Categories
anak dokter Healthy Life Jalan-jalan

2015 LONDON

SEKAJAP  DI  LONDON
fx. wikan indrarto*)

 

Setelah mengikuti ‘the 9th World Congress on Pediatric Infectious Diseases’ 2015 di Rio de Janeiro, Brazil, kami segera pulang ke Indonesia. Perjalanan pulang dimulai dari Hotel Atlântico Business Rua Senador Dantas, 25 – Centro, Rio de Janeiro – RJ, 20031-202, Brasil menggunakan taksi kuning beragometer dengan tarif R$ 46 Sabtu malam 22 November 2015. Kami naik pesawat British Airways BA 248 Boeing 777-200 dari Aeroporto Internacional Tom Jobim (Galeão) Rio de Janeiro terminal 1, berangkat pk. 00.05 dini hari dan sampai di London Heathrow International Airport terminal 5, Minggu, 23 November 2015 pk. 13.25 dengan lama terbang 11.20 jam.

 Bandara Heathrow  Heathrow1

Heathrow adalah bandar udara tersibuk di dunia dalam hal lalu lintas penerbangan internasional.

Bergaya di ruang tunggu London Heathrow International Airport terminal 5

London merupakan pusat transportasi udara internasional dengan kawasan udara kota yang terbesar di dunia. Delapan bandar udara menggunakan kata London dalam penamaannya, namun hanya enam dari bandara-bandara tersebut yang disinggahi oleh kebanyakan lalu lintas udara. Bandar Udara International London Heathrow di Hillington, London Barat, merupakan bandar udara tersibuk di dunia menurut lalu lintas penumpang internasional, dan juga merupakan persinggahan utama dari maskapai penerbangan nasional Britania Raya, British Airways. Pada bulan Maret 2008, terminal kelima dari bandar udara ini dibuka. Ada rencana untuk membangun landasan pacu ketiga dan terminal keenam namun rencana ini dibatalkan oleh Pemerintah Koalisi pada tanggal 12 Mei 2010. Pada bulan Mei 2011, sistem angkutan cepat dibuka di Heathrow untuk menghubungkan bandara dengan tempat parkir yang berada di dekatnya. Lalu lintas penerbangan internasional serta penerbangan lokal yang bertarif rendah juga dikelola oleh Bandar Udara London Gatwick, yang terletak di West Sussex, London Selatan.

Kami mencoba peruntungan di konter imigrasi, saat mengisi waktu transit ke Singapura. Untunglah nasib kami baik, meskipun tidak punya visa Inggris, dengan wajah kami yang memelas akhirnya kami diijinkan oleh petugas imigrasi, untuk masuk Inggirs dan dapat menginap di London 1 hari, guna jalan-jalan di dalam kota (city tour). Segera kami melakukan penjadwalan ulang tiket kami di konter British Airways, agar dapat ikut penerbangan hari berikutnya. Untunglah semua petugas baik hati, termasuk menguruskan bagasi yang sudah di dalam perut pesawat, sehingga kami tenang untuk segera membeli tiket Underground atau Tube, kereta bawah tanah tertua di dunia, menuju ke pusat kota London.

 Heathrow2  Ho3dZwKH

Ruang kedatangan penumpang di London Heathrow International Airport terminal 5

Siap-siap masuk ke kota London,
setelah bebas dari pemeriksaan imigrasi

London adalah ibu kota Inggris dan Britania Raya, merupakan wilayah metropolitan terbesar di Britania Raya dan juga zona perkotaan terbesar di Uni Eropa menurut luas wilayah. Berlokasi di sepanjang Sungai Thames, London telah menjadi permukiman utama selama dua milenium sejak didirikan oleh bangsa Romawi pada abad ke-1 dengan nama Londinium. Inti dari London kuno, yaitu City of London, sebagian besar masih tetap mempertahankan batas-batas abad pertengahannya. Sejak abad ke-19, nama London juga digunakan untuk menyebut kota metropolitan yang berkembang di sekitar wilayah inti ini. London adalah kota global terkemuka yang unggul dalam bidang seni, bisnis, pendidikan, hiburan, mode, keuangan, kesehatan, media, layanan profesional, penelitian dan pengembangan, pariwisata, serta transportasi. London, bersama dengan New York City, merupakan pusat keuangan terkemuka di dunia, dan menjadi kota dengan PDB terbesar kelima di dunia, atau yang tertinggi di Eropa. Kota ini juga dikatakan sebagai pusat kebudayaan dunia. London bahkan menjadi kota yang paling sering dikunjungi, dan tercatat sebagai kota dengan bandar udara tersibuk di dunia berdasarkan lalu lintas penumpang internasional. Terdapat 43 universitas di London membentuk konsentrasi pendidikan tinggi terbesar di Eropa. Pada tahun 2012, London menjadi kota pertama yang telah menjadi tuan rumah penyelenggara Olimpiade Musim Panas modern sebanyak tiga kali.

 VI6kE9rJ  sfaNQvuo

dimulai dari terminal 5
London Heathrow International Airport

Naik Underground Piccadily Line menuju Cockfosters turun di Piccadilly Circus

Petualangan kami di London dimulai dari terminal 5 Heathrow International Airport, Minggu, 23 November 2015 sore saat kami naik Underground Piccadily Line menuju Cockfosters bertarif £ 6, untuk turun di Piccadilly Circus. Kami melewati Heathrow terminal 1, 2 & 3, Hatton Cross Hounslow West, Central, East, Osterley, Boston Manor, Northfields, South Ealing, Acton Town, Turnham Green, Stamford Brook, Ravenscourt Park, Hammersmith, Barons Court, Earls Court, Gloucaster Road, South Kensington, Knightsbridge, Hide Park Corner dan Green Park. Penduduk London terdiri dari beragam masyarakat dan budaya dengan lebih dari 300 bahasa dituturkan oleh berbagai etnis. Pada bulan Maret 2011, London tercatat berpenduduk sebanyak 8.174.100 jiwa, atau sekitar 12,5% dari populasi Britania Raya secara keseluruhan. Hal ini menjadikan London sebagai kota terbesar di Uni Eropa menurut jumlah populasi juga menjadi kawasan urban terbesar kedua (setelah Paris) di Uni Eropa dengan jumlah penduduk 8.278.251 jiwa, sedangkan kawasan metropolitan London adalah yang terbesar di Uni Eropa dengan populasinya yang diperkirakan mencapai 12 hingga 14 juta jiwa. Sebelumnya, London juga pernah menjadi kota dengan populasi terbesar di dunia pada periode 1831-1925.

Populasi seperti itulah, sangat elite, santun, rapi dan berbeda jauh dengan warga Rio de Janeiro, Brasil yang kami temui di dalam gerbong Underground Piccadilly Line dan di stasiun Piccadilly Circus, saat kami turun dari Tube. Kami dibantu oleh petugas di konter Tube dan peta yang terpasang di berbagai sudut jalan untuk menuju The Z Hotel Soho, 17 Moor Street, West End Soho, London, UK, W1D 5AP. Di sekitar stasiun itu suasananya sangat ramai dengan para wisatawan yang berjalan santai dalam dingin malam sekitar 7 derajad. Kami segera mampir untuk makan malam menu soto Lamongan di Nusadua Resto, dengan alamat 118-120 Shaftesbury Avenue London W1D5EP dan kami memilih menu Indonesia, karena harganya paling terjangkau, hanya £5. Malam itu kami segera masuk ke kamar 213 The Z Hotel Soho, untuk menghindari dingin yang menggit sampai ke tulang kami, karena kami tidak mengira dan hanya menyiapkan bekal untuk melawan suhu panas yang sampai 34 derajad di Rio de Janeiro, Brasil. Malam itu kami tidur nyenyak, setelah menyiapkan peta jalan ke situs warisan dunia menurut UNESCO di London.

 XGeJokwm  07mwTJkY

Kedinginan di red box depan The Z Hotel Soho

The Z Hotel Soho, 17 Moor Street,
West End Soho, London, UK, W1D 5AP

Kami memulai jalan-jalan di kota London, Inggris dari kamar 203 The Z Hotel Soho, 17 Moor Street, West End Soho, London, UK, W1D 5AP, Senin 23 November 2015 dalam pagi yang dingin menggigit tulang. Kami berjalan kaki ke timur di Moor St menuju ke Romilly St sejauh 102 kaki, terus berbelok ke kanan ke Charing Cross Rd/A400 untuk mencapai Stasiun Leicester Square. Kemudian kami naik kereta api bawah tanah Northern Line melewati stasiun Charing Cross dan turun di Embankment bertarif £ 4,8. London Underground, kereta api bawah tanah atau yang lebih dikenal dengan sebutan “Tube”, merupakan sistem transportasi massal kereta listrik bawah tanah yang tertua, dan yang kedua terpanjang di dunia. Sejak mulai beroperasi pada tahun 1863, sistem ini telah melayani 270 stasiun. Lebih dari tiga juta perjalanan dilakukan setiap hari melintasi rangkaian rel bawah tanah London, dengan kata lain lebih dari 1 miliar penumpang pertahunnya. London juga dipuji sebagai kota besar yang memiliki transportasi umum terbaik. Di Stasiun Subway Embankment kami turun dan berganti naik Tube District Line menuju Upminster, selama 11 menit melewati, Temple, Blackfriars, Mansion House, Cannon Street, Monument, dan turun di Tower Hill, lalu Berjalan sekitar 5 menit sejauh 0,3 mil untuk menuju ke Menara London.

 kZT4nNKg  NhemlLfA

Populasi yang elite, santun, dan rapi kami temui di dalam gerbong Underground Piccadilly Line

Bangsa Romawi yang mendirikan Londinium, cikal bakal London

Sejak tahun 1899, secara umum dipercaya bahwa nama London berasal dari bahasa Kelt yang bermakna tempat milik orang bernama Londinos. Pada tahun 1998, Richard Coates mengemukakan teorinya bahwa nama London berasal dari sebuah kata dalam bahasa Eropa Lama pra-Kelt yaitu (p)lowonida yang berarti ‘sungai yang terlalu luas untuk diarungi’. Coates berpendapat bahwa nama ini ditujukan untuk menyebut Sungai Thames yang mengalir melintasi London. Dari kata ini, permukiman ini mendapat nama dari bahasa Kelt, yaitu Lowonidonjon. Setelah jatuhnya kekuasaan Romawi pada awal abad ke-5, London menjadi terabaikan. Namun, mulai abad ke-6, sebuah permukiman Anglo-Saxon yang dikenal dengan nama Lundenwic berkembang di sebelah barat kota Romawi yang lama, di lokasi yang saat ini dikenal dengan Covent Garden dan Strand, dan didiami oleh sekitar 10.000–12.000 jiwa. Pada abad ke-9, London berulang kali diserang oleh bangsa Viking sehingga kota itu terpaksa dipindahkan kembali ke kota Londinium Romawi.

Setelah penyatuan Inggris pada abad ke-10, London yang telah menjadi kota terbesar dan pusat perdagangan terpenting di Inggris juga bangkit menjadi pusat politik, meskipun masih harus bersaing dengan Winchester, yang pada saat itu merupakan ibu kota Inggris. Hingga tahun 1889, nama “London” hanya ditujukan untuk menyebut City of London, namun semenjak itu pula nama ini turut digunakan untuk menyebut Country of London, dan saat ini dipergunakan untuk menyebut London Raya secara keseluruhan. Pada tahun 1066 Raja William membangun Menara London yang merupakan pembangunan pertama dari sejumlah besar kastil Norman di Inggris, yang dibangun dengan menggunakan batu. Menara London yang kami kunjungi pagi itu, dilengkapi dengan Jembatan Menara yang dibangun 800 tahun setelahnya, untuk menyeberang Sungai Thames. Jembatan Menara atau Tower Bridge karya arsitek Horace Jones dan John Wolfe Barry ini selesai dibangun pada tahun 1894, merupakan salah satu ikon penting Kota London, dan sering disebut jembatan paling populer di dunia.

 SAMSUNG CAMERA PICTURES  SAMSUNG CAMERA PICTURES

‘sungai yang terlalu luas untuk diarungi’
Sungai Thames yang mengalir melintasi London

Jembatan Menara dibangun pada tahun 1894 sering disebut jembatan paling populer di dunia.

Setelah itu, kami kembali ke Subway Station, naik Tube Circle Line dari Tower Hill menuju Westminster, selama 13 menit melewati Monument, Cannon Street, Mansion House, Blackfriars, Temple, dan Embankment tempat kami naik Distric Line sebelumnya. Dari Westminster Tube Station kami berjalan ke arah timur di Bridge St/A302 menuju ke Victoria Embankment/A3211, berjalan 213 kaki belok kiri ke Victoria Embankment/A3211, untuk mencapai Westminster Pier tempat terdekat untuk melihat Mata London. Mata London atau London Eye yang sering disebut juga Millennium Wheel adalah sebuah roda pengamatan yang terbesar di dunia setinggi 135 meter atau 443 kaki. London Eye berputar di atas Sungai Thames, London, dan mulai beroperasi pada akhir 1999. London Eye dirancang oleh arsitek David Marks dan Julia Barfield dengan 32 buah kapsul pengamatan tertutup yang ber-Air Conditioner di sisi luar lingkarannya. London Eye berputar dengan kecepatan 0,26 meter/detik dan satu kali keliling memakan waktu sekitar 30 menit atau setengah jam. The Eye, sebutan untuk London Eye, diresmikan oleh Perdana Menteri Inggris Tony Blair pada 31 Desember 1999, namun baru dibuka untuk publik pada Maret 2000 karena masalah teknis. London Eye dioperasikan oleh Tussauds Group dan disponsori British Airways yang menggunakan istilah fly dan flight untuk menggambarkan perjalanan di London Eye. Seiring berjalannya waktu, London Eye menjadi objek pariwisata yang terkenal dan menjadi ikon London. Warga London pun menyambut hangat London Eye, lebih hangat dari sambutan terhadap Millennium Dome, dan sampai Juli 2002, sebanyak 8,5 juta orang telah “terbang” di London Eye.

SAMSUNG CAMERA PICTURES  SAMSUNG CAMERA PICTURES

The Eye, sebutan untuk London Eye, diresmikan oleh Perdana Menteri Inggris Tony Blair pada 31 Desember 1999

London Eye atau Millennium Wheel adalah sebuah roda pengamatan yang terbesar di dunia berputar di atas Sungai Thames, London,

Dari Westminster Pier kami berbalik arah untuk menuju ke Derby Gate sejauh 0,1 mil, kemudian belok kanan ke Bridge St/A302 sejauh 131 kaki untuk mencapai Big Ben dengan memotong Westminster Bridge. Big Ben adalah nama sebuah menara jam yang terletak di Istana Westminster. Secara resmi menara ini diberi nama Elizabeth Tower, bertepatan dengan pesta 60 tahun Ratu Elizabeth II memimpin Britania Raya dan Wilayah Persemakmuran. Big Ben selesai dibangun pada tahun 1858, dan pada tanggal 31 Mei 2009 menara ini tepat berusia 150 tahun. Menara ini dibangun sebagai bagian dari rencana pembangunan istana baru oleh Charles Barry, setelah Istana Westminster yang lama telah hancur akibat kebakaran pada 22 Oktober 1834. Menara ini tingginya 96.3 meter dan dibangun dengan gaya Gothik Victoria. Dinding setinggi 61 meter di bawah jam terbuat dari bata yang dilapisi oleh batu, sedangkan puncak menara ditopang dengan rangka besi yang dibuat dari besi leleh. Menara ini dibangun di atas tanah berukuran 15 meter kali 15 meter, fondasi terbuat dari beton setebal 3 meter, pada kedalaman 4 meter di bawah permukaan. Semua sisi jam tingginya 55 meter dari atas tanah.

 Big Ben  SAMSUNG CAMERA PICTURES

Big Ben atau Elizabeth Tower tingginya 96.3 meter. Dinding setinggi 61 meter di bawah jam terbuat dari bata yang dilapisi oleh batu,

Big Ben atau Elizabeth Tower adalah nama sebuah menara jam yang terletak di Istana Westminster.

Jam ini terkenal karena ketepatannya. Pendesainnya adalah seorang pengacara dan horologis amatir Edmund Beckett Denison dan George Airy, seorang Astronom Kerajaan Inggris. Jam ini dibuat oleh Edward John Dent, yang menyelesaikannya pada tahun 1854, namun menara Big Ben belum selesai saat itu, sehingga baru dipasang tahun 1859, bersamaan dengan lonceng Big Ben yang didesain oleh Augustus Pugin. Jam ini diletakan pada sebuah kerangka besi berukuran 7 meter, ditopang dengan 312 kepingan kaca opal, sehingga mirip seperti jendela berwarna. Jarum pendek untuk jam memiliki panjang 2.7 meter dan jarum panjang untuk menit memiliki panjang 4.3 meter.

Loncengnya dilapisi seluruhnya dengan emas. Pada bagian bawah jam, di setiap sisi jam, terdapat tulisan: DOMINE SALVAM FAC REGINAM NOSTRAM VICTORIAM PRIMAM atau Oh Tuhan, lindungi Ratu Victoria yang Pertama. Ketika terjadi ‘Blitz London’ dalam Perang Dunia II, Istana Westminster sempat dibom oleh Jerman pada 10 Mei 1941, dan sebuah bom menghancurkan 2 dari 4 muka jam, sebagian dari atap menara dan ruangan dewan rakyat. Arsitek Sir Giles Gilbert Scott merancang lagi dan jam ini tetap masih berjalan baik, walaupun serangkaian serangan bom besar terus terjadi dan berlangsung sampai Blitz berakhir.

 SAMSUNG CAMERA PICTURES  SAMSUNG CAMERA PICTURES

Lonceng pada Big Bed dilapisi seluruhnya dengan emas.

Red Box, Bis tingkat warna merah, Big Ben dan wanita rapi, ciri khas London.

Dari Big Ben kami melanjutkan perjalanan ke selatan mencapai Parliament Square sejauh 384 kaki atau 2 menit berjalan kaki. Selanjutnya kami berbelok ke kiri melewati St. Margaret’s Church, sejauh 299 kaki atau 1,5 menit untuk mencapai Westminster Abbey. Pada abad ke-11, Raja Edward membangun Westminster Abbey dan Westminster, sebuah kawasan kediaman kerajaan yang terletak tidak jauh ke hulu sungai Thames di pusat kota London. Westminster Abbey adalah sebuah situs warisan dunia dan salah satu bangunan tertua dan paling penting di London sampai tahun 1749. Setelah kemenangannya dalam Pertempuran Hastings, Guillaume sang Penakluk, dimahkotakan sebagai Raja Inggris di Westminster Abbey yang baru saja selesai dibangun pada Hari Natal 1066. Pada 1097, William II memulai pembangunan Westminster Hall, berdekatan dengan lokasi Westminster Abbey. Bangunan ini selanjutnya menjadi dasar bagi terbentuknya Istana Westminster yang baru.

 SAMSUNG CAMERA PICTURES  SAMSUNG CAMERA PICTURES

Patung seukuran sebenarannya dari Perdana Menteri Inggris Winston Churcill
Di Parliament Square

Westminster Abbey adalah sebuah situs warisan dunia dan salah satu bangunan tertua dan paling penting di London sampai tahun 1749.

Dari Westminster Abbey kami berjalan kaki lagi sekitar 4 menit atau sejauh 0,2 mil untuk mengagumi patung seukuran sebenarnya Presiden Amerika Serikat Abraham Lincoln dan Perdana Menteri Inggris Winston Churcill. Kemudian kami ikut antri berfoto dengan banyak wisatawan lain, dari seberang Parliament Square. Dari posisi itu, 4 buah ikon London sangat fantastis diabadikan, yaitu Red Box atau kotak telephon umum berwarna merah, Big ben yang menjulang di sisi Istana Westminster, taxi hitam, dan bis tingkat warna merah yang sering berhenti, karena lampu merah. Jaringan bis kota warna merah di London adalah salah satu jaringan yang terbesar di dunia, yang beroperasi selama 24 jam sehari, dengan lebih dari 8.000 armada bus, 700 rute, dan lebih dari 6 juta penumpang setiap hari kerja. Pada tahun 2003, jaringan bus ini mencatat sekitar 1,5 miliar penumpang dalam setahun, lebih banyak dari penumpang yang berhasil diangkut oleh London Undergroud. Cukup lama kami menantikan kesempatan emas dalam berfoto secara bergantian dengan para wisatawan lain, dan selanjutnya kami masuk Westminster Subway Station, untuk kembali ke bandara karena takut kehabisan waktu dan bekal dana.

Kami naik Circle Line melewati Monument, Cannon Street, Mansion House, Blackfriars, Temple, Embankment, Westminster, St. James’s Park, Victoria, Sloane Square, South Kensington, dan di Gloucester Road kami berganti Piccadilly Line. Dari Gloucester Road, kami naik Underground Piccadily Line melewati Earls Court, Barons Court, Hammersmith, Ravenscourt Park, Stamford Brook, Turnham Green, Acton Town, South Ealing, Northfields, Boston Manor, Osterley, Hounslow East Heathrow, Central, Hounslow West, dan turun di Hatton Cross, untuk berganti Piccadilly Line ke bandara Heathrow terminal 5, karena Piccadilly Line yang kami tumpangi hanya sampai terminal 4.

 SAMSUNG CAMERA PICTURES  A380

Red Box, dan Big Ben, ciri khas London
yang ikonik, dalam Hari Batik International

Bukan di dalam Batik Air, tetapi batik di dalam Airbus A380, enjoy the luxury and the space

Setelah sampai di terminal 5 bandara Heathrow, kami langsung masuk ke ruang tunggu penumpang, tanpa melewati konter imigrasi. Sambil makan siang seadanya di kantin, kami baca ulang tulisan di boarding pass, yaitu Mon 23 Nov BA 11, London Heathrow terminal 5, 19.05. Changi Singapore Terminal 1, Tue 24 Nov, 15.55, duration 12.50, Airbus A380-800. Pesawat terbang Airbus A380 yang diproduksi oleh Airbus S.A.S adalah sebuah pesawat berbadan lebar dua tingkat, dengan empat mesin yang mampu memuat 850 penumpang dalam konfigurasi satu kelas atau 555 penumpang dalam konfigurasi tiga kelas. Pesawat ini melaksanakan penerbangan perdana pada 27 April 2005 dan telah memulai penerbangan komersial pada akhir tahun 2007 setelah ditunda beberapa kali.

Pesawat ini juga merupakan pesawat komersial (pesawat penumpang) terbesar yang pernah dibuat, sehingga dijuluki Superjumbo. Setelah mulai beroperasi, pesawat ini menjadi pesawat super jumbo-jet pertama yang mempuyai ‘double-deck’ penuh tidak seperti competitor pertamanya Boeing 747, yang lantai 2 hanya terdapat di bagian depan cabin. Walaupun pesawat ini mempunyai ukuran yang sangat besar, A380 mengadopsi desain airliner konvensional dengan bodi pesawat silinder yang lebih lebar dari Boeing 747. A380 memakai sayap yang dipasang rendah pada bodinya dengan 4 mesin di sepanjang bentangan sayapnya. Roda pendaratannya terdiri dari 22 roda sehingga beban pada setiap roda sama dengan pada Boeing 747 dan 777. Pesawat ini mempunyai empat mesin buatan Rolls-Royce Trent-900 yang mampu memberikan daya dorong 36.280 kg atau empat mesin kipas turbo Engine Alliance GP 7200 (sebuah perusahaan patungan General Electric dengan Pratt & Whitney), dengan daya dorong 37.003 kg. Sungguh sebuah keajaiban teknologi dirgantara yang sangat menarik untuk kami coba, yang akan mengantar kami pulang ke Indonesia melalui Singapura.

Di terminal 1 Changi Singapore Airport, kami dijemput oleh Ibu Migdiawan, isteri Kol. Pnb. Migdiawan Atase Pertahanan KBRI (Indonesia) di Singapura, untuk menginap semalam di rumah dinasnya. Terima kasih atas semua bantuan dan perhatian dari siapapun, sehingga perjalanan separuh belahan bumi ini, yaitu ke Rio de Janeiro, London dan Singapura, dapat terlaksana dengan luar biasa. Sampai ketemu dalam petualangan selanjutnya.

Ikut pak Jokowi

sekian

*) pelancong Jawa berdana cekak

Rabu, 16 Desember 2015.

Categories
anak Healthy Life Jalan-jalan politik

2014 Pancen Munchen Jerman

PANCEN   MUNCHEN  JERMAN

fx. wikan indrarto*)

Kami memulai petualangan di Eropa yang kedua kalinya dengan pesawat Lion Air JT 559 Boeing 737-900 ER pada hari Sabtu, 5 September 2014, berangkat pk. 13.15 dari Yogyakarta menuju ke Jakarta. Setelah beristirahat sejenak dan bertemu Yangti, mas Toto dan dik Woro di Bandara Cengkareng Jakarta, kami lanjut dengan Air France AF 0259, sebuah Boeing 777-300 ER baru, yang dilengkapi ‘consignes de securite’ atau petunjuk keselamatan dan ucapan ‘bienvenue a bord’ atau selamat datang di dalam kabin pesawat dalam Bahasa Perancis.

.

Kami berangkat pk. 18.45 melalui Singapura yang berjarak 883 km, menuju Paris (CDG kode untuk Charles de Gaulle Airport). Pesawat kami merupakan salah satu dari 37 pesawat sejenis, dari 111 buah ‘avions long-courriers’ atau pesawat jarak jauh milik Air France, termasuk 10 buah pesawat penumpang terbesar di dunia, Airbus A380. Dengan kecepatan pesawat 538 mph yang setera 878 km/jam, dengan ketinggian jelajah atau altitude 36.000 kaki, perjalanan yang menempuh 11.337 km tersebut, menghabiskan waktu 13 jam non stop dari Singapura. Kami lanjutkan perjalanan ke Munich di Jerman bagian selatan, melalui terminal 2F gate F47, pk. 9.45 dari Bandara Charles de Gaulle (CDG) Paris yang sangat megah. Kami berganti dengan pesawat Airbus A 320 Air France, salah satu dari 45 pesawat sejenis. Air France juga memiliki 129 pesawat jarak menengah dan 95 pesawat regional. Sampai Munich pk. 11.45 waktu setempat, atau 1 jam 15 menit perjalanan dari Paris.

.

Bandara Internasional Franz Josef Strauss (IATA: MUC, ICAO: EDDM) adalah bandara internasional terbesar kedua di Jerman dan ketujuh di Eropa setelah London Heathrow, Paris Charle de Gaulle, Frankfurt, Amsterdam, Madrid and Istanbul Atatürk. Bandara ini melayani sekitar 34 juta orang per tahunnya, dan terletak sekitar 30 km (19 mil) arah timur laut dari pusat kota. Bandara dapat dicapai dengan kereta S8 dari timur dan S1 dari barat kota. Dari stasiun kereta utama, perjalanannya akan memakan waktu 40-45 menit. Sebuah kereta ekspres akan ditambahkan, sehingga akan memangkas waktu perjalanan menjadi 20-25 menit saja. Lufthansa menjadikan bandara ini sebagai penghubung keduanya, ketika Terminal 2 dibuka pada tahun 2003. Bandara ini mulai digunakan sejak tahun 1992, menggantikan bandara sebelumnya yaitu Munich-Riem airport.

.

 
DSC04235
 
DSC04231

Kereta S8 yang akan kami gunakan

Gerbang Arcadia Hotel Munchen Airport

.

Setelah mendarat, kami segera menuju Arcadia Hotel Munchen Airport dengan naik taxi BMW bertarif E20. Setelah check in dan beristirahat sejenak di kamar nomor 111, kami segera memulai petualangan di Munchen dengan kereta api. Suburban train dan subway di Munchen diberi kode U (Urban dari 1 sampai 6) dan S (Suburban dari 1 sampai 8). Jalur Deutsche Bahn atau S-Bahn (suburban train), yaitu kereta api yang menjangkau daerah pinggiran kota dalam ring 4. Kereta jalur S8 memiliki stasiun pemberangkatan awal di terminal 1 bandara Munich Airport (Flughafen Munchen) menuju Herrsching. Kerata api berwarna dasar merah oranye dengan putih ini terdiri dari 10 gerbong bertarif E40. Kami melewati stasiun Besucherpark, Hallbergmoos, Ismaning, Unterfohring, Johanneskirchen, Englschalking, Daglfing, Leuchtenbergring, Ostbahnhof, Rosenheimer Platz, Isartor, Marien Platz, Karlsplatz (stachus) dan turun di Hauptbahnhof Central Station, di pusat kota. Kami tidak hanya berada di jalur bawah tanah yang gelap, tetapi kadang juga melewati areal persawahan gandum yang tertata rapi, diselingi pohon-pohon semak penuh daun tanpa buah, juga perkampungan dengan rumah gaya Jerman yang khas. Bangunan 2 lantai, bentuk luar kotak dengan sebuah kamar kecil beratap menghadap keluar, dari atap utama rumah. Sejak Stasiun Ostbahnhof, jalur kerata api selalu di bawah tanah, karena sudah berada di wilayah kota yang padat lalu lintas, agar semuanya lancar tanpa perlintasan sebidang. Kami turun di Hauptbahnhof Central Station, naik ke lantai utama dan melaksanakan rencana utama, yaitu membeli tiket City Night Line Train menuju ke Roma Termini Central Station di Italia, seharga E335 unt 2 orang.

.

 
DSC04236
 
DSC04238

Munchen Hauptbahnhof
Central Station

Tram di Munchen Hauptbahnhof
Central Station

.

Setelah itu kami membeli makan di konter ‘asiagourmet’, menu B1 seharga E3,5 (Asia-Bratnudeln) dan B5 (Mini Veggie Springrolls) seharga E 4,9 yang dibungkus kertas. Kami kembali ke jalur bawah tanah untuk naik S4 melewati stasiun Karlsplatz (stachus) dan turun di Marien Platz. Beda subway di Munchen dengan kota lainnya, pintu penumpang yang masuk dan keluar berbeda sisi, yaitu sisi kiri gerbong untuk penumpang yang masuk dan sisi kanan gerbong untuk penumpang yang turun. Para penumpang jadi tidak saling bertemu, banyak penumpang juga membawa sepeda maupun anjingnya, dan pintu hanya terbuka kalau ada penumpang memencet tombol.

.

Kami memasuki kathedral Stadtpfarramt St. Peter, Rindermarkt 1 Munchen, di seberang gedung Balaikota dan Speilzeug Museum. Katedral St. Petrus tersebut ditandai prasasti Ritterorden vom Heiligen Grab zu Jerusalem, Ordensprovinz Bayern, Kumturei Patrona Bavariae-Munchen.

.

 
DSC04245
 
DSC04254

Gedung Balaikota Munchen
dan Speilzeug Museum dalam hujan

Di dalam kathedral Stadtpfarramt St. Peter, Rindermarkt 1 Munchen

.

Kami bertahan cukup lama di beranda, karena hujan deras tiba-tiba turun. Setelah berdoa sejenak di dalam katedral yang megah, kami naik bis MAN gandeng warna biru yang bersih dan nyaman, untuk melihat-lihat kota. Kami turun di halte Candidplatz, untuk naik kereta api U1 (underground U-Bahnlinie) ke Sendinglinger Tor, melewati Kolumbusplatz dan Fraunhofererstr. Di stasiun Sendlinger Tor kami ganti U6 menuju stasiun Frottmaning untuk melihat stadiun sepakbola Allianz Arena. Kami melewati Marienplatz City Center, Odeonplatz, Universitat, Gisalastr, Munchner Freihet, Dietlindenstr, Nordfriedorf, Alte Heide, dan mulai dari stasiun Studentenstadt jalur bukan lagi di bawah tanah karena sudah di luar pusat kota, terus menuju ke Freimann, Kieferngarten, dan turun di Frottmaning. Kami mengunjungi dan berfoto di Allianz Arena, markas FC Bayern Munchen, sebuah klub sepakbola profesional, sampai matahari terbenam pk. 20 waktu setempat. Mega bintang Real Madrid, Cristiano Ronaldo, menahbiskan diri sebagai pencetak gol terbanyak dalam satu musim Liga Champions. Ronaldo telah membukukan 16 gol di kompetisi antarklub paling elit di benua Eropa itu. Ronaldo mencetak rekor tersebut lewat tambahan dua gol dalam kemenangan 4-0 Madrid atas Bayern Munchen, di leg kedua babak semifinal Liga Champions di Allianz Arena yang kami kunjungi itu, pada Rabu, 30 April 2014 yang lalu.

.

Kami kembali naik kereta api U6 dari Stasiun Frottmaning menuju ke Stasiun Marianplatz untuk berganti S8 menuju Munchen Airport atau Flughafen Munchen. Hotel Arcadia, tempat kami menginap, terletak di dalam kompleks bandara.

.

 
DSC04265
 
DSC04272

Allianz Arena,
markas dan stadion sepakbola milik
FC Bayern Munchen

ICM (Internationales Congress
Center Munchen)
di Messegelande, lokasi konggres ERS

.

Pada hari Senin, 8 September 2014, kami memulai hari dengan perjalanan dari Terminal 1 Bandara Munchen, kami naik kereta S8 menuju Leuchtenbergring, melewati Hallbergmoos, Ismaning, Unterfohring, Johanneskirchen, Englishalking, dan Daglfing. Kami ganti S4 tujuan stasiun Ebersberg, menuju stasiun Trudering melewati Berg am Laim, kemudian ganti U2 menuju Messestadt West melewati Moosfeld untuk berjalan kaki menuju ICM (Internationales Congress Center Munchen) di Messegelande. Kami mengikuti ERS (European Respiratory Society) International Congress 2014 yang diselenggarakan di ICM. U-Bahn menggunakan gerbong kereta gaya konservatif, tradisional dan lama yang masih terawat baik, dengan ornamen dan panel kayu pada dindingnya. S-Bahn menggunakan gerbong kereta modern yang mencerminkan dinamika, kepraktisan, dan optimisme.

.

Setelah mengikuti beberapa sesi konggres, kami melanjutkan perjalanan. Dengan kereta U2 dari stasiun Messestadt West lewat Moosfeld terus ke Trudering, untuk berganti S6 ke Stasiun Marianplatz City Center. Kami melewati Stasiun Berg am Laim dan Leuchtenbergring yang berada di atas tanah, dan mulai dari stasiun Ostbahnhof jalur kereta api berada di bawah tanah, menuju stasiun Rosenheimer Platz, dan Isartor karena sejak itu sudah berada di areal pusat kota Munich. Tujuan pertama kami adalah Deutsches Museum verkehrszentrum. Tersedia 2 buah pilihan tiket, yaitu seharga E 8,5 yang berupa ‘one day ticket’ atau E 15 berupa ‘three museum ticket’. München (bahasa Inggris: Munich, bahasa Bayern: Minga) adalah ibu kota negara bagian sekaligus kota terbesar di negara bagian Bayern di Jerman. Dengan penduduk berjumlah 1.305.522 jiwa (2006), München merupakan kota berpenduduk terbesar ketiga di Jerman setelah Berlin dan Hamburg. Kota ini terletak di sisi sungai Isar, bagian utara dari Bavarian Alps.

.

Kami sempatkan bergaya di depan patung Otto Furst von Bismarck (1815-1898) dengan keterangan ‘grunder des deutschen reiches ehrenburger derstadt Munchen’, yang berdiri gagah di dekat Sungai Isar, sebuah sungai besar yang membelah kota Munchen. Dengan sambutan ‘Herzlich Willkommen’ atau selamat datang dalam Bahasa Jerman, kami memasuki Wok & Roth, China Restaurant di SteinsdorfstraBe 22, tidak jauh dari patung Bismarck. Menu Peking Suppe atau sop seharga E2, Gebratener Reis m Huhn atau nasi goreng seharga E3,3 dan Rindfleisch mit Zwiebeln atau nasi daging seharga E6, mengenyangkan perut Asia kami sore itu.

.

Dari balai kota turun di Marienplatz City Center, naik U3 ke arah Moosach. Kami melewati Odeonplatz, Universitat, Giselastr, Munchner Freiheit, Bonner Platz, Scheidplatz, Petuelring, dan turun di Olympiazentrum, untuk melihat BMW Welt, BMW Museum dan Olympiapark. Ketiganya berada dalam sebuah kompleks yang sangat besar dan luas. Selanjutnya ke Zum Kirchenzentrum im Olympischen Dorf 1972. Naik kereta kelinci Einzelfahrschein Watzinger bertarif E 3, kami mengelilingi kompleks olimpiade yang sekarang tidak hanya digunakan sebagai fasilitas olah raga, tetapi juga kesenian, kuliner dan rekreasi keluarga. Kami sempat melihat sea live, patung Freddie Mercury (1946-1991) lead singer of Queen di Rockmuseum Munich di Olympiaturm, souvenir shop. Bahkan juga Retaurant 181, yang terletak di ketinggian 181 m dari atas tanah, dalam sebuah bangunan menara pemancar televisi olimpiade. Kota ini juga merupakan kota penyelenggara Olimpiade Musim Panas tahun 1972. Selanjutnya kami menikmati keindahan arsitektur BMW Welt atau ruang pamer mobil baru keluaran BMW. Kami berfoto dengan sebuah the all new BMW M3 Sedan yang berwarna biru dan the all new BMW M4 Coupe yg bercat merah tua. Kota ini juga menjadi kantor pusat dari beberapa perusahaan besar seperti Siemens AG (elektronik), BMW (mobil), MAN AG (produsen truk), Linde (gas), Allianz (asuransi), Munich Re (re-insurance), dan Rohde & Schwarz (elektronik).

.

 
DSC04312
 
DSC04320

the all new BMW M3 Sedan dan
the all new BMW M4 Coupe di BMW Welt

BMW Museum dan Kantor Pusat BMWmodern, berkelas dan futuristik

.

Dari Stasiun Olympiazentrum kami naik U3 menuju Stasiun Odeonplatz. Kami melewati Stasiun Petuelring, Scheidplatz, Bonner Platz, Munchner Freheit, Giselastr dan Universitat. Kami turun di stasiun Galeristr untuk keluar dari jalur bawah tanah menuju Ludwigstr. Di situ kami menikmati keindahan bangunan tua, yaitu Residenz Munchen yang dibangun tahun 1155. Sejarah kota Munich bermula saat Pangeran Ludwig memindahkan istananya dari Landshut dalam perpecahan Bavaria pada tahun 1255. Setelah menjadi raja, diubahlah rumah keluarga Wittelsbachs menjadi Residence atau istana, dari sebuah kuil kecil yang dimulai tahun 1385 sampai menjadi bangunan megah seluas 10 yards. Dalam 4 abad, yaitu sampai tahun 1918, gedung Residence ini menjadi pusat pemerintahan dan kekuasaan dinasti Wittelsbach. Istana ini memiliki 4 corak bangunan sesuai abad yang berbeda. Antiquarium merupakan aula terbesar bergaya Renaissance abad 17, yang dibangun Pangeran Maximilian I. Ancestral dan Ornate dirancang oleh Francois Cuvillies bergaya Recoco yang menonjol. Konigsbau yang dirancang Leo von Klenze untuk Raja Ludwig I, merupakan apartemen bergaya neoklasik. Dinding pembatas istana luar yang disebut Nibelungen digambari sejarah Munich oleh Julius Schnorr von Carolsfeld. Pesona gambar ini masih bisa kita saksikan dengan jelas sampai hari ini. Keindahan arsitektur gedung, lukisan, piranti rumah atau furniture, patung, hiasan, dan dipadukan dengan taman, sangat menakjubkan.

.

 
DSC04338
 
DSC04341
Gedung Maximilianeum, sebuah gedung parlemen, di tepi Sungai Isar yang membelah kota MunichMaxmonument
patung Raja Maximilian II
Keunig van Bayern

.

Dari Odeonplatz kami naik U5 menuju Neuperlach Sud, untuk turun di Max Weber Platz melewati Lehel. Kami melihat Gedung Maximilianeum, sebuah gedung parlemen, di tepi Sungai Isar. Kami lanjutkan dengan naik tram 19 menuju Pasing untuk turun di Hauptbahnhof. Dikoordinasikan oleh Tramnetz Munchen berlambang huruf H pada halte pemberhentian, terdapat 19 jalur tram. Dalam wajah tram hanya tertulis no 19, tanpa simbol huruf H dan semua tram berjalan di atas tanah, melewati pusat kota Munchen yang indah. Tram 19 menyeberangi Sungai Isar, melewati Maxmonument, Kammerspiele, Nationaltheater, Lenbachplatz dan Karlsplatz (stachus) Nord. Kami sempatkan turun di halte Maxmonument untuk mengamati keindahan patung Raja Maximilian II Keunig van Bayern.

.

Didirikan dengan nama Munichen pada tahun 1158 oleh Heinrich, pemimpin dari Sachsen, dan setengah abad kemudian dibangun benteng keliling kota. Pada awalnya, uskup Otto dari Freising, pemimpin gereja dan Heinrich, pemimpin wilayah, bersitegang memperebutkan kota tersebut sebelum akhirnya Heinrich dinobatkan sebagai kaisar di Augsburg. Pada 1180 Otto dari Wittelsbach menjadi Penguasa Bayern. Dinasti Wittelsbach kemudian menguasai Bayern sampai tahun 1918. Pada tahun 1255, Kekaisaran Bayern dibagi menjadi dua, dan München menjadi ibukota Bayern. Pada tahun 1327, seluruh kota terbakar, namun berhasil dibangun kembali beberapa tahun kemudian oleh Raja Ludwig IV. Pada 1632 kota tersebut dikuasai oleh Raja Adolf Gustav II dari Swedia pada Perang Tigapuluh Tahun, namun pada 1705, Munchen dapat direbut kembali dan dimasukkan ke dalam kepemimpinan Habsburg. Kami melanjutkan dengan tram 19, menuju Karlsplatz (stachus), untuk melihat kemegahan gedung tua dan patung Raja Ludwig IV. Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan ke Stasiun Kota untuk membeli oleh2 cinderamata di Central Station yang dibangun tahun 1925, terus pulang ke hotel.

.

 
DSC04334
 
DSC04331

Patung Raja Ludwig IV
Raja Bavaria yang besar tahun 1327

Residence atau istana Dinasti Wittelsbachs, Penguasa Bavaria

Pada hari Selasa, 9 September 2014, kami memulai jalan-jalan lagi dengan mengenang kejadian pada tahun 1919, saat Jerman mengalami kehancuran pada akhir Perang Dunia I. Penduduk Munchen mengalami kesengsaraan hebat, penderitaan dan kemiskinan, yang memacu terjadinya hiperinflasi tertinggi di seluruh Bavaria, sehingga menghasilkan sebuah etos kerja revolusioner. Dari situlah lahir gerakan Nazi dan salah satu diktatator terbesar dan terkejam di dalam sejarah dunia, yaitu Adolf Hitler. Kenangan gelap sejarah Munich dimulai dari Hofbrauhaus di dekat Konigsplatz, sebuah lapangan luas yang digunakan untuk rapat raksasa yang pertama kali, yang kemudian akan berlanjut sampai pada pengukuhkan wibawa sang diktator dan kejayaan seluruh Jerman. Sisi gelap sejarah Munich masih dapat dinikmati, karena merupakan kenangan abadi, meskipun menyedihkan.

.

Kami mencari lemari penititpan kopor berbayar (luggage lockers) bertarif E6, kencing di WC umum bertarif E2 (setara dengan Rp. 30 ribu), mampir di warung ‘asiahung’ yang bermenu Asia, untuk makan chicken Yaki seharga E 5,9 dan kerupuk seharga E 2,5, untuk dimakan berdua. Kami naik Tram 17 ke arah Romanplatz dari Stasiun Hauptbahnhof sisi utara. Kami melewati jalan dalam kota yang rapi, yaitu Hopfenstr, Heckerbrucke, Deroystr, Marsstr, Donnersbergerstr, Burghausener Str, Briefzentrum, Steubenplatz, dan Kriemhildenstr. Dari Romansplatz, kami berjalan kaki ke Istana Nymphenburg. Dalam perjalanan di sepanjang jalur pejalan kaki yang nyaman dari Romanplatz, kami sempat mampir berdoa sejenak Gereja Fransiscus Asisi Pfarrgemeinde Christkonig, Nymphenburg. Gereja yang dibangun tahun 1865 tersebut memiliki 2 buah menara kembar dan atap oval bergambar Santo Fransiscus Asisi yang sedang menyapa. Setelah puas berdoa, kami melanjutkan jalan kaki ke istana Nymphenburg.

.

Dalam kombinasi rancangan taman dan arsitektur bangunan, Istana Nymphenburg adalah salah satu contoh sintesa seni terbaik di Eropa. Raja Max Emanuel menunjuk arsitek Agustino Barelli untuk membangun istana ini mulai tahun 1664. Selanjutnya Henrico Zuccalli merancang perluasan ruang pamer dan pemukiman pada tahun 1701. Joseph Effner melanjutkan pada tahun 1714 dan menyempurnakan dalam gaya French yang utuh, dan menjadi istana musim panas yang eksotik. Karl Albfrecht melengkapi istana ini dengan bangunan Rondell. Dekorasi dalam gedung (interior) mencerminkan seni gaya Baroque sampai Classicism, termasuk kamar di mana Raja Bavaria terbesar, Ludwig II, dilahirkan.

.

 
Munchen
 
DSC04357
Istana Nymphenburg, salah satu contoh sintesa seni terbaik di EropaGaya ‘post wedding’
di taman air Istana Nymphenburg

.

Kami naik lagi Tram 17 dari Romanplatz menuju SchwanseestraBe dan turun di Hauptbahnhof untuk berganti kereta api S2 ke arah Petershausen. Kami melewati Hackerbruce, Donnersbergerbruce, Hirschgarten, Laim, Obermenzing, Untermenzing Allach, Karlsfeld dan turun di Stasiun Dachau, sekitar 18 km dari pusat kota Munchen. Kami berganti bis kota jalur 719 menuju Rathaus dan kami akan menikmati istana Dachau, old town, altstadt and schloss. Istana ini awalnya sebuah kastil di atas sebuah bukit di atas Sungai Amper, dengan pemandangan sangat indah di sekelilingnya. Sejak abad ke 16 tumbuh menjadi sebuah areal pemukiman di dekat pusat kota Munich. Semasa Pangeran Wilhelm IV dan Pangeran Albrecht V, telah dikembangkan bangunan sayap ke 4 arah yang berbeda, yang dihubungkan dengan taman yang indah, rancangan Hans Wisreutter pada tahun 1564 sampai 1566. Aliran Renaissance pada era tersebut, menjadikannya gaya paling dominan di seluruh Jerman bagian selatan. Pada jaman Pangeran Max Emanuel, halaman depan direnovasi secara menakjubkan, dalam rancangan Joseph Effner pada periode tahun 1715 sampai 1717. Di taman yang indah terdapat pergola berusia 280 tahun, yang menjadi bukti kesempurnaan perancangan dan perawatan yang luar biasa.

.

DSC04394
DSC04391

Istana Dachau,
rancangan Hans Wisreutter
pada tahun 1564 sampai 1566.

Pemandangan sangat indah
dari atas sebuah bukit
di sekeliling istana Dachau

Kami mampir berdoa sejenak di gereja St. Yakobus Dacau, yang berada di kompleks old town Dacau. Gereja ini mulai dibangun tahun 1696 oleh arsitek Stich von Michael Wening. Kami kembali naik bis kota 719 dari Rathus, di pusat kota tua Dacau ke terminal kereta S2 di pinggiran Dacau. Kami naik S2 tujuan Osthbanhof untuk turun di Hauptbahnhof Central Station. Sore itu kami bersiap-siap melanjutkan perjalanan ke Roma, Italia, dengan City Night Train yang akan berangkat pk. 21.

(Berlanjut dengan petualangan di Italia)

baca juga :

2014 Nyata di Italia

*) pelancong Jawa berdana cekak

Ditulis di atas gerbong 255 City Night Train

antara Bologna dan Firenze di Italia Utara

Rabu dini hari, 10 September 2014.

Categories
anak Healthy Life Jalan-jalan Malaria sekolah

2010 NOSTALGIA DI FLORES

 

NOSTALGIA DI FLORES

fx. wikan indrarto*)

Untuk merayakan rahmat Tuhan bagi keberhasilan sekolah anak-anak, kami merencanakan jalan-jalan (pesiar) untuk bernostalgia ke Pulau Flores, di Nusa Tenggara Timur. Di sanalah kami pernah bertugas  saat menjalani masa WKS (Wajib Kerja Sarjana) sebagai dokter umum tahun 1992-95 dan mas Yudhi, anak kami yang sulung, dilahirkan. Kami berangkat dari Yogyakarta hari Rabu, 23 Juni 2010 pk. 16.05 wib dengan KA Ekskutif Sancaka dari Stasiun Tugu, Yogyakarta ke Surabaya. Sekitar pk. 21.15 wib di Stasiun Gubeng dekat Kali Mas di pusat kota Surabaya kami dijemput Dr. Daniel Ponco, SpB, dokter bedah yang ganteng di RS RKZ St. Vincent A. Paulo dan teman lama semasa SMA, lalu menginap di rumahnya. Rumah artistik 2 lantai di Palm Spring Regency C/99 Jambangan, Surabaya Selatan,  yang terawat baik karena tangan dingin Dr. Setyowati, isterinya yang cantik dan merupakan persinggahan pertama kami.

 100_3776  100_3782

Saat tiba di Bandara Wai Oti Maumere

Makan siang dengan Dr. Kristin

Kamis, 24 Juni 2010 pk. 09.15 kami melanjutkan perjalanan dengan pesawat Boeing 737 versi 200 Batavia Air ke Maumere, melalui Bandara Internasional Juanda yang baru dan megah. Setelah lelah dalam antrian panjang karena petugas ‘check in’ hanya seorang, kami harus singgah sebentar (transit) di Bandara Internasional Ngurah Rai di Denpasar dan Bandara El Tari di Kupang. Pada pk. 13.15 WITA kami mendarat dalam hawa panas musim kemarau di Bandara Wai Oti, sekitar 5 km sebelah timur pusat kota Maumare, di Flores bagian tengah agak ke timur. Kami dijemput Dr. Kristin, teman lama semasa kami tugas di Flores, dengan mobil Panther Touring hitam EB 1792 DA, diajak keliling kota. Kami mengingat-ingat kembali tempat yang dulu kami akrabi dan makan ikan bakar di RM Jakarta di dalam kompleks pelabuhan Maumere, yang meski padat oleh kapal, namun airnya jernih dengan banyak ikan dan kepiting di kaki dermaga. Saat lama menunggu masakan matang, kami jalan-jalan sepanjang dermaga, melihat banyak kapal berbagai ukuran yang ditambatkan, kesibukan bongkar muat peti kemas dan anak-anak yang terjun berenang ke air laut yang hampir tidak berombak sama sekali.

100_3777

Suasana pelabuhan di Teluk Maumere

Akhirnya kami mampir sebentar ke bekas RSU Dr. TC Hillers yang telah dialih fungsikan menjadi Puskesmas Berru dan Unipa (Universitas Nusa Nipa), rumah Bapak Sabinus Nabu dan isterinya, Bu Linda. Bapak Sabinus dahulu adalah Camat Lela dan ibu Linda dahulu adalah bidan Puskesmas Nanga. Dengan diantar Nong, sopir Puskesmas Beru, kami mampir ke rumah pasangan Lado dan Lies di Nita, dimana keduanya dahulu adalah karyawan Puskesmas Nanga. Setelah itu, kami numpang lewat melihat Puskesmas Nita, yang sekarang terdiri dari 2 kompleks terpisah, yaitu rawat jalan di tempat yang lama dan rawat inap yang merupakan gedung baru. Kami lanjut ke Lela, menyusuri jalan-jalan berliku yang tidak sulit untuk membangkitkan kenangan kami akan rute berliku itu, yang dahulu sering kami susuri.

100_3783

Mampir sejenak di rumah pasangan Lado dan Elis, teman sekerja di Puskesmas Nita.

Mama Sari mengenangnya karena dahulu merangkap tugas sebagai dokter gigi di Puskesmas Nanga dan Nita, di 2 kecamatan yang berbeda dan berjarak hampir 15 km. Kami semua membayangkan dengan haru, mama Sari yang duduk di bawah pohon beringin dekat pertigaan Nita, untuk menunggu angkutan umum dari Maumere. Hal itu dilakukannya 3 kali seminggu, sepulang kerja dari Puskesmas Nita, bahkan sampai saat hamil Yudhi sekalipun. Cukup sering angkutan yang lewat sudah penuh sesak dengan penumpang, bahkan bergelantungan di pintu, tangga dan atap, sehingga mama Sari kadang terpaksa menunggu lewatnya angkutan yang berikut. Hari menjelang gelap saat kami memasuki pelataran Puskesmas Nanga, berfoto dan bertemu dengan mama Burga dan mama Donce. Mama Burga adalah kader kesehatan, yang bahkan tetap ingat nama-nama kami. Kami dipeluknya satu persatu, bahkan Yudhi yang sudah jauh lebih tinggi dari badannya yang makin renta, dipandanginya tanpa berkedip dan berkomentar, ‘Yudhi su besar!’ Komentar seperti itu selalu diucapkan banyak orang yang dahulu mengenal Yudhi saat bayi, diucapkan dengan logat Maumere yang khas, sedikit keras dan meninggi pada akhir kalimat. ‘Sudah’ hanya diucapkan ‘su’, sehingga terasa aneh dan membuat dik Bimo dan dik Laras mengulanginya tanpa henti, bahkan dengan maksud menjahili, menggoda dan mengolok kakaknya.

Malam itu kami menginap di Ruang Theresia Kamar 1, kamar pasien yang setelah gempa bumi hebat Desember 1992, kami tempati. Di seberang kamar tersebut, yaitu Ruang Theresia Kamar 2 di RS St. Elisabeth Lela adalah kamar pasien yang dahulu digunakan sebagai ruang bersalin darurat pasca gempa bumi dan di kamar itu pulalah Yudhi dilahirkan, pada hari Sabtu, 22 Januari 1993. Kami semua larut dalam kegembiraan tanpa kata, keharuan tanpa terucap dan kebahagiaan tanpa henti. Setelah beristirahat sejenak, kami lanjutkan makan malam bersama para suster di biara RS dan bertemu juga dengan Dr. J. Aliandoe, SpB dan ibu. Dokter spesialis bedah asli Flores, yang setelah pensiun dari RS Atma Jaya Jakarta itu, mengabdikan diri sepenuhnya untuk karya sosial di RS St. Elisabeth Lela, sebuah teladan hidup sejati. Kami juga mengunjungi kakak Yanti, pengasuh Yudhi saat bayi dulu, yang tinggal di dekat kompleks RS dan masih menyimpan foto-foto Yudhi.

 100_3784  100_3788

Puskesmas Nanga

Dengan kakak Yanti, pengasuh bayi Yudhi

Pagi harinya, Jum’at 26 Juni 2010, dengan mobil sewaan Avanza silver L 1511 PG yang dikemudikan Yulius Lado, dahulu sopir Puskesmas Nanga, kami meninggalkan RS Lela ke arah barat untuk menuju Danau Kelimutu, yaitu danau 3 warna yang terletak di pusat kawasan Kelimutu National Park. Danau pertama dinamakan Tiwu Ata Polo, seluas 4 ha, berkedalaman air sampai 64 m, diklasifikasikan sebagai kawah aktif, dan airnya berwarna hijau. Danau kedua dinamakan Tiwu Nuamuri Koofai, seluas 5,5 ha, berkedalaman air 127 m, klasifikasi sangat aktif, dan airnya berwarna hijau muda kekuningan. Danau ketiga dinamakan Tiwu Ata mbupu, atau oma (yang berarti nenek), seluas 4,5 ha, berkedalaman air 67 m, diklasifikasikan kurang aktif dan berwarna hitam. Ketiga danau tersebut terletak di puncak Gunung Kelimutu dengan ketinggian 1640 m di atas permukaan laut, yang harus kami tempuh dalam waktu 3,5 jam dengan diselingi sarapan di RM Bethania, milik suster FMM di Wolowaru.

 100_3794  100_3796

Armada untuk menjelajah daratan Flores

Rumah adat Lio di dekat Kelimutu

Masyarakat setempat percaya bahwa arwah warga yang telah meninggal akan datang ke Gunung Kelimutu, jiwa atau maE meninggalkan telah kampung halamannya dan menetap di kawah Kelimutu untuk selamanya. Sebelum masuk ke dalam salah satu danau atau kawah, para arwah tersebut terlebih dahulu menghadap Konde Ratu selaku penjaga pintu masuk di Perekonde. Arwah tersebut masuk ke salah satu danau yang ada tergantung dari usia saat meninggal dan perbuatannya. Ke tiga danau terlihat seolah-olah bagaikan dicat berwarna dan warna airnya berubah-ubah tanpa ada tanda alami sebelumnya. Mineral yang terlarut di dalam air danau menyebabkan warna air akan berubah-ubah yang tidak dapat diduga sebelumnya. Susana danau Kelimutu bervariasi, tidak hanya terjadi perbedaan dan perubahan warna setiap danau, akan tetapi juga perubahan cuaca yang tidak terduga. Tidaklah aneh jika tempat yg keramat itu menjadi legenda yang sejak lama berlangsung turun-temurun. Masyarakat setempat percaya bahwa tempat tersebut adalah sakral.

 Keluarga  100_3810

Danau 1 dan 2 di Kelimutu

Danau ke 3 di Kelimutu

Gunung Kelimutu tumbuh di dalam kaldera Sokoria atau Mutubasa bersama dengan Gunung Kelido (1641 m) dan Gunung Kelibara (1630 m), ketiganya membangun kompleks yang berkesinambungan, kecuali Gunung Kelibara yang terpisah oleh lembah dari Kaldera Sokoria. Letak puncak gunung berapi tersebut terjadi karena perpindahan titik erupsi melalui sebuah celah yang menjurus dari utara ke selatan. Dari ketiga buah gunung tersebut, puncak Gunung Kelimutu merupakan kerucut tertua dan masih memperlihatkan aktivitasnya sampai sekarang, yang merupakan kelanjutan gunung api tua Sokoria. Tubuh puncak Gunung Kelimutu dibangun oleh batuan piroklastika, yang terdiri dari bom, lapili, skoria, pasir, abu, awan panas, lahar serta lelehan lava pijar. Permukaan lerengnya berkembang ke arah timur, tenggara dan barat daya, dengan topografi kasar sampai sedang. Bentuk tersebut dibangun oleh aktivitas Gunung Kelimutu muda, tetapi terhalang oleh Gunung Kelibara, sedangkan lereng barat dan utara memperlihatkan morfologi berelief kasar. Pada puncak Gunung Kelimutu terdapat 3 sisa kawah yang mencerminkan perpindahan puncak erupsi. Ketiga sisa kawah tersebut kini berupa danau dengan warna air berlainan dan mempunyai ukuran diameter yang bervariasi. Warna air danau biasanya khas, sehingga diberi nama sesuai dengan warnanya, yaitu polo (merah), fai (hijau) dan mbupu (biru). Pada saat kami datang, warna yang terlihat adalah hijau, hijau kekuningan dan hitam. Gunung Kelimutu yang kami kunjungi itu, pernah meletus dasyat pada tahun 1830 dengan mengeluarkan lava hitam (watukali), kemudian meletus kembali sepanjang tahun 1869 sampai tahun 1870. Letusan hebat itu disertai aliran lahar dan semburan debu, sehingga membuat susana gelap gulita di sekitarnya, bahkan hujan abu dan lontaran batu mencapai desa Pemo yang tercatat dalam arsip Direktorat Vulkanologi Dirjen Geologi & Sumberdaya Mineral di Kementrian Energi tahun 1990. Di Kelimutu National Park tersebut, kami sempat menyaksikan 2 dari 13 macam burung dan 4 dari 17 macam tanaman yang tercatat hampir punah, sehingga dilindungi secara ketat.

 100_3815  100_3818

Dik Bimo berpakaian adat Lio (Moat Kecil)

Di gerbang Kelimutu National Park

Perjalanan kami lanjutkan ke Ende di Flores bagian tengah, melalui jalan berliku khas dataran tinggi di seantero Pulau Flores, yaitu jalan berliku, mendaki dan menurun, dengan tebing curam di satu sisi dan jurang dalam di sisi lainnya. Kami memasuki kota Ende menjelang sore dan langsung melakukan penjelajahan dalam kota. Pertama kami mengunjungi Jl. Perwira untuk melihat Rumah Pembuangan Bung Karno. Di situ kami berteduh di bawah situs pohon sukun, tempat dimana Bung Karno mendapatkan inspirasi lahirnya Pancasila, saat dibuang Pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1934 sampai 1938. Pohon sukun tersebut sekarang bercabang 5, yang dianggap melambangkan sila-sila dalam Pancasila. Kami lanjutkan dengan mengunjungi Museum Adat dan Museum Bahari yang keduanya berdampingan dan terletak di Taman Kota Ende. Di Museum Bahari kami melihat simpanan benda-benda laut yang sejak tahun 1982 dikumpulkan sedikit demi sedikit. Museum Bahari ini diresmikan oleh Pater Gabriel Goran, SVD pada tanggal 14 Agustus 1996, berlokasi di Jl. Moh Hatta Ende, saat ini memiliki koleksi 1000 spesies kerang laut, 300 spesies ikan dengan total koleksi sekitar 22.000 jenis biota laut. Kami juga mengunjungi Taman Rendo dan Monumen sebagai bukti sejarah kota Ende yang pernah menjadi ibukota daerah Flores tempoe doeloe. Terakhir kami mengunjungi Pasar Mbongawani yang merupakan pasar rakyat, menjual segala kebutuhan masyarakat, termasuk buah lokal yang terkenal pisang beranga, jeruk, alpokat dan nanas.

 100_3823  100_3825

Museum Adat di Ende

Museum Bahari di Ende

Malam itu kami menginap di biara suster SSpS di Jl. Masjid no 11. Bertemu Sr. Dr. Conchita Cruz, SSpS dan Sr. Ekarista, SSpS yang pernah kami kenal selama di Lela dahulu. Sr. Conchita adalah dokter yang berkarya di RS Lela, telah menjadi ‘ikon’ RS selama bertahun-tahun, guru bagi ketrampilan teknik bedah hampir semua jenis operasi bagi dokter umum, dan nenek suster bagi Yudhi yang saat bayinya dahulu telah digendong, sampai dengan diompoli berkali-kali. Malam itu Yudhi dan Bimo ikut serta para suster di biara melihat Brazil melawan Portugal di Piala Dunia 2010 Afrika Selatan, sementara kami yang lain tertidur lelap.

 100_3828  100_3832
Suasana biara suster SSpS 
di Jl. Masjid no 11 Ende 
dengan Sr. Ekarista, SSpS 
Sr. Dr. Conchita, SpSS adalah dokter 
yang berkarya di RS Lela Maumere 
dan menjadi 'ikon' RS 

Sabtu pagi, 26 Juni 2010 kami mengunjungi nDona, kediaman Uskup Agung Ende, Mgr Vincensius Sensi Potokota, Pr. Kami terkagum-kagum dengan keindahan bangunan kediaman uskup dan pemandangan alam yang tampak dari ruang tamu itu. Mgr Sensi sempat bersama kami di Lela sewaktu masih sebagai romo pembimbing frater. Setelah mencium cincin uskup, bercengkerama, didoakan, dan bahkan kemudian diberkati dengan berkat uskup, kami pamit untuk melanjutkan perjalanan ke barat. Dari Ende sampai Nangaroro di perbatasan Kabupaten Nagakeo, kami menyusuri bibir pantai selatan di sisi kiri jalan dan hampir bersentuhan dengan tebing batu yang tajam di sisi kanan jalan. Suara deru ombak yang kadang sangat keras, seringkali mengalahkan suara klakson mobil yang harus dibunyikan menjelang tikungan tajam. Kami mencatat nama-nama Nangaroro dan Nangapanda di pantai selatan, kemudian mulai mendaki bukit menuju ke utara melalui Aegela, Mataloko dan Boawae sebelum kami memasuki Bajawa di puncak dataran tinggi yang sangat dingin, ibukota Kabupaten Ngada. Setelah dik Laras mabuk darat 2 kali dan dik Bimo 1 kali, kami makan siang menjelang sore di rumah makan dekat gereja, Stadion Lebijaga, dan SMAN I Bajawa. Kami sempatkan foto bersama di depan gerbang RSU Bejawa, yang mungkin sekali akan kami kunjungi lagi kelak, dalam sebuah tugas resmi.

 100_3844  100_3847
 di depan gerbang RSU Bejawa  Tikungan tajam dan berkelok
 100_3829  100_3837

Bersama komunitas suster SSpS Ende

Bersama Mgr. Vincensius Sensi, Pr Uskup Ende

Kami putuskan untuk segera melanjutkan perjalanan melalui Ai Mere di pantai selatan, kemudian mendaki bukit lagi menuju ke utara melalui Borong, sekitar 157 km dari Ende. Setelah beristirahat sejenak, kami terus ke Ruteng, ibukota Kabupaten Manggarai yang sama dinginnya dengan Bajawa. Kami sudah menempuh jalan amat sangat berliku dan naik turun sejauh 317 km dari pusat kota Ende. Setelah makan malam di RM Padang dekat BRI Cabang Ruteng, kami lanjutkan perjalanan sejauh 72 km lagi, untuk masuk kota Labuanbajo di ujung Flores paling barat, ibukota Kabupaten Manggarai Barat. Kami menginap di Hotel Wisata, Jl. Soekarno no 39, dan masuk hotel sekitar pk. 1 dini hari. Kami langsung terlelap dalam kelelahan hebat, meskipun sebenarnya kami bertemu dengan para staf hotel yang tidak ramah dan kamarnya yang tidak cukup bersih bersih dibanding harganya.

Setelah sarapan menu nasi kuning khas Jawa, kami dipandu menuju dermaga oleh mas Fandi Ilham, SH seorang jaksa muda di Kantor Kejaksaan Negeri Manggarai Barat, dan tetangga kami di Yogya yang agak terlupa, untunglah sempat kami ingat kembali sebelum kami tiba. Setelah foto bersama di gerbang dermaga dan melihat-lihat kesibukan dan pemandangan aktivitas dermaga, kami menuju ke Pulau Rinca, yang berarti buaya, dan merupakan pulau terdekat dari Pulau Flores yang termasuk di dalam kawasan Komodo National Park. Kami menggunakan kapal Bacukiki dan berangkat pk. 08.15. Perjalanan laut memerlukan waktu sekitar 2 jam, dan kami berlabuh di Loh Buaya, sebuah dermaga di sebuah teluk sisi timur Pulau Rinca.

100_3898

Gerbang Loh Buaya, sebuah dermaga di sebuah teluk sisi timur Pulau Rinca, tempat hidup alami bagi komodo liar

Kami langsung disambut pemandangan mengerikan, seekor komodo sedang berjemur di dekat pintu gerbang. Meskipun komodo tersebut hanya berbaring, toh kengerian tetap muncul dan bulu kuduk tetap berdiri. Salah seorang awak kapal mendampingi kami masuk gerbang menuju kantor penjaga yang biasa disebut ‘ranger’, dengan tongkat kayu sepanjang 3 m bercabang 2, dan selalu waspada berjaga-jaga. Tongkat kayu tersebut, dibawa ke manapun seorang ranger berjalan memimpin rombongan tamu, berfungsi untuk menahan leher komodo yang datang mendekat.

 100_3848  100_3873

Dengan mas Fandi Ilham, SH di Gerbang pelabuhan   di Labuan Bajo

Disambut komodo tidur (seolah dahan pohon yang tergelatak) di P. Rinca

Sesampai di kantor penjaga Komodo National Park, kami bertemu dengan banyak turis asing maupun domistik. Harga tiket masuk Rp. 75.000 per orang untuk turis domistik non Flores, Rp. 10.000 untuk turis lokal dan US $15 untuk turis asing. Setelah membayar tiket, kami didampingi ranger, seorang pria paroh baya yang terkesan berani, mulai berjalan menyusuri rute terdekat. Tersedia 3 paket rute jelajah alam, yaitu paket ‘basic’ yang hanya di sekitar kantor, ‘short’ yang perlu waktu sekitar 1 jam, ‘medium’ dan ‘complete’ yang lebih jauh dan lama. Pada rute basic itu saja, kami sempat melihat hampir 10 ekor komodo berbagai ukuran, 3 ekor kera dan 2 ekor kerbau liar yang sewaktu-waktu dapat dimakan komodo. Komodo yang kami lihat sebagian besar hanya berbaring dalam keteduhan bayang-bayang pohon atau rumah panggung para penjaga, terutama dekat dapur yang mengeluarkan bau amis ikan atau daging untuk lauk mereka. Komodo berpenciuman sangat tajam, dapat memakan rusa, kambing atau kerbau dan mampu tidak makan selama 4 bulan berturut-turut setelah kenyang.

Komodo, atau yang selengkapnya disebut biawak komodo (Varanus komodoensis), adalah spesies kadal terbesar di dunia yang hidup di Pulau Komodo, Rinca, Flores, Gili Motang dan Gili Dasami di Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Biawak ini oleh penduduk asli pulau Komodo juga disebut dengan nama setempat ora. Di alam bebas, komodo dewasa biasanya memiliki massa sekitar 70 kg, namun komodo yang dipelihara di penangkaran atau kebun binatang sering memiliki bobot tubuh yang lebih besar. Komodo liar terbesar yang pernah ada memiliki panjang 3.13 m dan berat sekitar 166 kg, termasuk berat makanan yang belum dicerna di dalam perutnya. Komodo memiliki ekor yang sama panjang dengan tubuhnya, dan sekitar 60 buah gigi yang bergerigi tajam sepanjang sekitar 2,5 cm, yang kerap diganti. Air liur komodo sering kali bercampur sedikit darah karena giginya hampir seluruhnya dilapisi  jaringan gusi dan jaringan ini tercabik selama makan. Kondisi ini menciptakan lingkungan pertumbuhan yang ideal untuk bakteri mematikan yang hidup di mulut mereka. Komodo adalah hewan karnivora dan kanibal. Walaupun mereka kebanyakan makan daging bangkai, penelitian menunjukkan bahwa mereka juga berburu mangsa hidup dengan cara mengendap-endap diikuti dengan serangan tiba-tiba terhadap korbannya. Ketika mangsa itu tiba di dekat tempat sembunyi komodo, hewan ini segera menyerangnya pada sisi bawah tubuh atau tenggorokan. Komodo dapat menemukan mangsanya dengan menggunakan penciumannya yang tajam, yang dapat menemukan binatang mati atau sekarat pada jarak hingga 9,5 kilometer. Dengan informasi seperti itu yang telah kami ketahui sebelumnya, maka wajar saja kalau bulu kuduk kami berdiri dan ketakutan yang muncul sangat hebat.

 100_3885  100_3892
Banyak komodo di bawah rumah panggung, 
tempat para wisatawan beristirahat

Di gerbang Komodo National Pak

Setelah puas berfoto bersama komodo tidur dalam lindungan ranger, kami melanjutkan perjalanan sampai ke liang komodo, yang banyak dibuat komodo betina sepanjang bulan Mei sampai Agustus, bertepatan dengan musim kawin. Setelah puas menjelajah pulau dan kekawatiran akan keganasan komodo mereda, kami melanjutkan perjalanan ke Pulau Bidadari, yang terletak di mulut pelabuhan Labuan Bajo. Di pulau itu kami ‘snorkeling’, berenang terapung untuk melihat keindahan taman laut, berjemur dan bermain pasir putih yang lembut, mencari kerang, bahkan melihat bule berjemur. Dik Bimo dan dik Laras sampai mengalami luka robek telapak kaki, sebab sering salah injak batu karang yang indah, tetapi runcing dan tajam. Sore itu kami memaksakan diri langsung pulang ke Maumere, dari Labuan Bajo sekitar pk. 16 dengan suasana hati yang lega dan puas, meski badan sudah kelelahan.

 100_3899  100_3896

Di atas kapal ke P. Rinca

Medan rute ‘basic’ di P. Rinca

Perjalanan darat pulang ke Maumere yang melelahkan, bahkan sudah menimbulkan trauma psikologis bagi anak-anak karena pengalaman buruk mabuk perjalanan, tetap harus kami jalani. Kami harus kembali ke Maumere, sebab tiket pesawat pulang yang kami beli di Yogyakarta, hanya dapat yang berangkat dari Maumere. Tiket pesawat dari Labuan Bajo ke Denpasar yang merupakan penerbangan perintis, sangat sulit diperoleh dengan sistem on line, meskipun tiket on site kadang mudah didapat, tetapi hanya untuk beberapa kursi. Rute pulang yang berliku, mendaki dan menurun, melalui bibir jurang dalam atau pantai, harus kami lahap dalam kelelahan, sehingga kami harus bergantian menjadi sopir. Akhirnya kami harus menyerah dan terdampar di sebuah kamar di Villa Silverin, di Watujaji, 7 km dari Bajawa, Kabupaten Ngada. Kami masuk kamar dengan tarif Rp. 300 rb menjelang pk.1 dini hari, dan langsung tertidur di kamar yang bagus sekali dengan udara sangat dingin.

 100_3934  100_3936

Di Museum Bung Karno Ende

Patung Kristus Raja di Katedral Ende

Setelah sarapan nasi goreng dan telor dadar, hari Senin pagi kami melanjutkan kepulangan kami dan berangkat pada pk. 7.15, saat udara luar masih sangat dingin menembus tulang. Kami lalui Mataloko dan Nangaroro, lalu Nangapanda yang sudah masuk wilayah Kabupaten Ende. Mulai dari situ, mas Yudhi bertugas menjadi sopir pengganti, sebab jalan terus ke Ende menyusur bibir pantai selatan, relatif ringan untuk ditaklukkan seorang sopir pemula. Kami masuk kota Ende sesaat sebelum tengah hari, kembali ke biara SSpS di Jl. Masjid untuk pamitan dengan Sr. Dr. Conchita Cruz, SSpS yang sangat kami hormati, juga untuk Yudhi numpang mandi, sebab mandi pagi di Bejawa yang sangat dingin, tidak berani dia lakukan. Kami berlanjut mengunjungi Gereja Katedral Christo Regi Ende. Kami terkagum-kagum atas keindahan arsitektur katedral tua, khusuk berdoa dan memohon ampun karena kami tidak sempat ikut misa hari Minggu. Setelah itu kami berfoto di depan patung ‘Christus Rex Mundi’ atau Kristus Raja Semesta Alam, yang diresmikan oleh Mgr. Abdon Longinus Da Cunha, Pr pada tanggal 24 November 2002. Setelah diselingi makan siang di RM Kelimutu di Moni, dekat gerbang Kelimutu National Park yang sudah kami kunjungi 4 hari sebelumnya, kami mampu mencapai desa Sikka menjelang senja. Di Sikka kami masih mampu melihat gereja tertua di seluruh daratan Pulau Flores dan rumah adat di bekas istana raja Sikka. Selanjutnya kami mengunjungi Wisung Fatima di Lela, sebuah tempat ibadah di lereng bukit terjal yang sudah dibangun baik, untuk berdoa kepada Bunda Maria, sayang sekali saat itu hari sudah gelap dan listrik padam.

 100_3931  100_3937

Bis kayu, angkutan darat khas Flores

Gereja Sikka yang tertua di Flores

Akhirnya kami melanjutkan perjalanan menempuh jarak Ende-Maumere 145 km. Perjalanan ini merupakan inti nostalgia kami ke sebuah rumah di dalam kompleks RS St. Elisabeth Lela, sebuah RS yang sudah 80 tahun melayani kesehatan masyarakat sekitar. Rumah yang kami tuju berada di samping kebun sayur, dekat kandang ayam dan di sayap atas kompleks RS itu, merupakan rumah yang kami tinggali selama hampir 3 tahun. Di rumah itulah kami mendapat banyak berkah, sejak kami datang April 1991 sampai saat kami pulang ke Jawa Oktober 1994.

100_3962

Di tengah kebun RS dalam persimpangan jalan ke rumah dinas kami, saat bertugas di RS St. Elisabeth lela, Maumere

100_3965

Bergaya di gerbang depan RS St. Elisabeth di Lela, Maumere

Saat kami datang mendekat, hati terkesiap, sanubari terharu dan jantung berdebar, mendapati suasana mistis masa lalu yang seakan datang ulang. Hanya tempat tidur besar tempat kami berbaring dan menidurkan bayi Yudhi yang diganti, perabotan lain masih tetap yang sama, terawat dan terjaga baik. Luar biasa. Kami kenang ulang berbagai peristiwa yang pernah terjadi di setiap sudut rumah itu, baik yang menyenangkan, maupun yang sangat menyedihkan di halaman depan, tempat Yudhi terjerembab dalam ‘baby walker’ yang digunakannya. Dia lepas dari pengawasan kami yang terlarut dalam makan siang, dan meluncur turun melewati teras rumah, bahkan masuk ke kebun depan rumah, yang membuatnya luka di dahi dengan perdarahan dan memar. Malam itu kami mandi, makan dan tidur di tempat dimana hal yang sama pernah kami lakukan dengan cara serupa, di tempat yang sama dan dalam suasana yang tidak jauh berbeda. Hanya kami berdua yang begitu, sedangkan anak-anak, termasuk Yudhi, sangat mungkin hal tersebut hanya merupakan sebuah program pengisi libur sekolah. Tuhan sendiri yang mengatur ini semua.

 100_3940  100_3947

Anak2 kami di depan gereja tua di Sikka

Rumah adat bekas istana raja Sikka

Pagi harinya, kami mengikuti Misa Kudus harian di kapel RS. Meski liturginya serupa, tetapi lagunya berbeda. ‘Qui bene cantat, bis orat’ atau ‘dia yang bernyanyi baik, berdoa dua kali’. Misa harian itu berlangsung 2 kali lebih lama dibanding misa serupa yang sudah kami akrabi di Yogya, sebab lagu-lagunya banyak dan lengkap, sesuai dengan teks dalam buku ‘Syukur Kepada Bapa’, cetakan XI, tahun 1981, oleh Penerbit Nusa Indah, percetakan Arnoldus, Ende. Setelah sarapan pagi, kami mengikuti Sr. Sofina, SSpS yang biasa dipanggil Sr. Nenek karena usianya, masuk ke kebun sayur, kandang ayam dan kandang babi. Penelusuran itu juga mengenang saat kami melakukan hal yang serupa 18 tahun sebelumnya, berjumpa dengan beberapa karyawan kebun yang masih saling ingat dengan kami. Setelah itu, kami keliling ke beberapa ruangan di dalam RS, bertemu dengan beberapa pegawai RS yang masih kami ingat dan sekaligus berpamitan, karena kami harus segera pulang.

100_3963

Bergaya dengan beberapa pegawai dalam seragam dinas RS St. Elisabeth Lela, Maumere

Kami kenang Sr. Helena Maria, SSpS, mama Detti Henriques, mama Ete Mertis, Br. Alex, mama Dete, mama Mia dan Erna Woga. Pegawai RS yang lain adalah generasi baru yang belum sempat kami kenal. Kami beradu kangen dengan mama Beth, wanita tua berpakaian adat Sikka yang tinggal di depan RS, bahkan memberikan salam khusus dengan cara menampar pipi kami keras-keras.

 100_3954  100_3953

Sekeluarga di teras rumah nostalgia

Mas Yudhi di kamar mandi kenangan

Perjalanan pulang kami awali dengan mampir ke rumah mama Sedis dan Om Paul, pasangan pensiunan SPK Lela dan Puskesmas Nanga, Kemudian mampir di Puskesmas Nanga yang sedang ramai dikunjungi banyak pasien. Kami puaskan rindu kami bersama mama Gonda petugas gizi, Om Kornelius perawat senior dan kepala puskesmas dengan mama Lince, isterinya yang asisten apoteker, juga Om Kons yang sempat mampir, mama Burga kader posyandu yang aktif, mama Rin Palang Keda perawat pindahan dari SPK Lela, Om Lengo petugas KB, bidan Nona Ana dan Dr. Dwi.

 100_3964  100_3970

Komunitas suster biara di RS Lela

Sebagian pagawai Puskesmas Nanga

Kami melanjutkan perjalanan ziarah dan wisata rohani, dengan mengunjungi Patung Maria Bunda Segala Bangsa di Nilo, dekat Seminari Tinggi terbesar di dunia, yaitu STFK Ledalero. Patung Bunda Maria yang berwarna putih mengkilap dan terbesar di Indonesia tersebut, diresmikan pada tanggal 31 Mei 2005. Pernah runtuh karena angin puyuh, dibangun dan diresmikan kembali pada tanggal 1 Oktober 2007 oleh Mgr. Vincensius Sensi Potokota, Pr, yang waktu itu sebagai Uskup Agung Ende dan sekaligus administrator apostolik Keuskupan Maumere. Prasasti di pusat Spiritualitas Pasionis dan tempat ziarah Maria Bunda Segala Bangsa di Nilo ditandatangani oleh wakil donatur Ibu Megawati Soekarnoputri dan Vice Provincial CP waktu itu, Pastor Sabinus Lohin, CP.

100_3972

Patung Yesus sedang berdoa pada malam sunyi sebelum ditangkap Serdadu Romawi, artistik di puncak Bukit Nilo, luar kota Maumere.

Di bawah patung besar tersebut, terpahat kata-kata bijak ‘Per Mariam Ad Jesum’, yang berarti ‘melalui Maria menuju Yesus’. Juga ‘Ina ata puku nulu’, yang berarti bunda yang tersayang, ‘ama ata gawi wa’a’, yang berarti menuju bapa dengan berjalan duluan di depan, ‘gea dena beta nain’, yang berarti dengan memberi makan anak cucu, dan ‘minu dena heron naran’ yang berarti minum agar tidak haus. Tinggi patung Bunda Maria yang berdiri di atas bola dunia itu 12 m. Patung itu diletakkan di atas rangka beton, sehingga total tinggi patung mencapai 28 m. Patung itu berada di sebuah puncak bukit di Nilo dan menghadap ke utara, seolah memberkati dan melindungi kota Maumere yang terhampar di bawahnya. Setelah berdoa secara khusus, kami lanjutkan foto bersama dalam hembusan semilir angin puncak bukit dan sengat matahari musim panas, bahkan sampai saat kami jalan turun menuju Maumere. Kami sempatkan mampir membeli cinderamata khas Sikka di sebuah kios depan Gelora Samador, menemui Drg. Toni Asaleo, teman lama kami yang sudah alih profesi menjadi pebisnis ritail atau barang eceran segala rupa, di kompleks pertokoan Maumere.

 100_3971  Pulang

Patung Bunda Maria

Awal perjalanan pulang

Kepulangan kami diawali dengan menumpang pesawat Batavia Air Y6-758 Boeing 737 seri 300, transit 20 menit di Kupang, dan akhirnya menuju Denpasar dalam waktu 1 jam 20 menit. Kami menginap semalam di rumah adik sepupu, Bulik Aning, Pak Nyoman dan anak-anaknya yang mandiri, mbak Diyah dan mas Toya, di kawasan Jimbaran, sehingga sempat jalan-jalan ke pantai Jimbaran, GWK (Garuda Wisnu Kencana) Park, Nusa Dua, Kuta dan mengunjungi rumah Bulik Sudilah, saudara sepupu Eyang Kakung Salaman dan terakhir bergaya di depan Patung Satria Gatotkaca, yang diresmikan pada tanggal 30 Oktober 1993 oleh Prof. IB Oka, Gubernur Bali saat itu. Patung putih Gatotkaca yang terbang sambil menghancurkan kereta perang musuh, meski dalam bidikan panah amat sakit Nanggala oleh Adipati Karna, gagah berdiri di gerbang Bandara Internasional Ngurah Rai, Denpasar. Kami sampai dengan selamat di Yogyakarta pada hari Kamis, 30 Juni 2010 pk. 19.25.

 100_3977  100_4011

Di gerbang Pecatu Jimbaran, Bali

Di gerbang Bandara Ngurah Rai, Bali 
dengan Bulik Aning 

100_4007

Mampir sebentar di rumah Eyang Puteri Sudilah dan Eyang Kakung Pakpahan (sepupu jauh Eyang Kakung) di Denpasar Bali.

100_4009

Mengenang para korban Bom Bali I, di sebuah monumen pada tempat terjadinya ledakan dahsyat yang sangat disayangkan.

Perjalanan darat yang kami tempuh adalah hampir 2/3 bagian Pulau Flores, sejauh 925 km dalam medan jalan yang amat sangat berliku dan merupakan ciri khas medan daratan Pulau Flores, menghabiskan bensin 5 kali isi penuh tangki mobil (full tank), dan 4 hari cuti tahunan. Perjalanan itu ditambah 5 jam di atas kereta api, 5 jam 20 menit di atas pesawat dan 4 jam 20 menit di atas kapal. Kami telah menginjak tanah di 3 propinsi dalam 5 pulau, dan menyusuri 5 kabupaten di daratan Pulau Flores. Terima kasih kami sampaikan kepada siapapun yang telah membantu, mendoakan dan mengiringi perjalanan kami sekeluarga.

sekian

Yogyakarta, 1 Juli 2010

*) pelancong murah dan meriah, tetapi rutin setiap tahun

 Peta 1  Peta 2

Posisi Komodo National Park

yang kami kunjungi

Pulau Rinca di sebalah barat Pulau Flores