Categories
anak antibiotika COVID-19 dokter Healthy Life UHC vaksinasi

2024 Dengue Digital

DENGUE   DIGITAL

fx. wikan indrarto*)

Kementerian Kesehatan RI mencatat pada 1 Maret 2024 terdapat hampir 16.000 kasus Demam Berdarah Dengue (DBD atau dengue) di 213 Kabupaten/Kota di Indonesia dengan 124 kematian. Kasus DBD terbanyak tercatat terjadi di Tangerang, Bandung Barat, Kota Kendari, Subang, dan Lebak. Keadaan ini diperkirakan terus berlanjut sampai bulan Mei seiring dengan musim hujan setelah El nino. Meskipun DBD dapat disembuhkan, namun kita perlu waspada kemungkinan komplikasi terjadinya Dengue Shock Syndrome (DSS) yang bisa berujung kematian. Bagaimana layanan pasien dengue dalam era digital ini?

Tulisan ini telah dimuat di Harian Nasional Media Indonesia pada Senin, 6 Mei 2024

.

baca juga : https://mediaindonesia.com/opini/669148/dengue-digital

Perangkat digital seharusnya dapat digunakan oleh para dokter dalam menuntaskan dengue di faskes primer (FKTP) dan memprediksi kegawatan, agar kasus DSS tidak terlambat untuk dirujuk ke RS (FKTL). Namun demikian, perangkat digital untuk dengue, saat ini baru dimanfaatkan dalam aktivitas non klinik, yaitu dalam aspek administrasi dan kebijakan. Misalnya ‘Dengue Track, digital disease surveillance and eHealth’, buatan  Harvard Medical School and Boston Children’s Hospital USA tahun 2014. Juga ‘Digital Disease Detection’, sebuah program survelance digital di Filipina, Pakistan, Sri Lanka dan Puerto Rico sejak tahun 2014, dalam pengawasan, pencegahan dan pengendalian dengue, untuk melakukan intervensi dan membatasi dampak wabah penyakit dengue. Selain itu, ada ‘Dengue Cover+’, sebuah program digital untuk asuransi jiwa yang diluncurkan oleh Digi Telecommunications Sdn Bhd (Digi), Kuala Lumpur, Malaysia tahun 2014 dan ‘new digital map on dengue outbreaks’, yang dibuat di Taiwan tahun 2015. Semua program digital untuk dengue non klinik tersebut belum dapat diaplikasikan di Indonesia.

.

baca juga : 2024 Dengue Global

Selain tanda bahaya dengue, faktor prediktor dengue dapat digunakan untuk menduga risiko perburukan gejala klinis dengue pada hari kritis, yaitu hari ke 4 dan 5 demam. Beberapa tanda klinis sederhana yang dapat digunakan sebagai faktor prediktor DSS adalah muntah, demam tinggi, nyeri perut hebat, gemuk dan riwayat kontak dengan penderita dengue berat. Aplikasi digital seharusnya mampu membantu dokter dalam kedua hal tersebut, yaitu pemantauan klinik secara rawat jalan dan pengenalan faktor prediktor untuk rujukan ke RS tanpa terlambat.

.

Salah satu dari lima jenis teknologi kesehatan digital pada majalah bergengsi Forbes 4 Februari 2019, sangat mungkin akan dapat digunakan oleh dokter di Indonesia, dalam tatalaksana dengue. Kelima jenis teknologi tersebut meliputi pertama, kecerdasan buatan dalam pemeriksaan pencitraan radiologi. Kedua, bedah robotik, ketiga data tunggal untuk penjaminan asuransi kesehatan, keempat penyatuan data pasien dari berbagai rekam medik, dan kelima adalah uji klinis virtual. Kecerdasan buatan radiologi dan bedah robotik, sangat mungkin tidak berperan dalam tatalaksana digital dengue. Penjaminan asuransi kesehatan, penyatuan data rekam medik dan uji klinis virtual, tentu akan dapat bermanfaat dalam tatalaksana digital dengue. 

Penjaminan asuransi kesehatan digital sebagaimana ‘Dengue Cover+’ buatan Digi Telecommunications Sdn Bhd (Digi), Kuala Lumpur, Malaysia, tentu perlu integrasi program dengan Sistem Informasi Manajemen (SIM) di semua RS dan BPJS Kesehatan. Untuk penyatuan data rekam medik, InterSystems, sebuah vendor sistem informasi RS yang telah mampu mengintegrasikan data pasien dari 23 RS, 655 klinik, dan 18.500 dokter praktek mandiri di AS, tentu sistem serupa dapat digunakan di Indonesia. InterSystems telah mampu membuat registrasi pasien secara terpadu, memiliki satu miliar poin data, berupa penilaian faktor risiko penyakit, keterlibatan pasien, dan pemantauan pasien secara jarak jauh. Program serupa tentu dapat diatur sebagai alat pemantau dengue secara digital setelah pasien dilakukan pemeriksaan jasmani, oleh dokter untuk masing-masing pasien, sesuai hari demam. Uji klinis jarak jauh yang terintegrasi tentang dengue, dapat meniru uji klinis diabetes VERKKO fase IV dengan mengukur kadar glukosa darah nirkabel berkemampuan 3G, yang menghabiskan waktu 66% lebih sedikit dalam kegiatan koordinasi penelitian dan mencapai tingkat kepatuhan 18% lebih tinggi, dengan potensi untuk menghemat biaya hingga $ 10 juta setiap uji klinik.

.

Layanan dokter pada era digital lainnya adalah penggunaan teknologi ‘Human–Machine Interface’, misalnya menggunakan ResearchKit®, sebuah menu terbuka (open-source platform) produksi Apple, yang memungkinkan para dokter mengambil data pasien melalui HP (mobile apps). Saat ini ResearchKit® baru mampu mendeteksi gangguan emosi, mendiagnosis autisme, asma, memprediksi serangan epilepsi, dan memetakan pertumbuhan sel ganas mole untuk kanker kulit melanoma, yang memudahkan dokter saat memberikan layanan. Untuk pasien dengue, alat ini perlu modifikasi sedikit agar memiliki kemampuan mengenali faktor prediktor buruk dengue, sehingga dapat memilah pasien dengue yang memerlukan pemantauan ketat dan yang tidak. Alat ini akan mampu melakukan kalkulasi faktor muntah, demam tinggi, nyeri perut hebat, gemuk dan riwayat kontak dengan penderita dengue berat, pada hari awal demam.

.

Selain itu, ResearchKit® ini juga akan mampu mengenali tanda bahaya dengue pada setiap satuan waktu misalnya setiap 12 jam, pada hari kritis, yaitu hari ke 4 dan 5 demam. Data tanda bahaya dengue yang dikombinasikan dengan data tanda vital pasien, akan membantu dokter untuk segera melakukan pemeriksaan fisik atas kecurigaan DSS dan melakukan rujukan ke RS secara tidak terlambat. Data tanda bahaya dengue (WHO, 2009) adalah nyeri perut, muntah berkepanjangan, akumulasi cairan tubuh karena kebocoran plasma, perdarahan mukosa, letargi atau kelemahan umum, pembesaran hati atau hepatomegali > 2 cm, dan kenaikan nilai hematokrit seiring dengan penurunan jumlah trombosit yang cepat.

.

Teknologi digital lainnya adalah “tricorder medis”, yang bahkan hampir setiap orang  memiliki teknologi ini dalam genggaman. Hanya dengan menempelkannya pada dahi, pasien dapat mengukur suhu, detak jantung, saturasi oksigen, kekentalan darah atau hemokonsentrasi, tekanan nadi, dan tekanan darah dengan alat tersebut. Setelah diperiksa jasmani oleh dokter, pasein di rumah akan mampu memberikan data dengan meng-upload melalui HP kepada dokter. Untuk pasien dengan penyakit jantung atau mengalami risiko kardiomiopati dengue, juga telah tersedia perangkat pintar Band-Aids®, yang akan mengirimkan informasi ‘real-time’ data EKG, suhu, denyut jantung, tingkat stres, atau kalori yang terbakar melalui web atau sambungan internet kepada dokter yang merawatnya.

.

Oleh sebab itu, pada era digital ini definisi konsultasi dokter, kunjungan medis atau visite dokter perlu juga dirumuskan ulang, karena berbeda dengan layanan dokter secara konvensional. Meskipun masih banyak dokter yang enggan (reluctant) untuk melakukan kunjungan medis virtual, tetapi sebuah perusahaan asuransi kesehatan yang besar di USA, telah berani menjamin pembiayaan untuk maksimal 20 juta kunjungan medis virtual menggunakan video, untuk semua nasabahnya sepanjang tahun 2016 lalu. Keengganan dokter sering terjadi karena terkait kesulitan dalam proses tagihan finansial. Sebagai pasien, kunjungan virtual tentu lebih mudah, tetapi cukup banyak yang kawatir tentang rahasia kedokteran dan privasi sesuai standar HIPAA (Health Insurance Portability and Accountability Act). Kemajuan teknologi digital jauh lebih cepat daripada aspek hukum, pengaturan, atau pembayaran.

.

Teknologi kedokteran digital telah tersedia, sehingga sekarang diperlukan definisi ulang (reshape) hubungan dokter dengan pasien dengue secara digital. Oleh sebab itu, sebaiknya para dokter melatih diri agar profesional secara digital, juga mengadvokasi IDI sebagai organisasi profesi dokter, pemerintah, penjamin biaya pasien seperti BPJS Kesehatan, dan kelompok lain, untuk memulai penggunaan teknologi digital ini di seluruh Indonesia.

.

Sudahkah kita siap pada periode epidemi dengue tahun 2024 ini, untuk pengelolaan dengue secara digital, pengenalan DSS dengan cepat dan pencegahan kasus kematian dengue?

By Fx Wikan Indrarto

Dokter Fx Wikan Indrarto

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *