Categories
COVID-19 Healthy Life

2020 Kematian anak terkait COVID-19

Kematian Anak Akibat COVID-19 Tak Terelakkan - ASUMSI

KEMATIAN  ANAK  TERKAIT  COVID-19

fx. wikan indrarto*)

Pandemi COVID-19 dapat menghancurkan kemajuan yang telah diperoleh dalam puluhan tahun, menuju ke arah penghapusan kematian anak yang dapat dicegah (preventable child deaths). Dengan jumlah kematian balita yang tercatat terendah sepanjang masa pada tahun 2019, gangguan pada layanan kesehatan untuk anak akibat pandemi COVID-19, mengancam tambahan kematian jutaan nyawa anak. Apa yang mencemaskan?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/09/23/2020-dokter-dan-rs-era-normal-baru/

.

Jumlah kematian balita global turun ke titik terendah dalam sejarah pada tahun 2019, turun menjadi 5,2 juta dari 12,5 juta pada tahun 1990. Data ini dikeluarkan bersama oleh UNICEF, WHO, PBB, dan Bank Dunia. Namun demikian, survei oleh UNICEF dan WHO tahun 2020 mengungkapkan bahwa, pandemi COVID-19 telah mengakibatkan gangguan besar pada layanan kesehatan, yang mengancam untuk membatalkan kemajuan yang telah dicapai dengan susah payah selama puluhan tahun.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/01/02/2020-menurunkan-angka-kematian-anak/

.

Komunitas global telah melangkah jauh dalam menekan angka kematian anak yang dapat dicegah, tetapi pandemi COVID-19 dapat menghentikan langkah tersebut. Saat ini banyak anak kehilangan akses ke layanan medis karena sistem kesehatan terganggu pandemi COVID-19, ibu hamil tidak melahirkan di rumah sakit karena takut terinfeksi, dan mereka mungkin juga akan menjadi korban ganasnya pandemi COVID-19. Tanpa investasi tambahan yang mendesak untuk memperbaiki sistem dan memulai kembali layanan kesehatan yang terganggu, jutaan anak balita, terutama bayi baru lahir, dapat meninggal.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2019/05/09/2019-kematian-bayi/

.

Selama 30 tahun terakhir, layanan kesehatan untuk mencegah atau mengobati penyebab kematian pada anak, telah berperan besar dalam menyelamatkan jutaan jiwa anak dan mempertahankan kehidupan. Penyebab kematian anak yang dapat dicegah (preventable child deaths) meliputi prematuritas, berat badan lahir rendah, komplikasi saat lahir, sepsis neonatal, pneumonia, diare dan malaria, serta kurang lengkapnya vaksinasi. Sekarang banyak negara di seluruh dunia sedang mengalami gangguan pada layanan kesehatan anak, seperti pemeriksaan kesehatan rutin, vaksinasi dan perawatan prenatal dan pasca melahirkan, karena keterbatasan sumber daya. Selain itu, juga faktor ketidaknyamanan umum dalam menggunakan layanan kesehatan, karena takut tertular COVID-19.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2019/01/17/2019-kematian-anak/

.

Sebuah survei UNICEF yang dilakukan selama pertengahan tahun 2019 di 77 negara, menemukan bahwa hampir 68 persen negara melaporkan setidaknya beberapa gangguan dalam layanan kesehatan untuk anak, termasuk imunisasi. Selain itu, 63 persen negara melaporkan gangguan dalam pemeriksaan antenatal dan 59 persen dalam perawatan pasca melahirkan. Survei WHO tahun 2020 yang dilakukan pada 105 negara, mengungkapkan bahwa 52 persen negara melaporkan gangguan pada layanan kesehatan untuk anak yang sakit, dan 51 persen dalam layanan untuk penanganan malnutrisi.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2018/11/24/2018-kematian-di-jalan-raya/

.

“Fakta bahwa saat ini lebih banyak anak mampu merayakan ulang tahun pertama mereka daripada waktu mana pun dalam sejarah, adalah tanda nyata dari apa yang dapat dicapai, ketika dunia menempatkan kesehatan dan kesejahteraan sebagai pusat dari prioritas program pembangunan,” kata Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus Direktur Jenderal WHO. Seharusnya kita tidak boleh membiarkan pandemi COVID-19 membalikkan kemajuan luar biasa bagi anak dan generasi masa depan global. Sebaliknya, inilah saatnya untuk menyelamatkan nyawa anak, dan terus berinvestasi dalam pembentukan sistem kesehatan yang lebih kuat, baik, dan tangguh.

.

Ahli Coba Beberkan Alasan Tingginya Tingkat Kematian Anak-Anak Akibat  Covid-19 di Indonesia
.

Berdasarkan data dari berbagai negara yang berpartisipasi dalam survei oleh UNICEF dan WHO, alasan gangguan layanan kesehatan yang paling sering adalah orang tua menghindari fasilitas kesehatan karena takut tertular COVID-19, pembatasan transportasi umum, dan penangguhan atau penutupan layanan dan fasilitas kesehatan. Selain itu, juga lebih sedikit petugas layanan kesehatan karena pengalihan atau ketakutan terinfeksi terkait kekurangan Alat Pelindung Diri (APD) seperti masker dan sarung tangan, juga adanya kesulitan keuangan keluarga. Afghanistan, Bolivia, Kamerun, Republik Afrika Tengah, Libya, Madagaskar, Pakistan, Sudan dan Yaman adalah beberapa negara yang paling terpukul karena pandemi COVID-19.

.

Tujuh dari sembilan negara memiliki angka kematian anak yang tinggi, lebih dari 50 kematian balita per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2019. Di Afghanistan, di mana 1 dari 17 anak meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun pada tahun 2019, Kementerian Kesehatan Afganistan melaporkan penurunan yang signifikan dalam kunjungan anak sakit ke fasilitas kesehatan. Alasan yang disebutkan adalah karena takut tertular COVID-19, juga keluarga tidak memprioritaskan perawatan sebelum dan sesudah melahirkan, sehingga menambah risiko yang dihadapi ibu hamil dan bayi baru lahir. Bahkan sebelum pandemi COVID-19, bayi baru lahir di seluruh daratan Afganistan memiliki risiko kematian tertinggi di dunia. Pada tahun 2019 bayi baru lahir meninggal setiap 13 detik. Selain itu, 47 persen dari semua kematian balita terjadi pada periode neonatal, naik dari 40 persen pada tahun 1990. Dengan gangguan parah pada layanan kesehatan esensial, bayi baru lahir memiliki risiko kematian yang jauh lebih tinggi. 

.

Pandemi COVID-19 berdampak buruk pada intervensi kesehatan yang sangat penting bagi kesehatan anak. Diperlukan program nyata untuk memperbaiki ketidakadilan yang sangat besar, agar lebih banyak anak di negara berkembang dapat bertahan hidup dari ancaman kematian yang dapat dicegah (preventable child deaths).

Sudahkah kita bertindak?

Sekian

Yogyakarta, 15 September 2020

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161

Categories
COVID-19 Healthy Life

2020 Jantung dan COVID-19

World Heart Day 2020 – Date, Themes, History, Quotes | World heart day, Heart  day, Improve heart health

JANTUNG  DAN  COVID-19

fx. wikan indrarto*)

Selasa, 29 September 2020 dirayakan sebagai Hari Jantung Sedunia (World Heart Day). Tema peringatan tahun 2020 ini adalah gunakan hati untuk merawat penyakit jantung (#UseHeart to beat cardiovascular disease). Meskipun belum diketahui pasti apa yang terjadi pada jantung setelah pandemi COVID-19 di masa depan, tetapi sekarang terbukti bahwa merawat jantung saat ini, adalah lebih penting dari sebelumnya. Mengapa?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/08/23/2020-resesi-rumah-sakit/

.

Penyakit jantung adalah penyebab kematian nomor satu di planet ini. Serangan jantung ini memiliki banyak penyebab dari merokok, diabetes, tekanan darah tinggi dan obesitas, hingga polusi udara, dan kondisi langka dan terabaikan seperti Penyakit Chagas dan amiloidosis jantung. Saat pandemi COVID-19, pasien dengan ganggguan jantung dihadapkan pada ancaman bermata dua. Mereka tidak hanya lebih berisiko jatuh dalam derajad penyakit COVID-19 yang parah, tetapi mereka juga mungkin takut untuk kembali datang ke RS dan mencari perawatan jantung, sehingga diperlukan modifikasi layanan kesehatan jantung.

.

Pada era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, ada yang namanya program rujuk balik untuk mereka yang menderita penyakit kronis stabil. Terdapat 9 jenis penyakit yang masuk Program Rujuk Balik, yaitu Diabetes Mellitus, Hipertensi, Jantung, Asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), Epilepsy, Stroke, Schizophrenia dan Systemic Lupus Erythematosus (SLE). Pasien dengan gangguan jantung yang sudah stabil, tidak perlu datang kontrol dan dilayani di RS, tetapi dapat melanjutkan pengobatan rumatan di FKTP, dokter keluarga, klinik, atau puskesmas terdekat.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2019/09/26/2019-jantung-anak/

.

Layanan kesehatan virtual (virtual health) atau ‘telemedicine’ diharapkan menjadi layanan penyakit jantung di masa depan, sejak pandemi COVID-19 (the future of cardiovascular disease care delivery). Hal ini terutama karena pasien gangguan jantung memiliki peningkatan risiko kematian kalau terinfeksi COVID-19. Selain itu, layanan telemedicine memberikan pilihan bagi dokter yang lebih senior atau memiliki penyakit komorbid dan juga berisiko lebih tinggi terkena penyakit parah jika terinfeksi COVID-19, untuk terus memberikan layanan yang sangat dibutuhkan pasiennya. Layanan telemedicine mengacu pada penggunaan teknologi digital dan telekomunikasi, untuk memberikan perawatan kesehatan. Penerapannya bervariasi, dari sekedar melengkapi hingga mengganti total pemberian layanan kesehatan, tergantung pada kebutuhan pasien dan sumber daya yang tersedia. Peningkatan penggunaan layanan telemedicine menghadirkan banyak peluang. Namun demikian, pada saat yang sama beberapa masalah perlu ditangani, seperti pertimbangan regulasi dan etika.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/09/23/2020-dokter-dan-rs-era-normal-baru/

.

Pandemi COVID-19 telah mengurangi hambatan untuk penerapan layanan telemedicine dan mempercepat pemberlakuan peraturannya di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, sebagian besar konsultasi kesehatan saat ini telah dilakukan secara virtual. Di Cina, kesehatan virtual berkembang segera setelah pandemi COVID-19 dimulai dengan dukungan pemerintah yang signifikan, yang menjamin pembiayaaan jasa konsultasi dokter online. Negara lain yang telah menerapkan layanan kesehatan virtual adalah Kanada dan Skotlandia. Di Skotlandia, penggunaan ‘video conferencing’ bahkan meningkat 1.000%.

.

Contoh keberhasilan penerapan telemedicine adalah pada program penyakit jantung bawaan pada orang dewasa di Rumah Sakit Massachusetts di Boston, USA. Telah terjadi penurunan beban kerja yang signifikan dari 400 pasien sehari menjadi kurang dari 40 pasien. Dr. Ami Bhatt, direktur program telemedicine melaporkan manfaat positif telekardiologi pada hubungan dokter-pasien. Pasien justru merasa bahwa mereka adalah mitra yang setara dalam hubungan dengan dokter dan kebutuhan mereka dihormati. Di sisi lain, dokter terbebas dari kesibukan praktek di klinik dan lebih fokus mendengarkan dan mendidik pasien. Hasilnya adalah peningkatan kepuasan, yang dapat membantu mengatasi tingginya tingkat kelelahan dan bunuh diri, yang dialami oleh dokter di USA yang bekerja terlalu keras.

.

Kelemahan layanan telemedicine ini adalah kurangnya pemeriksaan fisik dan kontak antar manusia, yang telah lama dianggap sebagai komponen inti dari hubungan pasien-dokter. Meskipun masih belum jelas apa implikasinya terhadap kualitas perawatan, tetapi American College of Cardiology (ACC) telah mengeluarkan panduan untuk layanan telekardiologi. Salah satu elemen penting yang perlu dipertimbangkan, mencakup pilihan pasien yang memenuhi syarat untuk layanan telekardiologi.

.

Pelatihan dokter terus dilakukan, dalam menilai jenis pasien apa yang harus diarahkan ke konsultasi tatap muka. Layanan telekardiologi tersebut mencakup pemantauan jarak jauh perangkat yang ditanamkan dalam tubuh pasien serta akses ke peralatan pemantauan non-invasif (misalnya, manset tekanan darah, timbangan BB, atau monitor saturasi oksigen). Pasien dapat membagikan hasil pengukuran mereka sebelum atau selama konsultasi, tergantung pada sistem yang diterapkan. Dalam kebanyakan kasus, resep dapat diberikan secara virtual, kecuali untuk obat keras yang memang dikendalikan. Namun demikian, jika tes diagnostik diperlukan pasien, kunjungan langsung oleh pasien ke dokter di RS harus dilakukan.

.

Semua orang dari segala usia dapat terinfeksi COVID-19. Namun demikian, COVID-19 menimbulkan risiko yang lebih buruk bagi orang yang berusia di atas 60 tahun dan mereka yang memiliki kondisi medis dasar (komorbid). Dalam hal ini termasuk penyakit jantung, hipertensi, diabetes, penyakit pernafasan kronis, dan kanker. Untuk menghindari perburukan infeksi COVID-19, pasien disarankan untuk terus minum obat jantung secara rutin dan ikuti nasihat dokter, amankan persediaan obat rutin untuk satu bulan atau lebih lama, jika memungkinkan. Selain itu, juga jaga jarak setidaknya satu meter dari penderita batuk, pilek atau flu, seringlah mencuci tangan dengan sabun dan air setidaknya selama 20 detik, tinggallah di rumah saja dan waspadai perburukan kondisi kesehatan.

.

Momentum Hari Jantung Sedunia (World Heart Day) dengan tema #UseHeart to beat cardiovascular disease, mengingatkan kita semua, agar menjaga kesehatan jantung sebaik mungkin, sesuai protokol kesehatan. Untuk para dokter dan pasien dengan penyakit jantung kronis yang stabil, disarankan memanfaatkan Program Rujuk Balik (PRB) atau menggunakan fasilitas layanan telekardiologi selama pandemi COVID-19.

Apakah para dokter dan pasien gangguan jantung sudah siap ?

.

Yogyakarta, 25 September 2020

*) Dokter spesialis anak RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161