Categories
Healthy Life

2020 Kematian Anak karena COVID-19

Kematian Anak Akibat COVID-19 Tak Terelakkan | Asumsi

KEMATIAN  ANAK  KARENA  COVID-19

fx. wikan indrarto*)

Pandemi COVID-19 belum juga reda dan penyebaran virus corona masih sangat tinggi. Dengan tingkat kematian sekitar 11 ribu anak dan pernah mencapai 2,5 persen, Indonesia memegang rekor buruk tertinggi di Asia Pasifik. Di Amerika Serikat dengan kasus kematian tertinggi akibat COVID-19, angka kematian pasien terkait COVID-19 untuk warga di bawah 25 tahun adalah 0,15% (data diakses 2 Juli 2020) dan di China, angka kematian pada individu berusia 19 tahun ke bawah hanya 0,1%. Penyebab mortalitas pada anak Indonesia adalah pneumonia atau infeksi pernapasan akut, yang lebih tinggi dibandingkan India, Myanmar dan Pakistan. Apa yang menarik?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/09/26/2020-kematian-anak-terkait-covid-19/

.

Pada awal September 2020 telah terjadi penurunan persentase mortalitas anak Indonesia. Jumlah kematian pasien COVID-19 sebanyak 7.505 orang, 145 (1,9%) di antaranya adalah anak dan remaja berusia kurang dari 18 tahun. Meskipun telah terjadi penurunan persentase, terdapat tiga hal yang menjadi pemicu masih tingginya angka kematian COVID-19 pada anak di Indonesia. 1. Tingkat pemeriksaan rendah 2. Banyak anak memiliki penyakit bawaan dan menderita gizi buruk 3. Penanganan yang terlambat. 

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/01/02/2020-menurunkan-angka-kematian-anak/

.

Pertama, tingkat pemeriksaan yang rendah menyebabkan diagnosis COVID-19 menjadi cenderung terlambat. Adanya beberapa kendala yang menghambat pemeriksaan COVID-19, khususnya dalam tracing (pelacakan) adalah adanya resistensi dari masyarakat akibat stigma negatif terhadap penderita COVID-19, termasuk anak. Bersikap jujur dan suportif kepada petugas kesehatan adalah sikap yang penting dalam mensukseskan tingkat pemeriksaan COVID-19, sebagai langkah awal tata laksana yang menyeluruh.

.

baca juga :https://dokterwikan.com/2019/01/17/2019-kematian-anak/

.

Kedua, tentang penyakit bawaan dan gizi buruk. Komorbid atau penyakit penyerta dan penyebab kematian pada anak yang terinfeksi COVID-19 berbeda dengan orang dewasa. Pada orang dewasa, komorbid yang memperparah COVID-19 di antaranya hipertensi, obesitas, diabetes, dan penyakit jantung. Penyebab utama kematian pada anak yang terinfeksi COVID-19 adalah murni karena infeksi virus itu sendiri. Hanya sebagian kecil, sekitar 15 persen, yang disebabkan oleh penyakit penyerta atau komorbiditas. Kondisi yang memperparah COVID-19 pada anak dan menyebabkan peningkatan kematian adalah penyakit jantung bawaan, cerebral palsy, tuberkulosis, dan malnutrisi. Kondisi atau penyakit ini umum dijumpai pada anak Indonesia.

.

Berita Kasus Kematian Anak Terbaru Hari Ini : Anak-anak Indonesia  Terperangkap dalam 'Lingkaran Setan' Saat Pandemi, Gizi Buruk Penyebab  Kematian Covid-19

Derajad kesehatan anak Indonesia belumlah baik. Prevalansi stunting atau kurang gizi kronis di Indonesia yang berkisar di angka 30 persen, juga angka kurang gizi dan malnutrisi parah sebesar 18 persen (data 2018). Malnutrisi pada kelompok anak yang terinfeksi COVID-19, tentu daya tubuh atau imunitas mereka kurang baik, sehingga meningkatkan risiko kematian. 

.

Ketiga, selama pandemi COVID-19, kebanyakan orangtua menjadi ketakutan untuk membawa anak ke rumah sakit. Namun, hal ini justru memperlambat penanganan bila anak ternyata terpapar virus corona dan meningkatkan risiko kematian. Untuk itu, orangtua disarankan segera membawa anak ke rumah sakit, bila anak demam dan memiliki kontak dengan pasien positif corona, atau rumah tinggal berada di zona merah.  Gejala klinis COVID-19 yang umum seperti demam, batuk, pilek, dan kehilangan kemampuan penciuman serta perasa, harus dikenali oleh orangtua dan anak segera dibawa ke dokter atau rumah sakit, demi mendapatkan penanganan lebih lanjut. Infeksi COVID-19 yang lambat ditangani berisiko membuat gejala semakin parah, dan menimbulkan infeksi serius seperti pneumonia dan sepsis.

.

Peran orangtua dan masyarakat untuk menurunkan angka kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) anak karena COVID-19 perlu terus menerus ditingkatkan, yaitu dengan 3 M. M yang pertama adalah memakai masker. Penelitian WHO menyimpulkan, bahwa penggunaan masker dan menjaga jarak dapat mengurangi risiko penularan COVID-19 hingga 85 persen. WHO merekomendasikan setiap orang untuk selalu memakai masker saat berada di luar rumah, sambil tetap menjaga jarak. Namun demikian, rekomendasi tersebut perlu dikritisi untuk bayi dan anak.

.

Bagi anak di atas dua tahun, orangtua sebaiknya memberikan masker kain tiga lapis yang sesuai dengan ukuran anak. Sebaliknya, untuk anak di bawah dua tahun, orangtua dianjurkan agar tidak memberikan masker, sebab bayi tidak tahu bagaimana mengungkapkan gejala sesak nafas atau kesulitan bernapas, pada saat penggunaan masker. Selain itu, penggunaan masker tentu semakin membuat si kecil sulit mendapatkan oksigen bebas. Jika terpaksa membawa bayi keluar rumah, misalnya untuk imunisasi, orangtua dianjurkan menggunakan penutup pada ‘stroler’, ‘face shield’, dan tetap menjaga jarak, meskipun belum ada aturan yang mengatur tentang ‘face shield’.

.

M yang kedua adalah menjaga jarak. Semampu mungkin anak harus beraktivitas dan bersekolah dari rumah. Kalau memang terpaksa harus sekolah secara langsung, harus dipastikan protokol kesehatannya wajib dijalankankan dengan baik, terutama dalam menjaga jarak aman lebih dari 1 meter antar teman.

M yang ketiga adalah mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun. Orangtua dan keluarga haruslah mengajari, mendampingi dan selalu mengingatkan anak agar rajin cuci tangan secara benar.

Selain itu, untuk menjaga imunitas pada anak, anak harus mengonsumsi gizi yang seimbang, meliputi protein, lemak, karbohidrat, dan vitamin C. Vitamin C ini tidak harus dari suplemen, karena suplemen yang beredar di pasaran rata-rata dosis tinggi untuk dewasa, tetapi dapat diperoleh dari buah atau sayuran hijau. Buah itu tidak hanya jeruk, tetapi dapat kiwi, stroberi, pepaya. Orangtua juga diharapkan menyediakan menu makan yang penting untuk anak seperti daging hewani, hati sapi, dan hati ayam. Hati ayam banyak mengandung besi dan zinc yang bermanfaat untuk menjaga kekebalan tubuh. Selain itu, perlu tidur yang cukup, karena tidur dapat menjaga imunitas tubuh anak.

.

Sudahkah kita sebagai orangtua dan warga masyarakat bertindak bijak, dalam rangka menurunkan angka kematian anak karena COVID-19?

Sekian

Yogyakarta, 21 November 2020

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, Pengurus IDI Cabang Kota Yogyakarta dan IDI Wilayah DIY, WA : 081227280161

Categories
Healthy Life

2020 OBAT COVID-19

5 Hal Terkait Obat Covid-19 Baru Buatan Unair - News Liputan6.com

OBAT  COVID-19

fx. wikan indrarto*)

Telah dilakukan sebuah penelitian yang membandingkan efek beberapa jenis pengobatan untuk penyakit coronavirus 2019 (COVID-19). Penelitian yang dipimpin oleh Dr. Reed Siemieniuk dari McMaster University Canada, tersebut menggunakan sumber data dari database COVID-19 WHO dan sumber lain dalam berbagai bahasa yang komprehensif terkait COVID-19. Apa yang menarik?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/07/10/2020-bukan-obat-covid-19/

.

Penelitian yang berjudul ‘Drug treatments for covid-19: living systematic review and network meta-analysis version’ dapat diakses pada link : https://www.who.int/publications/i/item/therapeutics-and-covid-19-living-guideline, yang diterbitkan pada 20 November 2020.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/10/06/2020-ancaman-covid-19/

.

Meskipun upaya global untuk mengidentifikasi intervensi yang efektif untuk pencegahan dan pengobatan COVID-19, yang telah dihasilkan dari 2.400 uji klinis telah selesai atau sedang berlangsung, namun demikian bukti untuk pengobatan yang efektif masih terbatas. Para dokter di seluruh dunia sering kali terpaksa meresepkan obat di luar kemanfaatan utama (prescribing drugs off-label), yang hanya memiliki bukti dengan kualitas sangat rendah. Para dokter juga menghadapi tantangan, untuk menafsirkan hasil uji klinis yang sedang dilakukan atau telah dipublikasikan, pada tingkat yang belum pernah ditemukan sebelumnya. Dalam kondisi seperti ini perlu untuk menghasilkan ringkasan sementara, yang mampu untuk membedakan bukti yang dapat dipercaya dengan bukti lain yang kurang dapat dipercaya.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/10/19/2020-covid-19-dan-anak/

.

Data diambil sampai Senin, 27 Oktober 2020, termasuk enam basis data penelitian berbahasa China. Dalam uji klinis yang menggunakan subyek pasien terduga (suspek) dan COVID-19 yang telah dikonfirmasi, kemudian diacak untuk dibedakan dalam kelompok pengobatan baru atau plasebo, dengan mendapatkan perawatan standar. Dalam meta-analisis dengan menggunakan modifikasi risiko Cochrane bias 2.0 dan kekuatan bukti klinis dinilai menggunakan ‘the grading of recommendations assessment, development and evaluation’ (GRADE). Untuk setiap hasil, intervensi medis diklasifikasikan dalam kelompok dari yang paling bermanfaat, hingga yang paling tidak menguntungkan atau berbahaya, mengikuti GRADE.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/09/26/2020-kematian-anak-terkait-covid-19/

.

Dari 85 uji klinis yang dihimpun, terdapat 41.669 pasien yang memenuhi kriteria inklusi. Dari 50 (58,8%) uji klinis diperoleh 25.081 (60,2%) pasien. Sebanyak 75 uji klinis terkontrol secara acak memenuhi syarat untuk dilakukan analisis pada 21 Oktober 2020, dan 43 (50,6%) uji klinis ini memenuhi ambang batas minimal untuk dianalisis. Dibandingkan dengan pengobatan standar, pemberian obat dexamethasone, sebuah kortikosteroid, mungkin mengurangi kematian (perbedaan risiko 17 lebih sedikit per 1.000 pasien dengan interval kepercayaan 95%), menurunkan penggunaan alat ventilasi mekanis (29 lebih sedikit per 1.000 pasien), dan memotong hari bebas dari bantuan alat bantu napas mekanis (2,6 lebih sedikit).

.

Dampak penggunaan obat antivirus remdesivir pada tingkat kematian, penggunaan alat ventilasi mekanis, lama rawat inap, dan durasi gejala klinis adalah tidak pasti (uncertain) lebih baik. Namun demikian, sedikit meningkatkan (it probably does not substantially increase) efek samping obat yang berat, yang menyebabkan penghentian obat. Obat lainnya, seperti Azitromisin, hydroxychloroquine, lopinavir dan ritonavir, interferon beta, dan tocilizumab, semuanya mungkin tidak mengurangi risiko kematian atau berpengaruh pada hasil klinis yang penting lainnya. Efek buruk untuk semua intervensi lainnya rendah atau sangat rendah.

.

Obat corona: Klaim temuan 'kombinasi obat' Covid-19, berapa lama penelitian  harus dilakukan sebelum obat dinyatakan aman dan efektif? - BBC News  Indonesia

.

Obat dexamethasone mengurangi mortalitas dan penggunaan alat ventilasi mekanis pada pasien COVID-19, dibandingkan dengan pengobatan standar. Namun demikian, obat lainnya, yaitu azitromisin, hydroxychloroquine, interferon beta, dan tocilizumab mungkin tidak mampu mengurangi keduanya (may not reduce either). Sedangkan manfaat obat anti virus remdesivir untuk memberi atau tidak manfaat penting bagi pasien, tetaplah tidak pasti (remains uncertain).

.

“Dexamethasone adalah pengobatan pertama yang menunjukkan manfaat untuk mengurangi angka kematian pada pasien dengan COVID-19 yang membutuhkan dukungan oksigen atau ventilator,” kata Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO. Dexamethasone pertama kali dibuat pada 1957 dan telah digunakan di Inggris pada awal 1960an. Karena obat ini sudah lama ada, maka tidak ada lagi hak patennya. Dexamethasone adalah salah satu jenis steroid, yaitu obat untuk mengurangi peradangan dengan meniru hormon anti-inflamasi yang diproduksi oleh tubuh.

.

Dexamethasone ini bekerja untuk meredam sistem imun tubuh. Infeksi virus corona memicu inflamasi saat tubuh mencoba melawan virus. Inflamasi adalah peradangan efek dari mekanisme tubuh dalam melindungi diri dari infeksi mikroorganisme asing, seperti virus, bakteri, dan jamur. Namun demikian, terkadang sistem imun bekerja berlebihan dan reaksi dapat berbahaya, karena reaksi yang semestinya dirancang untuk menyerang penyebab infeksi, pada akhirnya juga menyerang sel-sel tubuh normal, sebagaimana diduga terjadi pada pasien COVID-19.

.

Sudahkah kita bijak menggunakan obat dexamethason dan menghindari penggunaan obat azitromisin, hydroxychloroquine, interferon beta, dan tocilizumab, pada saat pandemi COVID-19 ini?

Sekian

Yogyakarta, 27 November 2020

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161

Categories
Healthy Life

2020 Kecelakaan Lalu Lintas

Waspada! Angka Kecelakaan Lalu Lintas Terus Meningkat – Timlo.net

KECELAKAAN LALU LINTAS

fx. wikan indrarto*)

Minggu, 15 November 2020 secara global akan dirayakan sebagai Hari Peringatan Sedunia untuk Korban Kecelakaan Lalu Lintas di Jalan Raya (The World Day of Remembrance for Road Traffic Victims). Acara rutin ini dimulai sejak ‘RoadPeace’ pada tahun 1993. Apa yang menarik?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2018/06/07/2018-kecelakaan-lalu-lintas/

.

Kita semua wajib menciptakan dunia bagi semua orang untuk mendapat manfaat dari perlindungan kesehatan semesta atau Universal Health Couverage (UHC), termasuk pengobatan karena trauma, rehabilitasi dan dukungan psikologis bagi para korban kecelakaan lalu lintas di jalan raya. Pada hari tersebut dan selanjutnya setiap minggu, segenap warga dunia didorong untuk memainkan peran masing-masing, dalam membuat jalan raya lebih aman untuk semua orang. Bahkan jalan raya yang lebih aman bagi orang lain, sebenarnya juga adalah jalan raya yang lebih aman bagi kita semua.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/08/14/2020-kota-sehat/

.

Meskipun sudah ada kemajuan pesat, namun kematian karena kecelakaan lalu lintas di jalan raya terus saja meningkat, dengan kematian tahunan global mencapai 1,35 juta kasus. Cedera lalu lintas di jalan kini menjadi pembunuh utama bagi anak dan remaja yang berusia 5-29 tahun. Secara global, dari semua kematian karena kecelakaan lalu lintas, pejalan kaki dan pengendara sepeda merupakan 26% korban. Sedangkan pengendara sepeda motor dan penumpang kendaraan merupakan 28% korban. Risiko kematian karena kecelakaan lalu lintas di jalan, sampai sekarang tetap mencapai tiga kali lebih tinggi di negara berpenghasilan rendah daripada di negara berpenghasilan tinggi, dengan tingkat tertinggi di Afrika (26,6 per 100.000 penduduk) dan terendah di Eropa (9,3 per 100.000 penduduk).

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/02/10/2020-keamanan-di-jalan-raya/

.

Sebenarnya kematian dan cedera karena kecelakaan lalu lintas di jalan raya, adalah harga yang tidak dapat diterima (an unacceptable price) untuk membayar mobilitas manusia. Untuk itu, tidak ada alasan untuk tidak bertindak, karena ini adalah masalah yang sebenarnya memiliki solusi yang telah terbukti. Pemerintah di manapun harus menunjukkan kepemimpinan dan mempercepat tindakan untuk menyelamatkan nyawa warganya, dengan menerapkan aturan hukum yang lebih baik dan telah terbukti berhasil guna.

.

KECELAKAAN LALU LINTAS : Klaten Duduki Lima Besar Angka Kecelakaan  Tertinggi di Jateng
.

Dalam pengaturan oleh negara di mana kemajuan telah dibuat, ternyata disebabkan karena adanya kepemimpinan negara yang kuat, dengan undang-undang yang mengatur tentang faktor risiko utama kecelakaan lalu lintas, seperti larangan mengebut, mabuk saat mengemudi, tidak menggunakan sabuk pengaman, helm sepeda motor, dan pengikatan anak (child restraints). Selain itu, juga infrastruktur yang lebih aman seperti trotoar dan jalur khusus untuk pengendara sepeda dan sepeda motor, standar keamanan kendaraan yang lebih ditingkatkan, seperti kewajiban adanya mekanisme kontrol stabilitas elektronik dan sistem pengereman kendaraan, bahkan perawatan medis pasca kecelakaan lalu lintas.

.

Beberapa acara yang diselenggarakan dalam peringatan tersebut adalah pertama, menilai perjalanan (assessing journeys) yang diharapkan akan menghasilkan perubahan konkret kepada pembuat kebijakan di lebih dari 50 negara, terutama di Brazil, Mongolia, Nigeria dan Pakistan. Kedua, seruan untuk meningkatkan keselamatan pejalan kaki pada zona penyeberangan jalan di Trinidad dan Tobago. Ketiga, mengurangi batas kecepatan kendaraan di Slovenia. Keempat, meningkatkan penggunaan sabuk pengaman di dalam mobil di Kazakhstan dan pengikataan anak (child restraints) di Chili. Kelima, meningkatkan perawatan medis pasca-kecelakaan dan mengharuskan mobil memberi jalan kepada ambulans di India, dan menutup biaya perawatan medis bagi para korban kecelakaan lalu lintas jalan di Rwanda, melalui “mutuelle de santé”.

.

Selain itu, juga berbagai kegiatan yang meningkatkan kesadaran dan penegakan hukum secara umum, mengadvokasi jalan yang aman untuk anak di banyak negara, dengan memasang rambu batas maksimal kecepatan kendaraan di sekitar sekolah, sebagaimana telah dilakukan di Argentina, Senegal dan Tunisia. Bahkan juga mempromosikan penggunaan helm pagi pengendara sepeda motor untuk pembonceng anak di Malaysia. Kegiatan lainnya adalah melatih ketrampilan awak bus sekolah di Nepal, dan penguatan kepemimpinan untuk keselamatan pengguna jalan di Yordania, Lebanon dan Filipina.

.

Di Indonesia rata-rata 3 orang meninggal setiap jam akibat kecelakaan di jalan raya. Data tersebut juga menyatakan bahwa besarnya jumlah kecelakaan tersebut disebabkan oleh beberapa hal, yaitu : 61% kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia yang terkait dengan kemampuan serta karakter pengemudi, 9% disebabkan karena faktor kendaraan (terkait dengan pemenuhan persyaratan teknik laik jalan) dan 30% disebabkan oleh faktor prasarana dan lingkungan. Demikian disampaikan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementrian Perhubungan Pudji Hartanto saat persiapan kegiatan Kampanye Keselamatan Jalan di Jakarta, Jumat, 18 Agustus 2020.

.

Pandemi COVID-19 telah mendatangkan malapetaka bagi umat manusia. Pada saat yang sama, ini memberi kita kesempatan untuk membangun kembali kehidupan, termasuk aktivitas pengguna jalan raya, dengan lebih baik. Momentum Hari Peringatan Sedunia untuk Korban Lalu Lintas Jalan Raya  menginspirasi bentuk dunia baru pasca-pandemi COVID-19, yaitu dunia yang memprioritaskan jalan raya yang aman bagi semua pengguna jalan. Selain itu, juga berinvestasi untuk fasilitas pejalan kaki dan pesepeda yang lebih aman, untuk menekan angka kematian karena kecelakaan lalu lintas di jalan raya.  

.

Apakah kita sudah terlibat?

.

Sekian

Yogyakarta, 10 November 2020

*) Dokter spesialis anak di RS RS Panti Rapih Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, Lektor FK UKDW, pengguna sepeda di jalan raya dalam kota, WA: 081227280161,

Categories
COVID-19 Healthy Life sekolah vaksinasi

2020 Sekolah saat pandemi COVID-19

Ini Syarat Sekolah Boleh Dibuka Lagi di Masa Pandemi | Indonesia.go.id

SEKOLAH  SAAT  PANDEMI  COVID-19

fx. wikan indrarto*)

Banyak negara di seluruh dunia mengambil tindakan pembatasan sosial berskala luas, termasuk penutupan sekolah, untuk mencegah penyebaran virus SARS-CoV-2, yang menyebabkan COVID-19. Bagaimana sebaiknya?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/10/19/2020-covid-19-dan-anak/

.

Beberapa hal dijadikan pertimbangan untuk memulai kegiatan sekolah, termasuk pembukaan, penutupan sementara dan pembukaan kembali serta langkah-langkah yang diperlukan untuk meminimalkan risiko terinfeksi COVID-19, terutama pada anak di bawah usia 18 tahun. Panduan WHO, UNICEF, dan UNESCO telah disusun dengan mempertimbangkan keadilan, implikasi sumber daya, dan kelayakan, demi kesinambungan pendidikan, kesejahteraan, kesehatan, dan keselamatan untuk anak, orang tua atau pengasuh, guru dan staf lain dan lebih luas lagi, komunitas dan masyarakat sekitar.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/10/06/2020-ancaman-covid-19/

.

Keputusan tentang penutupan penuh atau sebagian, juga pembukaan kembali sekolah harus diambil di tingkat pemerintah daerah, berdasarkan tingkat lokal penularan SARS-CoV-2 dan penilaian risiko lokal, serta seberapa besar pembukaan kembali sekolah dapat meningkatkan penularan di komunitas. Penutupan sekolah hanya perlu dipertimbangkan jika tidak ada alternatif lain. COVID-19 menyebabkan beban langsung yang sebenarnya cukup terbatas pada kesehatan anak, hanya sekitar 8,5% dari kasus yang dilaporkan secara global, dan sangat sedikit kematian terkait COVID-19 pada anak. Sebaliknya, penutupan sekolah memiliki dampak negatif yang jelas terhadap kesehatan anak, pendidikan dan perkembangan, pendapatan keluarga dan perekonomian secara keseluruhan. Pemerintah pusat dan daerah harus mempertimbangkan untuk memprioritaskan kesinambungan pendidikan, sementara juga membatasi penularan di masyarakat yang lebih luas.

.

Siswa di China Pakai Topi Social Distancing Saat Kembali Sekolah Usai  Lockdown Akibat Covid-19 - Tribunnews.com Mobile

.

Pihak berwenang dapat mempertimbangkan untuk menutup sekolah sebagai bagian dari PSBB, di wilayah yang mengalami peningkatan jumlah kasus dan cluster yang mencakup sekolah. Tergantung tren dan intensitas  penularan, otoritas lokal dapat mempertimbangkan pendekatan berbasis risiko untuk penutupan sekolah, terutama di daerah dengan tren peningkatan, rawat inap, dan kematian terkait COVID-19. Selain itu, sekolah harus benar-benar mematuhi protokol kesehatan untuk COVID-19.

.

Ketentuan tentang jaga jarak fisik di sekolah dapat diterapkan untuk siswa  di luar ruang kelas setidaknya 1 meter untuk siswa (semua kelompok umur) dan staf sekolah. Di dalam ruang kelas, tindakan sesuai usia berikut dapat dipertimbangkan berdasarkan intensitas penularan SARS-COV-2 setempat.

.

Untuk wilayah dengan transmisi komunitas, tetap pertahankan jarak setidaknya 1 meter antara semua orang. Untuk wilayah dengan transmisi cluster, pendekatan berbasis risiko harus diterapkan untuk menjaga jarak setidaknya 1 meter antar siswa.  Untuk wilayah dengan tidak ada kasus penularan, anak di bawah usia 12 tahun tidak harus selalu menjaga jarak secara fisik. Sebaliknya, anak berusia 12 tahun ke atas harus menjaga jarak setidaknya 1 meter satu sama lain. Saat jaga jarak minimal 1 meter, maka siswa, guru dan staf pendukung sekolah tetap harus memakai masker.

.

Batasi pencampuran kelas dan kelompok usia, untuk semua kegiatan, termasuk program ekstra atau setelah sekolah. Sekolah dengan ruang atau sumber daya terbatas dapat mempertimbangkan pengaturan kelas alternatif, untuk membatasi kontak antar siswa yang berbeda kelas. Misalnya, pengaturan jadwal mulai dan berakhirnya pelajaran pada waktu yang berbeda. Sekolah juga dapat meminimalkan waktu istirahat bersama dengan bergantian kapan dan di mana siswa boleh makan. Selain itu, pertimbangkan untuk menambah jumlah guru atau meminta bantuan tenaga guru sukarela, untuk memungkinkan lebih sedikit siswa per ruang kelas.

.

Hindarkan adanya kerumunan selama waktu sekolah atau penitipan anak, dengan pengaturan jalur masuk dan keluar areal yang jelas, dan pertimbangkan pembatasan untuk orang tua atau pengasuh yang memasuki areal sekolah. Ciptakan kesadaran pada siswa, agar tidak berkumpul dalam kelompok besar atau berdekatan saat dalam antrean, saat meninggalkan sekolah dan di waktu istirahat.

.

Hari Pertama Masuk Sekolah, Mayoritas Belajar Jarak Jauh
.

Anak berusia 5 tahun ke bawah tidak diharuskan memakai masker. Untuk anak antara 6 dan 11 tahun, pendekatan berbasis risiko harus diterapkan pada keputusan untuk menggunakan masker. Pertama, intensitas penularan di daerah tempat anak itu berada dan data terkini tentang risiko infeksi dan penularan pada kelompok usia ini. Kedua, lingkungan sosial dan budaya seperti kepercayaan, adat istiadat, perilaku atau norma sosial yang mempengaruhi masyarakat dan interaksi sosial populasi. Ketiga, kapasitas anak untuk mematuhi aturan penggunaan masker dan ketersediaan pengawasan orang dewasa. Keempat, dampak potensial pemakaian masker pada pembelajaran dan perkembangan psikososial. Kelima, pertimbangkan untuk pengaturan khusus seperti kegiatan olahraga atau untuk anak berkebutuhan khusus atau penyakit yang mendasari.

.

Anak tidak boleh ditolak aksesnya ke pendidikan karena alasan aturan pemakaian masker atau kurangnya ketersediaan masker, terkait sumber daya yang rendah atau tidak tersedia. Penggunaan masker oleh anak dan remaja di sekolah, sebaiknya hanya dianggap sebagai salah satu bagian dari strategi komprehensif untuk membatasi penyebaran COVID-19. Sekolah harus membuat sistem pengelolaan limbah, termasuk pembuangan masker bekas untuk mengurangi risiko penularan melalui masker yang terkontaminasi, yang dibuang di areal sekolah.

.

Pastikan penggunaan ventilasi alami, yaitu membuka jendela ruang kelas untuk meningkatkan pengenceran (dilution) udara dalam ruangan. Jika menggunakan pendingin udara ruangan, sistem tersebut harus diperiksa, dipelihara, dan secara teratur dibersihkan. Untuk penggunaan sistem mekanis pengaturan kelembaban udara, aturlah dengan meningkatkan total suplai aliran udara luar, seperti dengan menggunakan ‘economizer mode’ yang berpotensi setinggi 100%. Pastikan sistem aliran udara luar maksimum selama 2 jam sebelum dan sesudah waktu pembelajaran di kelas.

.

Panduan WHO, UNICEF, dan UNESCO berjudul ‘Considerations for school-related public health measures in the context of COVID-19’, telah diterbitkan pada 14 September 2020. Panduan tersebut disusun dengan mempertimbangkan aspek keadilan, penularan COVID-19, implikasi dan sumber daya, untuk menciptakan dunia yang lebih sehat, lebih aman, lebih adil, dan lebih berkelanjutan bagi pendidikan anak dan generasi mendatang, termasuk di Indonesia.

Sudahkah kita bijak?

Sekian

Yogyakarta, 7 November 2020

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Lektor FK UKDW, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161, e-mail : fxwikan_indrarto@yahoo.com

Categories
COVID-19 Healthy Life

2020 Sepsis yang Mematikan

Sepsis | El Camino Health

SEPSIS  YANG  MEMATIKAN

fx. wikan indrarto*)

Laporan global pertama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tentang sepsis, yang dipublikasikan pada Selasa,  8 September 2020 menemukan bahwa sepsis adalah penyebab 1 dari 5 kematian di seluruh dunia. Sepsis membunuh 11 juta orang setiap tahun, terutama anak. Selain itu, upaya untuk mengatasi jutaan kematian dan kecacatan akibat sepsis, telah terhambat oleh kesenjangan yang serius, terutama di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Apa yang harus dilakukan?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/09/26/2020-kematian-anak-terkait-covid-19/

.

Sepsis terjadi sebagai respons tubuh terhadap infeksi. Jika sepsis tidak dikenali secara dini dan ditangani dengan segera, hal itu dapat menyebabkan syok septik, kerusakan organ (multiple organ failure), dan kematian pasien. Pasien COVID-19 parah dan penyakit menular lainnya, berisiko lebih tinggi berkembang dan meninggal akibat sepsis. Bahkan penderita sepsis pun tidak lepas dari bahaya, karena hanya separuh yang akan sembuh total, sisanya akan meninggal dalam periode waktu 1 tahun, atau dibebani oleh kecacatan jangka panjang.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/01/02/2020-menurunkan-angka-kematian-anak/

.

Sepsis secara tidak proporsional memengaruhi populasi yang rentan, terutama bayi baru lahir, wanita hamil, dan pasien dengan sumber daya yang rendah. Sekitar 85% kasus sepsis dan kematian terkait sepsis, terjadi di dalam kondisi tersebut. Hampir separuh dari 49 juta kasus sepsis setiap tahun terjadi pada anak, mengakibatkan 2,9 juta kematian, yang sebagian besar dapat dicegah melalui diagnosis dini dan manajemen klinis yang tepat. Kematian ini seringkali merupakan akibat dari penyakit diare atau pneumonia, yaitu infeksi saluran pernapasan bagian bawah.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2019/05/09/2019-kematian-bayi/

.

Infeksi dalam bidang kebidanan, termasuk komplikasi setelah aborsi atau infeksi setelah operasi caesar, adalah penyebab kematian pada ibu peringkat ketiga yang paling umum. Secara global, diperkirakan dari setiap 1.000 wanita yang melahirkan, 11 wanita mengalami disfungsi organ parah yang berhubungan dengan infeksi atau kematian. Selain itu, sepsis sering kali disebabkan oleh infeksi yang didapat di RS. Sekitar setengah (49%) dari pasien dengan sepsis di unit perawatan intensif RS, justru tertular infeksi saat dirawat inap di RS. Diperkirakan 27% orang pasien dengan sepsis di bangsal umum RS dan 42% orang pasien di unit perawatan intensif akan meninggal.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2019/01/17/2019-kematian-anak/

.

Resistensi antimikroba, khususnya terhadap obat antibiotika, merupakan tantangan utama dalam pengobatan sepsis. Hal itu mempersulit pengobatan infeksi, terutama pada infeksi yang berhubungan dengan layanan kesehatan (health-care associated infections). Kita semua haruslah khawatir tren perburukan tersebut akan semakin hebat, karena dipicu oleh penggunaan obat antibiotik yang tidak tepat selama pandemi COVID-19. Bukti menunjukkan bahwa sebenarnya hanya sebagian kecil pasien COVID-19 yang membutuhkan antibiotik untuk mengobati infeksi bakteri. WHO telah mengeluarkan panduan untuk tidak memberikan obat antibiotik sebagai terapi ataupun profilaksis, kepada pasien dengan COVID-19 ringan atau kepada pasien dengan dugaan atau dikonfirmasi COVID-19 sedang, kecuali ada indikasi klinis untuk melakukannya.

.

Lincolnshire leads the way on sepsis | East Midlands Ambulance Service NHS  Trust

Untuk itu, penciptaan sanitasi, kualitas dan ketersediaan air bersih yang lebih baik, serta tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi, seperti kebersihan tangan yang tepat, harus terus menerus dilakukan, karena dapat mencegah sepsis dan menyelamatkan nyawa pasien. Namun demikian, hal ini harus dibarengi dengan upaya diagnosis dini, manajemen klinis yang tepat, dan akses ke obat dan vaksin yang aman dan terjangkau. Intervensi ini dapat mencegah sebanyak 84% kematian bayi baru lahir akibat sepsis.

.

Selain itu, komunitas global perlu memperhatikan beberapa hal penting berikut ini. Pertama, memperbaiki desain penelitian dan pengumpulan data, terutama di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Kedua, meningkatkan advokasi global, pendanaan dan kapasitas penelitian untuk bukti epidemiologi tentang beban sepsis yang sebenarnya. Ketiga, memperbaiki sistem surveilans, mulai dari tingkat perawatan primer, termasuk penggunaan definisi standar sesuai dengan Klasifikasi Penyakit Internasional (ICD-11). Keempat, mengembangkan alat diagnostik yang cepat, terjangkau dan tepat, untuk meningkatkan identifikasi sepsis, pemantauan, pencegahan dan pengobatan. Yang terakhir adalah kelima, melibatkan dan mendidik petugas kesehatan dan masyarakat dengan lebih baik, untuk tidak meremehkan risiko infeksi yang dapat berkembang menjadi sepsis, dan menghindari komplikasi klinis sepsis.

.

Panduan tatalaksana medis yang jelas dan ketat tentang penggunaan obat antibiotik saat pandemi COVID-19 ini, akan membantu berbagai negara dalam menangani COVID-19 secara efektif, dan sekaligus mencegah muncul dan berkembangnya resistensi obat antibiotika dan sepsis yang mematikan.

Sudahkah kita bijak?

Sekian

Yogyakarta, 11 Oktober 2020

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161

Categories
COVID-19 Healthy Life

2020 INFODEMIK COVID-19

Situasi Terkini Perkembangan Coronavirus Disease (COVID-19) 14 September  2020 » Info Infeksi Emerging Kementerian Kesehatan RI

INFODEMIK  COVID-19

fx. wikan indrarto*)

Virus SAR CoV-2 mungkin tidak lebih menyebar secara global saat pandemi COVID-19 dibandingkan informasinya, sehingga justru telah terjadi infodemik COVID-19. Mengelola infodemik COVID-19 harus dilakukan untuk mengurangi bahaya dari kesalahan informasi atau disinformasi. Apa yang harus dilakukan?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/08/23/2020-resesi-rumah-sakit/

.

WHO, PBB, UNICEF, UNDP, UNESCO, UNAIDS, ITU, UN Global Pulse, dan IFRC telah berkoordinasi pada Rabu, 23 September 2020. COVID-19 adalah pandemi pertama dalam sejarah di mana teknologi dan media sosial digunakan dalam skala besar untuk membuat semua orang tetap aman, terinformasi, produktif, dan terhubung. Pada saat yang sama, teknologi informasi yang diandalkan agar segenap warga tetap terhubung dan terinformasi, justru memungkinkan dan memperkuat infodemik, yang  malah merusak respons global dan membahayakan langkah pengendalian pandemi COVID-19.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/09/26/2020-jantung-dan-covid-19/

.

Infodemik adalah informasi yang melimpah, baik online maupun offline. Ini termasuk upaya yang disengaja dalam menyebarkan informasi yang salah, untuk mengganggu respons kesehatan masyarakat dan memajukan agenda alternatif kelompok atau individu tertentu. Kesalahan kolektif dan informasi yang salah dapat membahayakan kesehatan fisik dan mental banyak orang, meningkatkan stigmatisasi, dan mengancam derajad kesehatan. Selain itu, juga mengarah pada ketaatan yang buruk terhadap protokol kesehatan masyarakat, sehingga mengurangi keefektifannya dan membahayakan kemampuan banyak negara untuk menghentikan pandemi COVID-19.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/09/16/2020-keselamatan-pasien-covid-19/

.

Misinformasi sangat mungkin dapat menelan korban jiwa. Bahkan di Iran, ratusan orang tewas karena meminum methanol alkohol yang disebut bisa menyembuhkan pasien COVID-19. Tanpa kepercayaan yang tepat dan informasi yang benar, tes diagnostik dapat tidak digunakan, kampanye imunisasi atau kampanye untuk mempromosikan vaksin yang efektif, juga tidak akan memenuhi target, sehingga pandemi COVID-19 akan terus berkembang. Selain itu, disinformasi mempolarisasi debat publik tentang topik yang terkait dengan COVID-19, meningkatkan ujaran kebencian, mempertinggi risiko konflik, kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia, dan bahkan mengancam prospek jangka panjang untuk memajukan demokrasi, hak asasi manusia, dan kohesi sosial. Dalam konteks ini, Sekretaris Jenderal PBB meluncurkan inisiatif ‘United Nations Communications Response’ untuk memerangi penyebaran mis dan disinformasi pada April 2020. PBB juga mengeluarkan Panduan Penanggulangan Ujaran Kebencian (Hate Speech) terkait COVID-19, yang dikeluarkan pada 11 Mei 2020.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/09/09/2020-gangguan-layanan-medis/

.

Pada sidang Majelis Kesehatan Dunia Mei 2020, Negara Anggota WHO mengeluarkan Resolusi WHA73.1 tentang tanggapan COVID-19. Resolusi tersebut mengakui bahwa mengelola infodemik adalah bagian penting dalam mengendalikan pandemi COVID-19. Resolusi tersebut meminta semua negara Anggota untuk menyediakan konten COVID-19 yang andal, mengambil tindakan untuk melawan kesalahan dan disinformasi, serta memanfaatkan teknologi digital untuk merespons. Resolusi tersebut juga menyerukan kepada organisasi internasional untuk mengatasi kesalahan dan disinformasi di ranah digital, bekerja untuk mencegah kejahatan cyber yang berbahaya, karena mampu merusak respon kesehatan, dengan mendukung penyediaan data berbasis sains kepada publik.

.

Infodemik COVID-19 yang sebagian besar berisi rumor, stigma, dan teori konspirasi yang tersebar di media sosial dan surat kabar online teridentifikasi di enam negara, salah satunya Indonesia. Hal itu termuat dalam penelitian yang diterbitkan ‘The American Society of Tropical Medicine and Hygiene’ dan dipublikasikan secara online pada 10 Agustus 2020. Dari 2.311 laporan terkait infodemik COVID-19 dalam 25 bahasa dari 87 negara, yang terbanyak beredar di India, Amerika Serikat, China, Spanyol, Indonesia, dan Brazil. Rumor diartikan sebagai klaim, pernyataan, dan diskusi seputar COVID-19 yang belum terverifikasi.

.

Update Corona Indonesia 28 Maret: Covid-19 Tersebar di 28 Provinsi -  Tirto.ID
.

WHO pun tak tinggal diam melawan infodemik COVID-19 dan mengambil 3 langkah penting. Pertama, menyisir website yang menyebarkan informasi palsu atau hoaks oleh lembaga pemeriksa fakta independen, berdasarkan kebijakan resmi yang diambil oleh pemerintah, WHO, ataupun PBB. Salah satu contoh mencolok kasus ini adalah “Plandemi”, video teori konspirasi berdurasi 26 menit yang secara keliru menuduh Dr. Anthony Fauci, pakar penyakit menular terkemuka di Amerika Serikat, memproduksi virus dan mengirimkannya ke China.

.

Kedua, menggunakan kecerdasan buatan atau Artificial Intelegence (AI), untuk dapat mengembangkan strategi ofensif yang efektif, dalam meredakan kekhawatiran publik sebelum informasi yang salah dapat berkembang. Ketiga, menggandeng komunitas lokal di manapun, karena WHO menyadari informasi tentang COVID-19 harus diterapkan berbeda di masing-masing negara. Oleh sebab itu, WHO menggandeng bukan sekedar insitutsi pemerintah setempat, tetapi juga komunitas pemuda, jurnalis, dan organisasi berbasis agama untuk secara bersama-sama mengembangkan panduan praktis untuk masyarakat, yang disesuaikan dengan konteks dan budaya setempat.

.

HEADLINE: Kasus COVID-19 Salip China, Indonesia Bakal Jadi Episentrum Virus  Corona di Asia? - Global Liputan6.com

Pandemi COVID-19 megajarkan kita tentang bahaya infodemik, yang  malah merusak respons global dan membahayakan langkah pengendalian pandemi COVID-19. Apakah kita sudah bijak?

.

Yogyakarta, 29 September 2020

*) Dokter spesialis anak RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161

Categories
COVID-19 Healthy Life

2020 Kematian anak terkait COVID-19

Kematian Anak Akibat COVID-19 Tak Terelakkan - ASUMSI

KEMATIAN  ANAK  TERKAIT  COVID-19

fx. wikan indrarto*)

Pandemi COVID-19 dapat menghancurkan kemajuan yang telah diperoleh dalam puluhan tahun, menuju ke arah penghapusan kematian anak yang dapat dicegah (preventable child deaths). Dengan jumlah kematian balita yang tercatat terendah sepanjang masa pada tahun 2019, gangguan pada layanan kesehatan untuk anak akibat pandemi COVID-19, mengancam tambahan kematian jutaan nyawa anak. Apa yang mencemaskan?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/09/23/2020-dokter-dan-rs-era-normal-baru/

.

Jumlah kematian balita global turun ke titik terendah dalam sejarah pada tahun 2019, turun menjadi 5,2 juta dari 12,5 juta pada tahun 1990. Data ini dikeluarkan bersama oleh UNICEF, WHO, PBB, dan Bank Dunia. Namun demikian, survei oleh UNICEF dan WHO tahun 2020 mengungkapkan bahwa, pandemi COVID-19 telah mengakibatkan gangguan besar pada layanan kesehatan, yang mengancam untuk membatalkan kemajuan yang telah dicapai dengan susah payah selama puluhan tahun.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/01/02/2020-menurunkan-angka-kematian-anak/

.

Komunitas global telah melangkah jauh dalam menekan angka kematian anak yang dapat dicegah, tetapi pandemi COVID-19 dapat menghentikan langkah tersebut. Saat ini banyak anak kehilangan akses ke layanan medis karena sistem kesehatan terganggu pandemi COVID-19, ibu hamil tidak melahirkan di rumah sakit karena takut terinfeksi, dan mereka mungkin juga akan menjadi korban ganasnya pandemi COVID-19. Tanpa investasi tambahan yang mendesak untuk memperbaiki sistem dan memulai kembali layanan kesehatan yang terganggu, jutaan anak balita, terutama bayi baru lahir, dapat meninggal.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2019/05/09/2019-kematian-bayi/

.

Selama 30 tahun terakhir, layanan kesehatan untuk mencegah atau mengobati penyebab kematian pada anak, telah berperan besar dalam menyelamatkan jutaan jiwa anak dan mempertahankan kehidupan. Penyebab kematian anak yang dapat dicegah (preventable child deaths) meliputi prematuritas, berat badan lahir rendah, komplikasi saat lahir, sepsis neonatal, pneumonia, diare dan malaria, serta kurang lengkapnya vaksinasi. Sekarang banyak negara di seluruh dunia sedang mengalami gangguan pada layanan kesehatan anak, seperti pemeriksaan kesehatan rutin, vaksinasi dan perawatan prenatal dan pasca melahirkan, karena keterbatasan sumber daya. Selain itu, juga faktor ketidaknyamanan umum dalam menggunakan layanan kesehatan, karena takut tertular COVID-19.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2019/01/17/2019-kematian-anak/

.

Sebuah survei UNICEF yang dilakukan selama pertengahan tahun 2019 di 77 negara, menemukan bahwa hampir 68 persen negara melaporkan setidaknya beberapa gangguan dalam layanan kesehatan untuk anak, termasuk imunisasi. Selain itu, 63 persen negara melaporkan gangguan dalam pemeriksaan antenatal dan 59 persen dalam perawatan pasca melahirkan. Survei WHO tahun 2020 yang dilakukan pada 105 negara, mengungkapkan bahwa 52 persen negara melaporkan gangguan pada layanan kesehatan untuk anak yang sakit, dan 51 persen dalam layanan untuk penanganan malnutrisi.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2018/11/24/2018-kematian-di-jalan-raya/

.

“Fakta bahwa saat ini lebih banyak anak mampu merayakan ulang tahun pertama mereka daripada waktu mana pun dalam sejarah, adalah tanda nyata dari apa yang dapat dicapai, ketika dunia menempatkan kesehatan dan kesejahteraan sebagai pusat dari prioritas program pembangunan,” kata Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus Direktur Jenderal WHO. Seharusnya kita tidak boleh membiarkan pandemi COVID-19 membalikkan kemajuan luar biasa bagi anak dan generasi masa depan global. Sebaliknya, inilah saatnya untuk menyelamatkan nyawa anak, dan terus berinvestasi dalam pembentukan sistem kesehatan yang lebih kuat, baik, dan tangguh.

.

Ahli Coba Beberkan Alasan Tingginya Tingkat Kematian Anak-Anak Akibat  Covid-19 di Indonesia
.

Berdasarkan data dari berbagai negara yang berpartisipasi dalam survei oleh UNICEF dan WHO, alasan gangguan layanan kesehatan yang paling sering adalah orang tua menghindari fasilitas kesehatan karena takut tertular COVID-19, pembatasan transportasi umum, dan penangguhan atau penutupan layanan dan fasilitas kesehatan. Selain itu, juga lebih sedikit petugas layanan kesehatan karena pengalihan atau ketakutan terinfeksi terkait kekurangan Alat Pelindung Diri (APD) seperti masker dan sarung tangan, juga adanya kesulitan keuangan keluarga. Afghanistan, Bolivia, Kamerun, Republik Afrika Tengah, Libya, Madagaskar, Pakistan, Sudan dan Yaman adalah beberapa negara yang paling terpukul karena pandemi COVID-19.

.

Tujuh dari sembilan negara memiliki angka kematian anak yang tinggi, lebih dari 50 kematian balita per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2019. Di Afghanistan, di mana 1 dari 17 anak meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun pada tahun 2019, Kementerian Kesehatan Afganistan melaporkan penurunan yang signifikan dalam kunjungan anak sakit ke fasilitas kesehatan. Alasan yang disebutkan adalah karena takut tertular COVID-19, juga keluarga tidak memprioritaskan perawatan sebelum dan sesudah melahirkan, sehingga menambah risiko yang dihadapi ibu hamil dan bayi baru lahir. Bahkan sebelum pandemi COVID-19, bayi baru lahir di seluruh daratan Afganistan memiliki risiko kematian tertinggi di dunia. Pada tahun 2019 bayi baru lahir meninggal setiap 13 detik. Selain itu, 47 persen dari semua kematian balita terjadi pada periode neonatal, naik dari 40 persen pada tahun 1990. Dengan gangguan parah pada layanan kesehatan esensial, bayi baru lahir memiliki risiko kematian yang jauh lebih tinggi. 

.

Pandemi COVID-19 berdampak buruk pada intervensi kesehatan yang sangat penting bagi kesehatan anak. Diperlukan program nyata untuk memperbaiki ketidakadilan yang sangat besar, agar lebih banyak anak di negara berkembang dapat bertahan hidup dari ancaman kematian yang dapat dicegah (preventable child deaths).

Sudahkah kita bertindak?

Sekian

Yogyakarta, 15 September 2020

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161

Categories
COVID-19 Healthy Life

2020 Jantung dan COVID-19

World Heart Day 2020 – Date, Themes, History, Quotes | World heart day, Heart  day, Improve heart health

JANTUNG  DAN  COVID-19

fx. wikan indrarto*)

Selasa, 29 September 2020 dirayakan sebagai Hari Jantung Sedunia (World Heart Day). Tema peringatan tahun 2020 ini adalah gunakan hati untuk merawat penyakit jantung (#UseHeart to beat cardiovascular disease). Meskipun belum diketahui pasti apa yang terjadi pada jantung setelah pandemi COVID-19 di masa depan, tetapi sekarang terbukti bahwa merawat jantung saat ini, adalah lebih penting dari sebelumnya. Mengapa?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/08/23/2020-resesi-rumah-sakit/

.

Penyakit jantung adalah penyebab kematian nomor satu di planet ini. Serangan jantung ini memiliki banyak penyebab dari merokok, diabetes, tekanan darah tinggi dan obesitas, hingga polusi udara, dan kondisi langka dan terabaikan seperti Penyakit Chagas dan amiloidosis jantung. Saat pandemi COVID-19, pasien dengan ganggguan jantung dihadapkan pada ancaman bermata dua. Mereka tidak hanya lebih berisiko jatuh dalam derajad penyakit COVID-19 yang parah, tetapi mereka juga mungkin takut untuk kembali datang ke RS dan mencari perawatan jantung, sehingga diperlukan modifikasi layanan kesehatan jantung.

.

Pada era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, ada yang namanya program rujuk balik untuk mereka yang menderita penyakit kronis stabil. Terdapat 9 jenis penyakit yang masuk Program Rujuk Balik, yaitu Diabetes Mellitus, Hipertensi, Jantung, Asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), Epilepsy, Stroke, Schizophrenia dan Systemic Lupus Erythematosus (SLE). Pasien dengan gangguan jantung yang sudah stabil, tidak perlu datang kontrol dan dilayani di RS, tetapi dapat melanjutkan pengobatan rumatan di FKTP, dokter keluarga, klinik, atau puskesmas terdekat.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2019/09/26/2019-jantung-anak/

.

Layanan kesehatan virtual (virtual health) atau ‘telemedicine’ diharapkan menjadi layanan penyakit jantung di masa depan, sejak pandemi COVID-19 (the future of cardiovascular disease care delivery). Hal ini terutama karena pasien gangguan jantung memiliki peningkatan risiko kematian kalau terinfeksi COVID-19. Selain itu, layanan telemedicine memberikan pilihan bagi dokter yang lebih senior atau memiliki penyakit komorbid dan juga berisiko lebih tinggi terkena penyakit parah jika terinfeksi COVID-19, untuk terus memberikan layanan yang sangat dibutuhkan pasiennya. Layanan telemedicine mengacu pada penggunaan teknologi digital dan telekomunikasi, untuk memberikan perawatan kesehatan. Penerapannya bervariasi, dari sekedar melengkapi hingga mengganti total pemberian layanan kesehatan, tergantung pada kebutuhan pasien dan sumber daya yang tersedia. Peningkatan penggunaan layanan telemedicine menghadirkan banyak peluang. Namun demikian, pada saat yang sama beberapa masalah perlu ditangani, seperti pertimbangan regulasi dan etika.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/09/23/2020-dokter-dan-rs-era-normal-baru/

.

Pandemi COVID-19 telah mengurangi hambatan untuk penerapan layanan telemedicine dan mempercepat pemberlakuan peraturannya di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, sebagian besar konsultasi kesehatan saat ini telah dilakukan secara virtual. Di Cina, kesehatan virtual berkembang segera setelah pandemi COVID-19 dimulai dengan dukungan pemerintah yang signifikan, yang menjamin pembiayaaan jasa konsultasi dokter online. Negara lain yang telah menerapkan layanan kesehatan virtual adalah Kanada dan Skotlandia. Di Skotlandia, penggunaan ‘video conferencing’ bahkan meningkat 1.000%.

.

Contoh keberhasilan penerapan telemedicine adalah pada program penyakit jantung bawaan pada orang dewasa di Rumah Sakit Massachusetts di Boston, USA. Telah terjadi penurunan beban kerja yang signifikan dari 400 pasien sehari menjadi kurang dari 40 pasien. Dr. Ami Bhatt, direktur program telemedicine melaporkan manfaat positif telekardiologi pada hubungan dokter-pasien. Pasien justru merasa bahwa mereka adalah mitra yang setara dalam hubungan dengan dokter dan kebutuhan mereka dihormati. Di sisi lain, dokter terbebas dari kesibukan praktek di klinik dan lebih fokus mendengarkan dan mendidik pasien. Hasilnya adalah peningkatan kepuasan, yang dapat membantu mengatasi tingginya tingkat kelelahan dan bunuh diri, yang dialami oleh dokter di USA yang bekerja terlalu keras.

.

Kelemahan layanan telemedicine ini adalah kurangnya pemeriksaan fisik dan kontak antar manusia, yang telah lama dianggap sebagai komponen inti dari hubungan pasien-dokter. Meskipun masih belum jelas apa implikasinya terhadap kualitas perawatan, tetapi American College of Cardiology (ACC) telah mengeluarkan panduan untuk layanan telekardiologi. Salah satu elemen penting yang perlu dipertimbangkan, mencakup pilihan pasien yang memenuhi syarat untuk layanan telekardiologi.

.

Pelatihan dokter terus dilakukan, dalam menilai jenis pasien apa yang harus diarahkan ke konsultasi tatap muka. Layanan telekardiologi tersebut mencakup pemantauan jarak jauh perangkat yang ditanamkan dalam tubuh pasien serta akses ke peralatan pemantauan non-invasif (misalnya, manset tekanan darah, timbangan BB, atau monitor saturasi oksigen). Pasien dapat membagikan hasil pengukuran mereka sebelum atau selama konsultasi, tergantung pada sistem yang diterapkan. Dalam kebanyakan kasus, resep dapat diberikan secara virtual, kecuali untuk obat keras yang memang dikendalikan. Namun demikian, jika tes diagnostik diperlukan pasien, kunjungan langsung oleh pasien ke dokter di RS harus dilakukan.

.

Semua orang dari segala usia dapat terinfeksi COVID-19. Namun demikian, COVID-19 menimbulkan risiko yang lebih buruk bagi orang yang berusia di atas 60 tahun dan mereka yang memiliki kondisi medis dasar (komorbid). Dalam hal ini termasuk penyakit jantung, hipertensi, diabetes, penyakit pernafasan kronis, dan kanker. Untuk menghindari perburukan infeksi COVID-19, pasien disarankan untuk terus minum obat jantung secara rutin dan ikuti nasihat dokter, amankan persediaan obat rutin untuk satu bulan atau lebih lama, jika memungkinkan. Selain itu, juga jaga jarak setidaknya satu meter dari penderita batuk, pilek atau flu, seringlah mencuci tangan dengan sabun dan air setidaknya selama 20 detik, tinggallah di rumah saja dan waspadai perburukan kondisi kesehatan.

.

Momentum Hari Jantung Sedunia (World Heart Day) dengan tema #UseHeart to beat cardiovascular disease, mengingatkan kita semua, agar menjaga kesehatan jantung sebaik mungkin, sesuai protokol kesehatan. Untuk para dokter dan pasien dengan penyakit jantung kronis yang stabil, disarankan memanfaatkan Program Rujuk Balik (PRB) atau menggunakan fasilitas layanan telekardiologi selama pandemi COVID-19.

Apakah para dokter dan pasien gangguan jantung sudah siap ?

.

Yogyakarta, 25 September 2020

*) Dokter spesialis anak RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161

Categories
Healthy Life Istanbul

2020 Kandidat Vaksin COVID-19

Vaksin Covid-19 Australia Tunjukkan Hasil Positif dalam Uji Praklinis -  Tekno Tempo.co

KANDIDAT  VAKSIN  COVID-19

fx. wikan indrarto*)

Senin, 24 Agustus 2020 tercatat ada sembilan kandidat vaksin COVID-19 yang didukung CEPI (Coalition for Epidemic Preparedness Innovations) dan COVAX (COVID-19 Vaccine Global Access), dengan sembilan kandidat lainnya sedang dievaluasi. Pengendalikan pandemi melalui akses yang adil ke vaksin COVID-19 membutuhkan komitmen dan investasi berskala luas dari berbagai negara. Apa yang harus dilakukan?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/07/23/2020-vaksinasi-saat-pandemi-covid-19/

.

Gavi (Aliansi Vaksin) dan WHO bermitra dengan produsen vaksin dari semua negara dalam CEPI, untuk memastikan vaksin COVID-19 tersedia di seluruh dunia. CEPI akan memfasilitasi pengadaan vaksin COVID-19 dan untuk memastikan akses vaksin yang adil dan merata di setiap negara. CEPI akan melakukan kalkulasi daya beli dari semua negara, memberikan jaminan ketersediaan kandidat vaksin, memungkinkan produsen memproduksi vaksin baru dalam skala besar, dan untuk melakukan investasi awal yang berisiko.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2019/09/10/2019-informasi-vaksinasi/

.

CEPI memimpin penelitian dan pengembangan vaksin COVID-19 yang aman dan efektif. Sembilan kandidat vaksin saat ini sedang didukung oleh CEPI, tujuh di antaranya sedang dalam uji klinis, karena vaksin individual secara historis memiliki tingkat kegagalan yang tinggi. Pemerintah, produsen vaksin, organisasi swasta dan donatur individu telah berkomitmen sebesar US $ 1,4 miliar untuk program pengembangan vaksin, tetapi masih perlu tambahan US $ 1 miliar untuk terus memajukan kegiatan ini. 

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/08/04/2020-bebas-cacar-dan-covid-19/

.

Kolaborasi antara Serum Institute of India (SII), Gavi dan Bill & Melinda Gates Foundation yang diumumkan awal bulan Agustus 2020 telah memastikan hingga 100 juta dosis kandidat vaksin buatan AstraZeneca atau Novavax. Jika program ini berhasil, segera akan tersedia vaksin COVID-19 untuk negara berpenghasilan rendah dan menengah, yang dapat dibeli melalui Fasilitas COVAX, hanya dengan biaya US $ 3 per dosis. Perjanjian terpisah antara Gavi, CEPI dan AstraZeneca, yang diumumkan pada bulan Juni 2020, menjamin 300 juta dosis lagi dari kandidat vaksin mereka, jika berhasil.

.

Bulan Juni 2020 Gavi telah meluncurkan COVAX Advance Market Commitment (AMC), instrumen pembiayaan yang bertujuan untuk mendukung partisipasi 92 negara berpenghasilan rendah dan menengah dalam pengadaan vaksin COVID-19. COVAX AMC telah mengumpulkan lebih dari US $ 600 juta dari target awal sebesar US $ 2 miliar, yang berasal dari  filantropi dan sektor swasta. Delapan puluh negara berpenghasilan tinggi, yang akan membiayai vaksin dari anggaran keuangan publik mereka sendiri, sejauh ini telah mengajukan pernyataan minat untuk berpartisipasi dalam AMC. Mereka akan bermitra dengan 92 negara berpenghasilan rendah dan menengah, sehingga 172 negara ini telah mewakili lebih dari 70% populasi dunia.

WHO Sebut Vaksin COVID-19 Belum Tersedia hingga Pertengahan 2021 - Tirto.ID

.

Tujuan COVAX adalah pada akhir tahun 2021 dapat memberikan dua miliar dosis vaksin yang aman dan efektif. Vaksin ini akan ditawarkan secara merata ke semua negara secara proporsional dengan populasi mereka. Pada awalnya diprioritaskan untuk petugas kesehatan kemudian diperluas untuk kelompok rentan, seperti orang tua dan mereka yang memiliki penyakit komorbid sebelumnya. Dosis lebih lanjut kemudian akan tersedia berdasarkan kebutuhan negara, kerentanan dan ancaman COVID-19.

.

Kkandidat vaksin yang didukung CEPI adalah Inovio buatan Amerika Serikat (Uji klinis tahap I-II), Moderna buatan Amerika Serikat (Tahap III), CureVac, buatan Jerman (Tahap I), belum ada nama buatan Institut Pasteur, Merck, Themis, Prancis, Amerika Serikat dan Austria (Preklinis), dan belum ada nama buatan AstraZeneca dan Universitas Oxford, Inggris (Fase III). Selain itu, belum ada nama buatan Universitas Hong Kong, Cina (Preklinis), Novavax buatan Amerika Serikat (Tahap I-II), belum ada nama buatan Clover Biopharmaceuticals, Cina (Tahap I) dan buatan Universitas Queensland / CSL, Australia (Tahap I).

.

LIPI: Vaksin Rusia Picu Sedikit Antibodi untuk Tangkal Corona

Sembilan kandidat vaksin yang saat ini sedang dievaluasi untuk dimasukkan dalam Fasilitas COVAX termasuk dua dari China, dua dari Amerika Serikat, satu dari Republik Korea, satu dari Inggris dan satu dari multi kemitraan manufaktur global. Dua di antaranya dalam uji coba Tahap I, dua adalah transfer teknologi, dan sisanya dalam tahap penemuan.

.

Indonesia mungkin tidak termasuk dalam 80 negara yang telah memesan kandidat vaksin COVID-19 dalam koordinasi Gavi. Namun demikian, hanya 43 yang telah setuju untuk disebutkan namanya secara publik, yaitu Andorra, Argentina, Armenia, Botswana, Brasil, Kanada, Chili, Kolombia, Kroasia, Republik Ceko, Republik Dominika, Estonia, Finlandia, Yunani, Islandia, Irak, Irlandia, Israel, Jepang, Yordania, Kuwait, Lebanon, Luksemburg, Mauritius, Meksiko, Monako, Montenegro, Selandia Baru, Makedonia Utara, Norwegia, Palau, Portugal, Qatar, Republik Korea, San Marino, Arab Saudi, Seychelles, Singapura, Afrika Selatan, Swiss, Uni Emirat Arab, Kerajaan Inggris Raya dan Irlandia Utara serta Venezuela.

.

Di seluruh dunia, pandemi COVID-19 telah menyebabkan kejadian dan kematian yang signifikan, mengganggu mata pencaharian, melemahkan ekonomi, mengancam kemajuan pembangunan bidang kesehatan, dan kemajuan menuju tujuan pembangunan global. Hal itu terlihat pada ‘World Health Statistics’ yang terbit Rabu, 13 Mei 2020. Pengendalikan pandemi melalui akses yang adil ke (kandidat) vaksin COVID-19, akan mampu menghilangkan ketidaksetaraan layanan kesehatan, yang dapat menghapus penentuan siapa yang akan hidup lebih lama dan lebih sehat, dengan siapa yang tidak. 

Sudahkah kita bijaksana?

Sekian

Yogyakarta, 2 September 2020

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Lektor FK UKDW, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161, e-mail : fxwikan_indrarto@yahoo.com

Categories
Healthy Life

2020 Hari Remaja Internasional

International Youth Day 2020: History, Significance of The Day And ...

HARI REMAJA INTERNASIONAL

fx. wikan indrarto*)

Pada Rabu, 12 Agustus 2020 WHO dan UNESCO merayakan Hari Remaja Internasional (International Youth Day) dan memberikan penghargaan kepada remaja di seluruh dunia yang menunjukkan ketangguhan, aksi kolektif, dan kreativitas mereka dalam melawan pandemi COVID-19. Apa yang perlu dilakukan?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/05/29/2020-rokok-covid-19-dan-remaja/

.

Banyak remaja menjadi sukarelawan untuk mendukung komunitas mereka, saat mengahadapi pandemi COVID-19. Banyak dokter, petugas kesehatan dan pelajar yang semuanya masih muda telah mendukung layanan COVID-19 oleh rumah sakit, pusat penelitian, dan klinik. Para pemuda lainnya bekerja kreatif atas inisiatif sendiri, untuk memberikan advokasi dan komunikasi risiko. Misalnya memproduksi acara radio komunitas dan media sosial, serta sumber belajar literasi informasi untuk melawan disinformasi dan mempromosikan pendidikan sebaya, melakukan survei tentang wawasan perilaku untuk menginformasikan strategi melawan COVID-19, menerjemahkan dan menyebarkan informasi kesehatan masyarakat, terutama mencuci tangan secara online.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2019/01/18/2019-remaja-sehat/

.

Tema Hari Remaja Internasional 2020 adalah Keterlibatan Remaja untuk Aksi Global (Youth Engagement for Global Action), berupaya untuk meningkatkan keterlibatan remaja di tingkat lokal, nasional dan global dalam memperkaya kehidupan bersama. Tujuan IYD 2020 adalah untuk  memungkinkan keterlibatan remaja dalam kehidupan di sekitarnya secara lebih inklusif, bahkan sampai aksi global.

.

International Youth Day - US

Namun demikian, lebih dari 1,1 juta remaja berusia 10-19 tahun meninggal  dan tidak mampu terlibat dalam kehidupan sekitar pada tahun 2016, atau sekitar lebih dari 3.000 orang setiap hari, sebagian besar karena penyebab yang dapat dicegah atau diobati, bukan karena penyakit infeksi seperti pandemi COVID-19. Kecelakaan lalu lintas adalah penyebab utama kematian di kalangan remaja pada 2016.

.

Selain data kematian tersebut, setengah dari semua gangguan kesehatan mental pada usia dewasa dimulai pada usia 14, tetapi kebanyakan kasus tidak terdeteksi dan tidak diobati. Sekitar 1,2 miliar orang atau 1 dari 6 populasi dunia, adalah remaja berusia 10 hingga 19 tahun. Sebagian besar sehat, tetapi masih ada banyak kematian dini, penyakit, dan cedera di kalangan remaja. Penyakit dapat menghambat kemampuan mereka untuk tumbuh dan berkembang, hingga tidak mencapai potensi penuh mereka. Penggunaan alkohol atau tembakau, kurangnya aktivitas fisik, hubungan seks tanpa pengaman dan atau paparan kekerasan, dapat membahayakan tidak hanya kesehatan mereka saat ini, tetapi juga kesehatan mereka sebagai orang dewasa, dan bahkan kesehatan anak-anak mereka di masa depan.

.

Cidera yang tidak disengaja adalah penyebab utama kematian dan kecacatan di kalangan remaja. Pada 2016, lebih dari 135.000 remaja meninggal akibat kecelakaan lalu lintas. Banyak dari mereka yang meninggal adalah pengguna jalan yang rentan, termasuk pejalan kaki, pengendara sepeda atau pengguna kendaraan bermotor roda dua . Di banyak negara, undang-undang keselamatan jalan perlu dibuat lebih komprehensif, dan penegakan hukum semacam itu perlu diperkuat. Lebih lanjut, pengemudi muda membutuhkan nasihat tentang cara mengemudi dengan aman, sementara undang-undang yang melarang mengemudi di bawah pengaruh alkohol dan obat perlu diberlakukan secara ketat, di antara semua kelompok umur. Kadar alkohol dalam darah harus ditetapkan lebih rendah untuk pengemudi muda daripada untuk orang dewasa. Direkomendasikan lisensi lulus untuk pengemudi pemula dengan toleransi nol untuk pemabuk.

.

Depresi adalah salah satu penyebab utama penyakit dan kecacatan di kalangan remaja, dan bunuh diri adalah penyebab utama kedua kematian pada remaja. Kekerasan, kemiskinan, penghinaan dan perasaan tidak dihargai dapat meningkatkan risiko mengembangkan masalah kesehatan mental. Membangun keterampilan hidup pada anak-anak dan remaja dan memberi mereka dukungan psikososial di sekolah dan lingkungan masyarakat lainnya dapat membantu mempromosikan kesehatan mental yang baik. Program untuk membantu memperkuat ikatan antara remaja dan keluarga mereka juga penting. Jika masalah muncul, mereka harus dideteksi dan dikelola oleh petugas kesehatan yang kompeten dan peduli.

.

Kekerasan antar pribadi atau kelompok adalah penyebab utama kematian ketiga pada remaja secara global. Ini menyebabkan hampir sepertiga dari semua kematian remaja pria di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Secara global, hampir satu dari tiga gadis remaja berusia 15-19 tahun (84 juta) telah menjadi korban kekerasan emosional, fisik dan atau seksual yang dilakukan oleh suami atau pasangannya.

.

Momentum Hari Remaja Internasional (International Youth Day) Rabu, 12 Agustus 2020 seharusnya digunakan untuk mempromosikan perilaku sehat pada remaja dan mengambil langkah untuk melindungi remaja dari risiko kesehatan. Hal tersebut sangat penting untuk mengurangi angka kematian remaja dan pencegahan masalah kesehatan pada masa dewasa. Selain itu, melibatkan remaja dalam aksi pemutusan rantai penularan COVID-19 yang berbahaya, adalah salah satu kebijakan penting untuk meningkatkan ketangguhan, aksi kolektif, dan kreativitas remaja.

Sudahkah kita bertindak?

Sekian

Yogyakarta, 11 Agustus 2020

*) Dokter spesialis anak RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161