tingkat perdana, menerima pasien BPJS maupun asuransi swasta lainnya yang telah bekerja sama. Motto RS St. Carolus Borromeus adalah “Kasih yang Menyembuhkan.” RSCB ini melayani semua penderita dengan cinta kasih dalam kepemimpinan oleh Direktur Dr. Herli Soedarmadji. SDM terdiri dari 10 orang dokter umum, 16 orang perawat, dokter spesialis yang tetap baru dokter penyakit dalam, yaitu dokter Stefani, memiliki 27 tempat tidur, yang sedang dikembangkan menjadi 50. Malam sudah terlalu larut, sehingga kami tidak mampu menemui Sr. Natalia, CB, seorang apoteker dari RS Panti Rapih Yogyakarta yang pindah di situ, dan langsung kembali terlelap di kamar Hotel Greenia.

Minggu, 1 Juli 2018 pagi hari, kami terjaga agak siang karena kelelahan yang penat. Pagi itu, kami akan mengikuti misa kudus di Gereja Katedral Kupang. Katedral ini adalah pusat dari Keuskupan Agung Kupang (KAP) yang didirikan pada 13 April 1967, hasil pemekaran dari Keuskupan Atambua. Kemudian pada 23 Oktober 1989 ditingkatkan menjadi Keuskupan Agung Kupang, dalam kesatuan satu provinsi gerejani dengan dua keuskupan sufragan, Atambua dan Weetebula. Mencakup 130.000 umat yang berada di Kabupaten Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Pulau Alor dan Pulau Pantar. Pertambahan umat di Keuskupan Kupang yang cukup besar terjadi setelah tahun 1965, ketika banyak penduduk yang menganut agama asli kesukuan, meminta diterima menjadi anggota Gereja. Perkembangan itu menyebabkan pemisahan dari Keuskupan Atambua. Statistik tahun 2004 menunjukkan jumlah umat sebanyak 125.000 tersebar di 22 paroki. Uskup Kupang pertama adalah Mgr Gregorius Manteiro SVD (13 April 1967—23 Oktober 1989), selanjutnya Uskup Agung Kupang adalah Mgr Gregorius Manteiro SVD (23 Oktober 1989—10 Oktober 1997, wafat) dan Mgr Petrus Turang (10 Oktober 1997—sekarang).

 Katerdral  Katerdral 1
Gereja Katedral Kristus Raja Kupang ini berdiri pada tanggal 15 Agustus 1967 Sekretariat Gereja Katedral Kristus Raja di Jl. Soekarno nomor 1 Bonipoi, Kupang.

Gereja Katedral Kristus Raja Kupang ini berdiri pada tanggal 15 Agustus 1967, terletak di Jl. Soekarno nomor 1 Bonipoi, Kupang. Katedral berasal dari kata latin “cathedra” yang artinya kursi. Di luar gedung geraja terdapat makam Uskup Agung pertama Keuskupan Agung Kupang, Mgr. Gregorius Monteiro. Tanggal 14 Oktober 1999, makam ini diberkati oleh Uskup Agung Kupang, Mgr. Petrus Turang. Ciri khas katedral ini adalah kaca patri di sepanjang dinding yang menyatu menjadi galeri ‘stained glass’. Gambarnya terdiri dari ‘Lamb of God’, ‘St. Mary and globe’, ‘Christ the King’, ‘The Ressurection of Christ’, dan ‘The Infant Jesus of Prague’. Setelah misa kudus selesai dan kami puas menikmati keindahan gedung gereja, kami segera kembali ke Hotel Greenia untuk berkemas pulang.

Setelah kenyang makan siang bersama di rumah pasangan ideal suami isteri Dr. Vama (konsultan UNICEF Regio  Indonesia Tengah) dan Dr. Frans Taolin, SpA (Ketua IDAI Cabang NTT), kami segera terbang kembali ke Jogja menggunakan pesawat Boeing 737-900 ER, yang merupakan pesawat penumpang sipil (airliner) komersial untuk penerbangan jarak dekat dan jauh. Pertama kali dibuat pada tahun 2006, dan resmi mengudara pada 2007, Boeing 737-900 ER ‘Extended Range’ dioperasikan pertama kali oleh maskapai penerbangan asal Indonesia yaitu Lion Air. Boeing membuat 737-900 yang mampu terbang lebih jauh dan menampung penumpang lebih banyak daripada vesi sebelumnya. Pada varian ini, yaitu Boeing 737-900 ER (Extended Range), cockpitnya telah dilengkapi dengan HUD (Head Up Display). Di Indonesia, Boeing 737 merupakan “standar” armada bagi berbagai maskapai di Indonesia, baik varian “original” (seri -200), varian “Classic” (seri -300, -400, dan -500), maupun “Next Generation” (seri -800 dan -900ER).

 Dr. Vama  Terbang Boeng
Setelah makan siang bersama di rumah Dr. Vama dan Dr. Frans Taolin, SpA, Di dalam pesawat Sriwijaya Air SJ 255 Boeing 737-900 ER dari Kupang

Keluarga pakde Totok melanjutkan pesiar ke Maumere dan Kelimutu di Pulau Flores, sedangkan kami terbang pulang ke Yogyakarta dengan menumpang pesawat Sriwijaya Air SJ 255 Boeing 737-900 ER dari Kupang Minggu, 1 Juli 2018, pk. 14.30 selama 1 jam 50 menit. Dilanjutkan dengan pesawat Sriwijaya Air SJ 235 Boeing 737-900 ER dari Surabya selama 55 menit, untuk mendarat di Yogyakarta Minggu, 1 Juli 2018, pk. 17.45. Sriwijaya Air adalah sebuah maskapai penerbangan di Indonesia yang didirikan oleh keluarga Lie (Hendry Lie dan Chandra Lie) dengan Johannes Bundjamin dan Andy Halim. Saat ini Sriwijaya Air adalah Maskapai Penerbangan terbesar ketiga di Indonesia, dan sejak tahun 2007 hingga saat ini tercatat sebagai salah satu Maskapai Penerbangan Nasional yang memiliki standar keamanan kategori 1 di Indonesia.

Terimakasih kepada segenap pihak, yang telah mendukung pesiar kami di Kupang dan proses pendidikan internship mas Yudhi dan teman2 dokter muda lainnya. Sampai bertemu dalam petualangan selanjutnya.

 Ikut pak Jokowi

Sekian
Yogyakarta, 3 Juli 2018
*) petualang, pesepeda, Ketua IDI Cabang Kota Yogyakarta, dokter spesialis anak, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161

By Fx Wikan Indrarto

Dokter Fx Wikan Indrarto

Leave a Reply