Categories
Istanbul

2018 Semua Berhak Sehat

Hasil gambar untuk Servizio Fotografico - Vatican Media  HH Pope Francis with the WHO Director-General, Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus

 

 

SEMUA   BERHAK   SEHAT
fx. wikan indrarto*)

 

Direktur Jenderal WHO, Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus pada Selasa, 23 Oktober 2018 bertemu Paus Franciscus di Vatican, untuk memastikan bahwa semua orang dapat memperoleh perawatan kesehatan yang mereka butuhkan, siapa pun mereka, di mana pun mereka tinggal. Apa maknanya bagi kita?

 

 

Hasil gambar untuk the WHO Director-General, Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus

 

 

Paus Franciscus dan Dr. Tedros menegaskan bahwa kesehatan adalah hak, dan seharusnya bukan merupakan hak istimewa (not a privilege) untuk segelintir orang. Kedua tokoh dunia tersebut juga berbagi komitmen untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan, khususnya bagi warga dunia yang paling rentan dan terpinggirkan, baik di negara kaya maupun miskin.

 

 

Hasil gambar untuk HH Pope Francis

 

Kita semua senang mendapat dukungan Paus Fransiskus dan gereja semesta, atas upaya segenap petugas kesehatan untuk memperpanjang hak hidup dan kesehatan bagi semua orang. Selain itu, kita layak menyambut baik penekanan Paus pada kesejahteraan anak. Paus Farnsiscus juga menegaskan dukungannya untuk semua orang yang bekerja bersama petugas kesehatan di seluruh dunia, dalam upaya untuk menciptakan kesehatan bagi semua, terutama bagi banyak orang yang tidak mampu, anak, dan lansia, juga masyarakat yang menderita sakit dan kelaparan.

 

 

Hasil gambar untuk Konferensi Global tentang Pelayanan Kesehatan Primer

 

 

Paus Franciscus dan Dr. Tedros bertemu di Vatikan, Roma Italia sebelum Konferensi Global tentang Layanan Kesehatan Primer, yang akan berlangsung pada 25-26 Oktober 2018 di Astana, Kazakhstan. Konferensi ini menandai ulang tahun ke empat puluh Deklarasi Alma Ata yang bersejarah. Pertemuan di Kazakhstan akan merumuskan deklarasi baru, untuk merevitalisasi layanan kesehatan primer di seluruh dunia. Pada ulang tahun ke 40 Deklarasi Alma-Ata tahun 2018 ini, semua negara, termasuk Indonesia, diminta untuk memperkenalkan, mengembangkan, dan memelihara sistem kesehatan primer, dengan tujuan utama untuk mencapai Kesehatan Untuk Semua (Health For All) dan menjamin kesehatan bagi semua warganya atau ‘Universal Health Coverage’ (UHC). Deklarasi Alma Ata tahun 1978 merupakan bentuk kesepakatan bersama antara 140 negara (termasuk Indonesia), dalam Konferensi Internasional Pelayanan Kesehatan Primer di kota Alma Ata, Kazakhstan, yang disponsori oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan organisasi PBB untuk Anak (UNICEF).

 

 

Hasil gambar untuk Deklarasi Alma-Ata

 

 

Isi pokok deklarasi ini, bahwa Pelayanan Kesehatan Primer adalah strategi utama untuk pencapaian kesehatan untuk semua (Health for all), sebagai bentuk perwujudan hak asazi manusia. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa layanan kesehatan berfokus pada perawatan untuk orang per orang. Dengan demikian, bukan hanya perawatan kesehatan untuk penyakit atau kondisi tertentu, tetapi juga mengelola semua aspek kehidupan dan situasi individu setiap orang.

 

 

Hasil gambar untuk Deklarasi Alma-Ata

 

 

Layanan kesehatan primer adalah jantung dari dorongan global untuk mencapai UHC. Selain itu, juga merupakan salah satu fondasi inti tercapainya T’ujuan Pembangunan Berkelanjutan’ untuk kesehatan dan kesejahteraan yang lebih baik bagi semua orang. Pada ‘World Health Report’ 2010, jelas tercantum bahwa reformasi layanan dan sistem pembiayaan kesehatan sangat penting untuk terciptanya UHC. Langkah pertama adalah meningkatkan layanan kesehatan primer. Layanan kesehatan primer yang kuat adalah nyawa dari setiap sistem kesehatan, dan tidak ada satupun negara yang dapat mencapai UHC, tanpa penguatan hal itu. Layanan kesehatan primer adalah lini pertama untuk melawan penyakit menular, mampu memperlambat perjalanan alamiah penyakit tidak menular, dan sangat penting bagi peningkatan derajad kesehatan ibu dan anak, yang merupakan kelompok pengguna utama layanan kesehatan. Layanan kesehatan primer Ini adalah dasar dari sistem kesehatan yang efektif dan kunci untuk mencapai UHC.

 

Baca juga : 2018 Tahap Menuju UHC

Hasil gambar untuk Deklarasi Alma-Ata

Konstitusi WHO (1946) menegaskan bahwa sehat adalah hak asasi manusia. Dengan demikian, semua negara memiliki kewajiban hukum bagi warganya dengan memastikan akses terhadap layanan kesehatan tepat waktu, dapat diterima, dan terjangkau, dengan kualitas yang memadai. Selain itu, juga penyediaan faktor terkait sehat, seperti air bersih, sanitasi, makanan, perumahan, informasi dan pendidikan kesehatan.

 

Baca juga : 2018 HAK SEHAT

 

Hak atas kesehatan (Pasal 12) dalam ‘General Comment 14 of the Committee on Economic, Social and Cultural Rights’, sebuah komite ahli yang independen mencakup 4 komponen inti, yaitu ketersediaan (availability), keterjangkauan (accessibility), penerimaan (acceptability), dan mutu (quality). Ketersediaan (availability) mengacu pada adanya fasilitas, obat, alat dan layanan kesehatan yang memadai untuk semua warga. Ketersediaan dapat diukur melalui analisis data terpilah untuk berbagai kelompok masyarakat yang berbeda termasuk usia, jenis kelamin, lokasi tinggal dan status sosial ekonomi. Selain itu, juga survei kualitatif untuk menggambarkan cakupan kesenjangan dan cakupan penyebaran petugas kesehatan profesional.

 

 

Hasil gambar untuk General Comment 14 of the Committee on Economic, Social and Cultural Rights’

 

 

Keterjangkauan (accessibility) adalah kemudahan saat memerlukan fasilitas, obat, alat dan layanan kesehatan untuk semua warga. Aksesibilitas memiliki empat dimensi yang saling tumpang tindih, yaitu tanpa diskriminasi, aksesibilitas fisik, ekonomis dan informasi. Menilai aksesibilitas memerlukan analisis penghalang yang ada, baik keuangan, fisik atau lainnya, dan bagaimana dampaknya terhadap warga yang paling rentan. Selain itu, juga sistem informasi kesehatan yang baik dan menjangkau semua populasi. Penerimaan (acceptability) berkaitan dengan penghormatan petugas kesehatan terhadap etika kedokteran, budaya lokal, dan kepekaan terhadap kondisi pasien. Akseptabilitas mensyaratkan bahwa fasilitas kesehatan, barang, layanan dan program berpusat pada pasien dan memenuhi kebutuhan spesifik dari kelompok populasi yang beragam, sesuai dengan standar etika profesi, etika internasional untuk kerahasiaan, dan ‘informed consent.’

 

Baca juga : 2018 UHC di Indonesia

Hasil gambar untuk General Comment 14 of the Committee on Economic, Social and Cultural Rights’

 

Pertemuan Direktur Jenderal WHO, Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus dengan Paus Franciscus, menegaskan bahwa setiap orang, di mana pun mereka tinggal, wajib mendapatkan haknya untuk sehat.

Apakah kita telah ikut mewujudkan?

Jokowi

Sekian

Yogyakarta, 30 Oktober 2018

*) Ketua IDI Cabang Kota Yogyakarta, dokter spesialis anak, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161

By Fx Wikan Indrarto

Dokter Fx Wikan Indrarto

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *