Categories
anak COVID-19 dokter Healthy Life sekolah vaksinasi

2021 COVID-19 di Sekolah

Sekolah Diminta Bentuk Satgas Covid-19 Awasi Prokes Saat Pembelajaran Tatap  Muka : Okezone Nasional

COVID-19  DI  SEKOLAH

fx. wikan indrarto*)

Setelah laju penularan COVID-19 melandai dan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas di sekolah telah diselenggarakan, masih juga ada kekawatiran terjadinya klaster sekolah yang menakutkan, bagi sebagian orangtua. Apa yang sebaiknya dicermati?

.

Ringkasan tulisan ini telah dimuat di media online.

https://news.detik.com/kolom/d-5791356/tak-perlu-cemas-kluster-covid-di-sekolah

Gejala klinis COVID-19 pada anak yang perlu diwaspadai oleh orangtua sebenarnya cukup khas. Misalnya demam atau meriang, batuk, hidung tersumbat atau pilek, dan kehilangan indra penciuman. Juga sakit tenggorokan, sesak atau kesulitan bernapas, sakit perut hingga diare, ada juga mual dan muntah. Selain itu, kelelahan, sakit kepala, nyeri otot atau tubuh dan kehilangan selera makan. Jika muncul keluhan tersebut, sebaiknya anak tidak diijinkan mengikuti PTM terlebih dahulu.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2021/02/06/2021-covid-19-pada-anak/

.

Jika anak pada akhirnya terkonfirmasi positif COVID-19, orangtua wajib memberikan pengobatan atau perawatan yang tepat. Orang tua atau pengasuh harus mendampingi anak selama proses penyembuhan. Yang utama adalah anak menjalani isolasi mandiri di rumah, bukan dirawat inap di RS. Selain itu, orang tua harus ikut menamani anak selama isolasi, tidak meninggalkan anak sendirian di rumah, dan memastikan anak merasa aman dan nyaman. Juga jaminan pemberian nutrisi yang cukup selama perawatan, termasuk ASI sesuai usia anak, karena anak sedang dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Orangtua juga wajib tetap memberikan stimulasi pada anak dengan berbagai kegiatan dan permainan yang menyenangkan, memicu aktivitasi otak, dan tumbuh kembang anak. Yang terakhir adalah pengobatan dan pemberian vitamin sesuai derajad klinis penyakit, oleh dokter yang menangani. Setelah dokter menyatakan anak telah pulih, anak dapat segera diantar untuk mengikuti PTM di sekolah kembali.

.

Anak yang dirawat oleh dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) periode Maret-Desember 2020, terdapat 37.707 anak terinfeksi COVID-19 dan 522 kematian. Data yang diterbitkan dalam jurnal ‘Frontiers in Pediatrics’ pada 23 September 2021 lalu ini juga menyajikan komorbid dan gagal napas sebagai penyebab utama  (54,5%) kematian anak akibat COVID-19, diikuti dengan sepsis atau syok septik (23,7%). Sebagian besar anak yang meninggal dengan COVID-19 memiliki komorbid gizi buruk (18,0%), diikuti oleh penyakit kanker (17,3%) dan penyakit jantung bawaan (9,0%). Ada 62 (11,8%) anak terkonfirmasi COVID-19 yang meninggal tanpa komorbid atau penyakit penyerta.

.

Muncul Kasus Covid-19 di Sekolah, Bamsoet Minta Evaluasi Menyeluruh PTM  Terbatas

Sementara komorbid terbanyak pada anak yang meninggal terkait COVID-19 adalah malnutrisi dan kanker, disusul penyakit jantung bawaan, kelainan genetik, tuberkulosis (TBC), penyakit ginjal kronik, cerebral palsy, dan penyakit autoimun. Orangtua yang memiliki anak tanpa mengalami salah satu komorbid tersebut, tentu saja tidak boleh ragu untuk mengijinkan anak ikut PTM di sekolah.

.

Terdapat 10 propinsi di Indonesia dengan kasus anak terkonfirmasi COVID-19 terbanyak yaitu Jawa Barat, Riau, Jawa Tengah, Sumatera Barat, Kalimantan Timur, Jawa Timur, Bali, Sumatera Utara, DIY, dan Papua. Sedangkan 7 (tujuh) propinsi dengan kasus kematian anak terkonfirmasi COVID-19 terbanyak, yaitu Jawa Tengah, DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Jawa Timur, Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan. Orangtua yang tinggal di 10 propinsi tersebut wajib lebih waspada, apabila memiliki anak dengan komorbid, sebelum mengijinkan anak mengikuti PTM terbatas di sekolah.

.

Pada Jumat, 22 Oktober 2021 tidak hanya Indonesia, tetapi terdapat 225 negara di dunia yang melaporkan adanya COVID-19 dengan total kasus terkonfirmasi 242.348.657 orang dan meninggal 4.927.723 orang. Pada saat yang sama di Indonesia kasus terkonfirmasi positif COVID-19 sebanyak 4.238.594 orang (hanya 1,7% dari kasus global), sembuh 4.080.351 orang dan meninggal 143.153 orang (hanya 0,29% dari kematian global). Dengan demikian, kita semua yang tinggal di wilayah Indonesia sebaiknya tidak perlu takut lagi akan keganasan COVID-19, yang telah dapat diatasi dengan baik.

.

Hari Pertama Masuk Sekolah, Mayoritas Belajar Jarak Jauh

Direktur eksekutif Program Darurat Kesehatan WHO, Dr. Mike Ryan mengingatkan bahwa virus COVID-19 akan menetap, karena terus bermutasi di seluruh dunia. Selain itu, WHO juga menjelaskan bahwa vaksin tidak menjamin pembasmian COVID-19 seperti virus lainnya. Bahkan kepala penasihat medis Gedung Putih AS Dr. Anthony Fauci dan Stephane Bancel, CEO pembuat vaksin Moderna, telah memperingatkan bahwa dunia harus hidup dengan COVID-19 selamanya, seperti halnya influenza. Oleh sebab itu, proses PTM terbatas di sekolah seharusnya memang tidak perlu ditunda lagi, termasuk di seluruh wilayah Indonesia, karena ‘telah’ terjadi perubahan COVID-19 dari pandemi menjadi endemi.

.

Data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI terkait klaster PTM terbatas terbanyak terjadi di Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Timur. Pada 23 September 2021 terdapat 1.302 klaster sekolah. Klaster terbanyak di Sekolah Dasar dengan 583 klaster, PAUD 251 klaster, SMP 244 klaster, SMA 109 klaster, SMK 70 klaster, dan SLB 13 klaster. Meski klaster sekolah merebak, tetapi Mendikbudristek RI Nadiem Makarim menegaskan PTM di sekolah tidak akan dihentikan, bahkan terus dilanjutkan.

.

Untuk sekolah yang telah menjalankan PTM, keamanan PTM terbatas harusnya terus ditingkatkan melalui optimalisasi fasilitas sekolah dan perbaikan protokol kesehatan. Selain itu, perlu mempertimbangkan kapasitas kelas, memperbaiki sirkulasi udara, misalnya membentuk ruang kelas terbuka atau jendela kelas agar selalu dibuka, karena hal ini akan memperkecil risiko penularan COVID-19. Saat belajar di rumah yang sudah berlangsung selama pandemi COVID-19, banyak anak terbukti mampu belajar dan mengerjakan tugas sekolah. Oleh sebab itu frekuensi dan durasi PTM di sekolah sebaiknya tetap dibatasi, dan dilanjutkan atau dilengkapi dengan pembelajaran di rumah.

.

Untuk meningkatkan perlindungan anak, penting sekali bahwa setiap orang di sekitarnya, termasuk pengasuh, guru dan pegawai non akademik di sekolah, divaksinasi COVID-19 bila memenuhi syarat. Tentunya supaya vaksinasi pada orang tersebut tidak hanya melindungi diri mereka sendiri, tetapi juga melindungi orang lain yang tidak atau belum memungkinkan untuk divaksin, contohnya anak di bawah usia 12 tahun.

.

Data klaster sekolah sebaiknya jangan lagi mencemaskan orangtua, karena data itu merupakan kompilasi sejak Juli 2020, bukan berdasarkan laporan sejak PTM terbatas dilakukan dalam satu bulan terakhir. Dengan demikian penyebutan istilah ‘klaster’ sebenarnya juga berlebihan dan kurang tepat, karena angka 2,8 persen sekolah dari 46.500 sekolah yang melaporkan itu bukanlah data klaster, tetapi data sekolah yang melaporkan adanya warga sekolah yang pernah tertular COVID-19, meskipun penularannya belum tentu terjadi di sekolah. Berarti masih ada lebih dari 97 persen sekolah memiliki warga yang tidak pernah tertular COVID-19. Juga terkait isu yang beredar mengenai 15.000 siswa dan 7.000 guru positif COVID-19 akibat pelaksanaan PTM Terbatas, sebenarnya data tersebut belum diverifikasi, sehingga masih mungkin ditemukan kesalahan.

Sudahkah kita bijak dan tidak takut mengijinkan anak mengikuti PTM di sekolah, karena aman dari bahaya COVID-19?

Sekian

Yogyakarta, 25 Oktober 2021

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Lektor FK UKDW, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161

Categories
COVID-19 dokter Healthy Life sekolah UHC

2021 Anak Merdeka

Anak-Anak yang Merdeka - Mata Madura

ANAK  MERDEKA

fx. wikan indrarto*)

Proklamasi kemerdekaan Indonesia mengingatkan kita, akan peran negara dalam menciptakan lingkungan bagi anak untuk merdeka dari penjajahan, penyakit, dan eksploitasi, apalagi di masa pandemi COVID-19. Apa yang harus dilakukan?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2021/04/18/2021-kesehatan-anak-paska-pandemi-covid-19/

.

Setengah dari semua anak di dunia, setiap tahun mengalami kekerasan fisik, seksual atau psikologis, menderita luka-luka, cacat dan kematian, karena banyak negara tidak mengikuti strategi yang telah ditetapkan untuk melindungi anak. Hal itu termuat pada ‘Global Status Report on Preventing Violence Against Children’. Angka yang mengejutkan itu bahkan meningkat lebih tinggi selama pandemi COVID-19. Hal ini karena layanan pencegahan dan penanggulangan kekerasan pada anak telah terganggu, terutama pada 1,8 miliar anak yang tinggal di lebih dari 100 negara, termasuk di Indonesia. Begitu juga 1,5 miliar anak yang terkena dampak penutupan sekolah, menjadi kehilangan perlindungan dan dukungan yang sering diberikan oleh institusi sekolah.

.

Semua langkah untuk menahan penyebaran virus COVID-19, bersama dengan kesulitan ekonomi dan stres keluarga, secara bersama menciptakan kondisi ‘badai hebat’ (perfect storm). Mirip dengan ‘badai sitokin’ yang mematikan bagi para pasien COVID-19, ‘badai hebat’ melumat semua anak, terutama anak yang rentan untuk mengalami pelecehan fisik, emosional dan seksual. Terlepas dari adanya manfaat konektivitas digital, ternyata kehidupan yang lebih online untuk belajar, bersosialisasi, dan bermain ‘game’, justru telah secara signifikan meningkatkan keterpaparan anak terhadap kekerasan digital.

.

Hari ini kita berdiri di persimpangan jalan yang kritis bagi anak. Kalau kita tidak bertindak sekarang dan dengan segera, maka kita berisiko kehilangan satu generasi anak akibat dampak penjajahan, kekerasan dan pelecehan jangka panjang yang akan merusak keselamatan, kesehatan, pembelajaran, dan perkembangan anak. Dampak ini dapat berlangsung lebih lama, bahkan mungkin sampai setelah pandemi COVID-19 mereda. Kita tidak boleh membiarkan hal itu terjadi.

.

Saat kita mulai bangkit dari pandemi COVID-19, kita memiliki kesempatan untuk membayangkan kembali dan menciptakan masyarakat yang lebih damai, adil, dan inklusif. Sekarang adalah waktunya untuk melipat gandakan upaya kolektif kita, dan mempercepat aksi untuk tujuan bersama, yaitu membentuk lingkungan baru di mana setiap anak mengalami kemerdekaan.

.

Kita harus menciptakan dunia anak yang merdeka dengan ciri berikut. Pertama, setiap anak dapat tumbuh dan berkembang dengan bermartabat. Kedua, kekerasan dan pelecehan terhadap anak dilarang secara hukum dan tidak dapat diterima secara sosial. Ketiga, hubungan baik antara orang tua dan anak, untuk mencegah kekerasan antargenerasi. Keempat, anak dapat dengan aman memanfaatkan dunia digital untuk belajar, bermain, dan bersosialisasi. Kelima, anak perempuan dan laki-laki setara dalam memperolah kesempatan pendidikan di sekolah dan lingkungan belajar yang aman, peka gender, inklusif dan mendukung. Keenam, aktivitas fisik dan olahraga aman untuk anak. Ketujuh, setiap upaya diprioritaskan untuk melindungi anak yang paling rentan dari segala bentuk kekerasan, eksploitasi dan pelecehan, termasuk mereka yang hidup dalam situasi konflik kemanusiaan dan kesulitan (fragility) lainnya. Dan kedelapan, semua anak dapat mengakses bantuan yang aman dan ramah anak, ketika mereka membutuhkannya.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2021/03/21/2021-imunitas-anak/

.

Kita semua seharusnya berkomitmen untuk memerdekakan dan mengakhiri kekerasan terhadap anak, dengan mendesak para pemimpin di pemerintahan, sektor swasta, komunitas agama, masyarakat sipil, dan badan olahraga untuk memanfaatkan momentum kemerdekaan ini. Para pemimpin seharusnya memprioritaskan memerdekakan anak dalam kebijakan, perencanaan, anggaran, dan bekerja sama untuk memberikan paling tidak enam tindakan yang mengubah penjajahan menjadi kemerdekaan dan mengakhiri kekerasan terhadap anak.

Yang kurang dari kebijakan 'Merdeka Belajar' Menteri Nadiem: perlunya  libatkan keluarga dan pemerintah daerah

Pertama, melarang segala bentuk kekerasan terhadap anak. Kedua, melengkapi petunjuk teknis bagi orang tua dan pengasuh untuk menjaga anak agar tetap aman. Ketiga, menjadikan konten internet aman untuk anak. Keempat, menjadikan sekolah aman, tanpa kekerasan, dan terbuka atau inklusif. Kelima, melindungi anak dari kekerasan dalam situasi tanggap darurat kemanusiaan dan pandemi COVID-19. Keenam, mengalokasikan lebih banyak investasi atau anggaran yang juga lebih banyak diserap dalam kegiatan. Selain itu, juga mengkoorinasikan peran para tenaga profesional dalam bidang kesehatan, pendidikan, perlindungan anak, dan kemanusiaan, dalam kerja bersama dengan para pemimpin agama, sukarelawan masyarakat, orang tua, dan kaum muda untuk menjaga anak tetap aman.

.

Sasaran 16.2 SDGs, yaitu menghentikan penyalahgunaan, eksploitasi, perdagangan, dan segala bentuk kekerasan dan penyiksaan terhadap anak, harus kita wujudkan. Kita harus melakukan semua yang kita mampu untuk menjaga anak tetap aman selama pandemi COVID-19 saat ini, dan bekerja sama untuk membangun kehidupan normal baru paska pandemi, untuk anak yang merdeka, dan bebas dari segala bentuk kekerasan, pelecehan dan eksploitasi anak.

 Apakah kita sudah bertindak?

Sekian

Yogyakarta, 4 Agustus 2021

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161

Categories
COVID-19 dokter medicolegal Pendukung ASI

2021 Ketika Caesar Meningkat

Kapan Ibu Harus Melahirkan dengan Operasi Sesar? | Republika Online

KETIKA  CAESAR  MENINGKAT

fx. wikan indrarto*)

Tingkat operasi atau bedah caesar terus meningkat, di tengah masih tingginya ketidaksetaraan dalam akses. Selain itu, kenaikan biaya operasi caesar menunjukkan peningkatan jumlah prosedur medis yang tidak perlu dan berpotensi berbahaya, baik bagi ibu maupun bayinya. Apa yang mencemaskan?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/09/10/2020-kesehatan-seksual-remaja/

.

Rabu, 16 Juni 2021 WHO memberikan catatan bahwa operasi caesar terus meningkat secara global, sekarang terhitung lebih dari 1 dari 5 (21%) dari semua persalinan. Jumlah ini akan terus meningkat selama dekade mendatang, dengan hampir sepertiga (29%) dari semua kelahiran kemungkinan akan terjadi melalui operasi caesar pada tahun 2030. Meskipun operasi caesar dapat menjadi operasi yang penting dan menyelamatkan nyawa, operasi ini dapat menempatkan ibu dan bayi pada risiko masalah kesehatan jangka pendek dan jangka panjang yang tidak perlu, jika dilakukan ketika tidak ada indikasi medis.

.

Operasi caesar dapat menjadi penting dan harus dilakukan dalam kondisi medis seperti persalinan lama atau terhambat, gawat janin, atau karena janin berada dalam posisi abnormal. Namun demikian seperti semua operasi, bedah caesar dapat memiliki risiko, termasuk potensi perdarahan berat atau infeksi, waktu pemulihan yang lebih lambat setelah melahirkan, keterlambatan dalam mulai menyusui dan kontak kulit-ke-kulit ibu dengan bayi, dan peningkatan kemungkinan komplikasi pada kehamilan berikutnya.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2019/10/21/2019-kekerasan-pada-kelahiran-bayi/

.

Kerugian yang akan dialami bayi yang lahir melalui bedah caesar dengan alasan non medis, cenderung akan mengalami masalah jangka panjang. Dampak buruk akan terjadi bukan sekitar saat kelahiran, tetapi justru pada saat bayi berumur 6 bulan sampai saat telah menjadi anak berusia 8 tahun. Kerugian yang paling sering dilaporkan adalah terjadinya diare, asma dan kegemukan atau obesitas. Ketiganya diduga terjadi karena gagalnya pemberian ASI Ekslusif dan perubahan imunologis dalam sistem kekebalan tubuh, yang sedikit banyak dipengaruhi oleh cara persalinan saat bayi, yaitu persalinan secara bedah caesar.

.

Ada perbedaan yang signifikan dalam akses ibu ke operasi caesar, tergantung di belahan dunia mana dia tinggal. Di negara kurang berkembang, sekitar 8% wanita melahirkan melalui operasi caesar dengan hanya 5% di sub-Sahara Afrika, menunjukkan kurangnya akses ke operasi penyelamatan ini. Sebaliknya, di Amerika Latin dan Karibia, angkanya mencapai 4 dari 10 (43%) dari semua kelahiran. Di lima negara (Republik Dominika, Brasil, Siprus, Mesir dan Turki), operasi caesar sekarang melebihi jumlah persalinan pervaginam.

Kiat S, PDP Korona yang Berhasil Melahirkan Lewat Operasi Caesar

Tingkat operasi caesar di seluruh dunia telah meningkat dari sekitar 7% pada tahun 1990 menjadi 21% hari ini, dan diproyeksikan akan terus meningkat selama dekade ini. Jika tren ini berlanjut, pada tahun 2030 tingkat tertinggi kemungkinan berada di Asia Timur (63%), Amerika Latin dan Karibia (54%), Asia Barat (50%), Afrika Utara (48%) Eropa Selatan (47% ) dan Australia dan Selandia Baru (45%). Perawatan berkualitas dan berpusat pada ibu hamil diperlukan untuk mengatasi tingginya kejadian operasi caesar. Penyebab tingginya operasi caesar sangat bervariasi antar dan di dalam negara. Penyebabnya multifaktorial, termasuk kebijakan dan pembiayaan sektor kesehatan, norma budaya, persepsi dan praktik klinik, tingkat kelahiran prematur, dan kualitas layanan kesehatan.

.

Daripada merekomendasikan menurunkan tingkat target spesifik, lebih penting kita berfokus pada kebutuhan unik setiap ibu, dalam proses kehamilan dan persalinannya. Penting bagi semua ibu untuk dapat berbicara dengan tenaga kesehatan dan menjadi bagian dari pengambilan keputusan tentang proses melahirkan yang akan mereka jalani, menerima informasi medis yang memadai, termasuk risiko dan manfaatnya. Dukungan emosional adalah aspek penting dari perawatan berkualitas selama kehamilan dan persalinan. Berikut rekomendasi beberapa tindakan non-klinis yang dapat mengurangi kejadian operasi caesar yang tidak perlu secara medis.

.

Pertama, pemberian informasi dan edukasi yang melibatkan ibu secara aktif dalam merencanakan kelahiran mereka, seperti kelas persiapan persalinan, program relaksasi dan dukungan psikososial jika diinginkan, bagi mereka yang takut akan rasa sakit atau kecemasan. Kedua, penggunaan Panduan Praktek Klinis (PPK) berbasis bukti, melakukan audit medis rutin operasi caesar di RS, dan memberikan umpan balik yang tepat waktu kepada dokter yang melakukannya, tentang temuan audit. Ketiga, persyaratan adanya pendapat medis kedua (second opinion) dari dokter lain untuk keputusan operasi caesar, dalam kondisi di mana hal ini memungkinkan.

Ketiga, untuk tujuan utama mengurangi kejadian operasi caesar, beberapa alternatif intervensi medis lainnya telah diteliti di beberapa negara, tetapi masih memerlukan penelitian yang lebih ketat. Keempat, menciptakan model perawatan kolaboratif antara bidan dan dokter, yang diberikan terutama oleh bidan, dengan dukungan 24 jam dari dokter spesialis kebidanan. Terakhir kelima, strategi tegas dalam aspek keuangan, dengan menyamakan biaya atau tarif yang dikenakan untuk persalinan pervaginam maupun operasi caesar.

.

Data tingkat bedah caesar yang terus meningkat pada survei oleh UNDP, UNFPA, UNICEF, WHO, dan Bank Dunia pada 154 negara, yang mewakili 94,5% kelahiran hidup dunia pada tahun 2018 di atas, sangat mencemaskan. Rekomendasi WHO tentang tindakan non-klinis yang dapat mengurangi kejadian operasi caesar layak dilakukan. 

Sudahkah kita bijak?

Sekian

Yogyakarta, 18 Juni 2021

*) dokter spesialis anak di RS Panti Rapih dan Lektor FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161

Categories
COVID-19 dokter Healthy Life

2021 CERDAS DAN SEHAT

Ingin Tahu Akurasi GeNose? Lakukan Tes PCR 2 Hari Setelahnya - Kabar24  Bisnis.com

CERDAS  DAN  SEHAT

fx. wikan indrarto*)

GeNose  (Gadjah Mada Electronic Nose) C-19 adalah inovasi alat kesehatan terbaru yang dikembangkan oleh Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta pada September 2020. Alat ini mampu mendeteksi secara cepat COVID-19 yang dilakukan hanya dengan embusan nafas, karena menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI). Apa yang perlu diwaspadai?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2021/05/03/2021-hp-dan-asma/

.

 Meningkatnya penggunaan AI untuk kesehatan menghadirkan peluang dan tantangan bagi pemerintah, penyedia layanan, dan masyarakat. Senin, 28 Juni 2021 WHO mengeluarkan laporan global pertama tentang AI di bidang kesehatan dan enam prinsip panduan untuk desain dan penggunaannya. Laporan yang berjudul : Etika dan tata kelola kecerdasan buatan untuk kesehatan (Ethics and governance of artificial intelligence for health), merupakan hasil kerja selama 2 tahun yang diadakan oleh panel pakar internasional yang ditunjuk oleh WHO.

.

Seperti semua teknologi baru, AI memiliki potensi besar untuk meningkatkan kesehatan jutaan orang di seluruh dunia, tetapi seperti semua teknologi, AI juga dapat disalahgunakan dan menyebabkan kerugian. Tugas kita semua adalah memaksimalkan manfaat AI, sambil meminimalkan risiko dan menghindari jebakannya. WHO memperingatkan agar tidak melebih-lebihkan manfaat AI untuk kesehatan, terutama ketika hal ini terjadi dengan mengorbankan investasi inti dan strategi yang diperlukan untuk mencapai cakupan kesehatan semesta atau ‘Universal Health Couverage’ (UHC). 

.

Selain itu, juga adanya risiko penggunaan AI, termasuk pengumpulan dan penggunaan data kesehatan yang tidak etis; bias yang dikodekan dalam algoritme, dan risiko AI terhadap keselamatan pasien, keamanan data (cybersecurity), dan lingkungan. Data yang dikumpulkan dari individu di negara berpenghasilan tinggi dalam proses pembentukan AI, mungkin saja tidak bekerja dengan baik saat AI digunakan untuk individu di lingkungan yang berbeda. Oleh karena itu, sistem AI harus dirancang dengan hati-hati untuk mencerminkan keragaman karakteristik sosial-ekonomi dan parameter kesehatan lainnya. Para pengguna harus dibekali pelatihan keterampilan digital, terutama bagi jutaan petugas kesehatan dengan literasi digital atau pelatihan berulang, jika peran dan fungsi mereka harus bersaing dengan mesin digital.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/09/23/2020-dokter-dan-rs-era-normal-baru/

.

Enam prinsip etika berikut sebaiknya dipatuhi, dalam memastikan AI bekerja untuk kepentingan publik sebagai dasar untuk regulasi dan tata kelola AI. Pertama, otonomi manusia. Dalam konteks layanan kesehatan, etika ini berarti bahwa manusialah yang harus mengendalikan sistem dan alat kesehatan, sedangkan keputusan medis, privasi dan kerahasiaan pasien juga harus dilindungi. Selain itu, pasien harus memberikan persetujuan yang sah secara hukum untuk perlindungan data.

Lebih Akurat Mana Antara Swab PCR, Antigen, dan GeNose? - Gen...

Kedua, kesejahteraan, keselamatan manusia dan kepentingan umum. Perancang teknologi AI harus memenuhi persyaratan keselamatan, akurasi, dan kemanjuran yang disertai oleh indikasi penggunaan yang terdefinisi dengan baik. Jaminan pengendalian kualitas dalam praktik dan peningkatan kualitas dalam penggunaan AI juga harus tersedia. Ketiga, memastikan transparansi. Transparansi mengharuskan informasi yang memadai dipublikasikan atau didokumentasikan sebelum desain atau penerapan teknologi AI. Informasi tersebut harus mudah diakses dengan memfasilitasi konsultasi dan debat publik bila diperlukan, tentang bagaimana teknologi dirancang dan bagaimana seharusnya atau tidak seharusnya digunakan.

.

Keempat, tanggung jawab dan akuntabilitas. Meskipun teknologi AI melakukan atau menggantikan suatu tugas tertentu, merupakan tanggung jawab pemangku kepentingan untuk memastikan bahwa AI digunakan dalam kondisi yang sesuai dan oleh orang yang terlatih. Mekanisme yang efektif harus tersedia untuk keluhan pelanggan dan untuk ganti rugi bagi individu dan kelompok, apabila terpengaruh oleh keputusan penggunaan AI tersebut. Kelima, inklusivitas dan kesetaraan. Inklusivitas mengharuskan AI untuk kesehatan dirancang untuk mendorong penggunaan dan akses yang adil seluas mungkin, tanpa memandang usia, jenis kelamin, pendapatan, ras, etnis, orientasi seksual, kemampuan atau karakteristik lain sesaui hak asasi manusia.

.

Keenam, responsif dan berkelanjutan. Desainer, pengembang, dan pengguna harus secara terus-menerus dan transparan, menilai AI selama penggunaannya untuk menentukan apakah AI merespons secara memadai dan tepat terhadap harapan dan persyaratan. Sistem AI juga harus dirancang untuk meminimalkan konsekuensi lingkungan dan meningkatkan efisiensi energi. Pemerintah dan perusahaan pembuat AI harus mengatasi masalah yang dapat diantisipasi, termasuk pelatihan bagi petugas kesehatan untuk beradaptasi dengan penggunaan AI, dan potensi kehilangan pekerjaan karena penggunaan AI yang otomatis.

GeNose C19 dari UGM saat ini tengah menjalani proses validasi eksternal oleh UI, Unair dan Unand dengan 2 RS besar, yang merupakan bagian dari post-marketing analysis, karena GeNose C19 sudah digunakan oleh masyarakat umum. Keenam prinsip etika tersebut akan memastikan bahwa potensi penuh AI pada GeNose C19 akan bermanfaat bagi kesehatan semua orang. Selain itu, uji validitas eksternal merupakan bagian dari pengembangan keberlanjutan serta kepatuhan terhadap regulasi, setelah suatu alat kesehatan mendapat izin edar penggunaan.

.

Sudahkah kita bijak menggunakan AI untuk kesehatan?

Sekian

Yogyakarta, 2 Juli 2021

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Lektor FK UKDW, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161, e-mail : fxwikan_indrarto@yahoo.com

Categories
COVID-19 dokter Healthy Life sekolah vaksinasi

2021 SEKOLAH SEHAT

SEKOLAH SEHAT | SPNF SKB GROBOGAN

SEKOLAH  SEHAT

fx. wikan indrarto*)

Penutupan banyak sekolah di seluruh dunia selama pandemi COVID-19 telah menyebabkan gangguan parah pada  proses pendidikan anak. Sebelum pandemi COVID-19 diperkirakan 365 juta anak berangkat ke sekolah tanpa sarapan dan secara signifikan berhubungan dengan masalah kesehatan. Apa yang mencemaskan?

Tulisan ini dimuat di Harian Nasional Kompas Rabu, 7 Juli 2021, kolom opini : https://www.kompas.id/baca/opini/2021/07/07/sekolah-sehat/?utm_source=kompasid&utm_medium=whatsapp_shared&utm_content=sosmed&utm_campaign=sharinglink

Selasa, 22 Juni 2021 UNESCO dan WHO mendesak semua negara untuk menjadikan setiap sekolah pada saat pembelajaran tatap muka kelak, sebagai sekolah yang mempromosikan kesehatan. Sekolah memainkan peran penting dalam kesejahteraan 1,9 miliar anak usia sekolah, keluarga dan komunitas mereka. Hubungan antara pendidikan dan kesehatan tidak pernah lebih nyata sebelum pandemi COVID-19 ini, sehingga mulai sekarang wajib menciptakan sekolah yang berorientasi pendidikan dan kesehatan. Sekolah perlu membekali siswa dengan pengetahuan dan keterampilan, untuk mencapai derajad kesehatan, kesejahteraan, kehidupan, dan prospek kerja di kemudian hari.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/11/12/2020-sekolah-saat-pandemi-covid-19/

.

Terdapat paket sumber daya yang bertujuan untuk memastikan semua sekolah, mampu mempromosikan keterampilan kognitif, sosio emosional dan gaya hidup sehat untuk semua pelajar. Paket global baru ini akan diujicobakan di Botswana, Mesir, Ethiopia, Kenya, dan Paraguay. Namun demikian, Indonesia dapat belajar dari situ. Inisiatif ini berkontribusi pada target Program Kerja Umum WHO ke-13 yaitu ‘1 miliar kehidupan menjadi lebih sehat’ pada tahun 2023 dan Agenda Pendidikan 2030 global yang dikoordinasikan oleh UNESCO.

.

Pendidikan dan kesehatan adalah hak asasi manusia yang saling penting untuk semua anak, inti dari setiap hak asasi manusia, dan berperan penting untuk pembangunan sosial dan ekonomi. Sekolah yang tidak mempromosikan kesehatan tidak lagi dapat dibenarkan dan diterima. Standar global mewajibkan ketersediaan sumber daya bagi sekolah untuk menciptakan kesehatan dan kesejahteraan, melalui tata kelola yang lebih baik. Salah satunya adalah program kesehatan dan gizi yang komprehensif di sekolah yang berdampak signifikan pada anak usia sekolah.

.

Selain itu, program intervensi pencegahan malaria terbukti dapat menghasilkan pengurangan 62% ketidakhadiran atau absensi anak di sekolah. Makanan tambahan di sekolah yang bergizi akan meningkatkan angka pendaftaran rata-rata (enrolment rates) sebesar 9%, dan kehadiran atau presensi sebesar 8%. Selain itu, program tersebut juga dapat mengurangi anemia pada remaja putri hingga 20%. Promosi kebiasaan cuci tangan dapat mengurangi absensi sekolah karena penyakit diare dan pernapasan sebesar 21-61%. Skrining penglihatan dan kacamata gratis telah menyebabkan 5% lebih tinggi kemungkinan siswa lulus tes standar dalam membaca dan matematika.

Profil SMA Kolese de Britto & Rincian Biayanya Lengkap

Pendidikan seksualitas di sekolah jenjang menengah yang komprehensif mendorong penerapan perilaku yang lebih sehat, mempromosikan kesehatan, hak seksual dan reproduksi. Selain itu, juga meningkatkan derajat kesehatan seksual dan reproduksi remaja, seperti pengurangan kejadian infeksi HIV dan tingkat kehamilan remaja. Juga peningkatan ketersediaan air dan perbaikan sanitasi di sekolah, serta pengetahuan tentang kebersihan diri saat menstruasi, membekali remaja perempuan untuk menjaga kebersihan dan kesehatan tubuh mereka dengan bermartabat, dan dapat membatasi jumlah hari sekolah yang terlewat selama masa menstruasi.

.

Pendekatan Sekolah Sehat pertama kali dicetuskan oleh WHO, UNESCO dan UNICEF pada tahun 1995 dan diadopsi di lebih dari 90 negara, termasuk Indonesia. Namun, hanya sedikit negara yang menerapkannya dalam skala besar, dan bahkan lebih sedikit lagi yang secara efektif menyesuaikan sistem pendidikan mereka untuk memasukkan promosi kesehatan. Standar global yang baru akan membantu setiap negara untuk mengintegrasikan promosi kesehatan ke semua sekolah dan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan bagi semua siswanya.

.

Tantangan yang masih ada adalah terkait literasi. Literasi kesehatan menggambarkan pencapaian tingkat pengetahuan, keterampilan, dan kepercayaan diri untuk mengambil tindakan, dalam upaya meningkatkan kesehatan pribadi dan masyarakat, dengan mengubah gaya hidup dan kondisi kehidupan pribadi. Literasi kesehatan berarti lebih dari sekadar kemampuan membaca pamflet dan iklan layanan masyarakat dalam bidang kesehatan saja. Dengan meningkatkan akses anak sekolah terhadap informasi kesehatan, dan kapasitas mereka untuk menggunakannya secara efektif, literasi kesehatan sangat penting untuk pemberdayaan anak dan berperan mempercepat kemajuan dalam mengurangi ketidaksetaraan dalam derajad kesehatan.

.

Panduan WHO, UNICEF, dan UNESCO berjudul ‘Considerations for school-related public health measures in the context of COVID-19’ dapat digunakan untuk menjadikan setiap sekolah pada saat pembelajaran tatap muka kelak, menjadi sekolah sehat. Panduan tersebut disusun dengan mempertimbangkan aspek keadilan, penularan COVID-19, implikasi dan sumber daya, untuk menciptakan dunia yang lebih sehat, lebih aman, lebih adil, dan lebih berkelanjutan melalaui sekolah sehat, bagi pendidikan anak dan generasi mendatang secara global, termasuk di Indonesia.

Sudahkah kita bijak?

Sekian

Yogyakarta, 26 Juni 2021

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Lektor FK UKDW, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161, e-mail : fxwikan_indrarto@yahoo.com

Categories
anak COVID-19 Healthy Life Pendukung ASI sekolah UHC

2021 Kesehatan Anak Paska Pandemi COVID-19

Anak Sehat, Indonesia Kuat! | Indonesia Baik

KESEHATAN  ANAK  PASKA  PANDEMI  COVID-19

fx. wikan indrarto*)

Dimuat di Harian Nasional KOMPAS hari Senin, 19 April 2021, halaman 7

Selama dua dekade terakhir, epidemiologi kesehatan anak global telah berubah secara signifikan, termasuk dalam kesejahteraan anak. Ketika semua negara berusaha membangun kembali saat pulih dari ganasnya pandemi COVID-19, diperlukan evolusi substansial dalam berbagai program, untuk memenuhi kebutuhan kesehatan anak yang berubah. Apa yang harus berubah?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2021/03/21/2021-imunitas-anak/

.

Pola kematian dan penyakit pada masa anak berubah secara dramatis. Tren menunjukkan bahwa kematian yang dapat dicegah sekarang tertinggi pada periode bayi baru lahir. Namun demikian, sebnarnya pneumonia, diare dan malaria yang diperparah oleh malnutrisi, masih juga terus berdampak besar pada anak balita. Ini terutama terjadi di antara populasi yang paling terpinggirkan di wilayah Afrika sub-Sahara, di mana populasi anak justru diperkirakan akan tumbuh dalam beberapa dekade mendatang.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2021/02/06/2021-covid-19-pada-anak/

.

Di beberapa negara kematian pada remaja (15-19 tahun) justru meningkat karena kecelakaan lalu lintas di jalan raya, kekerasan fisik, dan melukai diri sendiri. Peningkatan jumlah anak dan remaja yang masih bertahan hidup, banyak yang dipengaruhi oleh kejadian cedera, gangguan perkembangan, penyakit tidak menular dan kesehatan mental yang buruk. Kelebihan berat badan dan obesitas di kalangan remaja dengan cepat meningkat, sehingga banyak negara menghadapi beban ganda malnutrisi, baik berupa kekurangan maupun kelebihan gizi.

.

Tantangan ini cenderung diperparah oleh pergeseran demografis. Peningkatan jumlah anak yang tinggal di pusat kota pada tahun-tahun mendatang, membatasi kesempatan untuk mendapatkan udara bersih dan beraktivitas fisik, sehingga menyebabkan tekanan serius pada berbagai fasilitas layanan kesehatan di daerah, apabila tanpa intervensi khusus. Kesehatan dan kesejahteraan anak dan remaja harus menjadi pusat upaya untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) pada tahun 2030. Dunia perlu mengubah orientasi program untuk mencapai SDG (reframing child and adolescent health for the SDG era).

.

Kata Dokter, Begini Ciri-ciri Anak Sehat Secara Fisik dan Mental

Negara hanya dapat berkembang dan makmur jika negara berinvestasi untuk anak dan remaja, dan mengoptimalkan dukungan dalam momen penting pembentukan kesehatan anak di masa depan, dengan menggunakan apa yang disebut pendekatan alur kehidupan (lifecourse approach). Dengan pemikiran ini, meningkatkan kesehatan anak tidak boleh lagi hanya dianggap semata-mata sebagai masalah sektor kesehatan. Kebijakan, layanan, dan edukasi harus ditempatkan sebagai bagian dari solusi oleh pemerintah dan masyarakat, untuk mendorong agenda kesehatan anak dan remaja global, regional dan nasional.

.

Hampir satu tahun setelah COVID-19 dinyatakan sebagai pandemi, peningkatan luar biasa terlihat pada pembalikan risiko kelangsungan hidup anak dan remaja. Kerangka Sasaran Pembangunan Berkelanjutan (SDG) yang diadopsi pada tahun 2015, memang telah mencakup pendekatan holistik untuk meningkatkan kesehatan anak dan remaja, tetap masih relevan setelah pandemi COVID-19 berakhir, tetapi perlu penajaman fokus.

.

Kerangka kerja tersebut dahulu disusun berdasarkan tren tingkat makro, sehingga saat ini membutuhkan perubahan besar dalam paradigma tentang kesehatan anak dan remaja. Hal ini memerlukan peralihan dari fokus (shift in thinking) yang sebelumnya hanya tentang kelangsungan hidup anak di bawah 5 tahun, menjadi keterkaitan kesehatan ibu, bayi baru lahir, anak dan remaja, dengan pemahaman tentang bagaimana alur kehidupan manusia, tidak hanya pada masa dini, tetapi harus berlanjut sepanjang kehidupan anak hingga dewasa.

.

Perubahan demografi dan beban penyakit telah memaksa setiap negara harus memperkuat sistem kesehatannya, agar lebih responsif terhadap perubahan kebutuhan anak dan remaja. WHO dan UNICEF telah memulai upaya untuk mengarahkan kembali strategi kesehatan anak, mengalihkan perhatian ke perspektif alur kehidupan (life course perspective), dan menjauh dari fokus eksklusif sebelumnya, yaitu hanya terkait kelangsungan hidup bayi dan anak di bawah 5 tahun.

.

Prinsip pemrograman ulang (redesign) kesehatan anak, berupa program kesehatan anak dan remaja, serta implementasi kebijakannya yang harus mengikuti pendekatan alur kehidupan (life course perspective), yang didasarkan pada data tentang epidemiologi penyakit terbaru. Pemrograman ulang ini termasuk memastikan layanan kesehatan prakonsepsi yang baik, layanan kesehatan ibu hamil, serta intervensi medis yang berkualitas tinggi untuk anak sampai remaja, yang berusia 0 hingga 19 tahun.

.

Program baru harus berdasarkan hak dan adil (rights based and equitable), sehingga intervensi dan layanan medis penting harus disediakan untuk semua anak, di mana pun mereka tinggal. Selain itu, program harus mencakup layanan terpadu yang berpusat pada keluarga, anak, dan remaja, dalam bentuk mempromosikan kesehatan, pertumbuhan, dan kesejahteraan. Implementasinya meliputi pembentukan ketahanan atau imunitas, mencegah pajanan terhadap penyakit dan komplikasi selanjutnya, dan meminimalkan kerentanan atau faktor risiko sakit, dengan mempertimbangkan kebutuhan personal anak dan remaja.

.

Masyarakat dan keluarga harus diberdayakan untuk berpartisipasi dalam perancangan kebijakan pada anak dan remaja, untuk penyediaan layanan kesehatan yang berkualitas, paska pandemi COVID-19.

Sudahkah Anda terlibat membantu?

Sekian

Yogyakarta, 22 Maret 2021

*) Dokter spesialis anak di RS RS Panti Rapih Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, Lektor FK UKDW, WA: 081227280161,

Categories
anak HIV-AIDS resisten obat tuberkulosis UHC

2021 Hari Tuberkulosis Sedunia

Puncak Peringatan Hari Tuberkulosis Sedunia tahun 2021 - YouTube

HARI  TUBERKULOSIS  SEDUNIA  2021

fx. wikan indrarto*)

Setiap tahun diperingati Hari Tuberkulosis (TB) Sedunia pada tanggal 24 Maret, untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang penyakit TB yang menghancurkan secara medis, sosial dan ekonomi, dan untuk meningkatkan upaya mengakhiri epidemi TB global. Apa yang menarik?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/03/30/2020-pencegahan-tbc/

.

TB awalnya disebut “phthisis” di era Yunani kuno, “tabes” di jaman Romawi kuno, dan “schachepheth” dalam bahasa Ibrani kuno. Pada tahun 1700-an, TB disebut “wabah putih” (the white plague), karena wajah para pasien yang berubah pucat. Dr. Johann Schonlein menciptakan istilah “tuberkulosis” pada tahun 1834, meskipun diperkirakan bakteri Mycobacterium tuberculosis mungkin sudah ada selama 3 juta tahun sebelumnya. Pada abad 1800-an bahkan setelah Schonlein menamakannya tuberkulosis, TB juga disebut “Kapten Kematian” (Captain of all these men of death).

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2019/01/18/2019-tantangan-tb/

.

Pada tanggal 24 Maret 1882, Dr. Robert Koch di Berlin, Jerman mengumumkan penemuan Mycobacterium tuberculosis, bakteri penyebab TB. Pada waktu ini, TB membunuh satu dari setiap tujuh orang di Amerika Serikat dan Eropa. Penemuan Dr. Koch adalah langkah terpenting yang diambil untuk mengendalikan dan menghilangkan penyakit mematikan ini, yang awalnya disebut Koch Pulmonum (KP). Seabad kemudian, 24 Maret baru ditetapkan sebagai Hari TB Sedunia, yaitu sebuah hari yang didedikasikan untuk mengingatkan masyarakat tentang dampak TB di seluruh dunia.

.

Sampai saat ini TB tetap menjadi salah satu penyakit menular pembunuh paling mematikan di dunia. Setiap hari hampir 4.000 orang meninggal karena TB dan hampir 28.000 orang jatuh sakit, karena penyakit yang sebenarnya dapat dicegah dan disembuhkan ini. Sampai tahun lalu, upaya global untuk memerangi TB telah menyelamatkan sekitar 63 juta jiwa sejak tahun 2000.

.

Tema Hari TB Sedunia 2021 adalah : jam terus berdetak (The Clock is Ticking), untuk mengingatkan bahwa dunia hampir kehabisan waktu, karena komitmen memberantas TB yang dibuat oleh para pemimpin global, masih jauh dari terwujud. Hal ini sangat penting karena pandemi COVID-19 telah menempatkan kemajuan pananganan TB selama ini, pada risiko kegagalan. Selain itu, juga untuk memastikan akses yang adil ke layanan pencegahan dan perawatan TB sejalan dengan upaya global untuk mencapai Cakupan Kesehatan Semesta atau ‘Universal Health Coverage’ (UHC).

.

Sejarah Hari Tuberkulosis Sedunia yang Diperingati Setiap 24 Maret |  Limapagi

WHO menetapkan tiga indikator TB beserta targetnya yang harus dicapai oleh semua negara di dunia. Pertama, menurunkan jumlah kematian TB sebanyak 95% pada tahun 2035 dibandingkan kematian pada tahun 2015. Kedua, menurunkan insidens TB sebanyak 90% pada tahun 2035 dibandingkan tahun 2015, dan ketiga, tidak ada keluarga pasien TB yang terbebani pembiayaannya terkait pengobatan TB pada tahun 2035.

.

Target program Penanggulangan TB nasional yaitu eliminasi pada tahun 2035 dan Indonesia Bebas TB Tahun 2050. Eliminasi TB adalah tercapainya jumlah kasus TB 1 per 1.000.000 penduduk. Sementara tahun 2017 jumlah kasus TB saat ini sebesar 254 per 100.000 atau 25,40 per 1 juta penduduk Indonesia. WHO menetapkan standar keberhasilan pengobatan sebesar 85%. Angka keberhasilan di Indonesia pada tahun 2017 sebesar 87,8% (data per 21 Mei 2018). Angka kesembuhan cenderung mempunyai gap dengan angka keberhasilan pengobatan, fenomena menurunnya angka kesembuhan ini mencemaskan dan perlu mendapat perhatian besar karena akan mempengaruhi penularan penyakit TB.

.

Pencegahan dan pengendalian faktor risiko TB dilakukan dengan cara membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat, perilaku etika berbatuk, pemeliharaan dan perbaikan kualitas perumahan dan lingkungannya sesuai dengan standar rumah sehat, dan peningkatan daya tahan tubuh. Selain itu, juga penanganan penyakit penyerta TB dan penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi TB.

.

Penanganan COVID-19 saat ini juga dapat diterapkan dalam upaya eliminasi TB. Pelacakan yang agresif untuk menemukan penderita dapat dilakukan untuk mencari penderita TB yang belum terlaporkan. Selain itu, upaya preventif dan promotif untuk mengatasi TB bukan hanya menjadi tanggung jawab sektor kesehatan saja, melainkan juga menjadi tanggung jawab bersama berbagai pemangku kepentingan, dengan melibatkan banyak sektor pendukung lainnya secara terpadu. Meski tengah disibukkan dengan penanganan COVID-19, tetapi layanan TB maupun pengobatan terhadap pasien harus tetap berlangsung.

.

Memang ada pengurangan yang signifikan kasus TB baru pada paruh pertama tahun 2020, mungkin karena banyak negara memberlakukan ‘lockdown’ untuk mengekang penyebaran wabah COVID-19. Tiga negara dengan beban tinggi yakni India, Indonesia dan Filipina, melaporkan penurunan antara 25-30% TB selama enam bulan pertama tahun 2020 dibandingkan dengan periode sama tahun 2019 lalu. Ketiga negara tersebut juga termasuk negara dengan angka kasus virus COVID-19 tertinggi di dunia.

.

Momentum Hari TB Sedunia Rabu, 24 Maret 2021 mengingatkan kita bahwa jam terus berdetak (The Clock is Ticking), dan kita hampir kehabisan waktu, untuk mencapai target TB global dalam SDG 2016-2030 dengan semboyan “Find. Treat. All. #EndTB.” Inisiatif ini bertujuan untuk mempercepat pembasmian TB dengan memastikan tidak ada yang tertinggal (to ensure no one is left behind).

 Sudahkah Anda terlibat membantu?

Sekian

Yogyakarta, 19 Maret 2021

*) Dokter spesialis anak di RS RS Panti Rapih Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, Lektor FK UKDW, WA: 081227280161,

Categories
Healthy Life Malaria UHC vaksinasi

2021 Bebas Malaria

2018 MM Bebas Malaria – Berita Terbaru, Akurat & Terpercaya

BEBAS  MALARIA

fx. wikan indrarto*)

Kamis, 25 Februari 2021 El Salvador disertifikasi bebas malaria oleh WHO. El Salvador adalah negara ketiga yang telah mencapai status bebas malaria dalam beberapa tahun terakhir di Amerika, setelah Argentina pada 2019 dan Paraguay pada 2018. Tujuh negara di wilayah tersebut telah disertifikasi dari tahun 1962 hingga 1973. Secara global, terdapat total 38 negara dan wilayah telah mencapai pencapaian ini, dengan Indonesia ditargetkan akan mencapainya tahun 2030 kelak. Apa yang perlu dicontoh?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/04/24/2020-hari-malaria-sedunia/

.

Sertifikasi bebas malaria tersebut buah gemilang atas lebih dari 50 tahun komitmen pemerintah El Salvador dan masyarakatnya, untuk mengakhiri penyakit di negara dengan populasi padat dan geografi yang terbilang ramah terhadap malaria. “Malaria telah menyerang umat manusia selama ribuan tahun, tetapi negara-negara seperti El Salvador adalah bukti hidup dan inspirasi bagi semua negara yang berani memimpikan masa depan bebas malaria,” kata Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2019/05/03/2019-vaksin-malaria/

.

Sertifikasi eliminasi malaria diberikan oleh WHO ketika suatu negara telah membuktikan, tanpa keraguan, bahwa rantai penularan malaria pada penduduk lokal telah terputus secara nasional setidaknya selama tiga tahun berturut-turut. Dengan pengecualian satu wabah pada tahun 1996, El Salvador terus mengurangi beban malaria selama tiga dekade terakhir. Antara tahun 1990 dan 2010, jumlah kasus malaria menurun dari lebih dari 9.000 menjadi tinggal 26. Negara ini telah melaporkan nol kasus penyakit malaria indegenous atau asli sejak 2017.

.

Upaya anti-malaria El Salvador dimulai pada 1940-an dengan pengendalian mekanis vektor malaria, yaitu nyamuk anopheles, melalui pembangunan saluran air permanen pertama di rawa-rawa, diikuti dengan penyemprotan dalam ruangan dengan pestisida DDT. Pada pertengahan 1950-an, El Salvador membentuk Program Malaria Nasional dan merekrut jaringan petugas kesehatan komunitas untuk mendeteksi dan mengobati malaria di seluruh negeri. Para relawan, yang dikenal sebagai “Col Vol,” mencatat kasus dan intervensi malaria. Data tersebut, yang dimasukkan ke dalam sistem informasi kesehatan oleh personel pengendalian vektor, sehingga memungkinkan program pengendalian yang strategis dan bertarget jelas di seluruh negeri.

.

Bebas Malaria, Prestasi Bangsa – UPTD Puskesmas Wonogiri 1

Pada akhir 1960-an, kemajuan telah melambat karena nyamuk anopheles telah mengalami resistensi terhadap DDT. Ekspansi industri kapas di negara tersebut diperkirakan telah memicu peningkatan lebih lanjut kasus malaria. Sepanjang tahun 1970-an, terjadi lonjakan pekerja migran di perkebunan kapas di daerah pesisir dekat lokasi perkembangbiakan nyamuk, sehingga peningkatan kasus malaria sangat tajam, selain karena program penghentian penggunaan DDT. El Salvador mengalami kebangkitan kembali malaria, mencapai puncaknya hampir 96.000 kasus pada tahun 1980.

.

Dengan dukungan WHO, CDC, dan USAID, El Salvador berhasil mengubah orientasi program malaria, yang mengarah pada peningkatan sumber daya dan intervensi berdasarkan distribusi geografis kasus. Pemerintah juga mendesentralisasikan jaringan laboratorium diagnostiknya pada tahun 1987, sehingga kasus malaria dapat dideteksi dan ditangani dengan lebih cepat. Faktor tersebut yang terjadi bersamaan dengan runtuhnya industri kapas menyebabkan penurunan kasus yang cepat pada tahun 1980-an.

.

Reformasi kesehatan yang dimulai tahun 2009, yaitu mencakup peningkatan penting pada anggaran dan cakupan perawatan kesehatan primer, serta pemeliharaan program pengendalian vektor sebagai inti dalam intervensi malaria, telah berkontribusi pada keberhasilan El Salvador. Pemerintah El Salvador menyadari sejak awal bahwa pembiayaan domestik yang konsisten dan memadai akan sangat penting untuk mencapai dan mempertahankan tujuan pembangunan bidang kesehatan, termasuk untuk malaria. Komitmen ini telah tercermin selama lebih dari 50 tahun dalam anggaran nasional.

.

Meskipun melaporkan kematian terkait malaria terakhirnya pada tahun 1984, El Salvador telah mempertahankan besarnya investasi domestik untuk malaria. Pada tahun 2020, negara terus mengandalkan 276 orang petugas pengendalian vektor nyamuk, 247 buah laboratorium, perawat dan dokter yang terlibat dalam deteksi kasus, ahli epidemiologi, tim manajemen dan personel, dan lebih dari 3.000 petugas kesehatan masyarakat. Sebagai bagian dari komitmen El Salvador untuk mempertahankan nol kasus, penganggaran nasional untuk malaria telah dan akan terus dipertahankan, bahkan pada saat pandemi COVID-19 ini.

.

Lampung Masih Endemis Malaria, Kampanye Dinas Kesehatan Menuju Desa Bebas  Malaria Jangan Cuma Jargon | WARTA9.COM

Meskipun sebagian besar pembiayaan untuk malaria berasal dari sumber daya domestik, upaya eliminasi El Salvador mendapat manfaat dari hibah eksternal yang disediakan oleh Global Fund. Pembelajaran sertifikasi bebas malaria dari El Salvador dapat digunakan di Indonesia. Keseluruhan kasus malaria tahun 2019 di Indonesia masih sebanyak 250.644. Kasus tertinggi terjadi di Provinsi Papua sebanyak 216.380 kasus. Selanjutnya, disusul dengan Provinsi Nusa Tenggara Timur sebanyak 12.909 kasus dan Provinsi Papua Barat sebanyak 7.079 kasus.

Keberhasilan El Salvador merupakan upaya kolaboratif antara pemerintah, masyarakat sipil, akademisi, sektor swasta, dan komunitas untuk memberantas malaria tanpa kendor, bahkan pada saat pandemi COVID-19 ini.

Sudahkah kita mencontohnya?

Sekian

Yogyakarta, 5 Maret 2021

*) Dokter spesialis anak RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161

Categories
antibiotika COVID-19 Healthy Life

2021 Imunitas Anak

Tips Menjaga Imunitas Anak di Masa Pandemi

ANCAMAN  PADA  IMUNITAS  ANAK

fx. wikan indrarto*)

Seringkali orangtua memperingatkan anak, “Jangan memasukkan jari ke dalam mulut.” Orang tua dan pengasuh berulang kali berusaha melindungi anak dari kuman, baik virus maupun bakteri, yang dapat menyebabkan flu biasa atau infeksi bakteri serius, seperti pneumonia dan disentri. Apakah ada yang kurang?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2021/02/06/2021-covid-19-pada-anak/

.

Tulisan ini telah dimuat di Harian Kedaulatan Rakyat Yogyakarta Minggu, 28 Maret 2021, halaman 5.

Anak biasa merangkak di tanah dan memasukkan jari mereka ke dalam mulut, tetapi sistem imunitas atau kekebalan mereka yang belum matang, membuat anak lebih rentan terhadap penyakit. Lebih berbahaya kalau penyakit infeksi pada anak disebabkan oleh mikroba yang telah kebal atau resisten terhadap obat yang ada di sekitar anak. Saat ini, resistensi antimikroba atau ‘Anti Microbial Resistance’ (AMR) adalah ancaman utama dan terus berkembang terhadap kesehatan dan kehidupan manusia. Terjadinya resistensi antimikroba ini sangat mempengaruhi kemampuan medis untuk secara efektif mengobati berbagai infeksi dengan obat antibiotik, termasuk infeksi saluran kemih, sepsis, dan diare.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/09/19/2020-antibiotika-semasa-covid-19/

.

‘Superbugs’ atau bakteri yang resisten terhadap berbagai antibiotik, juga menjadi lebih umum terdapat di mana-mana. Anak yang tinggal di lingkungan dengan sumber daya rendah dan akses terbatas ke layanan kesehatan, tentu menghadapi risiko yang lebih besar. Kurangnya air bersih, kondisi sanitasi buruk, praktik kebersihan yang kurang, dan pengendalian infeksi yang tidak memadai, secara bersama-sama memungkinkan penyebaran resistensi antimikroba.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/01/29/2020-semakin-sedikit-antibiotika/

.

Resistensi terhadap obat, seperti obat antiretroviral (ARV), antimalaria, anti tuberkulosis (OAT), dan antijamur mengancam untuk membalikkan kemajuan dan prestasi bidang medis, dalam mengurangi kematian anak. Di negara berpenghasilan rendah, di mana sebagian besar kematian anak terjadi, obat antibiotik yang efektif dan dapat diakses sangat penting untuk mengobati penyakit anak yang paling umum, yaitu pneumonia, infeksi saluran pernapasan lain, disentri, serta sepsis atau infeksi bakteri dalam darah. Jika obat antibiotika ini menjadi resisten, peluang anak untuk bertahan hidup menjadi terancam.

.

Saat ini, sekitar 2 juta anak terpajan tuberkulosis (TB) yang telah resisten terhadap beberapa obat, dan 5 juta lainnya terpajan TB yang resisten terhadap Rifampisin, sebuah OAT yang paling poten. Satu dari setiap dua bayi baru lahir yang didiagnosis dengan HIV, terinfeksi virus dari ibu yang sudah memiliki resistensi terhadap obat ARV lini pertama yang paling umum digunakan. Bahkan secara global resistensi terhadap ARV lini pertama mencapai 63,7% pada bayi baru lahir dengan HIV karena tertular dari ibu.

.

Selain itu, resistensi antibiotik meningkat pesat pada bakteri berarti beberapa kelas antibiotik yang secara tradisional digunakan untuk memerangi infeksi umum tetapi berpotensi mematikan anak, seperti diare, pneumonia, dan sepsis neonatal, tentu tidak lagi efektif. Namun demikian, resistensi bukanlah satu-satunya ancaman bagi peluang anak untuk bertahan hidup dan berkembang. Kurangnya akses ke antimikroba berkualitas dan terjangkau, terutama di wilayah dengan sumber daya rendah mengganggu kemampuan untuk mengobati infeksi di tempat pertama. Pada tahun 2016 saja, diperkirakan 6,3 juta kematian di anak balita disebabkan oleh penyakit menular, yang sebenarnya dapat dicegah dengan peningkatan akses ke obat antibiotik.

.

Pada saat yang sama, kita juga mengetahui bahwa resistensi berkembang lebih cepat melalui penyalahgunaan dan penggunaan obat antimikroba yang berlebihan, terutama karena penggunaan antibiotik pada manusia yang meningkat pesat. Meskipun penting bagi anak untuk mendapatkan antimikroba lengkap pada waktu yang tepat dan saat dibutuhkan, penting juga bagi petugas kesehatan dan pengasuh untuk menghindari penggunaan antimikroba yang salah atau berlebihan (mis- or over-use of antimicrobials).

.

Cara Membuat Imunitas Anak Lebih Baik Tanpa Membuat Mereka Sakit | Orami

Kita semua diingatkan untuk meningkatkan kesadaran tentang AMR dan mendorong praktik terbaik di antara masyarakat, petugas kesehatan, dan pembuat kebijakan. Namun demikian, kita juga memiliki tujuan untuk mengedepankan hak anak atas kesehatan. Hari Anak Sedunia (World Children’s Day), yang jatuh pada waktu yang bersamaan dengan Pekan Kewaspadaan Antimikroba (World Antimicrobial Awareness Week), merupakan kesempatan untuk merayakan dan merefleksikan upaya kolektif kita untuk memastikan bahwa hak anak, termasuk hak mereka atas kesehatan yang baik, harus terus dihormati, dilindungi, dan dipenuhi.

.

Hak atas kesehatan berarti berhak atas perawatan kesehatan yang berkualitas, termasuk akses ke obat esensial, seperti antimikroba. Ini juga berarti memiliki hak untuk mengakses informasi kesehatan yang sesuai, termasuk tentang penggunaan antimikroba yang tepat, tetapi juga akan risiko yang terkait dengan penyalahgunaan atau penggunaan berlebihan.

.

Sesuai dengan Konvensi Hak Anak (the Convention on the Rights of the Child), pengakuan hak anak atas kesehatan mengharuskan pemerintah untuk mengembangkan dan menerapkan kebijakan dan peraturan yang memastikan anak dan pengasuhnya, memiliki akses yang sama ke obat antimikroba. Dengan demikian kebijakan, peraturan dan protokol harus ada untuk mencegah peresepan obat antimikroba yang berlebihan oleh para dokter dan tenaga kesehatan, bahkan untuk menghindari obat yang dijual bebas.

.

Meskipun orangtua tidak dapat sepenuhnya menghentikan anak untuk memasukkan jari mereka ke dalam mulut, namun kita semua seharusnya mampu berperan dalam meningkatkan imunitas anak dan melindungi anak dari ancaman AMR yang semakin meningkat. Hak anak atas kesehatan haruslah ditegakkan.

Sudahkah kita melakukannya pada anak di sekitar kita?

Sekian

Yogyakarta, 2 Maret 2021

*) Dokter spesialis anak RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161

Categories
Healthy Life vaksinasi

LAYANAN IMUNISASI

oleh Dr. dr. Wikan Indrarto, SpA

Pada saat pandemi COVID-19 ini, banyak orang tua kawatir untuk datang ke rumah sakit, termasuk untuk mendapatkan layanan imunisasi bagi bayi dan anak.

Saat ini telah hadir layanan imunisasi yang dibutuhkan tanpa disertai kekhawatiran. Layanan ini adalah solusi imunisasi yang akan menghasilkan imun, dilaksanakan secara aman, dan lebih nyaman.

Lindungi buah hati dengan imunisasi sesuai jadwal,

Mohon jangan ditunda, dengan pemesanan minimal H-1 hari kerja

Jadwal Imunisasi IDAI 2020 untuk Anak 0-18 Tahun, Pengumuman Baru Nih Bun

Jadwal Imunisasi anak Indonesia usia 0-18 tahun

Imunisasi dapat diberikan di rumah (homecare)

IMUN

  1. Diberikan oleh dokter spesialis anak
  2. Pemantauan KIPI (Kejadian Ikutan Paska Imunisasi)
  3. Jaminan keaslian vaksin
  4. Ketersediaan vaksin sesuai usia

AMAN

  1. Waktu dan tempat pelaksanaan seseuai kesepakatan
  2. Konsultasi pra dan paska imunisasi
  3. Jadwal imunisasi berikutnya
  4. Pemantauan tumbuh kembang anak

NYAMAN

  1. Harga terjangkau
  2. Harga sudah termasuk jasa medis
  3. Pembayaran non tunai
  4. Layanan mencakup Kota Yogyakarta dan sekitarnya 

Berikan imunisasi sesuai jadwal

Sembilan Penyakit yang Bisa Dicegah Lewat Imunisasi
Imunisasi akan meningkatkan kekebalan anak

Tempat dan waktu layanan imunisasi adalah fleksibel, tetapi sebaiknya tidak mendadak dan minimal H-1 hari kerja, karena imunisasi bukan intervensi medis darurat :

  1. Di rumah pasien
  2. Di Apotek K24 Demangan Baru Yogyakarta https://goo.gl/maps/F1K6yyqAYxF2
  3. Di Perumahan Timoho Regency A4 Yogyakarta https://goo.gl/maps/gjUYutu7aDw

PROSEDUR IMUNISASI

1. Langkah pertama : Konsultasi via chat whatsapp dengan dokter :

http://wa.me/6281227280161

Dipersilakan berkonsultasi mengenai kebutuhan dan jadwal imunisasi, sesuai usia dan kondisi kesehatan anak.

2. Langkah kedua : Transfer biaya imunisasi

Dipersilakan melakukan pembayaran dengan aplikasi m-banking, gopay, ovo atau lainnya, dengan scan barcode. Dapat juga transfer ke rekening BCA 0372714822 a/n Benedicta Sari Prasetyati.

Layanan imunisasi di rumah pasien (home care), ditambah biaya waktu dan transportasi sesuai jarak.

Bukti transfer pembayaran mohon dikirimkan via chat whatsapp ke Apotek K24 Demangan Baru Yogyakarta, untuk pemesanan vaksin :

http://wa.me/62895323090889

3. Langkah ketiga : Pelaksanaan Imunisasi


Rencana pelaksanaan imunisasi akan diinformasikan oleh petugas Apotek K24 Demangan Baru Yogyakarta, setelah dipastikan adanya ketersediaan vaksin. Dipersilakan menunggu di rumah (untuk layanan homecare) atau datang ke lokasi sesuai kesepakatan dan jadwal, dokter akan datang untuk memberikan layanan imunisasi.