Categories
COVID-19 dokter Healthy Life

2021 CERDAS DAN SEHAT

Ingin Tahu Akurasi GeNose? Lakukan Tes PCR 2 Hari Setelahnya - Kabar24  Bisnis.com

CERDAS  DAN  SEHAT

fx. wikan indrarto*)

GeNose  (Gadjah Mada Electronic Nose) C-19 adalah inovasi alat kesehatan terbaru yang dikembangkan oleh Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta pada September 2020. Alat ini mampu mendeteksi secara cepat COVID-19 yang dilakukan hanya dengan embusan nafas, karena menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI). Apa yang perlu diwaspadai?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2021/05/03/2021-hp-dan-asma/

.

 Meningkatnya penggunaan AI untuk kesehatan menghadirkan peluang dan tantangan bagi pemerintah, penyedia layanan, dan masyarakat. Senin, 28 Juni 2021 WHO mengeluarkan laporan global pertama tentang AI di bidang kesehatan dan enam prinsip panduan untuk desain dan penggunaannya. Laporan yang berjudul : Etika dan tata kelola kecerdasan buatan untuk kesehatan (Ethics and governance of artificial intelligence for health), merupakan hasil kerja selama 2 tahun yang diadakan oleh panel pakar internasional yang ditunjuk oleh WHO.

.

Seperti semua teknologi baru, AI memiliki potensi besar untuk meningkatkan kesehatan jutaan orang di seluruh dunia, tetapi seperti semua teknologi, AI juga dapat disalahgunakan dan menyebabkan kerugian. Tugas kita semua adalah memaksimalkan manfaat AI, sambil meminimalkan risiko dan menghindari jebakannya. WHO memperingatkan agar tidak melebih-lebihkan manfaat AI untuk kesehatan, terutama ketika hal ini terjadi dengan mengorbankan investasi inti dan strategi yang diperlukan untuk mencapai cakupan kesehatan semesta atau ‘Universal Health Couverage’ (UHC). 

.

Selain itu, juga adanya risiko penggunaan AI, termasuk pengumpulan dan penggunaan data kesehatan yang tidak etis; bias yang dikodekan dalam algoritme, dan risiko AI terhadap keselamatan pasien, keamanan data (cybersecurity), dan lingkungan. Data yang dikumpulkan dari individu di negara berpenghasilan tinggi dalam proses pembentukan AI, mungkin saja tidak bekerja dengan baik saat AI digunakan untuk individu di lingkungan yang berbeda. Oleh karena itu, sistem AI harus dirancang dengan hati-hati untuk mencerminkan keragaman karakteristik sosial-ekonomi dan parameter kesehatan lainnya. Para pengguna harus dibekali pelatihan keterampilan digital, terutama bagi jutaan petugas kesehatan dengan literasi digital atau pelatihan berulang, jika peran dan fungsi mereka harus bersaing dengan mesin digital.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/09/23/2020-dokter-dan-rs-era-normal-baru/

.

Enam prinsip etika berikut sebaiknya dipatuhi, dalam memastikan AI bekerja untuk kepentingan publik sebagai dasar untuk regulasi dan tata kelola AI. Pertama, otonomi manusia. Dalam konteks layanan kesehatan, etika ini berarti bahwa manusialah yang harus mengendalikan sistem dan alat kesehatan, sedangkan keputusan medis, privasi dan kerahasiaan pasien juga harus dilindungi. Selain itu, pasien harus memberikan persetujuan yang sah secara hukum untuk perlindungan data.

Lebih Akurat Mana Antara Swab PCR, Antigen, dan GeNose? - Gen...

Kedua, kesejahteraan, keselamatan manusia dan kepentingan umum. Perancang teknologi AI harus memenuhi persyaratan keselamatan, akurasi, dan kemanjuran yang disertai oleh indikasi penggunaan yang terdefinisi dengan baik. Jaminan pengendalian kualitas dalam praktik dan peningkatan kualitas dalam penggunaan AI juga harus tersedia. Ketiga, memastikan transparansi. Transparansi mengharuskan informasi yang memadai dipublikasikan atau didokumentasikan sebelum desain atau penerapan teknologi AI. Informasi tersebut harus mudah diakses dengan memfasilitasi konsultasi dan debat publik bila diperlukan, tentang bagaimana teknologi dirancang dan bagaimana seharusnya atau tidak seharusnya digunakan.

.

Keempat, tanggung jawab dan akuntabilitas. Meskipun teknologi AI melakukan atau menggantikan suatu tugas tertentu, merupakan tanggung jawab pemangku kepentingan untuk memastikan bahwa AI digunakan dalam kondisi yang sesuai dan oleh orang yang terlatih. Mekanisme yang efektif harus tersedia untuk keluhan pelanggan dan untuk ganti rugi bagi individu dan kelompok, apabila terpengaruh oleh keputusan penggunaan AI tersebut. Kelima, inklusivitas dan kesetaraan. Inklusivitas mengharuskan AI untuk kesehatan dirancang untuk mendorong penggunaan dan akses yang adil seluas mungkin, tanpa memandang usia, jenis kelamin, pendapatan, ras, etnis, orientasi seksual, kemampuan atau karakteristik lain sesaui hak asasi manusia.

.

Keenam, responsif dan berkelanjutan. Desainer, pengembang, dan pengguna harus secara terus-menerus dan transparan, menilai AI selama penggunaannya untuk menentukan apakah AI merespons secara memadai dan tepat terhadap harapan dan persyaratan. Sistem AI juga harus dirancang untuk meminimalkan konsekuensi lingkungan dan meningkatkan efisiensi energi. Pemerintah dan perusahaan pembuat AI harus mengatasi masalah yang dapat diantisipasi, termasuk pelatihan bagi petugas kesehatan untuk beradaptasi dengan penggunaan AI, dan potensi kehilangan pekerjaan karena penggunaan AI yang otomatis.

GeNose C19 dari UGM saat ini tengah menjalani proses validasi eksternal oleh UI, Unair dan Unand dengan 2 RS besar, yang merupakan bagian dari post-marketing analysis, karena GeNose C19 sudah digunakan oleh masyarakat umum. Keenam prinsip etika tersebut akan memastikan bahwa potensi penuh AI pada GeNose C19 akan bermanfaat bagi kesehatan semua orang. Selain itu, uji validitas eksternal merupakan bagian dari pengembangan keberlanjutan serta kepatuhan terhadap regulasi, setelah suatu alat kesehatan mendapat izin edar penggunaan.

.

Sudahkah kita bijak menggunakan AI untuk kesehatan?

Sekian

Yogyakarta, 2 Juli 2021

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Lektor FK UKDW, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161, e-mail : fxwikan_indrarto@yahoo.com