JELAJAH SHANGHAI dan BEIJING
fx. wikan indrarto*)
Arti kata ‘shang’ adalah atas dan ‘hai’ adalah laut, jadi Shanghai adalah kota di daratan China yang tampak tergeletak di atas permukaan laut. Kota di tepi delta Changjiang ini, sebenarnya bukan terletak di tepi Laut Cina Selatan yang luas. Shanghai dibelah oleh sungai Huangpu, yang tidak sekedar memikat karena atraktif dengan sejarahnya yang panjang, tetapi juga karena peran dominan di bidang ekonomi dan sosial bagi bangsanya. Shanghai tetap berada di bawah administrasi pemerintah pusat, menjadi pusat perdagangan dan ekonomi terbesar yang menyatu dengan industri dan menjadi pelabuhan terbesar di seluruh China. Selain sebagai kota bersejarah dengan budaya yang berusia ribuan tahun, saat ini juga menjadi kota metropolitan di pantai timur daratan China yang terbuka bagi siapapun di seluruh dunia. Pada tahun 2004, Shanghai telah mampu menjadi tuan rumah lomba balap mobil paling bergengsi di dunia (Chinese Grand Prix F1) dan sejak itu majalah ternama di dunia ‘TIME’ menyebutnya sebagai kota apapun (the world’s most happening city). Pada Oktober 2007 Shanghai menjadi tuan rumah pertama olimpiade khusus (Paralympic or Special Olympic Games) di Asia dan pada tahun 2010 kelak akan menjadi tuan rumah pameran akbar dunia (World Expo 2010). Itulah daya tarik Shanghai yang mendorong kami memutuskannya untuk ke sana.
|
|
Persiapan World Expo 2010 |
Peta Shanghai |
Kami berkesempatan mengunjungi kota ini dalam rangka the 13th Asian Pacific Conggress of Pediatric, 14-18 Oktober 2009 di SICC (Shanghai International Convention Center), yang megah di sebelah timur menara televisi Pearl Oriental Tower dan gedung pencakar langit tertinggi (Shanghai World Financial Center), dimana keduanya menjadi simbol kota.
Kami menggunakan pesawat Singapore Airlines SQ 957, sebuah Boeing 777-300 modern, dari Jakarta untuk transit sekitar 3 jam di Singapura sejauh 550 mil dalam waktu 1 jam 35 menit, dan dilanjutkan ke Shanghai dengan pesawat sejenis sejauh 2.364 mil dalam waktu 5 jam 15 menit. Kami mendarat di Shanghai Pudong International Airport (PVG) yang berlokasi pada 30 km (19 mil) tenggara kota Shanghai, perlu sekitar 45 menit perjalanan mobil dari pusat kota, dan dibuka sejak 1 Oktober 1999. Terminal 2 & 3 di bandara ini dibuka pada awal 2008 yang dihubungkan dengan bis gratis setiap 15 menit antara pk. 6-21. Terminal 4 & 5 baru direncanakan, untuk memudahkan akomodasi bagi para penumpang yang semakin banyak. Kereta ini direncanakan dapat menghubungkan Pudong ke Hangzhou melalui Shanghai South Railway Station dan Hongqiau International Airport yang akan digunakan pada Shanghai World Expo 2010. Selain kereta api Maglev, juga ada Shanghai Airport Bus Co dan Shanghai Dazhong Bus Corporation yang berangkat setiap 13-21 menit antara pk. 7-23 dan perjalanan ke kota memakan waktu sampai 60-90 menit dengan 8 jalur bis, dimana jalur 5 saja yang melalui Pudong. Jalur bis yang lain akan menuju banyak tempat, termasuk People’s Square, Hongkou dan Hongqiau Airport. Kalau menggunakan taxi meter dari terminal 1 atau 2 menuju Puxi atau Pudong di pusat kota, menghabiskan tarif RMB 150-170 dalam waktu 45-60 menit. Operator taxi meter adalah Qiangsheng, Dazhong, Jinjiang dan Bashi dengan tarif RMB 11 untuk 3 km pertama dan RMB 2,1 untuk setiap km berikutnya. Kami sampai di Shanghai menjelang tengah malam pk. 23.15, sehingga hanya tersedia taxi meter sebuah sedan VW Santana 3000 setir kiri, yang berjalan di sisi kanan, menuju Holiday Inn Shanghai Pudong di Dong Fang Road 869. Hampir semua taxi meter di kota Shanghai adalah VW Santana buatan Jerman, dan hanya sedikit sekali mobil buatan Jepang. Pagi berikutnya kami menuju tempat konggres (the 13th Asian Pacific Conggress of Pediatric), di SICC (Shanghai International Convention Centre), dekat menara TV Oriental Pearl Tower yang artistik di sekitar Lujiazui.
|
|
Di SICC (Shanghai International Convention Centre), saat pembukaan konggres |
Shanghai Jade Buddha Temple dengan patung Buddha sedang berbaring |
Selesai acara konggres hari pertama, kami melanjutkan jalan-jalan ke Jing’an Temple, sebuah candi Buddha untuk para peziarah dari luar kota yang memohon sebuah keinginan kuat kepada Sang Buddha, dengan naik kereta bawah tanah Shanghai Metro atau MRT (subway) line 2 dari stasiun Lujiazui lewat stasiun East dan West Nanjing Road dan stasiun People’s Square. Subway di Shanghai ada 9 line yang rutenya dapat dilihat pada www.shfamousteacher.com.
Kami melanjutkan perjalanan ke Shanghai Jade Buddha Temple, sebuah tempat ziarah agama Buddha yang eksotik dan penuh dengan batu mulia aneka warna (jade). Setelah puas keliling kompleks suci dengan banyak biksu dan peziarah yang khusuk berdoa dan pelancong yang tercengang, kami kembali dengan MRT line 2 untuk turun di stasiun East Nanjing, lalu makan siang bersama bu Esther Nova Gunawan, ibu dari Yang Zi Yi pasien anak di RS Bethesda Yogyakarta dan sekarang menetap di Shanghai. Kami menuju Yuxin Sichuan Dish Restaurant di China Merchants Plaza di samping Jing Tai Mansion, yaitu di Jiang Gua Men Wai Street dan makan siang menu Shanghai, yaitu daging bebek Peking, sop ikan, mie, brokoli dan bakpau bentuk kembang. Setelah kekenyangan, kami lanjutkan perjalanan dengan membeli oleh-oleh cindera mata kaos dan tas di Nan Zheng Building, di Nanjing West Road yang terkenal murah meriah. Kami jalan lagi dengan MRT line 2 dari stasiun Nanjing West ke stasiun Shanghai Science & Technology Museum, untuk menuju ke Xin Yang Fashion and Gift Market, untuk mencari cindera mata yang lain. Setiap selesai transaksi di semua tempat di Shanghai, pembeli orang asing yang tidak paham bahasa dan huruf lokal, akan diberi kartu nama yang berisi keterangan dalam bahasa Mandarin dan huruf kanji, serta di bagian bawah akan tertulis juga dalam bahasa Inggris dan huruf latin ‘Taxi, take me to …. (alamatnya)’, agar pembawa kartu itu kembali lagi ke situ tanpa kesulitan, sebab hampir semua sopir taxi di China hanya paham bahasa Mandarin dan huruf kanji. Malamnya kami naik taxi dari hotel menuju Century Avenue Station untuk naik MRT line 2 ke People’s Square Station dan ganti (di sebuah inter change station ke) line 1 ke Shanghai Railway Station untuk naik kereta apai malam ke Beijing. Kereta api di sana tidak diberi nama tertentu seperti di Jawa, tetapi kode. Kami menggunakan kereta api D308 yang dioperasikan China Railway Express & Co dalam kerja sama dengan Shanghai Railway Administration, berangkat pk. 21.30 pada jalur (lounge) 3.
|
|
Kereta Cepat dari Shanghai ke Beijing |
Stasiun Kereta Api di kota Beijing yang besar |
Stasiun kereta api kota Shanghai sangat besar, dengan tempat umum yang sangat luas untuk ukuran Indonesia, bahkan ruang tunggu penumpangnya sebesar lapangan sepakbola. Kereta D308 terdiri dari 15 gerbong, setiap gerbong yang dicat putih bersih sangat informatif karena tanda angka menggunakan lampu yang menyala, bukan tulisan yang sulit dibaca, apalagi kalau malam hari. Dalam gerbong berisi 10 kamar, setiap kamar berisi 2 tempat tidur tingkat (soft berth car), dasar tempat tidur atas setinggi 1,1 m dan atap kamar setinggi 1,75 m, sehingga setiap gerbong memuat 40 penumpang.
tempat tidur dalam kamar penumpang KA ke Beijing
Dalam kamar dilengkapi dengan 4 TV layar datar di dinding kamar untuk setiap penumpang sambil berbaring, head set khusus untuk pendengar berbaring, lampu baca, colokan listrik 220V berkekuatan 200 W untuk HP atau laptop, meja lipat untuk meletakkan makanan/minuman, gantungan jas, sandal, selimut tebal dan 2 buah bantal. Tempat duduk hanya tersedia di gerbong restoran dan di depan setiap kamar ada sebuah tempat duduk lipat. Di bagian belakang setiap gerbong ada 2 toilet bertekanan udara seperti di pesawat terbang, wastafel dan ruang pengganti popok bayi. Sambungan antar gerbong dalam keadaan tertutup rapi, sehingga kedap suara dan dingin full AC tidak bocor keluar. Kereta yang interiornya bernuansa silver, berangkat tepat waktu dengan kecepatan rata-rata 211 km/jam, sehingga Shanghai-Beijing dapat ditempuh dalam 9 jam dengan tiket seharga Y 735 per orang. Informasi stasiun terdekat sangat jelas di layar TV dan banner berjalan di lorong setiap gerbong dalam Mandarin & Inggris, misalnya ‘We will soon arrive at South Beijing station, the present temperature out side the car is 10,2 degrees C’.
BEIJING
Beijing adalah ibukota Republik Rakyat Cina (RRC), negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, hampir 1,2 milyar jiwa. Beijing juga sebuah kota bersejarah dan budaya (historic and culturally) yang sangat terkenal di seluruh dunia. Kota itu menyimpan peninggalan budaya dan kesenian China yang melahirkan kekayaan budaya bangsa China kuno, tetapi saat ini dipadukan dan dibangun bersebelahan dengan berbagai fasilitas bisnis, industri dan olah raga modern. Bangunan baru berdiri gagah di samping tempat yang bersejarah dan berdampingan dengan situs budaya yang sangat artistik dan menarik, yang merupakan peninggalan setiap dinasti yang pernah menguasai daratan China.
|
|
Rute perjalanan kami |
Di gerbang Mutinyahu Great Wall |
Sudah hampir 5.000 tahun masyarakat China kuno berdiam dan berkembang di kota ini, dimulai dengan Manusia Peking (‘Peking Man’ dalam istilah arkeologi) dari saat masih berbudaya ganas (barbarian age), sampai periode awal bermasyarakat (era of civilization) yang masih dapat dilihat di Zhuan-nian, sekitar 48 km sebelah barat laut Beijing, sehingga kota ini layak disebut ibukota kebudayaan Timur (cultural capital in the East). Fosil ‘Manusia Peking’ ditemukan pada tahun 1929 dalam ekspedisi arkeologis di Bukit Longgu (Tulang Naga), dalam sebuah gua berukuran 140×2,5×42 m dan yang diperkirakan hidup di situ 500.000 tahun lalu. Zhoukoudian tercatat dalam daftar Warisan Budaya Dunia menurut UNESCO sejak tahun 1987 dan merupakan situs terlengkap peninggalan manusia purba yang berdiri tegak (erect man), meskipun selama Perang Dunia II banyak fosil dan artefak yang hancur dan hilang. Kami tidak berkesempatan melihatnya secara langsung.
|
|
Temple of Heaven di Beijing |
Prasasti Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO |
Fakta menunjukkan bahwa hanya Beijing yang berubah sangat cepat dibandingkan kota lain di manapun. Ibukota People’s Republic of China (PRC) ini selalu bertambah hotel, mall, bangunan komersial, plaza, stadion dan fasilitas latihan apapun, sehingga menjadi tuan rumah Olympic Games 2008 yang sangat bergengsi. Selain itu, juga membuktikan China sebagai superpower baru, dengan adanya banyak bangunan baru dan modern, yang dipadu dengan bangunan bersejarah (grandiose socialist municipal buildings). Beijing sudah menjadi ibukota China sejak kekaisaran pertama pada tahun 1421, sampai runtuhnya periode kekaisaran pada tahun 1911. Pada periode tahun 1911-1949, Beijing kacau balau karena diperebutkan oleh banyak kelompok masyarakat. Pada tahun 1931 Jepang mendudukinya sampai akhir Perang Dunia II yang dilanjutkan dengan meletusnya perang sipil sampai Mao Zedong bersama dengan kelompok komunis menguasainya. Mao sebagai bapak bangsa memproklamasikan People’s Republic of China sebagai sebuah negara di the Gate of Heavenly Peace (Gerbang Perdamaian Abadi) pada pintu masuk Forbidden City (kompleks Kota terlarang) di Lapangan Tian’anmen dan menyatakan Bejing sebagai ibukota negara. Tiananmen Square, dimana Mao Zedong memproklamasikan kemerdekaan RRC dan tempat terjadinya pembunuhan mahasiswa pro-demokrasi pada saat demonstrasi besar-besaran pada tahun 1989, adalah lapangan untuk umum yang terbesar di seluruh dunia dan menjadi daya tarik wisatawan dari manapun. Lapangan yang besar ini mencakup Gedung Balai Agung Rakyat (Great Hall of the People), Gedung DPR (China’s parliament), Makam Mao Zedong (the Mao Zedong Memorial Hall), dimana tubuh Mao terbaring dalam peti kaca tembus pandang, Tugu Pahlawan (the Monument to the People’s Heroes). Gedung pemantau bintang lama (Old Observatory) yang didirikan oleh Kublai Khan, sekarang dijadikan museum yang menyimpan berbagai barang dari masa Dinasti Ming dan Qing, termasuk alat-alat perunggu pemantauan bintang (bronze astronomical instruments).
Penduduk kota Beijing mencapai 15.244.000 jiwa (megapolitian area) dengan suhu udara berkisar dari -3 derajad C di bulan Januari sampai 26 derajad C di bulan Juli. Beijing terpengaruh oleh berbagai dinamika manusia, termasuk perang, revolusi, industrialisasi dan demonstrasi yang silih berganti. Kami tidak masuk melalui Beijing Capital International Airport (PEK) yang terletak 28 km timur laut pusat kota Beijing dan sangat megah yang dibangun tahun 1999, tetapi melalui stasiun kereta api kota (Beijing Railway Station) hari Kamis pagi, 15 Oktober 2008, pk. 07.15, tepat waktu sesuai jadwal yang tertulis pada tiket dari Shanghai. Udara dingin langsung menyengat, begitu kami keluar gerbong yang memasang pemanas ruangan, jadi kami langsung makan mie instan rasa lokal di warung tenda di pelataran stasiun yang seluas 3 kali lapangan sepak bola. Di China semua tempat umum sangat luas sekali, sehingga mampu digunakan oleh banyak sekali orang, sebab warga kotanya terbanyak dibandingkan kota manapun di dunia.
|
|
Bis listrik (bom-bom bus) dan taxi meter |
Bis listrik (bom-bom bus) gandeng |
Kami melanjutkan perjalanan dengan naik kereta bawah tanah (subway) yang dioperasikan Beijing Subway Corp. Jalur utama dari timur ke barat adalah dari stasiun Pingguoyuan ke Sihui Dong, sedangkan jalur lain berjalan memutarinya (circular route). Pada tahun 2020 ditargetkan Beijing akan memiliki sistem kereta bawah tanah yang terpanjang di seluruh dunia, yaitu mencapai 561 km dalam 19 lines (jalur). Kami harus antri panjang yang teratur sebanyak 2x, yaitu saat kami membeli tiket seharga Y 2 perorang untuk semua tujuan (jauh dekat, termasuk ganti jalur kereta dan berbeda dengan di Shanghai) yang dilayani secara manual dalam 2 loket, karena di situ tidak ada mesin penjual tiket digital, dan saat kami masuk pemeriksaan ‘scaning’ barang bawaan penumpang dengan alat deteksi logam. Kami melewati stasiun Jianguomen, Chaoyangmen, Dongsi Shitiao, lalu Dongzhimen untuk mencapai tujuan petualangan pertama. Setiap hampir mendekati stasiun, selalu ada peringatan lisan rekaman suara seorang wanita dalam 2 bahasa, Mandarin dan Inggris, agar bersiap-siap (‘Please get ready for your arrival’) dan lampu di papan penunjuk yang menyala kelap-kelip. Kami turun di stasiun Dongzhimen, lalu keluar menuju ke Outer Street, untuk mencapai ruang kepindahan penumpang ke bis (‘bus transit hall’) unt mencari bis no 936. Kami menuliskan angka 936 dalam kertas kecil, dan menunjukkan kepada siapapun yang kami tanyai, sebab tidak ada bahasa yang memudahkan komunikasi kami dengan siapapun di situ, kecuali bahasa tulisan berupa angka. Sayang sekali, bis rute tersebut cukup jarang, sehingga kami takut kehabisan waktu dan memutuskan naik Honda New Jezz keluaran terbaru yang kami sewa seharga Y 350 menuju Mutianyu, selama 1,5 jam melewati jalan tol dan jalan alternatif dengan kecepatan tinggi dan gaya nyetir ugal-ugalan.
|
|
Peta Great Wall Tourist Zone di Mutianyu |
Di dalam cable car bertarif Y 40 per orang |
Mutianyu terletak di Kabupaten Huairou, dibangun pada saat Northern Qi diperintah oleh Kolonel Xu Da yang kemudian berpangkat jendral di bawah Kaisar Zhu Yuanzhang pada awal Dinasti Ming berkuasa. Daerah Wisata Tembok Besar (Great Wall Tourist Zone) di Mutianyu meliputi perkampungan warga asli (Mutianyu Village), Yishonglou Restaurant, miniatur kota Meng Shi, tempat parkir 3 areal, jalan mendaki ke Tembok Besar (Passage Leading up the Great Wall), jalur menurun dari puncak (the Proper Terrace of the Pass), menara pengawas (Big Corner Tower) dan stasiun naik turun penumpang kereta gantung.
Tembok Besar Cina, benar-benar tembok dari batu dan sangat besar
Di dalam cable car bertarif Y 40 per orang
Tembok Besar di Mutianyu dikelilingi daerah luas yang terdiri dari gunung-gunung dengan pemandangan sangat indah sesuai dengan musimnya. Pada musim panas diwarnai bunga gorgeus dengan dominasi putih dan tengah merah, pada musim semi hutan-hutan menghijau menutupi seluruh areal gunung, pada musim gugur banyak buah dan daun berwarna cokalat dan kuning berserakan dan pada musim dingin tertutup salju dengan warna putih yang mewarnai seluruh daerah utara. Kami naik kereta gantung yang dioperasikan Beijing Tourism Group Co., Ltd yang dibangun pada tahun 1986, sepanjang 732 m, setinggi 640 m, kecepatan kereta 3,5 m/detik dengan total jumlah kereta 58 buah, masing-masing dapat menampung 6 penumpang. Harga tiket masuk ke Tembok Besar (Great Wall) Y 50 dan naik kereta gantung (cable car) Y 40 per orang. Sopir kami yang membelikan semuanya dan mengatakan kami wisatawan domistik, karena wajah ‘Mongoloid’ kami mirip mereka, sehingga diberi harga tersebut.
|
|
Tembok Bedsar yang memanjang |
Salah satu sudut Great Wall |
Tembok Besar adalah benteng pertahanan militer yang terbesar di seluruh dunia dan masuk dalam ‘7 keajaiban arsitektur dunia’ karena pengerjaannya yang rumit (arduous work), sejarahnya yang panjang dan nyaris tidak masuk akal (imposing manner), dan tidak ada bandingnya di seluruh dunia. Tembok Besar sudah tercatat sebagai ‘Warisan Budaya Dunia’ oleh UNESCO sejak tahun 1987. Tembok Besar ini dibangun memanjang sejauh 629 km, berbentuk setengah lingkaran, mengikuti kontur tanah dan megah berdiri di puncak gunung. Di sekitar Beijing terdapat beberapa bagian yang terkenal, yaitu Badaling, Puncak Juyong, Simatai dan Mutianyi. Kami hanya mengunjungi Mutianyu, meskipun Simatai dianggap sebagai yang paling angker, berbahaya dan menarik (‘thrill, danger and oddity’) karena menara pengintai, strukturnya yang khusus dan bentuknya yang berbeda. Kami mendaki dan berfoto-foto di Tembok Besar, belanja cindera mata dan segera pulang ke Beijing. Kami makan siang di warung pinggir jalan dekat terminal bis Dongzhimen, yang semua daftar menu dan petugasnya hanya ada dalam Mandarin dan kanji. Akhirnya kami putuskan untuk menunjuk menu yang dimakan pengunjung di meja sebelah dan botol air mineral kosong, sebagai menu yang kami pilih dengan bahasa Tarzan. Dengan keheranan penuh, karena pesanan kami terlalu sederhana dan sedikit, mereka tetap melayani dengan diiringi tawa cekikikan petugasnya. Kami makan nasi 1 porsi dengan irisan daging babi dan sayuran hijau seharga Y12 untuk berdua. Ciri khas orang China yang kami amati ada 3 hal yang mengherankan, yaitu menguap di manapun dengan mulut terbuka tanpa ditutup telapak tangan, meludah di sembarang tempat, pesan makanan di restoran tanpa minuman karena menunya hampir semua berkuah, dan kalau makan perlu lauk beragam dengan porsi besar, yang dimakan agak lama karena diiringi ngobrol terus menerus.
Mao Zedong sang pemimpin Cina
Saat ini di Beijing ada 13 line subway (jalur kereta api bawah tanah). Kami menggunakan line 2 dari stasiun Dongzhimen ke Jianguomen, kemudian ganti line 1 ke Tian’anmen Timur, untuk mengunjungi Gerbang Menara Tian’anmen (Gate-tower) yang sangat terkenal dan dibangun pada tahun 1417. Tian’anmen berarti ‘Gerbang Perdamaian Abadi’ (Gate of Heavenly Peace) dibangun dalam tahun ke 15 pemerintahan Kaisar Yongle dengan nama awal Gerbang Penerimaan Kekuasaan Abadi (‘Gate of Accepting Heavenly Mandate’). Pada tahun 1651 saat tahun ke 8 kekuasaan Kaisar Shunzhi, lapangan itu diubah namanya menjadi Tian’anmen. Gerbang menara di depan dalam gaya Buddha, yaitu atap ganda berbentuk lengkung dengan tinggi 33,7 m dan panjang 9 bays dan lebar 5 bays. Di atas gerbang utama terpampang gambar Mao Zedong yang terkenal. Di depannya ada Qianmen yang merupakan gerbang kota pada saat Dinasti Ming dan Qing berkuasa. Lapangan Tian’anmen yang berada di pusat kota, membuat sudut kota Beijing simetris dalam longitudinal maupun latitudinal, yang menempatkannya sebagai tumpuan. Lapangan ini direnovasi besar-besaran pada tahun 1999 sebagai peringatan 50 tahun kemerdekaan negara RRC, dan merupakan lapangan umum (public square) terbesar di dunia dengan luas 440.000 m persegi, dapat menampung 1 juta orang dalam sebuah kegiatan, dan merupakan daya tarik luar biasa bagi para wisatawan (an impressive tourism centrepiece). Kami berdua berdiri diantara puluhan ribu manusia, sebuah pengalaman tak terlupakan (nggegirisi) karena dikepung para pengunjung, baik yang berjalan-jalan, berdiri keheranan, maupun yang antri akan melihat jasad pemimpin Mao Zedong yang terlihat membelitnya antrian manusia untuk masuk ke dalam makam (mausoleum) Ketua Mao (Chairman Mao). Kami berdua berdiri dan kesulitan berfoto di antara padatnya pengunjung di atas jembatan sungai Emas yang dikeramatkan (Golden River) di tepi Jalan Chang’an (Avenue) yang sangat lebar, di depan gerbang yang ada foto raksasa Mao Zedong, untuk masuk ke Duanmen.
|
|
Stasiun subway di Tian’anmen |
Foto raksasa Mao Zedong di Tian’anmen |
Chang’an Avenue merupakan sumbu dari arah timur ke barat kota Beijing, dimulai dari Tongzhou di timur sampai Shijingshan di barat dan merupakan jalan penting (the first street in China). The Forbidden City (Kota Terlarang atau Museum Istana) dibangun pada saat Dinasti Ming berkuasa (1368-1644), yaitu mulai tahun 1406 dalam waktu 14 tahun dan menjadi istana bagi pusat kekuasaan Dinasti Ming dan Qing, atau sebanyak 24 kaisar. Kompleks ini merupakan istana yang paling luas di dunia dan pada tahun 1987 UNESCO mencatatnya dalam ‘Daftar Warisan Budaya Dunia’ atau ‘World Heritage List’. Di dalamnya terdapat gedung-gedung istana, lapangan luas, dekorasi artistik, bonsai, taman yang indah dengan relief budaya. Secara arsitektural yang menonjol adalah Pura Perdamaian (Temple of Heaven) di bagian selatan Lapangan Tian’anmen, merupakan kompleks candi terbesar di Daratan China yang dibangun pada abad 15, digunakan untuk berdoa oleh para kaisar yang berkuasa dan memohon petunjuk untuk kebijaksanaan (good harvests). Selain itu, ada Lama Temple yang dibangun pada abad 17 di sebelah utara kota, yang digunakan untuk berdoa aliran Topi Kuning dari propinsi Tibet (Tibetan Lamaism). Kami tidak mampu mengelilingi kompleks yang sangat luas itu, baik karena takut kehabisan waktu, maupun cidera lecet kaki karena sudah dan akan berdiri dan berjalan kaki sangat jauh. Akhirnya kami putuskan untuk melanjutkan ke Stadion Negara (National Stadium) dengan subway line 1 ke stasiun Guomao untuk ganti line 10, lalu ke stasiun Bagou ganti line 8 di stasiun Beitucheng, dan turun di National Stadium. Stadion ini adalah stadion utama untuk acara seremonial pembukaan dan penutupan Olimpiade Beijing 2008, berbagai lomba atletik dan final cabang sepakbola. Bentuk arsitekturalnya yang sangat khas, yaitu seperti sarang burung, maka disebut Bird-nest Stadium. Di sampingnya ada National Aquatic Center yang juga disebut ‘Water Cube’, merupakan arena pertandingan cabang renang pada Olimpiade 2008 dan salah satu simbol bangunan khas di Beijing, karena bentuknya yang kubus dan dinding luarnya nampak seperti air dalam kantong-kantong plastik berwarna biru.
|
|
Di dalam subway line 8 yang modern |
Stadion Sarang Burung (Bird-nest Stadium) |
Pulang dari Stadion Olympic Green line 8 kami melanjutkan ke stasiun Beitucheng, ganti line 10 ke stasiun Huixinxijie Nankou untuk ganti line 5 ke stasiun Yonghegong dan ganti lagi ke line 2 menuju stasiun kota (Beijing Railway Station) untuk pulang ke Shanghai dengan KA malam express, sejenis dengan yang kami gunakan untuk pergi. Sungguh sangat besar sekali kota Beijing, sehingga pemahaman tentang tata letak tempat tujuan (sesuai peta) harus dipahami benar, agar kita tidak lenyap di tengah-tengah arus deras banyak manusia yang menyemut, tetapi tidak mudah mencari orang yang dapat ditanya dengan Inggris dan latin, selain Mandarin dan kanji. Malam itu kami terbaring nyenyak dalam kelelahan yang digoyang laju kereta D307 menuju Shanghai.
SHANGHAI LAGI
Sesampai di Shanghai lagi dengan kereta yang sama, Jum’at pagi 16 Oktober 2009, pk. 7.15 kami langsung mengikuti seminar dan sorenya melanjutkan ke Nanjing Road dengan taxi meter melalui terowongan panjang di bawah sungai Huangpu. Sungai Huangpu yang lebar memisahkan daerah barat (Puxi) dengan timur (Pudong) kota Shanghai. Di sisi barat berdiri gedung-gedung menawan yang dibangun dalam rentang waktu abad 15-19 dan di sisi timur tegak ratusan gedung-gedung pencakar langit, bahkan sampai 50-100 lantai. Shanghai World Financial Centre sebagai gedung tertinggi di dunia diresmikan pada Agustus 2008. Bangunan 101 lantai setinggi 474 m (1.555 kaki), dengan 3 lantai (lantai 94, 97 dan 100) dindingnya adalah kaca transparan, sehingga pengunjung dapat melihat seluruh panorama kota dari ketinggian (cityscape). Gedung ini sama tinggi dengan Burj Dubai di Uni Emirat Arab dan Taipei 101 di Taiwan, sehingga dinamakan ‘sister of Shanghai skyscrapers’. Di dekatnya megah berdiri stasiun televisi (The Broadcasting & Television Tower of Oriental Pearl), yang merupakan menara tetrtinggi ke 3 di dunia setelah CN Tower di Toronto, Canada dan Moscow TV Tower di Rusia. Kota ini terletak pada garis 31,14 LU dan 121,29 BT, pernah menjadi pusat kota Cina bagian timur dan merupakan gerbang ke lembah sungai Yangtze. Kota ini berpenduduk 17 juta jiwa, dimana 10 juta jiwa tinggal di pusat kota dengan luas 6.340,5 km persegi dan 2.643 km persegi merupakan pusat kota (downtown). Rata-rata suhu tahunan adalah 18 derajad C dan curah hujan 1.240 mm. Musim panas terjadi pada Juli dan Agustus, dengan suhu sampai 30 derajad C dan paling dingin di Januari dengan suhu 3 derajad C, dan cuaca paling baik untuk wisatawan adalah bulan September dan Oktober. Para pengamat memandang hal ini sebagai simbol kedigdayaan China pada abad yang lampau, hari ini dan masa depan. Kalau kita berdiri di dekat sungai Huangpu, kita dapat melihat kota yang memiliki 2 masa berbeda dengan pesonanya sendiri-sendiri.
|
|
Shanghai World Financial Centre &Tower of Oriental Pearl |
Sisi barat the Bund dengan bangunan Eropa abad 19 |
Di Shanghai ada Nanking Lu, kawasan belanja elite dunia. The Bund, yang termashur dengan perpaduan gaya bangunan barat dan timur. Pudong, di sebelah timur kota, dimana tegak gedung-gedung baru dan menara Shanghai yang seolah menyebarkan kabar, bahwa Shanghai layak sebagai kota terbaik di dunia. Trotoar yang mengitari kota, pada umumnya lebar. Ada yang 5 meter, tetapi banyak yang sampai 20 meter, atau bahkan 90 meter. Sejumlah jalan di sini memang mirip lapangan sepak bola. Taman-taman tersebar di mana-mana, lengkap dengan patung, air mancur, restoran dan tempat untuk rileks. Nanjing Road yang kami datangi terletak di Puxi, daerah kota lama Shanghai di seberang sungai, dan kami merencanakan jalan-jalan di the Bund, sebuah arena jalan kaki (pedestrian) sepanjang 1,6 km, terluas dan terkenal yang menyusur sungai Huangpu. Sayang sekali, the Bund baru direnovasi untuk menyambut World Expo 2010, sehingga kami hanya mengambil foto-foto panorama gedung pencakar langit kota Shanghai di Pudong yang khas dan fenomenal, yaitu ke arah seberang sungai. Kami melanjutkan perjalanan dengan taxi ke Yu Garden dan belanja di Fuyou Street Merchandise Mart, tepatnya di sisi belakang Yu Garden.
Yu Gardens and Bazaar dibangun pada tahun 1559 oleh keluarga kerajaan. Meskipun dihancurkan oleh kolonialisme pada abad 19, masih terlihat terowongan, gua, dinding batu pembatas, kolam renang, gedung pentas opera dan markas sebuah komunitas (the Small Swords Society) yang digunakan sejak tahun 1853. Ada lagi rumah di tengah kolam untuk minum teh (Mid-lake Pavilion Teahouse) dengan sebuah jembatan 9 kelokan (Nine Twists Bridge) untuk menuju rumah itu, dan masih banyak bangunan bersejarah seperti Former French Concession Lined, Ruijin Guests House, Morris Estate, boutiques yang terkenal Taikang Lu, Fuxing Xi Lu, dan Sinan Lu. Di sebelahnya berdiri megah Museum Shanghai tempat diselenggarakannya Konggres Pertama Partai Komunis China (CCP) pada 23 Juli 1921 oleh Li Hanjun dan Mao Zedong, yang dikemudian hari menjadi presiden RRC pada 1949. Sayang sekali, kami tidak mampu mengabadikan keindahan semuanya, karena begitu banyaknya pengunjung yang berjejal dan menutup ruang gerak dan sudut untuk pengambilan gambar secara ideal.
|
|
Yu Garden yang padet pengunjung |
Paper cutting berbentuk wajah tamu |
Setelah puas belanja pernik-pernik, kami mencoba menyeberang sungai Hungpao menggunakan kapal penyeberangan tradisional di dermaga Dongmen Road yang dikelola Shanghai Public Transportation Car dengan harga tiket Y 0,5 untuk menyeberang selama 8 menit ke Pudong. Situasi di dalam kapal sangat ramai dengan orang-orang Shanghai awam, masyarakat kebanyakan atau rakyat biasa, sepeda, dan sepeda motor yang semuanya menjadi satu. Kami mencoba menyeberang kembali ke daerah Puxi dengan kapal sejenis, memotong arus deras sungai Huangpu ke dermaga yang sama. Sesampai di daratan Puxi kami berjalan menyusur the Bund yang sedang direnovasi untuk melihat Astor House Hotel yang monumental. Perlu diketahui, bahwa aliran listrik pertama di seluruh daratan China dibangun di Richard Hotel pada tanggal 26 Juli 1882, yang sekarang berganti nama menjadi Astor House Hotel di Huangpu Road. Kami melihat monumen dan kenangan tentang aliran listrik itu di situ lalu berlanjut ke stasiun di Poeple’s Square untuk naik subway menuju ke stasiun Longyang Road dengan line 2, karena ingin mencoba naik Maglev (kereta api tercepat di dunia) yang bertarif Y50 selama 8 menit ke stasiun di Shanghai International Airport. Pada awal 2004 mulai dibangun proyek infratsruktur angkutan nasional yang prestisius, yaitu kereta super cepat (Magnetic Levitation Shuttle train atau ‘Maglev’) dengan kecepatan 431 km/jam. Kereta ini menghubungkan Pudong dengan stasiun pusat kota Longyang Road dalam waktu hanya 8 menit. Kereta ini terjadwal setiap 15-30 menit pada pk. 7-21.30. Setelah mencoba Maglev itu, kami menuju ke rumah keluarga bu Nova Gunawan di Xiang Mei Garden Apartmen di kamar nomor 1601. Dilanjutkan jamuan makan malam keluarga di sebuah restoran bergaya semi minimalis China modern dalam Huishang Building lantai 3 di Min Sheng Road 3F, no 1286. Setelah makan malam itu, kami kembali ke hotel untuk berkemas-kemas.
|
|
Petunjuk ke stasiun di Poeple’s Square |
Stasiun Maglev di Longyang Road |
Pagi harinya kami pulang ke Yogyakarta dengan pesawat Singapore Airlines SQ 986 yang diselingi berurusan dengan petugas airport di ruang pemeriksaan bagasi (Baggage Check Room), karena cindera mata patung dari plastik terlihat sebagai bahan berbahaya dalam mesin ‘scaner’ bagasi penumpang. Kami sampai dengan selamat di Yogyakarta pada Sabtu malam, 17 Oktober 2009, setelah 4 hari bertualang di luar paket wisata agar lebih ngirit, menjelajah secara mandiri 2 kota terbesar di RRC atau Negeri Tirai Bambu yang memiliki penduduk terbanyak di seluruh dunia.
sekian
Yogyakarta, 19 Oktober 2009
*) penjelajah negeri orang berdana cekak