Categories
Istanbul

2019 Tantangan Kesehatan Global (2)

Hasil gambar untuk kesehatan global

TANTANGAN  KESEHATAN  GLOBAL (2)

fx. wikan indrarto*)

(tulisan sambungan)

Paling tidak terdapat 10 masalah kesehatan utama pada 2019. Pertama, polusi udara dan perubahan iklim, kedua, meningkatnya penyakit tidak menular, terutama kegemukan atau obesitas, ketiga, ancaman pandemi influenza global, keempat, system layanan kesehatan yang masih rapuh, dan kelima, resistensi obat antimikroba. Selanjutnya, keenam adalah virus Ebola dan patogen ganas lainnya, ketujuh,  lemahnya layanan kesehatan primer, kedelapan, keraguan akan vaksin, kesembilan, Demam Berdarah Dengue (DBD), dan kesepuluh HIV. Apa yang harus dilakukan?

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/01/30/2019-tantangan-kesehatan-global/

Gambar terkait

Tantangan pertama sampai keempat sudah dibahas sebelumnya. Tantangan ke 5 adalah resistensi obat antimikroba. Pengembangan obat antibiotik, antivirus dan antimalaria adalah beberapa keberhasilan terbesar dunia kedokteran modern. Namun demikian, sekarang masa keemasan obat-obatan ini sudah hampir habis. Resistensi antimikroba, yaitu kemampuan bakteri, parasit, virus dan jamur untuk berkelit dan melawan aksi obat tersebut, telah mengancam kita semua kembali ke masa lalu, yaitu masa ketika kita mengalami kesulitan besar dalam mengobati penyakit infeksi umum seperti radang paru (pneumonia), tuberkulosis (TB), gonore, dan tifus (salmonellosis). Selain itu, ketidakmampuan kita untuk mencegah infeksi serius dapat membahayakan operasi medis dan prosedur lain seperti kemoterapi.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/05/22/2018-tanpa-antibiotika/

Hasil gambar untuk resistensi antibiotik

Di Indonesia, Kementerian Kesehatan telah membuat pedoman umum penggunaan antibiotik. Pedoman ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2406/MENKES/PER/XII/2011.Pedoman tersebut dibuat untuk memberikan acuan bagi tenaga kesehatan dalam menggunakan antibiotik pada pelayanan kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan, serta penentuan arah kebijakan pemerintah sehingga nantinya optimalisasi penggunaan antibiotik secara bijak dapat tercapai.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/02/02/resistensi-antibiotik-global/

Hasil gambar untuk resistensi antibiotik

Resistensi terhadap obat anti TB adalah hambatan besar untuk melawan penyakit yang menyebabkan sekitar 10 juta orang sakit TB dan 1,6 juta orang meninggal setiap tahun. Pada tahun 2017, sekitar 600.000 kasus TB resisten terhadap rifampisin, obat anti TB lini pertama yang paling efektif, dan 82% kasus juga resistan terhadap beberapa obat anti TB lainnya. Resistensi obat disebabkan oleh penggunaan antimikroba yang berlebihan pada manusia dan hewan, terutama yang digunakan untuk tujuan peningkatan produksi makanan serta perbaikan lingkungan. Kita semua wajib mengimplementasikan rencana aksi global untuk mengatasi resistensi antimikroba, caranya dengan meningkatkan kesadaran dan pengetahuan, mengurangi infeksi, dan mendorong penggunaan antimikroba secara bijaksana.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/11/17/2018-sehat-yang-satu/

Hasil gambar untuk resistensi antibiotik

Tantangan ke 6 adalah virus Ebola dan patogen ganas lainnya. Meskipun wabah Ebola tidak pernah dilaporkan menyebar sampai ke Indonesia, tetapi Litbang WHO 2018 telah mengidentifikasi penyakit yang berpotensi menyebabkan keadaan darurat kesehatan masyarakat, tetapi saat ini tidak ada obat dan vaksin yang efektif. Penyakit yang berpotensi wabah meliputi  Ebola, beberapa demam berdarah lainnya, Zika, Nipah, MERS-CoV, SARS, dan penyakit X (belum diketahui penyebabnya). Semua patogen tersebut dapat menyebabkan epidemi serius.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/01/04/mers-cov/

Hasil gambar untuk resistensi antibiotik

Tantangan ke 7 adalah masih lemahnya layanan kesehatan primer. Layanan kesehatan primer merupakan titik kontak pertama pasien dengan sistem kesehatan. Idealnya harus menyediakan perawatan yang komprehensif, terjangkau, dan berbasis masyarakat, karena dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan kesehatan seseorang selama hidupnya. Sistem kesehatan dengan layanan kesehatan primer yang kuat, diperlukan untuk mencapai cakupan kesehatan universal. Namun demikian, banyak negara yang tidak memiliki fasilitas perawatan kesehatan primer secara memadai. Kondisi ini mungkin karena kurangnya sumber daya di negara berpenghasilan rendah atau menengah. Dalam konferensi global besar di Astana, Kazakhstan pada Oktober 2018, semua negara berkomitmen untuk memperbaiki layanan kesehatan primer, sesuai deklarasi Alma-Ata pada tahun 1978.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/06/13/2018-uhc-di-indonesia/

Hasil gambar untuk alma ata

Tantangan ke 8 adalah keraguan akan vaksin, termasuk keengganan atau penolakan untuk melakukan vaksinasi, meskipun ketersediaan vaksin terpenuhi. Paham ini akan mengancam prestasi kita dan dapat membalikkan kemajuan yang telah dibuat, dalam menanggulangi penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan vaksin. Vaksinasi adalah salah satu cara paling efektif untuk menghindari penyakit infeksi tersebut, bahkan saat ini telah terbukti mampu mencegah 2-3 juta kematian balita per tahun. Selain itu, tambahan pencegahan kematian 1,5 juta anak balita dapat terjadi, jika cakupan vaksinasi global mampu ditingkatkan.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/12/27/2018-vaksin-bukan-mitos/

Hasil gambar untuk vaksin

Misalnya penyakit campak yang mematikan telah mengalami peningkatan 30% kasus secara global. Alasan kenaikan ini sangat kompleks, dan tidak semua kasus ini disebabkan oleh keragu-raguan vaksin. Namun, beberapa negara yang telah hampir mampu mengeliminasi penyakit ini, justru telah mengalami kebangkitan.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/12/20/2018-ancaman-campak/

Hasil gambar untuk vaksin

Alasan mengapa orang memilih untuk tidak divaksinasi adalahsesuatu yang rumit. Diduga adanya rasa puas diri, ketidaknyamanan dalam mengakses vaksin, dan kurangnya kepercayaan diri adalah alasan utama yang mendasari keraguan terhadap vaksin. Petugas kesehatan, terutama yang ada di masyarakat, tetap menjadi penasihat dan pemberi pengaruh yang paling dipercaya dalam keputusan untuk mendapatkan vaksinasi, dan mereka harus didukung untuk memberikan informasi tepercaya dan kredibel tentang vaksin.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/04/20/2018-pekan-imunisasi-sedunia/

Hasil gambar untuk vaksin

Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Dr. Jane Soepardi, menjelaskan perpanjangan program imunisasi MR dilakukan karena masih ada sejumlah daerah yang cakupan imunisasinya di bawah 95% sampai 30 September 2017 lalu, yaitu Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta. Jane menjelaskan ada sejumlah penyebab cakupan imunisasi rendah di beberapa daerah yaitu adanya penolakan dari orangtua dengan berbagai alasan; antara lain meragukan kualitas vaksin yang digunakan dalam program imunisasi massal MR dan juga terpengaruh berita bohong atau hoaks di media sosial. Orangtua yang ‘educated’ tahu anaknya butuh vaksin, tapi sudah membeli vaksin MMR yang lebih mahal dibandingkan vaksin program, jadi merasa tak perlu lagi imunisasi MR. Penyebaran berita bohong di media sosial juga mempengaruhi sejumlah orangtua. Ada juga kelompok orangtua yang terpapar hoaks di media social, seperti kabar ada yang habis disuntik lumpuh dan mati. Padahal setelah diselidiki kasus itu karena ada penyebab lain, ada penyakit lain dan tak ada hubungan dengan vaksin.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/07/24/2018-senjang-imunisasi/

Hasil gambar untuk vaksin

Pada 2019, WHO akan meningkatkan upaya untuk menghilangkan kanker serviks di seluruh dunia dengan meningkatkan cakupan vaksin HPV, di antara intervensi lainnya. Tahun 2019 mungkin juga merupakan tahun ketika penularan virus polio liar akan dapat dihentikan di Afghanistan dan Pakistan, karena tahun 2018 yang lalu, hanya kurang dari 30 kasus yang dilaporkan di kedua negara terkahir yang masih terdampak virus polio ini.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/11/10/2018-hadapi-hujan/

Hasil gambar untuk dengue

Tantangan ke 9 adalah Demam Berdarah Dengue (DBD). Penyakit yang ditularkan oleh nyamuk yang menyebabkan gejala seperti flu dan bisa mematikan dan membunuh hingga 20% dari mereka yang menderita demam berdarah parah, telah menjadi ancaman yang berkembang selama beberapa dekade. Banyaknya kasus terjadi pada musim hujan di banyak negara seperti Bangladesh dan India. Pada tahun 2018 di Bangladesh terjadi tingkat kematian yang tertinggi dalam hampir dua dekade. Selain itu, penyakit ini menyebar ke negara tetangga seperti Nepal, yang secara tradisional belum banyak melaporkan penyakit ini.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/01/17/2019-kematian-anak/

Hasil gambar untuk dengue

Diperkirakan 40% populasi dunia berisiko terkena demam berdarah Dengue, dan ada sekitar 390 juta kejadian infeksi per tahun. Strategi pengendalian Dengue bertujuan untuk mengurangi tingkat kematian hingga 50% pada tahun 2020. Pada tahun 2016, sebanyak 15,2 juta kasus DBD tercatat di Asia Pasifik. Dari jumlah tersebut, sebanyak 202.314 kasus, termasuk 1.593 kematian dilaporkan terjadi di Indonesia. Namun demikian, Dr. Suwito Kepala Subdit Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, selama tiga tahun terakhir, ‘incident rate’ atau tingkat kasus kejadian demam berdarah di Indonesia sendiri cenderung menurun.

Hasil gambar untuk hiv

Tantangan ke 10 adalah HIV. Kemajuan yang dibuat terhadap infeksi HIV sangat besar dalam hal pemeriksaan laboratorium klinik, penyediaan obat Anti Retro Viral (ARV), yaitu pada 22 juta orang yang sedang dalam pengobatan, dan menyediakan akses ke langkah-langkah pencegahan seperti profilaksis pra pajanan (PrEP), yang diberikan kepada orang yang berisiko mengalami infesi HIV, dengan menggunakan obat ARV untuk mencegah infeksi HIV. Namun demikian, epidemi HIV terus mengamuk dengan hampir satu juta orang setiap tahun meninggal karena HIV / AIDS. Sejak awal epidemi, lebih dari 70 juta orang telah terinfeksi, dan sekitar 35 juta orang telah meninggal. Saat ini, sekitar 37 juta di seluruh dunia hidup dengan HIV, terutama pada pekerja seks, orang di penjara, pria yang berhubungan seks dengan pria, atau orang transgender. Pada hal, seringkali orang tersebut adalah kelompok yang tidak terdaftar dalam sistem layanan kesehatan. Kelompok yang semakin mudah terinfeksi HIV adalah wanita muda (berusia 15-24), sehingga sangat berisiko tinggi bahkan merupakan 1 dari 4 orang yang terinfeksi HIV di Afrika sub-Sahara, walaupun hanya 10% dari populasi.

Hasil gambar untuk hiv

Banyak negara akan memberlakukan pemeriksaan mandiri (self-testing), sehingga lebih banyak orang yang hidup dengan HIV mengetahui status infeksi mereka dan dapat menerima pengobatan atau tindakan pencegahan, jika ada hasil tes negatif. Pada bulan Desember 2018, oleh WHO dan ILO (Organisasi Perburuhan Internasional) mendorong banyak industri atau perusahaan untuk menawarkan pemeriksaan mandiri HIV, di tempat karyawan bekerja.

Hasil gambar untuk hiv

Rencana untuk mengatasi 10 masalah kesehatan global tersebut, telah disusun dan berfokus pada target 3 miliar populasi global. Pertama, memastikan 1 miliar orang mendapat manfaat dari cakupan kesehatan semesta atau Universal Health Coverage (UHC). Kedua, menjamin 1 miliar orang terlindungi dari keadaan darurat kesehatan, dan ketiga menjangkau 1 miliar orang agar dapat menikmati kesehatan dan kesejahteraan yang lebih baik.


Apakah kita sudah berperan serta?

Yogyakarta, 28 Januari 2019

*) Ketua IDI Cabang Kota Yogyakarta, dokter spesialis anak RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161

By Fx Wikan Indrarto

Dokter Fx Wikan Indrarto

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *