Categories
Istanbul

2023 Menembus Efesus

TERKABUL  KE  ISTANBUL (2)

MENEMBUS  EFESUS
fx. wikan indrarto & b. sari prasetyati

Setelah melakukan registrasi peserta di International Conference on Medical & Health Science 2023, untuk Selasa dan Rabu, 6 dan 7 Juni 2023 di Uranus Istanbul Topkapi, Zeytinburnu, Turkey, kami segera melanjutkan petualangan ke Efesus, sehari sebelum acara.

Senin malam, 5 Juni 2023 kami segera bergegas menuju ke Terminal Bus Esenler (Esenler Otogarı), yang merupakan terminal bus sentral dan terbesar untuk layanan bus antarkota di Istanbul, Turki. Terminal bertingkat ini menampung rata-rata sekitar 15.000 bus, 600.000 penumpang per hari, dengan sekitar 5.000 orang pegawai terminal. Terminal ini terletak di sisi Eropa İstanbul, seluas 242.000 m2 yang menjadikannya terminal bus terbesar di Eropa tenggara dan di Turki, bahkan terbesar ketiga di dunia. Kami naik bis Kamil Koç yang tiketnya sudah kami pesan sejak di Yogyakarta, memiliki karyawan 8.000 orang dan didirikan sejak 1926, dilengkapi armada bis muda yang terdiri dari 1.100 bis, memberikan layanan yang nyaman, aman, higienis, dan lengkap kepada penumpangnya. Armada bis Kamil Koç terdiri dari merek Mercedes-Benz, Temsa buatan Mitsubishi, Setra buatan Daimler AG Jerman, dan MAN juga buatan Jerman. Ada sistem ventilasi canggih, sehingga suhu dan kelembapan ideal dapat disesuaikan sepanjang perjalanan, memastikan distribusi panas yang homogen, dan udara di dalam kendaraan selalu berkualitas tinggi, di semua armada Kamil Koç.

Perjalanan malam ke Efesus kami tempuh dalam kabin bis Kamil Koç merk MAN bersasis NL 202 F (898/A29) buatan Munich, Jerman. MAN handal dalam mesin, termasuk sistem pendingin, knalpot, dan sistem suplai bahan bakar, poros roda depan, termasuk suspensi dan sistem kemudinya. Bis kami adalah MAN TGS Gen 2 40.440 6×6 XL Cab berbahan bakar gas alam, menempuh perjalan ke Izmir sejauh 475 km, selama 7 jam sebagian besar melewati jalan tol yang bagus, rata dan datar. Sepanjang jalan kami diberikan minum pepsi, biscuit dan istirahat 2 kali saat melewati pinggiran kota Yalova, Bursa, Balikesir, Akhisar, Manisa dan akhirnya turun di terminal bis Izmir pada pagi hari.

Perjalanan malam ke Efesus kami tempuh dalam kabin bis Kamil Koç merk MAN bersasis NL 202 F (898/A29) bus berlantai rendah, buatan Munich, Jerman
Rest area di pinggir jalan tol yang kami kunjungi saat bis istirahat di sekitar kota Balikesir, setelah kota Bursa, menuju ke Izmir

Selanjutnya kami meninggalkan Izmir untuk menuju ke terminal bis Selçuk sejauh 81 km, naik mini bus menggunakan Mercedes-Benz Sprinter Transfer Minibus, berkapasitas 14 penumpang, bermesin empat silinder turbo-diesel 2.1 liter, transmisi otomatis tujuh kecepatan yang menggerakkan roda belakang selama hampir 2 jam. Dengan tarif 78 lira dari terminal bis Izmir, kami selingi dengan menjadi pemimpin sidang seminar hasil (semhas) penelitian Mbak Ermita Larosa, NIM : 41190389, mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Duta Wacana (FK UKDW) Yogyakarta dengan judul : Faktor Risiko Diare Pada Balita, bersama pembimbing ke 2 dr. MMA Dewi Lestari, M.Biomed dan penguji dr. Yiska Martelina, M.Sc, Sp.A, menggunakan aplikasi google meet.

Mercedes-Benz Sprinter Transfer Minibus, berkapasitas 14 penumpang, dari Izmir menuju Selçuk
Menjadi pemimpin sidang seminar hasil penelitian Mbak Ermita Larosa, FK UKDW Yogyakarta menggunakan aplikasi google meet, di dalam kabin minu bus meninggalkan izmir

Kami turun di terminal bis Selçuk dan berganti lagi dengan mini bus buatan Peogeot Perancis yang lebih kecil berkapasitas 10 penumpang, untuk turun di Efesus. Dari semua reruntuhan arkeologi di Turki, Efesus adalah yang paling terkenal. Turis dari seluruh dunia datang ke sini untuk menyusuri jalan-jalan Romawi yang terpelihara dengan baik, menatap monumen-monumen besar, dan menyerap inspirasi kuno kota yang kini telah hancur. Pada Injil Perjanjian Baru tertulis pada Kisah Para Rasul Kis. 19:1-8 : ‘Ketika Apolos masih di Korintus, Paulus sudah menjelajah daerah-daerah pedalaman dan tiba di Efesus. Di situ didapatinya beberapa orang murid’. Kepada para murid tersebut Paulus membuat Surat Efesus yang dimuat di dalam Kitab Perjanjian Baru, yang ditulis oleh Paulus ketika dia sedang berada dalam penjara. Paulus menuliskan surat kepada jemaat Efesus, karena kondisi masyarakat Efesus pada saat itu yang masih melakukan penyembahan terhadap para Dewa Yunani, terutama yang disebut Dewi Artemis sebagai dewa kesuburan. Selain itu juga mereka melakukan penyembahan dan tunduk kepada Kaisar Romawi. Melihat keadaan ini tergeraklah hati Paulus untuk mengirimkan suratnya kepada jemaat di Efesus.

Surat ini berisikan nasihat, perintah, dan himbauan untuk hidup dalam Kristus. Dalam surat ini Paulus menekankan Rencana Tuhan agar “Seluruh alam, baik yang di surga maupun yang di bumi, menjadi satu dengan Kristus sebagai kepala” (1:10). Surat ini merupakan seruan kepada umat Tuhan supaya mereka menghayati makna rencana agung dari Tuhan Yang Maha Besar untuk mempersatukan seluruh umat manusia melalui Yesus Kristus. Surat ini diyakini ditulis di akhir musim panas (sekitar Agustus-September) tahun 58 M. Kedatangan Paulus yang pertama dan cukup tergesa-gesa dalam periode 3 bulan ke Efesus dicatat pada Kisah Para Rasul 18:19–21. Karya mewartakan kabar baik yang dimulainya kemudian diteruskan oleh Apolos bersama Akwila dan Priskila. Pada kunjungan kedua di awal tahun berikutnya, Paulus tinggal di Efesus selama “tiga tahun”, karena ia melihat “di sini banyak kesempatan bagiku untuk mengerjakan pekerjaan yang besar dan penting, sekalipun ada banyak penentang.” Dari Efesus, kabar baik Injil menyebar ke luar daerah hampir di seluruh Asia Kecil.

Rencana ekskavasi situs arkeologi Efesus yang sangat luas, berupa bukit-bukit batu
Menuju ke rumah Bunda Perawan Maria, tidak jauh dari Efesus

Sesampainya di Efesus, nuansanya sangat berbeda, kita seperti terbayang kembali ke masa kejayaan Romawi atau Yunani kuno. Reruntuhan gedung-gedung dengan pilar yang tinggi khas Romawi dan Yunani kuno banyak kita lihat di kawasan Efesus ini. Bahkan jalanannya pun masih dirangkai dari bebatuan marmer putih dengan ukuran yang sangat besar. Tiket masuk Efesus cukup mahal bagi kami berdua dan cukup wajar untuk situs yang menjadi UNESCO World Heritage Site. Kami tidak sempat masuk ke situs arkeologis Efesus yang bertarif masuk 200 lira di setiap pos, ditempuh dalam lebih dari 2 jam jalan kaki, dan dalam sengatan matahari yang terik, karena kedua kaki kami sudah kelelahan berjalan kaki di seputaran Istanbul.

Kami memutuskan untuk segera mengunjungi rumah Bunda Perawan Maria, sekitar 7 km dari situs arkeologi Efesus, menggunakan taksi kuning. Kita perlu mengingat tulisan Injil Yohanes,19:25-34: ‘Ketika Yesus tergantung di kayu salib, melihat IbuNya dan para murid yang dikasihi; berkatalah Yesus “Ibu inilah anakMu” dan kepada para murid “Inilah IbuMu”. Kemudian, sejak saat itu para murid menerima Ibu Yesus ke dalam rumah mereka’. Tidak ada catatan resmi tentang rumah Bunda Maria, selain cerita tentang sebuah biara Katolik dan Muslim yang terletak di Gunung Koressos di wilayah Efesus, Selçuk, Turki.

UNESCO World Heritage untuk rumah Bunda Perawan Maria, di Efesus
Tertib antrian sebelum masuk rumah Bunda Perawan Maria

Pada tahun 1821 Suster Anne Catherine Emmerich, seorang biarawati Katolik dari Jerman mengalami fenomena stigmata, yaitu suatu tanda kesakitan fisik yang diyakini berasal dari Tuhan. Dalam sakitnya, Tuhan menyampaikan letak rumah Bunda Maria yaitu di Efesus. Penglihatan ini kemudian disarikan dalam buku yang ditulis oleh Clemens Bentano. Baru pada 1881, seorang pastur Katolik dari Perancis, Abbe Julien Gouyet menemukan sebuah gedung kecil di perbukitan menghadap Laut Aegea di antara reruntuhan Kota Efesus. Berdasarkan buku yang ditulis oleh Bentano, Abbe Julien Gouyet menyimpulkan bahwa gedung kecil tersebut adalah Rumah Bunda Maria.

Gereja Katolik secara resmi tidak pernah menyatakan persetujuan atau penentangan terhadap keotentikan rumah tersebut. Sr. Anne Catherine Emmerich dibeatifikasikan atau dinyatakan sebagai orang suci oleh Paus Yohanes Paulus II pada 3 Oktober 2004. Para peziarah Katolik mengunjungi rumah tersebut berdasarkan kepercayaan bahwa Maria, tinggal di rumah batu tersebut bersama Yohanes dan tinggal disana pasca penyaliban Yesus untuk menyelamatkan diri dari Tentara Romawi, sampai usia 64 tahun saat Bunda Maria diangkat ke sorga (menurut doktrin atau dogma Katolik) atau Dormisi (menurut kepercayaan Ortodoks). Doktrin ini ditetapkan sebagai dogmatis dan tidak dapat berunsur kesalahan oleh Paus Pius XII pada tanggal 1 November 1950 melalui Konstitusi Apostolik Munificentissimus Deus. Konsep Maria diangkat ke surga juga diajarkan oleh Gereja Ortodoks Timur dan gereja-gereja Oriental dan Ortodoks Koptik, di mana hal ini dikenal dengan nama Tidurnya Sang Theotokos.

Pada abad ke-4, telah didirikan bangunan tambahan berupa gereja, untuk melengkapi rumah dan makam yang sudah ada terlebih dulu. Aslinya, rumah terdiri dari 2 lantai, digunakan sebagai tempat menyimpan lilin, tempat tidur dan ruang berdoa. Hanya bagian utama dan kamar dekat altar yang diijinkan ditengok oleh pengunjung. Tampilannya lebih mirip gereja ketimbang rumah, karena memang rumah Bunda Perawan Maria sudah difungsikan sebagai kapel. Biara tersebut telah diberi beberapa Pemberkatan Apostolik kepausan dan kunjungan dari beberapa Paus, peziarahan terawal dilakukan oleh Paus Leo XIII pada 1896, dan yang paling terkini pada 2006 oleh Paus Benediktus XVI.

Tampilannya lebih mirip gereja ketimbang rumah, karena memang rumah Bunda Perawan Maria sudah difungsikan sebagai kapel.
Begitu banyak wisatawan dari berbagai belahan penjuru dunia mengunjungi ataupun berziarah ke Rumah Bunda Perawan Maria.

Kami segera hanyut dalam antrian panjang para peziarah dari seluruh dunia yang hadir menggunakan banyak bis pariwisata, mobil carteran atau taxi ke dalam rumah tersebut. Begitu banyak peziarah dan  wisatawan dari berbagai belahan penjuru dunia mengunjungi ataupun berziarah ke Rumah Bunda Perawan Maria,, bukan hanya yang beragama Kristen atau Katolik, tetapi juga ada wisatawan Muslim. Sebagian pengunjung yang beragama Kristen Ortodoks berdoa di kapel yang berada di dalam bangunan. Sementara pengunjung lain, menuliskan doa-doanya dalam secarik kertas dan menggantungnya di tembok di halaman Rumah Bunda Maria (The Wishing Wall). Wishing Wall yang berlokasi di Meryem Ana atau House of Virgin Mary, Selçuk, Turki, penuh dengan ikatan kertas yang berisi kalimat harapan.

Menuliskan doa-doanya dalam secarik kertas dan menggantungnya di tembok di halaman Rumah Bunda Maria (The Wishing Wall).
Air suci dari Rumah Bunda Perawan Maria di Efesus

Segera kami turun pulang meninggalkan Rumah Bunda Perawan Maria, menyusuri bukit yang indah, jalanan yang padat bis pariwisata dan membayangkan kemegahan kota Efesus yang segera kami tinggalkan. Suku Carians dan Lydia adalah penghuni pertama di wilayah ini dan membangun permukiman yang terbuka langsung ke arah Laut Aegea. Dari abad ke 11 SM dan seterusnya, pemukiman ini dikembangkan oleh kedatangan orang Yunani Ionia, bahkan Efesus berkembang menjadi kota komersial yang hidup. Di bawah Kekaisaran Romawi (abad 1 dan 2 M), kota ini melanjutkan kemakmurannya sebagai ibu kota provinsi Romawi di Asia dan menjadi kota terbesar di Timur setelah Alexandria di Mesir, dengan populasi lebih dari 200.000 jiwa.

Bunda Perawan Maria memberkati segnap pengunjung rumah sucinya
Bukit di belakang kami adalah situs arkeologis Efesus

Terbayang dalam benak kami bahwa St. Paulus berkhotbah di bukit dekat jalan yang kami lalui saat kembali ke Selçuk, dalam perjalanan misinya yang kedua, dan kemudian menghabiskan tiga tahun tinggal di Efesus. St. Paulus juga berkotbah di sebuah tempat suci yang kemudian dibangun gereja utama kota ini, yang selanjutnya didedikasikan untuk St. Yohanes Rasul, bahkan selama Era Byzantine menjadi salah satu pusat ziarah besar di Asia Kecil. Segera kami mampir berkunjung ke situ, sebelum pulang ke Istanbul.

Basilika St. Yohanes  adalah sebuah basilika atau gereja sangat besar di Efesus yang dibangun oleh Kaisar Justinian I pada abad ke-6. Kompleks itu berdiri di atas situs yang diyakini tempat pemakaman Rasul Yohanes. Kompleks basilika berada di lereng Bukit Ayasuluk, tepat di sebelah Masjid İsa Bey, di pusat kota Selçuk, dan sekitar 3,5 km dari Efesus. Saat kami datang ke situ, reruntuhan Basilika St. Yohanes sedang dipugar, dengan panduan adalah satu-satunya sumber yang berasal dari deskripsi oleh Procopius. Di situs itu penduduk asli telah mendirikan sebuah bangunan gereja untuk Rasul Yohanes, yang dinamai “Sang Teolog,” karena sifat Tuhan dijelaskan olehnya dengan cara yang melampaui kekuatan manusia tanpa bantuan. Gereja tersebut dibangunan kembali pada tahun 548 dan selesai pada tahun 565, yang dipimpin oleh uskup Hypatius dari Efesus.

Basilika di atas makam Santo Yohanes Rasul yang sedang direnovasi di lereng Bukit Ayasuluk, Selçuk
Minibus buatan Peogeot Perancis yang membawa kami dari Selçuk ke Efesus

Pada tahun 263 M orang-orang Goth menghancurkan kota Efesus, menyebabkan awal kemunduran yang lambat, sehingga ukuran teritorial kota Efesus secara bertahap berkurang, apalagi terjadi pendangkalan (reklamasi) pelabuhannya, bahkan sekarang bibir pantai Laut Aegea terletak hampir 9 km dari pusat Efesus. Namun, pada abad ke-5, kota ini masih cukup penting untuk menjadi tempat diadakannya Konsili Ekumenis Ketiga (431 M). Penangkapan dan penjarahan Ephesus oleh Bangsa Mongol Tamarlane terbukti menjadi titik akhir kota Efesus. Bahkan setelah itu, sisa-sisa terakhir yang tersisa dari kota Efesus itu menjadi reruntuhan selama konflik sengit antara Seljuk dan Ottoman.

Petualangan kami akhiri dengan kembali naik Mercedes-Benz Sprinter Transfer Minibus menyusuri jalan meninggalkan Efesus menuju Selçuk, dan langsung lanjut ke Izmir dengan penuh kelelahan yang membahagiakan. Dengan berkunjung ke Efesus di daerah Selçuk, Turki, kami seakan dibawa ke masa kejayaan Romawi dan Yunani kuno, karena Efesus adalah kota terbesar ketiga di dunia pada awal tahun masehi selain Roma di Italia dan Athena di Yunani. Saat ini Efesus adalah sisa kota kuno yang sekarang masih terawat dan menjadi salah satu museum outdoor terbesar di dunia. Kenangan tersebut kami bawa dalam lelap tidur di dalam kabin bis Kamil Loc, menempuh perjalanan sejauh  475 km, selama 7 jam pulang menuju ke Istanbul, untuk mengikuti kegiatan ilmiah medis di hari berikutnya.

Bersambung

Rabu pagi, 7 Juni 2023

Ditulis dan disebarkan di Sultanahmet Inn Hotel, Kucukayasofya mahallesi, Akburcak sokak, no 23, Istanbul, Turkey

By Fx Wikan Indrarto

Dokter Fx Wikan Indrarto

2 replies on “2023 Menembus Efesus”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *