Categories
Healthy Life

2020 ‘WASTING’ PADA ANAK

Wasting Pada Anak, Apa Saja Penyebab dan Bagaimana Mengatasinya? | Kabar  Tangsel

WASTING  PADA  ANAK

fx. wikan indarto*)

Pada 2015 segenap pemimpin dunia berkomitmen untuk memberantas  kekurangan gizi pada 2030 sebagai bagian dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Untuk mencapai hal ini, SDGs memasukkan target Majelis Kesehatan Dunia ke-65 dalam mengurangi proporsi anak dengan kekurangan gizi akut atau kurus (wasting) menjadi <5% pada tahun 2025 dan <3% pada tahun 2030. Namun, sejak target tersebut diadopsi, proporsi anak dengan wasting di banyak bagian dunia tetap tidak berubah. Apa yang membahayakan?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2019/07/26/2019-kelaparan-masih-ada/

.

Saat ini, diperkirakan 7,3% (50 juta) dari semua anak balita menderita wasting. Tiga perempat dari anak ini tinggal di lingkungan berpenghasilan rendah, sedangkan sisanya terkena dampak krisis kemanusiaan,termasuk resesi karena pandemi COVID-19. Wasting mempengaruhi anak di hampir setiap benua, dengan jumlah terbesar tinggal di Asia Selatan dan Tenggara.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2018/08/08/2018-nutrisi-bayi-pengungsi/

.

Kemajuan dalam mengurangi separoh jumlah anak yang mengalami wasting atau terhambat pertumbuhannya, dan dalam mengurangi jumlah bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah, terbukti terlalu lambat, sehingga membuat target nutrisi SDG 2 menjauh dari jangkauan. Pada saat yang sama, justru terjadi tambahan tantangan, karena kelebihan berat badan dan obesitas terus meningkat di semua wilayah, terutama pada anak usia sekolah dan orang dewasa muda. Selain itu, peluang mengalami rawan pangan lebih tinggi terjadi pada wanita daripada pria di setiap benua, dengan kesenjangan terbesar di Amerika Latin. Tindakan untuk mengatasi tren yang meresahkan ini harus lebih berani, tidak hanya dalam skala, tetapi juga dalam hal kolaborasi multisektoral. Hal ini melibatkan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), Dana Internasional untuk Pengembangan Pertanian (IFAD), Dana Anak PBB (UNICEF), Program Pangan Dunia (WFP) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2018/06/04/2018-campak-dan-gizi-buruk/

.

Kelaparan yang meningkat terjadi di banyak negara, terutama di mana pertumbuhan ekonomi tertinggal dan terdampak resesi karena pandemi COVID-19, yaitu di negara berpenghasilan menengah dan negara yang sangat bergantung pada perdagangan komoditas primer internasional. Laporan tahunan PBB 2019 juga menemukan bahwa ketimpangan pendapatan juga meningkat di banyak negara di mana kejadian kelaparan meningkat, menjadikannya semakin sulit bagi orang miskin, rentan atau terpinggirkan, untuk mengatasi perlambatan dan penurunan pertumbuhan ekonomi di negara tersebut.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2019/07/26/2019-kelaparan-masih-ada/

.

Untuk itu, semua negera seharusnya mendorong program transformasi struktural yang berpihak pada kaum miskin dan inklusif. Selain itu, juga berfokus pada orang dan komunitas khusus, agar menjadi pusat kegiatan dalam mengurangi kerentanan ekonomi, sehingga banyak negara akan mampu berada pada jalur untuk mengakhiri kelaparan, kerawanan pangan, dan segala bentuk kekurangan gizi.

Covid-19 Tingkatkan Anak-Anak Alami Masalah Gizi | Republika Online

Situasi kelaparan yang paling mengkhawatirkan terjadi di Afrika, karena wilayah ini memiliki tingkat kelaparan tertinggi di dunia. Selain itu, juga terus meningkat secara perlahan namun pasti, di hampir semua sub-wilayah. Di Afrika Timur khususnya, hampir sepertiga dari populasi (30,8 persen) kekurangan gizi. Selain perubahan iklim dan konflik bersenjata, ternyata perlambatan dan penurunan pertumbuhan ekonomi mendorong peningkatan kelaparan. Sejak tahun 2011, hampir setengah negara di mana kelaparan meningkat, terjadi karena perlambatan pertumbuhan ekonomi atau stagnasi di Afrika.

.

Namun demikian, jumlah terbesar orang kurang gizi (lebih dari 500 juta) justru tinggal di Asia, sebagian besar di Asia selatan. Secara bersama-sama, Afrika dan Asia menanggung bagian terbesar dari semua bentuk malnutrisi, terhitung lebih dari sembilan dari sepuluh anak pendek, kekurangan gizi kronis atau stunting, dan lebih dari sembilan dari sepuluh anak kurus atau wasting di seluruh dunia. Di Asia selatan dan Afrika sub-Sahara, satu dari tiga anak adalah pendek. Selain tantangan stunting dan wasting, wilayah Asia dan Afrika juga merupakan rumah bagi hampir tiga perempat dari semua anak yang kelebihan berat badan di seluruh dunia, sebagian besar didorong oleh peningkatan konsumsi makanan yang tidak sehat.

.

Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam, Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) Arifin Rudiyanto, pada 10 April 2019 menyatakan bahwa tahun 2018 lalu, konsumsi makanan per kapita di Indonesia meningkat sekitar 5 persen, dan bahkan konsumsi kalori pada masyarakat berpendapatan rendah meningkat sekitar 8 persen. Dalam kondisi ini, tingkat stunting untuk anak balita di Indonesia turun 7 persen dibanding kondisi tahun 2013, menjadi 30,8 persen tahun 2018. Prevalensi kekurangan berat badan (wasting) pada anak balita juga turun 2 persen, menjadi 10 persen selama periode yang sama. Indonesia berada dalam kondisi transisi ekonomi, dengan pertumbuhan pendapatan lebih dari 5 persen per tahun, dan permintaan akan makanan tumbuh lebih dari empat persen. Perubahan ini tidak bisa dihindari, karena adanya pertumbuhan ekonomi yang cukup cepat, urbanisasi, dan perubahan gaya hidup.

.

Laporan Keamanan Pangan PBB tahun 2017 yang lalu mengidentifikasi tiga faktor di balik meningkatnya kelaparan, yaitu konflik bersenjata, perubahan iklim, dan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Sampai tahun 2020 ini, ketiganya tetap berpengaruh dalam ketahanan pangan, nutrisi global, dan meningkatnya wasting pada anak, sehingga ketiganya harus kita cegah terjadi di Indonesia, terutama dampak resesi terkait pandemi COVID-19.

Sudahkah kita bertindak?

Sekian

Yogyakarta, 8 Desember 2020

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, dan Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161

By Fx Wikan Indrarto

Dokter Fx Wikan Indrarto

2 replies on “2020 ‘WASTING’ PADA ANAK”

Ketika wasting pada anak sejalan dengan kelaparan pada orang dewasa, itu sudah buruk (misalnya di Yaman, Asia Selatan dan Afrika Sub-Sahara). Ironi terjadi ketika wasting pada anak berlangsung bersamaan dengan obesitas pada masyarakat setempat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *