Categories
Healthy Life Jalan-jalan

2007 JELAJAH MURAH DI HONG KONG

JELAJAH MURAH DI HONG KONG

fx. wikan indrarto dan b. sari prasetyati *)

Hong Kong adalah daerah istimewa di Cina (Special Administrative Region of China) sejak 1 Juli 1997. Hong Kong adalah kota kosmopolitan dengan sekitar 7 juta penduduk, meliputi daratan seluas 1.100 km2 yang tersebar pada pulau Hong Kong, Semenanjung Kowloon yang dipisahkan oleh Victoria Harbour dan daerah baru sebelah utara Kowloon sampai ke perbatasan Cina daratan yang disebut New Territories dan 260 pulau lainnya. Secara mudah dapat dibayangkan dengan melihat skema geografis di gerbang kedatangan Hong Kong International Airport yang terlihat di bawah ini. Hong Kong adalah tempat yang mempertemukan tradisi Cina kuno dengan kebudayaan ultramodern, dari pasar tradisional di pinggiran jalan yang sibuk, bersih dan teratur, juga deretan toko di setiap rumah pinggir jalan (maka disebut kota toko, sebab semuanya untuk toko dan tidak ada kegunaan lain untuk semua bangunan di pinggir jalan), sampai gedung pencakar langit yang amat sangat tinggi, berderet rapi dan bercahaya gemerlap di malam hari.

 Peta Hong Kong

Skema kasar gugusan pulau-pulau di Hong Kong, dapat dilihat

di gerbang kedatangan penumpang di Hong Kong International Airport.

Hong Kong pada awalnya hanyalah gugusan pulau batu karang dengan beberapa kampung nelayan yang diklaim Inggris pada tahun 1842, setelah pada Perang Candu Pertama (First Opium War) berhasil mengalahkan Cina, melalui perjanjian di kota Nanking (Treaty of Nanking). Semenanjung Kowloon dan pulau-pulau di sekitarnya (Stonecutters Island) kemudian diambil Inggris juga sejak tahun 1860. Perjanjian sewa dari Cina oleh Inggris selama 99 tahun, meliputi juga daerah New Territories, yaitu wilayah sebelah utara Kowloon sampai ke Sungai Shenzen dan 235 pulau kecil yang berserak, berlaku sejak tahun 1898. Maka sejak 1 Juli 1997 Hong Kong dikembalikan ke Cina dan dikenal sebagai Special Administrative Region (SAR) of China dengan prinsip pengelolaan ‘1 negara, 2 sistem’.

Dengan pesawat Airbus A330-300 Garuda GA 860, yang dipenuhi oleh banyak orang Indonesia yang hampir semuanya TKW dan hanya ada sedikit wisatawan dalam kelompok, kami mendarat di Hong Kong International Airport, pk. 15.30 (waktu setempat sesuai dengan WITA). Bandaranya sangat besar, sibuk, sejuk dan modern. Bandara tersebut terletak di Pulau Lantau, di sebalah barat Pulau Hong Kong. Bandara ini mulai dibuka pada bulan Juli tahun 1998, proses pembangunannya menghabiskan anggaran HK$ 155 milyar, termasuk jembatan gantung penghubungnya yang elok (Tsing Ma Bridge), luas terminal penumpangnya 550.000 m2 dan panjang landas pacunya 1.300 m, merupakan bandara berkapasitas kargo terbesar di dunia dengan 2,1 juta ton kargo per tahun. Hong Kong International Airport termasuk dalam daftar Guinness Book of World Records sebagai bandara dengan terminal terbesar di dunia dan bandara terbaik di seluruh dunia selama 5 tahun berturut-turut. Kami kesulitan mencari bagasi, sebab ada 10 eskalator koper yang beroperasi secara bersamaan. Sebenarnya ada pengumuman di layar televisi datar yang sangat besar, tetapi kami tidak melihatnya, maklum tidak ada model pengumuman yang dibacakan, semua harus dibaca sendiri. Setelah itu, kami mencari tiket Airport Express Train, kereta api super cepat yang lewat setiap 12 menit. Dengan tiket seharga HK$ 160 untuk berdua, kami menikmati perjalanan dengan kereta api yang bersih, senyap, dingin dan sangat cepat.

 100_1729  HCEC

Saat sampai di stasiun Central Hong Kong,

tulisan Hong Kong abjad Latin dan Kanji

Survei tempat konggres, Hong Kong Covention & Exibition Center

Rute kereta tersebut adalah dari Asia World Expo di ujung barat Pulau Lantau, terminal Airport, Pulau Tsing Yi, Kowloon di semenanjung dan terakhir ke Central Station di ujung barat pulau Hong Kong. Jadwal kereta sangat ketat, setiap 12 menit sekali kereta akan lewat terminal airport dan memerlukan 24 menit untuk sampai Hong Kong Station di Central District. Rute perjalanan kereta ini melewati jembatan penghubung Tsing Ma Bridge. Jembatan ini juga masuk dalam daftar Guinness Book of Records sebagai jembatan gantung yang berisi jalan dan rel kereta api terpanjang di seluruh dunia. Panjang bentangan di atas airnya mencapai 1.377 m dan total panjangnya mencapai 2,2 km. Jembatan ini merupakan jalur utama yang menghubungkan Hong Kong International Airport dengan Pulau Hong Kong itu sendiri. Sesampai di stasiun Central Hong Kong, diselingi foto berdua di dekat tulisan Hong Kong dalam abjad Latin dan Kanji, kami teruskan perjalanan dengan taxi. Di Hong Kong semua taxi adalah sedan Toyota Crown COMFORT berbahan bakar gas, sedan besar besar berwarna merah, bertarif argo dan bersopir Cina kekar, maklum tugasnya berat, termasuk mengangkat kopor besar para penumpangnya. Sopir taxi agak kesulitan mencari hotel kami, Harbour View International House, sebab letaknya nylempit. Untunglah segera ketemu setelah bertanya 2 kali. Harbour View International House beralamat di 4 Harbour Road, Wanchai, Hong Kong.

 100_1767  Kowloon

Saat pembukaan konggres,

berfoto sebelum mulai

Istirahat pertama di hari kedua konggres, jalan-jalan ke Kowloon

Hari berikutnya kami jalan-jalan di dalam kota. Pertama mencari Octopus Card, sebuah kartu elektronik yang dapat digunakan untuk berbagai transaksi, dengan menempelkannya di Octopus Card Reader dalam waktu 0,3 detik, terutama pembayaran alat transportasi, misalnya bis kota, taxi, trem (tram maupun the peak tram) dan juga kereta api, baik KCR (Kowloon Canton Railway), AEL (Airport Express Line) atau MRT (Mass Transit Railway). Kami membelinya di stasiun MRT yang terdekat dengan hotel kami, yaitu di stasiun Wan Cai seharga HK$ 150 per kartu. Pertama kali kartu tersebut kami gunakan untuk perjalanan ke North Point Market di ujung timur Pulau Hong Kong dengan menggunakan trem listrik. Trem ini merupakan alat transportasi tertua di seluruh Pulau Hong Kong, dibangun pada tahun 1904 dengan 3 jalur utama, yaitu antara Kennedy Town ke Happy Valley atau Shau Kei Wan, dan dari Western Market ke North Poin dengan tarif HK$ 2. Rute trem sejak awal adalah jalan-jalan di pusat keramaian bisnis di sepanjang pantai utara Pulau Hong Kong. Dari jendela di lantai atas trem tersebut, kami melihat keramaian di kiri dan kanan jalan yang sangat luar biasa. Semua bangunan di pinggir jalan utama digunakan sebagai toko, atau tempat usaha, baik barang maupun jasa. Hal ini memperkuat citra Hong Kong sebagai kota toko. Setelah belanja jam, souvenir khas dan buah-buahan segar di North Poin Market, kami meneruskan ke Tin Hau Tample yang dibangun tahun 1868, dipersembahkan kepada dewa laut, dibangun di atas bukit batu granit yang menghadap ke laut.

 Trem  Tin Hau Temple

Trem alat transportasi tertua di seluruh Pulau Hong Kong, dibangun pada tahun 1904

Tin Hau Tample yang dibangun tahun 1868, dipersembahkan kepada dewa laut

Selanjutnya kami mengunjungi The Legislative Council Building, sebuah bangunan yang dibuat sejak tahun 1899 diresmikan oleh Sir Frederick Lugard, Gubernur Hong Kong pada 15 Januari 1912. Lanjut ke Western Market dan makan siang di Harmony Restaurant dengan menu Ham omelette, Sliced Beef Noodle dan Bread W/Butter. Setelah itu kami mencoba naik MRT Island Line dari stasiun Sheung Wan dan turun di stasiun Central. Di situ kami melewati interchange untuk berganti MRT Tung Chung Line menuju Lantau Island. Kami harus melewati stasiun Kowloon, Olympic, Nam Cheong, Lai King, Tsing Yi, Sunny Bay yang terdapat interchange menuju Disneyland Resort. Kowloon, Olympic, Nam Cheong dan Lai King berada di semenanjung Kowloon dan New Territories di Cina daratan, Tsing Yi berada di Pulau Tsing Yi yang memiliki interchange dengan Airport Express Line.

 Legislative Council  MRT Disneyland

The Legislative Council Building, diresmikan oleh Sir Frederick Lugard, Gubernur Hong Kong pada 15 Januari 1912

MRT khusus ke Disneyland, dengan ciri Mickye Tikus sebagai maskot untuk lobang jendela dan pagangan penumpang

Kami turun di Sunny Bay dan berlanjut menggunakan Disneyland Resort Line, sebuah MRT khusus ke Disneyland. Sayang sekali, sesampainya di gerbang Disneyland hujan turun deras sekali, sehingga kami hanya di stasiun saja, tanpa keluar kompleks. Kami kembali ke stasiun Sunny Bay untuk mencari bis menuju patung Buddha (Tian Tan Buddha Statue) yang dilengkapi dengan rumah makan vegetarian di bawah patung (Hong Kong Po Lin Monastery) seharga HK$ 30. Sayang sekali, kami sudah terlalu sore sampai di sana, sekitar pk 16.00 waktu setempat, sehingga kabut tebal sudah menyelimuti seluruh alam, bahkan jarak pandang hanya sekitar 10 m. Rugi sekali, sebab patung raksasa Sang Buddha jadi tidak terlihat dengan jelas. Kami memaksakan diri berfoto sebentar, lalu mencari cindera mata khas Buddha. Patung berbahan baku tembaga ini seberat 250 ton dan menjulang setinggi 34 m dan dikenal dengan Buddhist Kingdom in the South atau Sakyamuni Buddha. Kami pulang menyusuri jalur yang sama, menggunakan bis no 23 yang menghubungkan Tung Chung dengan tarif HK$ 30 pulang pergi. Di interchange Tung Chung kami beralih ke MRT dari bis tersebut. Kami tidak jadi menikmati Ngong Ping Skyrail atau cable car, sebab sudah terlalu sore. Skytrail ini memanjang pada jalur 5,7 km dengan jumlah 112 kabin, menghubungkan Ngong Ping di puncak gunung dengan Tung Chung di dekat pantai dan memungkinkan penumpang untuk melihat pemandangan panoramik 360 derajad ke seluruh Pulau Lantau, termasuk Tian Tan Big Buddha, flora dan fauna di North Lantau Country Park, teluk Tung Cung, Hong Kong International Airport dan ke arah Laut Cina Selatan termasuk atraksi ikan lumba-lumba (Indo Pacific Humpback Dolphin) dengan warna pink yang khas, sewaktu turun ke Tung Chung.

 100_1758  Bis Kota

Tian Tan Buddha Statue yang sangat besar dengan menu vegetarian di Po Lin Monastery

yang tertutup kabut tebal

Bis kota di Hong Kong, meski besar dan tingkat namun tetap ngebut, lha wong aman di jalurnya masing-masing

Dari Tung Cung, kami kembali ke pulau Hong Kong, lalu naik trem ke arah North Point untuk makan di Rumah Makan SEDAP GURIH, sebuah restoran Indoneisa di sekitar Jardine’s Bazaar, dekat dengan Victoria Park, tempat favorit orang Indonesia, terutama sesama TKW dengan berbagai gaya, berkumpul. Di lapangan tersebut, terdapat 3 lapangan futsal dengan pencahayaan yang terang, juga tempat orang duduk-duduk yang dilengkapi spanduk bertuliskan bahasa Mandarin, Inggris dan juga Indonesia tentang larangan membuang sampah sembarangan dengan dendanya yang besar.

Paginya kami belanja ke Stenly Market yang masuk wilayah Southern, di ujung selatan pulau Hong Kong, melewati Repulse Bay yang pantainya berpasir putih, tempat para wisatawan menikmati rekreasi bahari. Stenley Market adalah pasar khusus wisatawan, dari seluruh dunia. Hampir tidak ada pembelinya yang warga lokal, meskipun banyak penduduk tinggal di apartemen baru di sekitar situ. Pulangnya kami naik bis kota lagi, turun di Causeway Bay, untuk makan menu Indonesia lagi di Jardine’s Bazaar, dekat dengan jembatan penyebarangan yang berbentuk bunga teratai, seperti Jembatan Semanggi yang khas di Jakarta. Menu Indonesia menjadi pilihan kami, sebab dengan harga yang sama (sekitar HK$ 40), kami tidak bingung memilih dan dapat kenyang, sangat berbeda dengan menu lokal yang aneh dan tidak langsung dapat diterima sang perut. Setelah kenyang kami menikmati perjalanan dengan trem bertarif HK$ 2 sampai ke Kennedy Town di ujung barat pulau Hong Kong, dengan banyak apartemen tempat tinggal awal para penduduk Hong Kong yang masih memilihara tradisi Cina kuno, termasuk toko-toko penjual rempah-rempah untuk obat Cina. Semua tempat di sepanjang jalan, merupakan tempat berjualan, baik barang maupun jasa. Kehidupan yang bertumpu pada bisnis atau perdagangan, merupakan ciri khas masyarakat Hong Kong, termasuk jalan utama Des Voeux Road West, jalan yang sangat padat.

 Apartemen lama  Apartemen Baru

Apartemen penduduk Hong Kong tipe lama, dengan kekumuhannya di Kenendy Town

Apartemen penduduk tipe baru, dengan nilai artistik tinggi, bersih dan mentereng

Sorenya kami mencoba naik feri The Star Ferry & Co dari pelabuhan Wan Chai Pear menuju pelabuhan Hung Hom di semenanjung Kowloon seharga HK$ 2,2 menyebrangi arus deras Victoria Harbour, selama 8 menit. Sesampai di seberang, masuk lagi ke mal di Star House dan Harbour City. Mal ini persis di tepi pantai dan menyatu dengan pelabuhan feri dan terminal bis kota, tempat orang dapat bersantai melihat panorama Hong Kong di seberang laut, yang sangat indah, terutama saat malam dan bermandikan cahaya lampu.

 100_1747  Hong Kong malam

Suasana keramaian yang teratur di Hong Kong, akan ke Huang Gang Border, perbatasan Cina daratan.

Hong Kong bermandi cahaya lampu, terlihat dari pelataran Star House di Kowloon saat hari mulai malam

Paginya kami naik bis ke Huang Gang Border, dekat Shen zhen, sebuah kota di daratan Cina yang paling selatan, bertarif HK$ 45, yang berangkat tepat waktu, setiap 30 menit. Kami melewati terowongan bawah laut (Cheung Tsing Tunel) untuk masuk wilayah Kowloon, pelabuhan petikemas raksasa di kiri jalan, apartemen menjulang di kanan jalan tol yang rapi. Setelah melalui pemeriksaan petugas imigrasi Hong Kong di perbatasan, perjalanan dilanjutkan dengan ganti bis dari perusahaan yang sama, menuju kantor imigrasi Cina di Huang Gang dalam waktu 3 menit perjalanan. Para pendatang diharuskan memiliki visa, namun dapat juga mengurus visa di tempat kedatangan (visa on arrival) di Huang Gang, tetapi kantor imigrasi baru buka jam 9 pagi, sehingga kami terpaksa menunggu hampir 1 jam. Biaya mengurus visa tinggal selama 5 hari di Cina adalah HK$ 150 per orang. Sejak sampai di Huang Gang ini, kamera foto tidak boleh difungsikan, sehingga dokumentasi kami bukan data gambar, namun hanya narasi saja.

Perjalanan kami teruskan dengan taxi sebuah sedan VW Santana dari gerbang imigrasi Huang Gang untuk masuk kota Shen zen. Sopir taxi tidak dapat berbahasa Inggris, meskipun hanya sepotong, juga tidak dapat membaca huruf latin, meskipun hanya sehuruf. Untunglah masih cukup cerdas, buktinya kami diajak masuk sebuah hotel dan ketika petugas hotel menghampiri kami, dialah yang menjadi penerjemah bahasa dan aksara. Kami turun di Lu Wo shopping mall yang menyediakan berbagai barang murah bertarif Yuan, mata uang lokal RRC. Suasananya mirip di Indonesia dan sangat berbeda dengan Hong Kong, yaitu panas, kotor, semrawut dan banyak pengemis. Barangkali, itu adalah salah satu alasan mengapa penduduk Hong Kong yang lebih modern, menolak reunifikasi (penyatuan) mereka dengan Cina daratan.

 Gedung Gada  Victoria Harbour

Gedung berarsitektur gada, kecil di bawah, membesar di atas. Bercita rasa tinggi.

Hong Kong dari Victoria Harbour saat mendung tebal

Dari Lo Wu shopping mall, kami tinggal menyeberang untuk masuk ke kantor imigrasi dan keluar dari wilayah Cina daratan. Di seberang mall sudah wilayah Hong Kong dan kami segera naik KCR East Rail bertarif HK$33 ke East Tsim Sha Tsui, melewati Kowloon Tong, langsung masuk ke areal interchange dengan MTR Tseun Wan Line untuk menyeberang Victoria Harbour ke Hong Kong Island. Dari East Tsim Sha Tsui dengan MRT Tseun Wan Line lanjut ke Admiralty Station, stasiun kereta terdekat di wilayah Pulau Hong Kong, diteruskan dengan tram listrik bertarif HK$2 menuju Western Market untuk makan di Solo Indonesian Restaurant di 1/F San Toi Bldg, 139 Connaught Road, Central, HK. Meskipun semuanya menu Indonesia, tetapi hampir semua pembelinya adalah orang Hong Kong. Kami pulang ke hotel dengan trem dari Western Market di dekat restoran tersebut menuju stasiun Wan Chai dan turun di dekat Chinese Methodist Church. Setelah mandi dan check out hotel, kami menggunakan taxi bertarif HK$ 30 untuk menuju Central Station dan melakukan city check in penerbangan di situ. Dengan demikian kami naik Airport Express bertarif HK$ 80 per orang dengan santai, sebab kopor-kopor besar kami sudah diurus maskapai. Sesampai di bandara, kami urus pengembalian (refund) Octopus card di petugas, untunglah kami masih punya sisa HK$ 130 dari 2 kartu. Perjalanan Dari Hong Kong kembali ke Indonesia sungguh sangat menyenangkan, meski tidak cukup menarik untuk dituliskan. Total perjalanan ini relatif murah, sebab meskipun menghabiskan dana sekitar 1 bulan gaji bersih pegawai negeri di Indonesia dengan 15 tahun masa kerja, namun hanya setara dengan 50% gaji TKW Indonesia di Hong Kong, sebagai pembantu rumah tangga selama 4 tahun.

sekian

*) pelancong dari tanah Jawa yang hampir tersesat di Hong Kong

By Fx Wikan Indrarto

Dokter Fx Wikan Indrarto

Leave a Reply