Categories
COVID-19 Healthy Life vaksinasi

2021 Kalahkan Meningitis

Hasil gambar untuk meningitis disebabkan oleh

KALAHKAN  MENINGITIS

fx. wikan indrarto*)

Pada Sesi ke-73 Majelis Kesehatan Dunia Rabu, 13 Januari 2021, diserukan tindakan segera untuk mencegah dan mengalahkan meningitis pada tahun 2030. Peta jalan global ini adalah intervensi pengendalian meningitis terpadu jangka panjang untuk pengurangan kasus dan kematian karena meningitis. Apa yang menarik?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/08/02/2020-bahaya-tanpa-imunisasi/

.

Meskipun upaya pengendalian meningitis cukup berhasil di beberapa wilayah di dunia, meningitis terus menjadi masalah kesehatan masyarakat global yang menyebabkan hingga 5 juta kasus setiap tahun, di seluruh dunia. Beban meningitis bakterial sangat tinggi, menyebabkan 300.000 kematian setiap tahun dan menyisakan satu dari lima orang yang terkena, berupa dampak kesehatan jangka panjang yang menghancurkan, yaitu kecacatan.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/01/02/2020-menurunkan-angka-kematian-anak/

.

Meningitis adalah infeksi serius pada meninges, yaitu selaput tipis yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang. Ini adalah penyakit yang menghancurkan harapan hidup dan tetap menjadi tantangan kesehatan masyarakat yang utama. Penyakit ini dapat disebabkan oleh berbagai patogen termasuk bakteri, jamur atau virus, tetapi beban global tertinggi terlihat pada meningitis bakterial.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2019/05/09/2019-kematian-bayi/

.

Bakteri Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Neisseria meningitidis adalah bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis. N. meningitidis, penyebab meningitis meningokokus, berpotensi menimbulkan epidemi yang luas. Ada 12 serogrup N. meningitidis yang telah teridentifikasi, 6 diantaranya (A, B, C, W, X dan Y) dapat menyebabkan epidemi. Meningitis meningokokus dapat menyerang siapa saja dari segala usia, tetapi terutama menyerang bayi, anak prasekolah, dan remaja. Beban meningitis meningokokus terbesar terjadi di sabuk meningitis, suatu wilayah di sub-Sahara Afrika, yang membentang dari Senegal di barat hingga Ethiopia di timur. 

.

Hasil gambar untuk meningitis disebabkan oleh
.

Bakteri yang menyebabkan meningitis ditularkan dari orang ke orang melalui tetesan cairan pernapasan atau ‘droplet’, sepeti COVID-19. Kontak dekat dan lama – seperti mencium, bersin, batuk, atau tinggal dekat dengan orang yang terinfeksi, memungkinkan proses penyebaran penyakit. Masa inkubasi rata-rata adalah 4 hari, tetapi dapat berkisar antara 2 dan 10 hari.

.

Meskipun demikian, N. meningitidis sebenarnya dapat menyebabkan berbagai macam penyakit, yaitu penyakit meningokokus invasif, termasuk septikemia, artritis, dan meningitis. Demikian pula, bakteri S. pneumoniae dapat menyebabkan penyakit invasif lainnya termasuk otitis dan pneumonia. N. meningitidis hanya menginfeksi manusia dan menyebar melalui aliran darah untuk sampai ke otak. Sebagian besar populasi di sabuk meningitis, antara 5 dan 10%, memiliki bakteri N. meningitidis yang menetap di tenggorokan.

.

Gejala meningitis yang paling umum adalah leher kaku, demam tinggi, sensitif terhadap cahaya, kebingungan, sakit kepala, dan muntah. Meningitis sangat berbahaya, bahkan dengan diagnosis dini dan pengobatan yang memadai sekalipun, 5-10% pasien akan meninggal, biasanya dalam 24-48 jam setelah timbulnya gejala. Meningitis bakterial dapat menyebabkan kerusakan otak, gangguan pendengaran, atau ketidakmampuan belajar pada 10-20% pasien yang berhasil selamat. Bentuk penyakit meningokokus yang lebih jarang, tetapi bahkan lebih parah dan seringkali fatal adalah septikemia meningokokus, yang ditandai dengan bercak kemerahan di kulit atau ruam hemoragik dan kolaps sirkulasi darah yang cepat.

.

Diagnosis awal meningitis meningokokus dapat dilakukan dengan pemeriksaan klinis, diikuti dengan pungsi lumbal yang menunjukkan cairan otak di tulang belakang bernanah. Bakteri kadang-kadang dapat dilihat dalam pemeriksaan mikroskopis pada cairan otak di tulang belakang tersebut. Diagnosis dipastikan dengan menumbuhkan bakteri dari spesimen cairan otak di tulang belakang atau darah. Diagnosis juga dapat didukung oleh tes diagnostik cepat seperti tes aglutinasi antibodi, walaupun tes yang tersedia saat ini memiliki beberapa keterbatasan. Identifikasi serogrup meningokokus dan pengujian kepekaan terhadap antibiotik penting untuk menentukan jenis antibiotika yang diberikan dan tindakan pengendalian lainnya.

.

Penyakit meningokokus berpotensi fatal dan merupakan keadaan darurat medis. Diperlukan pemberian antibiotik yang tepat dan harus dimulai sesegera mungkin, idealnya setelah dilakukan pungsi lumbal. Jika pengobatan dimulai sebelum pungsi lumbal, mungkin sulit untuk menumbuhkan bakteri dari cairan otak di tulang belakang dan memastikan diagnosisnya. Namun demikian, konfirmasi diagnosis tidak boleh menunda pengobatan. Berbagai antibiotik dapat digunakan untuk mengobati meningitis bakterial, termasuk penisilin, ampisilin, dan seftriakson yang tersedia cukup mudah, murah dan tersebar luas, dengan ceftriaxone sebagai obat pilihan utama.

.

Vaksin berlisensi untuk mencegah penyakit meningokokus telah tersedia selama lebih dari 40 tahun. Menactra buatan Sanofi, Trumenba dari Pfizer, dan Menivax buatan PT Biofarma Indonesia adalah contoh vaksin untuk meningitis. Menactra (vaksin meningitis konjugat) diindikasikan untuk imunisasi aktif mencegah penyakit meningokokus invasif yang disebabkan oleh Neisseria meningitidis serogrup A, C, Y, dan W-135. Pada anak-anak usia 9 hingga 23 bulan, Menactra diberikan sebagai seri 2 dosis, dengan interval antar dosis 3 bulan. Sedangkan pada anak usia 2 hingga 55 tahun, diberikan sebagai dosis tunggal. Menivax dapat diberikan 1x (single dose) pada dewasa dan anak usia di atas 2 tahun. Berlaku 2 tahun, sebagai perlindungan jangka pendek terhadap Infeksi Meningococcal Group A, apabila MCV4 (Vaksin Meningitis Konjugat) tidak tersedia.

.

Hasil gambar untuk merk vaksin meningitis

Seiring waktu, telah terjadi peningkatan besar dalam cakupan strain dan ketersediaan vaksin, tetapi hingga saat ini, belum ada vaksin tunggal untuk melawan semua jenis penyakit meningokokus. Vaksin masih bersifat serogrup tertentu dan perlindungan yang diberikan bervariasi dalam durasi, bergantung pada jenis yang digunakan.

.

Rekomendasi WHO, UNICEF dan Gavi (the Global Vaccine Alliance), untuk meneruskan program imunisasi rutin, termasuk untuk melawan meningitis saat pandemi COVID-19, akan mampu mengalahkan meningitis di seluruh dunia, termasuk di wilayah Indonesia.

Sudahkah kita siap?

Sekian

Yogyakarta, 25 Januari 2021

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Lektor FK UKDW, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161, e-mail : fxwikan_indrarto@yahoo.com

Categories
COVID-19 Healthy Life

2021 COVID-19 pada anak

Hasil gambar untuk COVID-19 PADA ANAK

COVID-19  PADA  ANAK

fx. wikan indrarto*)

Ada berbagai jenis gambaran klinis COVID-19 berdasarkan usia orang yang terinfeksi virus ini. Beruntung anak dan remaja cenderung mengidap penyakit yang lebih ringan dibandingkan orang dewasa. Kebanyakan orang yang terinfeksi virus SARS-CoV-2 mengalami gejala pernapasan, misalnya batuk, sakit tenggorokan, atau bersin. Apa yang perlu dicermati pada anak?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/12/08/2020-kematian-anak-karena-covid-19/

.

Pada beberapa anak mungkin memiliki gejala gangguan perut atau gastrointestinal seperti diare atau muntah, tetapi cenderung lebih ringan. Anak lain mungkin kehilangan indra penciuman atau indra pengecap, bahkan kebanyakan anak cenderung mengalami infeksi tanpa gejala sama sekali.

.

Pada anak manifestasi klinis COVID-19 dapat meliputi gejala sistemik di luar sistem respirasi, seperti demam, diare, muntah, ruam kulit, syok, gangguan jantung dan organ lain, yang dikenal sebagai ‘Multisystem Inflammatory Syndrome’ pada COVID-19 (MIS-C). Untuk itu, para dokter klinisi perlu mengetahui kondisi MIS-C pada anak dan menatalaksananya. Apabila menemukan tanda dan gejala MIS-C pada anak, klinisi dapat menegakkan diagnosis berdasarkan pemeriksaan serologi antibodi. Pemeriksaan rapid antibodi positif pada anak dengan kecurigaan MIS-C, walaupun hasil PCR SARS-CoV2 negatif, diagnosis MIS-C tetap dapat ditegakkan. Hal ini didasarkan atas manifestasi klinis MIS-C dapat timbul setelah 2-4 minggu pasca awitan.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/12/02/2020-obat-covid-19/

.

Tatalaksana klinis MIS-C pada anak mirip dengan pasien dewasa. Pemberian suplemen Vitamin C (1-3 tahun maksimal 400 mg/hari; 4-8 tahun maksimal 600 mg/hari; 9-13 tahun maksimal 1,2 gram/hari; 12-18 tahun maksimal 1,8 gram/hari) dan Zink 20mg/hari atau obat suplemen lain dapat dipertimbangkan untuk diberikan, meskipun ‘evidence’ pada anak belum menunjukkan hasil yang meyakinkan.

.

Antibiotik empirik lebih disukai yang dosis tunggal atau sekali sehari, karena alasan ‘infection control’, yaitu ceftriaxon IV 50-100 mg/kgBB/24jam pada kasus pneumonia komunitas atau terduga ko-infeksi dengan bakteri. Selain itu, juga dapat menggunakan Azitromisin 10 mg/kg, hanya jika dicurigai disertai dengan pneumonia atipikal.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/11/12/2020-sekolah-saat-pandemi-covid-19/

.

Jika COVID-19 dicurigai ko-infeksi dengan virus influenza, dapat diberikan oseltamivir. Untuk bayi < 1 tahun, oseltamivir 3 mg/kg/dosis setiap 12 jam dan untuk anak > 1 tahun diberikan dengan panduan dosis BB < 15 kg : 30 mg setiap 12 jam, BB 15-23 kg : 45 mg setiap 12 jam, BB 23-40 kg : 60 mg setiap 12 jam, dan > 40 kg : 75 mg setiap 12 jam.

.

Hasil gambar untuk COVID-19 PADA ANAK
.

Terapi definitif untuk COVID-19 masih terus diteliti, namun laporan efektivitas dan keamanan obat antivirus seperti remdesivir, favipiravir, tocilizumab, IVIG, dan plasma konvalesens, sementara ini hanya pada pasien dewasa, sedangkan pada anak masih belum cukup banyak data. Pemberian obat anti SARS-CoV-2 pada anak harus mempertimbangkan derajat beratnya penyakit dan komorbid, serta persetujuan orang tua.

.

Varian virus SARS-CoV-2 saat ini sudah terdeteksi, tetapi perubahan ini tidak berdampak hebat pada anak dalam hal kemampuannya untuk menularkan atau gejala klinis penyakit yang ditimbulkannya. Namun demikian, beberapa varian yang disebut “varian yang menjadi perhatian” (variants of concern) membutuhkan lebih banyak penelitian. Gejala klinis penyakit terlihat sama dan tingkat keparahannya juga terlihat sama dengan virus SARS-CoV-2 lainnya.

.

Varian virus SARS-CoV-2 diidentifikasi pertama kali di Inggris memperlihatkan peningkatan penularan di semua kelompok umur, termasuk anak, di wilayah yang mungkin terkait dengan banyak sekolah yang telah dibuka. Masih diperlukan banyak penelitian tentang varian virus ini, tetapi penelitian di Inggris tidak menunjukkan bahwa virus tersebut secara khusus menargetkan populasi anak, yang berarti bahwa varian itu tidak menginfeksi anak lebih banyak, dibandingkan virus lain yang sedang mengancam di daerah tersebut.

.

Hasil gambar untuk COVID-19 PADA ANAK

Cara terbaik untuk menjaga keamanan dan kesehatan anak adalah dengan pencegahan penularan COVID-19, karena vaksinasi COVID-19 belum dapat dilakukan. Memastikan anak memiliki tangan yang bersih dan mereka mampu mencuci tangan dengan benar menggunakan sabun dan air, adalah hal penting. Atau dapat juga gunakan cairan oles berbahan dasar alkohol (alcohol-based rub).

.

Selain itu, orang tua wajib memastikan anak agar mempraktikkan etika batuk, yaitu bersin dan batuk ditutup dengan siku. Anak terkecil yang dapat dilatih adalah sekitar usia dua tahun, mampu untuk terbiasa batuk dan bersin di sikunya. Etika batuk ini adalah kebiasaan baik yang harus dibentuk sejak anak. Pastikan sesuai dengan usia anak agar anak mengikuti panduan setempat tentang penggunaan masker dengan tepat. Dengan tangan yang bersih, pastikan masker menutupi hidung dan mulut anak serta anak diajari untuk tidak menyentuh bagian luar masker. Pastikan tangan mereka bersih saat melepas masker.

.

Selain itu, orang tua wajib berbicara dengan anak sebaik mungkin dalam menjawab pertanyaan mereka. Ada banyak informasi yang membingungkan dan menakutkan, sehingga ciptakan waktu untuk berbicara dan menjawab pertanyaan mereka secara benar, untuk mengurangi rasa takut anak dan memeilihara optimisme. Hal penting lainnya adalah mengingatkan anak agar selalu menjaga jarak secara fisik dengan temannya, karena cara-cara itulah yang terbaik untuk mencegah penyebaran SARS-CoV-2 pada anak.

.

Sudahkah kita bijak mendampingi anak dari bahaya COVID-19 ?

Sekian

Yogyakarta, 1 Februari 2021

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161

Categories
COVID-19 Healthy Life UHC

2020 UHC

Universal Health Coverage Day 2020 | Universal Health Coverage Partnership

UHC

fx. wikan indrarto*)

Pandemi COVID-19 menyerang seluruh warga global hanya beberapa bulan setelah para pemimpin dunia mengesahkan Deklarasi Politik penting tentang cakupan kesehatan semesta atau ‘Universal Health Coverage’ (UHC). Para pemimpin global telah berkomitmen untuk mempercepat upaya pencapaian UHC, sehingga semua orang dapat mengakses layanan kesehatan yang mereka butuhkan, kapan dan di mana mereka membutuhkannya, tanpa menderita kesulitan keuangan (financial hardship). Apa yang menarik?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2019/08/28/2019-uhc-sektor-swasta/

.

Pandemi COVID-19 menguji tekad global dalam memberikan layanan kesehatan bagi semua orang. Selain itu, mengancam untuk menghapus prestasi bidang kesehatan yang telah dicapai selama beberapa dekade terakhir. Hal ini disebabkan karena pandemi COVID-19 ini telah mengganggu layanan kesehatan esensial di banyak negara dan menghabiskan sumber daya hingga melampaui batas kemampuannya. Selain itu, juga menunjukkan dampak dari kurangnya investasi selama beberapa dekade, untuk layanan primer dan fungsi kesehatan masyarakat yang esensial.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2019/06/30/2019-capaian-uhc/

.

Serangkaian survei global mengungkapkan kemunduran dalam pemberian layanan kesehatan utama, untuk mencapai target yang telah disepakati secara global. Inisiatif untuk meningkatkan cakupan imunisasi, derajad kesehatan seksual dan reproduksi, layanan kesehatan ibu dan anak, perawatan lansia, dan program untuk mengakhiri berbagai penyakit, semuanya telah terdampak secara negatif oleh pandemi COVID-19.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2019/01/09/2019-biaya-uhc/

.

Hal ini memberikan tekanan tambahan pada kelompok populasi rentan, dengan kebutuhan layanan kesehatan yang tidak terpenuhi. Pada hal sebelum pandemi COVID-19, setidaknya setengah dari populasi dunia tidak memiliki penjaminan biaya, saat memerlukan layanan kesehatan penting dan sekitar 100 juta orang jatuh ke dalam kemiskinan ekstrem, karena mereka harus mengeluarkan biaya untuk perawatan kesehatan, di luar kemampuan mereka untuk membayar. Untuk itulah prioritas UHC tahun 2020 ini dirumuskan, agar mengingatkan kita semua pada hal yang paling mendesak, yaitu kesehatan untuk semua: lindungi semua orang (health for all: protect everyone). Pada intinya, untuk mengakhiri pandemi COVID-19 ini dan membangun masa depan yang lebih aman dan lebih sehat, kita harus berinvestasi dalam sistem kesehatan yang melindungi kita semua,  yang sekarang harus dilakukan, bukan kelak.

Why palliative care must be included in Universal Health Coverage - ICPCN

Rencana aksi global untuk kehidupan yang lebih sehat dan kesejahteraan untuk semua, memerlukan beberapa langkah penting. Langkah pertama adalah pembentukan layanan kesehatan primer yang efektif dan berkelanjutan untuk mencapai target SDG terkait kesehatan. Langkah penting program ini adalah menyediakan sarana dan sistem untuk layanan kesehatan primer dan kesehatan masyarakat lainnya yang mudah diakses, terjangkau, adil, terintegrasi, dan berkualitas untuk semua warga masyarakat. Syaratnya adalah fasilitas kesehatan primer tersebut dekat dengan tempat orang tinggal atau bekerja, dan mampu mengatur rujukan pasien ke tingkat perawatan yang lebih tinggi. Layanan ini juga didukung dengan koordinasi multisektoral dalam bidang kesehatan dan melibatkan lebih banyak orang dan komunitas, untuk mewujudkan kesehatan dan kesejahteraan mereka sendiri.

.

Langkah kedua adalah meningkatkan besaran pembiayaan bidang kesehatan yang berkelanjutan, agar memungkinkan banyak negara untuk mengurangi berbagai kebutuhan yang selama ini tidak terpenuhi, akan layanan kesehatan. Selain itu, juga dapat mengatasi kesulitan keuangan yang timbul karena pembayaran biaya layanan kesehatan secara langsung, dengan membangun dan secara progresif memperkuat sistem untuk memobilisasi sumber daya yang memadai untuk layanan kesehatan, dan membelanjakannya dengan lebih baik, untuk lebih banyak jenis layanan kesehatan. Untuk beberapa negara berpenghasilan rendah, di mana alokasi pendanaan pembangunan cukup terbatas, program ini juga akan menyebabkan peningkatan efektivitas dukungan pendanaan eksternal.

.

Langkah ketiga adalah meningkatkan keterlibatan masyarakat dan memastikan bahwa masyarakat luas menerima dukungan yang mereka butuhkan. Keterlibatan masyarakat ini memungkinkan dan memastikan bahwa tidak ada seorangpun yang terlibat akan tertinggal (no one is left behind). Langkah keempat menciptakan lingkungan yang mendukung peningkatan derajad kesehatan dan kesejahteraan bagi semua. Selain itu, juga meningkatkan investasi dan tindakan di berbagai sektor di luar kesehatan dan memaksimalkan manfaat pencapaian target di seluruh sektor SDG.

.

Langkah kelima adalah pemrograman inovatif dalam sistem kesehatan yang rapuh, rentan, dan mudah terganggu, sekalian untuk merespons wabah penyakit, termasuk pandemi COVID-19. Memastikan bahwa layanan kesehatan dan kemanusiaan tersedia di semua tempat, termasuk pada medan yang sulit serta mampu merespons munculnya wabah penyakit secara efektif, karena memerlukan koordinasi multisektoral, perencanaan rinci dan pembiayaan jangka panjang. Langkah keenam adalah penelitian, pengembangan, inovasi dan perbaikan akses. Penelitian dan inovasi sangat penting untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi produk dan layanan kesehatan. Sementara itu, akses yang berkelanjutan dan adil memastikan ketersediaan intervensi perawatan kesehatan yang lebih baik, bagi mereka yang paling membutuhkannya.

.

Langkah ketuju, adalah perbaikan data dan kesehatan digital. Data yang rinci, berkualitas dan komprehensif adalah kunci untuk memahami secara benar kebutuhan bidang kesehatan, merancang program dan kebijakan, memandu keputusan investasi, serta mengukur kemajuan. Teknologi digital dapat mengubah cara pengumpulan dan penyimpanan data kesehatan, sehingga dapat digunakan serta berkontribusi pada kebijakan kesehatan yang lebih adil.

.

Setiap negara itu unik, dan setiap negara dapat berfokus pada area yang berbeda, atau mengembangkan cara mereka sendiri dalam mengukur pencapaian UHC. Di Indonesia UHC diwujudkan melalui program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional). Apakah kita telah ikut mewujudkan?

 

Sekian

Yogyakarta, 24 Desember 2020

*) Dokter spesialis anak RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161

Categories
Healthy Life

2020 ‘WASTING’ PADA ANAK

Wasting Pada Anak, Apa Saja Penyebab dan Bagaimana Mengatasinya? | Kabar  Tangsel

WASTING  PADA  ANAK

fx. wikan indarto*)

Pada 2015 segenap pemimpin dunia berkomitmen untuk memberantas  kekurangan gizi pada 2030 sebagai bagian dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Untuk mencapai hal ini, SDGs memasukkan target Majelis Kesehatan Dunia ke-65 dalam mengurangi proporsi anak dengan kekurangan gizi akut atau kurus (wasting) menjadi <5% pada tahun 2025 dan <3% pada tahun 2030. Namun, sejak target tersebut diadopsi, proporsi anak dengan wasting di banyak bagian dunia tetap tidak berubah. Apa yang membahayakan?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2019/07/26/2019-kelaparan-masih-ada/

.

Saat ini, diperkirakan 7,3% (50 juta) dari semua anak balita menderita wasting. Tiga perempat dari anak ini tinggal di lingkungan berpenghasilan rendah, sedangkan sisanya terkena dampak krisis kemanusiaan,termasuk resesi karena pandemi COVID-19. Wasting mempengaruhi anak di hampir setiap benua, dengan jumlah terbesar tinggal di Asia Selatan dan Tenggara.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2018/08/08/2018-nutrisi-bayi-pengungsi/

.

Kemajuan dalam mengurangi separoh jumlah anak yang mengalami wasting atau terhambat pertumbuhannya, dan dalam mengurangi jumlah bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah, terbukti terlalu lambat, sehingga membuat target nutrisi SDG 2 menjauh dari jangkauan. Pada saat yang sama, justru terjadi tambahan tantangan, karena kelebihan berat badan dan obesitas terus meningkat di semua wilayah, terutama pada anak usia sekolah dan orang dewasa muda. Selain itu, peluang mengalami rawan pangan lebih tinggi terjadi pada wanita daripada pria di setiap benua, dengan kesenjangan terbesar di Amerika Latin. Tindakan untuk mengatasi tren yang meresahkan ini harus lebih berani, tidak hanya dalam skala, tetapi juga dalam hal kolaborasi multisektoral. Hal ini melibatkan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), Dana Internasional untuk Pengembangan Pertanian (IFAD), Dana Anak PBB (UNICEF), Program Pangan Dunia (WFP) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2018/06/04/2018-campak-dan-gizi-buruk/

.

Kelaparan yang meningkat terjadi di banyak negara, terutama di mana pertumbuhan ekonomi tertinggal dan terdampak resesi karena pandemi COVID-19, yaitu di negara berpenghasilan menengah dan negara yang sangat bergantung pada perdagangan komoditas primer internasional. Laporan tahunan PBB 2019 juga menemukan bahwa ketimpangan pendapatan juga meningkat di banyak negara di mana kejadian kelaparan meningkat, menjadikannya semakin sulit bagi orang miskin, rentan atau terpinggirkan, untuk mengatasi perlambatan dan penurunan pertumbuhan ekonomi di negara tersebut.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2019/07/26/2019-kelaparan-masih-ada/

.

Untuk itu, semua negera seharusnya mendorong program transformasi struktural yang berpihak pada kaum miskin dan inklusif. Selain itu, juga berfokus pada orang dan komunitas khusus, agar menjadi pusat kegiatan dalam mengurangi kerentanan ekonomi, sehingga banyak negara akan mampu berada pada jalur untuk mengakhiri kelaparan, kerawanan pangan, dan segala bentuk kekurangan gizi.

Covid-19 Tingkatkan Anak-Anak Alami Masalah Gizi | Republika Online

Situasi kelaparan yang paling mengkhawatirkan terjadi di Afrika, karena wilayah ini memiliki tingkat kelaparan tertinggi di dunia. Selain itu, juga terus meningkat secara perlahan namun pasti, di hampir semua sub-wilayah. Di Afrika Timur khususnya, hampir sepertiga dari populasi (30,8 persen) kekurangan gizi. Selain perubahan iklim dan konflik bersenjata, ternyata perlambatan dan penurunan pertumbuhan ekonomi mendorong peningkatan kelaparan. Sejak tahun 2011, hampir setengah negara di mana kelaparan meningkat, terjadi karena perlambatan pertumbuhan ekonomi atau stagnasi di Afrika.

.

Namun demikian, jumlah terbesar orang kurang gizi (lebih dari 500 juta) justru tinggal di Asia, sebagian besar di Asia selatan. Secara bersama-sama, Afrika dan Asia menanggung bagian terbesar dari semua bentuk malnutrisi, terhitung lebih dari sembilan dari sepuluh anak pendek, kekurangan gizi kronis atau stunting, dan lebih dari sembilan dari sepuluh anak kurus atau wasting di seluruh dunia. Di Asia selatan dan Afrika sub-Sahara, satu dari tiga anak adalah pendek. Selain tantangan stunting dan wasting, wilayah Asia dan Afrika juga merupakan rumah bagi hampir tiga perempat dari semua anak yang kelebihan berat badan di seluruh dunia, sebagian besar didorong oleh peningkatan konsumsi makanan yang tidak sehat.

.

Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam, Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) Arifin Rudiyanto, pada 10 April 2019 menyatakan bahwa tahun 2018 lalu, konsumsi makanan per kapita di Indonesia meningkat sekitar 5 persen, dan bahkan konsumsi kalori pada masyarakat berpendapatan rendah meningkat sekitar 8 persen. Dalam kondisi ini, tingkat stunting untuk anak balita di Indonesia turun 7 persen dibanding kondisi tahun 2013, menjadi 30,8 persen tahun 2018. Prevalensi kekurangan berat badan (wasting) pada anak balita juga turun 2 persen, menjadi 10 persen selama periode yang sama. Indonesia berada dalam kondisi transisi ekonomi, dengan pertumbuhan pendapatan lebih dari 5 persen per tahun, dan permintaan akan makanan tumbuh lebih dari empat persen. Perubahan ini tidak bisa dihindari, karena adanya pertumbuhan ekonomi yang cukup cepat, urbanisasi, dan perubahan gaya hidup.

.

Laporan Keamanan Pangan PBB tahun 2017 yang lalu mengidentifikasi tiga faktor di balik meningkatnya kelaparan, yaitu konflik bersenjata, perubahan iklim, dan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Sampai tahun 2020 ini, ketiganya tetap berpengaruh dalam ketahanan pangan, nutrisi global, dan meningkatnya wasting pada anak, sehingga ketiganya harus kita cegah terjadi di Indonesia, terutama dampak resesi terkait pandemi COVID-19.

Sudahkah kita bertindak?

Sekian

Yogyakarta, 8 Desember 2020

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, dan Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161

Categories
COVID-19 Healthy Life

2020 Spekulan COVID-19

Mengapa Spekulan Disebut sebagai Penjudi? - EKI Tuntas

SPEKULAN  COVID-19

Fx. wikan indrarto*)

Pandemi COVID-19 melahirkan berbagai ironi. Selain menimbulkan banyak korban sakit, terisolasi dan meninggal, juga memaksa segenap warga global memulai kebiasaan baru. Namun demikian, juga ada beberapa pihak yang mampu berinovasi dan meraup keuntungan finansial secara legal, meskipun penuh spekulasi. Apa yang menarik?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/12/02/2020-obat-covid-19/

.

Spekulan pada umumnya terkait tanah, yaitu membeli sebidang wilayah yang akan menjadi lahan sebuah proyek pembangunan berskala besar yang memerlukan pembebasan banyak tanah. Spekulan yang terinformasi baik akan perencanaan proyek pembangunan tersebut, akan mendapat keuntungan finansial terbesar dibandingkan dengan pihak manaupun, dari selisih harga tanah. Pada saat pandemi COVID-19 ini, spekulan yang inovatif dan terinformasi secara baik akan proyek pengadaan barang, jasa, obat, dan alat kesehatan dalam jumlah besar, juga akan mendapatkan keuntungan finansial yang tidak kalah besar.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/10/19/2020-covid-19-dan-anak/

.

Sesuai perjalanan alamiah penyakit, maka proyek pengadaan barang dan jasa untuk COVID-19 terkait dengan tahap promotif, preventif, diagnostik, kuratif dan rehabilitatif. Spekulan yang telah berhasil meraup keuntungan finansial sangat besar, adalah inovator pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam tahap diagnostik. Diagnosis COVID-19 terdiri dari uji skrining dan uji definitif. Uji skrining meliputi rapid tes antibodi, antigen impor dan partikel nano. Sedangkan uji definitif COVID-19 adalah usap tenggorok atau swab Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT PCR).  

.

Hari Ini Operasi Gabungan Covid-19 di Puncak: Tes Swab dan.. - Metro  Tempo.co

Pada Juli 2020, Kementerian Kesehatan telah menetapkan biaya maksimal untuk rapid test antibodi adalah Rp 150 ribu, tarif tertinggi pemeriksaan Rapid Test Antigen-Swab impor sebesar Rp. 250 ribu untuk Pulau Jawa dan Rp 275 ribu untuk di luar Pulau Jawa. Ketetapan ini tertuang dalam Surat Edaran No HK.02.02/I/4611/2020 yang dikeluarkan per tanggal 18 Desember 2020. Selain itu, Kemenkes juga menetapkan harga tertinggi untuk RT PCR sebesar Rp 900 ribu.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/10/03/2020-infodemik-covid-19/

.

Keuntungan finansial spekulan COVID-19 dalam tahap diagnostik dapat dipangkas, sejak Kementrian Kesehatan RI pada Juli 2020 menentukan batas atas harga layanan uji skrining COVID-19 oleh fasilitas kesehatan, baik RS ataupun laboratorum klinik di manapun. Sebelum negara hadir dengan menentukan batas atas harga layanan uji skrining, baik rapid test antibodi, antigen maupun partikel nano, harga layanan diserahkan kepada mekanisme pasar. Semakin banyak konsumen yang memerlukan dan semakin sedikit fasilitas kesehatan yang mampu memberikan layanan, tentu saja harga layanan akan semakin mahal. Di situlah keuntungan finansial spekulan, termasuk oleh beberapa laboratoirum klinik yang baru dibentuk pada saat pandemi COVID-19 ini, yang meskipun legal tetapi sebenarnya kurang etis, dapat diperoleh.

.

Berita Magelang - Hasil Tes Swab PDP Tiga Orang Negatif

Kehadiran negara yang lebih dini, seperti penegasan Presiden Joko Widodo bahwa biaya vaksinasi COVID-19 ditanggung oleh negara, adalah langkah cepat yang bijak untuk memotong spekulasi inovatif, yang menguntungkan sebagian kecil pihak tertentu. Spekulan dalam layanan uji skrining tentu perlu diatur, karena persyaratan bebas COVID-19 untuk dapat melakukan perjalanan menggunaakan angkutan umum, mengikuti kegiatan resmi pembelajaran tatap muka atau peribadatan dan lain-lainnya, adalah lahan basah untuk mendapatkan keuntungan finansial.

.

Satu unit GeNose C19 dijual dengan harga Rp 62 juta. Alat ini merupakan inovasi dari UGM Yogyakarta yang telah terbukti memiliki tingkat sensitivitas 90 persen dan spesifisitas hingga 96 persen, untuk uji skrining COVID-19. Dengan alat GeNose, uji skrining COVID-19 dengan hembusan nafas sebanyak 12 ribu orang per hari, dengan biaya tes yang relatif terjangkau hanya Rp. 25 Ribu. Sementara itu, CePAD buatan UNPAD Bandung mampu mendeteksi keberadaan antigen virus dari sampel swab, sehingga lebih murah dibandingkan swab antigen impor dan bermanfaat untuk mengurangi potensi penyebaran penyakit.

.

Spekulan tentu tidak terlalu tertarik terjun dalam layanan uji skrining menggunakan alat GeNose dan CePAD, karena keuntungan finansialnya relatif rendah. Namun demikian, celah spekulan tentu saja dapat masuk dari sisi pengadaan, distribusi dan perawatan alat GeNose ataupun CePAD, yang harus diantisipasi dengan cermat dalam regulasi pemerintah. Selain itu, pemerintah seharusnya menetapkan bahwa ketentuan persyaratan bebas COVID-19 tidak lagi menggunakan pemeriksaan uji skrining rapid tes antigen impor, apalagi rapid tes antibodi. Pemerintah sebaiknya secara bertahap menentukan regulasi bebas COVID-19 berdasarkan pemeriksaan menggunakan alat GeNose dan atau CePAD.

.

Incaran spekulan dalam tahap preventif dan diagnostik COVID-19 relatif telah dapat dikendalikan oleh kehadiran negara. Meskipun spekulan dalam tahap promotif, kuratif dan rehabilitatif mungkin tidak banyak, tetapi regulasi yang membatasi potensi spekulan tetap harus disiapkan secara proaktif, bukan lagi reaktif. Termasuk dalam pembuatan protokol pengobatan COVID-19 di seluruh Indonesia, yang sebaiknya berdasarkan penelitian terbaru, misalnya berdasarkan ‘Drug treatments for covid-19: living systematic review and network meta-analysis version’ yang dapat diakses pada link : https://www.who.int/publications/i/item/therapeutics-and-covid-19-living-guideline, yang diterbitkan pada 20 November 2020. Dengan demikian menggunakan obat dexamethason yang berharga sangat murah, dan menghindari penggunaan obat azitromisin, hydroxychloroquine, interferon beta, dan tocilizumab, yang memicu terjadinya spekulan importir obat berharga sangat mahal, tetapi bukti manfaatnya kecil.

.

Pandemi COVID-19 menyadarkan kita semua bahwa layanan dalam aspek preventif dan diagnostik perlu dicermati, karena akan memunculkan spekulan. Negara harus hadir, bertindak, dan mengatur, agar kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi, namun bebas dari pengaruh para spekulan.

Apakah kita sudah bijak?

Sekian

Yogyakarta, 30 Desember 2020

*) dokter spesialis anak di RS Panti Rapih dan lektor FK UKDW, Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA 081227280161

Categories
COVID-19 Healthy Life

2021 Langkah Sehat

Cara Sehat dan Hemat dengan Donor Darah | Asuransi Kesehatan dan Jiwa Cigna  Indonesia

LANGKAH  SEHAT  2021

fx. wikan indrarto*)

Dimuat di harian nasional Kompas Rabu, 6 Januari 2021, halaman 7.


https://kompas.id/baca/opini/2021/01/06/langkah-sehat-2021/

2020 adalah tahun yang menghancurkan bagi kemajuan kesehatan global. Sebuah virus ganas, yaitu COVID-19 menyebar ke seluruh dunia, dengan cepat muncul sebagai salah satu pembunuh utama. Saat ini, layanan kesehatan di semua wilayah sedang berjuang untuk mengatasi COVID-19, dan memberikan layanan medis bagi banyak orang. Apa yang harus dilakukan di sepanjang tahun 2021?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/06/06/2020-langkah-sehat-paska-pandemi-covid-19/

.

Pada tahun 2021 semua negara di seluruh dunia masih harus terus memerangi COVID-19, memperkuat kesiapsiagaan menghadapi pandemi, dan keadaan darurat lainnya. Berikut adalah 10 langkah global yang harus dilakukan untuk mempertahankan derajad kesehatan warga dunia. Pertama, membangun solidaritas global untuk keamanan kesehatan (health security). Semua pihak harus bekerjasama untuk meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi pandemi dan keadaan darurat kesehatan. Di atas segalanya, pandemi ini telah menunjukkan kepada kita berulang kali, bahwa tidak ada seorangpun yang aman sampai semua orang aman (no one is safe until everyone is safe). Salah satu hal penting adalah mendirikan Bio Bank, yaitu sebuah sistem global dalam berbagi bahan patogen dan sampel klinis, untuk memfasilitasi penelitian dan pengembangan vaksin dan obat yang aman dan efektif.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/12/08/2020-kematian-anak-karena-covid-19/

.

Kedua, mempercepat akses untuk tes, obat dan vaksin COVID-19. Target pada 2021 antara lain pendistribusian 2 miliar dosis vaksin, layanan medis untuk 245 juta pasien rawat inap, tes skrining untuk 500 juta orang di negara berpenghasilan rendah dan menengah, serta memperkuat sistem kesehatan yang dibutuhkan untuk mendukung mereka. Ketiga, meningkatkan kesehatan untuk semua (health for all). Salah satu pelajaran paling jelas dari pandemi COVID-19 adalah konsekuensi buruk kalau mengabaikan sistem layanan kesehatan. Pada tahun 2021, setiap negara wajib memperkuat sistem, sehingga selian dapat menanggapi ganasanya COVID-19, masih tetap mampu memberikan semua layanan kesehatan penting yang diperlukan, untuk menjaga kesehatan warga masyarakat dari segala usia, berlokasi dekat dengan rumah dan tanpa risiko finansial yang menyebabkan jatuh miskin.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/07/23/2020-vaksinasi-saat-pandemi-covid-19/

.

Keempat, mengatasi kesenjangan kesehatan (health inequities). Pada tahun 2021, semua warga global wajib membangun komitmen internasional untuk memajukan cakupan kesehatan semesta atau UHC dan menangani faktor penentu derajad kesehatan yang lebih luas. Diperlukan program untuk mengatasi ketidaksetaraan layanan kesehatan karena pengaruh tingkat pendapatan, jenis kelamin, etnis, tinggal di daerah pedesaan terpencil atau daerah perkotaan yang tertinggal, tingkat pendidikan, kondisi pekerjaan, dan bahkan disabilitas. Kelima, memprioritaskan sains dan data. WHO akan memantau dan mengevaluasi perkembangan sains dan bukti ilmiah terbaru seputar COVID-19. Dengan demikian akan terwujud  rekomendasi untuk tenaga medis yang berbasis bukti terbaik, dalam meningkatkan derajad kesehatan masyarakat. Rekomendasi tersebut mencakup berbagai masalah medis secara lengkap dari A sampai Z, yaitu mulai dari Alzheimer hingga Zika. 

.

Cara Mencegah Virus Corona Versi Situs WHO

Keenam, revitalisasi upaya penanggulangan penyakit menular dan mengakhiri wabah polio, HIV, tuberkulosis dan malaria, serta mencegah epidemi penyakit seperti campak dan demam kuning. Namun demikian, pandemi COVID-19 telah menghentikan sebagian besar upaya besar ini pada awal tahun 2020. Untuk itu, pada tahun 2021 diperlukan bantuan untuk beberapa negara dalam mendapatkan vaksin polio dan penyakit lainnya, kepada orang yang belum dvaksin (missed out) selama pandemi COVID-19 ini. Program vaksinasi baru adalah upaya meningkatkan akses ke vaksin HPV sebagai bagian dari upaya global baru, untuk mengakhiri kanker serviks yang diluncurkan pada tahun 2020. Pada tahap menengah akan ditingkatkan upaya untuk memberantas AIDS, tuberkulosis, malaria, dan hepatitis pada tahun 2030.

.

Ketujuh, memerangi resistensi obat. Upaya global untuk mengakhiri penyakit menular hanya akan berhasil jika kita memiliki obat yang efektif untuk mematikan kuman penyebab. Kolaborasi dalam ‘One Health’ antara WHO, FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian) dan OIE (Organisasi Dunia untuk Kesehatan Hewan) dengan semua sektor, untuk melestarikan obat antimikroba dan memastikan bahwa resistensi antimikroba diperhitungkan dalam penguatan sistem kesehatan nasional di negara manapun. Kedelapan, mencegah dan mengobati penyakit tidak menular atau Non Communicable Diseases (NCD) yang bertanggung jawab atas 7 dari 10 penyebab kematian teratas pada tahun 2019 dan sangat rentan terhadap COVID-19. Program skrining dan pengobatan NCD, terutama untuk kanker, diabetes dan penyakit jantung, pada tahun 2021 seharusnya dapat diakses oleh semua orang saat mereka membutuhkannya, disertai kampanye untuk membantu 100 juta orang berhenti merokok. 

.

Kesembilan, membangun kembali dunia dengan lebih baik, lebih hijau, dan lebih sehat. Manifesto Pemulihan Sehat (Healthy Recovery from COVID-19) dengan tujuan untuk mengatasi perubahan iklim, mengurangi polusi, dan meningkatkan kualitas udara, dapat memainkan peran utama dalam mewujudkan hal ini. Kesepuluh, bertindak dalam solidaritas. Salah satu prinsip utama selama perang melawan COVID-19 adalah perlunya solidaritas yang lebih besar, baik antar negara, lembaga, komunitas, maupun antar individu, untuk menutup celah (the cracks) pertahanan kita, tempat virus masuk dan berkembang. Pada tahun 2021 kita wajib memprioritaskan dan membangun kapasitas nasional melalui inisiatif baru, misalnya melibatkan kelompok pemuda, memperkuat dan memperluas kemitraan dengan masyarakat sipil dan sektor swasta, termasuk melalui kolaborasi ilmiah baru antar cabang ilmu, selain kedokteran dan kesehatan.

.

Sudahkah kita bijak memilih langkah yang sehat, cepat dan tepat di tahun 2021?

Sekian

Yogyakarta, 2 Januari 2021

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161

Categories
Healthy Life

2020 Kematian Anak karena COVID-19

Kematian Anak Akibat COVID-19 Tak Terelakkan | Asumsi

KEMATIAN  ANAK  KARENA  COVID-19

fx. wikan indrarto*)

Pandemi COVID-19 belum juga reda dan penyebaran virus corona masih sangat tinggi. Dengan tingkat kematian sekitar 11 ribu anak dan pernah mencapai 2,5 persen, Indonesia memegang rekor buruk tertinggi di Asia Pasifik. Di Amerika Serikat dengan kasus kematian tertinggi akibat COVID-19, angka kematian pasien terkait COVID-19 untuk warga di bawah 25 tahun adalah 0,15% (data diakses 2 Juli 2020) dan di China, angka kematian pada individu berusia 19 tahun ke bawah hanya 0,1%. Penyebab mortalitas pada anak Indonesia adalah pneumonia atau infeksi pernapasan akut, yang lebih tinggi dibandingkan India, Myanmar dan Pakistan. Apa yang menarik?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/09/26/2020-kematian-anak-terkait-covid-19/

.

Pada awal September 2020 telah terjadi penurunan persentase mortalitas anak Indonesia. Jumlah kematian pasien COVID-19 sebanyak 7.505 orang, 145 (1,9%) di antaranya adalah anak dan remaja berusia kurang dari 18 tahun. Meskipun telah terjadi penurunan persentase, terdapat tiga hal yang menjadi pemicu masih tingginya angka kematian COVID-19 pada anak di Indonesia. 1. Tingkat pemeriksaan rendah 2. Banyak anak memiliki penyakit bawaan dan menderita gizi buruk 3. Penanganan yang terlambat. 

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/01/02/2020-menurunkan-angka-kematian-anak/

.

Pertama, tingkat pemeriksaan yang rendah menyebabkan diagnosis COVID-19 menjadi cenderung terlambat. Adanya beberapa kendala yang menghambat pemeriksaan COVID-19, khususnya dalam tracing (pelacakan) adalah adanya resistensi dari masyarakat akibat stigma negatif terhadap penderita COVID-19, termasuk anak. Bersikap jujur dan suportif kepada petugas kesehatan adalah sikap yang penting dalam mensukseskan tingkat pemeriksaan COVID-19, sebagai langkah awal tata laksana yang menyeluruh.

.

baca juga :https://dokterwikan.com/2019/01/17/2019-kematian-anak/

.

Kedua, tentang penyakit bawaan dan gizi buruk. Komorbid atau penyakit penyerta dan penyebab kematian pada anak yang terinfeksi COVID-19 berbeda dengan orang dewasa. Pada orang dewasa, komorbid yang memperparah COVID-19 di antaranya hipertensi, obesitas, diabetes, dan penyakit jantung. Penyebab utama kematian pada anak yang terinfeksi COVID-19 adalah murni karena infeksi virus itu sendiri. Hanya sebagian kecil, sekitar 15 persen, yang disebabkan oleh penyakit penyerta atau komorbiditas. Kondisi yang memperparah COVID-19 pada anak dan menyebabkan peningkatan kematian adalah penyakit jantung bawaan, cerebral palsy, tuberkulosis, dan malnutrisi. Kondisi atau penyakit ini umum dijumpai pada anak Indonesia.

.

Berita Kasus Kematian Anak Terbaru Hari Ini : Anak-anak Indonesia  Terperangkap dalam 'Lingkaran Setan' Saat Pandemi, Gizi Buruk Penyebab  Kematian Covid-19

Derajad kesehatan anak Indonesia belumlah baik. Prevalansi stunting atau kurang gizi kronis di Indonesia yang berkisar di angka 30 persen, juga angka kurang gizi dan malnutrisi parah sebesar 18 persen (data 2018). Malnutrisi pada kelompok anak yang terinfeksi COVID-19, tentu daya tubuh atau imunitas mereka kurang baik, sehingga meningkatkan risiko kematian. 

.

Ketiga, selama pandemi COVID-19, kebanyakan orangtua menjadi ketakutan untuk membawa anak ke rumah sakit. Namun, hal ini justru memperlambat penanganan bila anak ternyata terpapar virus corona dan meningkatkan risiko kematian. Untuk itu, orangtua disarankan segera membawa anak ke rumah sakit, bila anak demam dan memiliki kontak dengan pasien positif corona, atau rumah tinggal berada di zona merah.  Gejala klinis COVID-19 yang umum seperti demam, batuk, pilek, dan kehilangan kemampuan penciuman serta perasa, harus dikenali oleh orangtua dan anak segera dibawa ke dokter atau rumah sakit, demi mendapatkan penanganan lebih lanjut. Infeksi COVID-19 yang lambat ditangani berisiko membuat gejala semakin parah, dan menimbulkan infeksi serius seperti pneumonia dan sepsis.

.

Peran orangtua dan masyarakat untuk menurunkan angka kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) anak karena COVID-19 perlu terus menerus ditingkatkan, yaitu dengan 3 M. M yang pertama adalah memakai masker. Penelitian WHO menyimpulkan, bahwa penggunaan masker dan menjaga jarak dapat mengurangi risiko penularan COVID-19 hingga 85 persen. WHO merekomendasikan setiap orang untuk selalu memakai masker saat berada di luar rumah, sambil tetap menjaga jarak. Namun demikian, rekomendasi tersebut perlu dikritisi untuk bayi dan anak.

.

Bagi anak di atas dua tahun, orangtua sebaiknya memberikan masker kain tiga lapis yang sesuai dengan ukuran anak. Sebaliknya, untuk anak di bawah dua tahun, orangtua dianjurkan agar tidak memberikan masker, sebab bayi tidak tahu bagaimana mengungkapkan gejala sesak nafas atau kesulitan bernapas, pada saat penggunaan masker. Selain itu, penggunaan masker tentu semakin membuat si kecil sulit mendapatkan oksigen bebas. Jika terpaksa membawa bayi keluar rumah, misalnya untuk imunisasi, orangtua dianjurkan menggunakan penutup pada ‘stroler’, ‘face shield’, dan tetap menjaga jarak, meskipun belum ada aturan yang mengatur tentang ‘face shield’.

.

M yang kedua adalah menjaga jarak. Semampu mungkin anak harus beraktivitas dan bersekolah dari rumah. Kalau memang terpaksa harus sekolah secara langsung, harus dipastikan protokol kesehatannya wajib dijalankankan dengan baik, terutama dalam menjaga jarak aman lebih dari 1 meter antar teman.

M yang ketiga adalah mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun. Orangtua dan keluarga haruslah mengajari, mendampingi dan selalu mengingatkan anak agar rajin cuci tangan secara benar.

Selain itu, untuk menjaga imunitas pada anak, anak harus mengonsumsi gizi yang seimbang, meliputi protein, lemak, karbohidrat, dan vitamin C. Vitamin C ini tidak harus dari suplemen, karena suplemen yang beredar di pasaran rata-rata dosis tinggi untuk dewasa, tetapi dapat diperoleh dari buah atau sayuran hijau. Buah itu tidak hanya jeruk, tetapi dapat kiwi, stroberi, pepaya. Orangtua juga diharapkan menyediakan menu makan yang penting untuk anak seperti daging hewani, hati sapi, dan hati ayam. Hati ayam banyak mengandung besi dan zinc yang bermanfaat untuk menjaga kekebalan tubuh. Selain itu, perlu tidur yang cukup, karena tidur dapat menjaga imunitas tubuh anak.

.

Sudahkah kita sebagai orangtua dan warga masyarakat bertindak bijak, dalam rangka menurunkan angka kematian anak karena COVID-19?

Sekian

Yogyakarta, 21 November 2020

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, Pengurus IDI Cabang Kota Yogyakarta dan IDI Wilayah DIY, WA : 081227280161

Categories
COVID-19 Healthy Life sekolah vaksinasi

2020 Sekolah saat pandemi COVID-19

Ini Syarat Sekolah Boleh Dibuka Lagi di Masa Pandemi | Indonesia.go.id

SEKOLAH  SAAT  PANDEMI  COVID-19

fx. wikan indrarto*)

Banyak negara di seluruh dunia mengambil tindakan pembatasan sosial berskala luas, termasuk penutupan sekolah, untuk mencegah penyebaran virus SARS-CoV-2, yang menyebabkan COVID-19. Bagaimana sebaiknya?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/10/19/2020-covid-19-dan-anak/

.

Beberapa hal dijadikan pertimbangan untuk memulai kegiatan sekolah, termasuk pembukaan, penutupan sementara dan pembukaan kembali serta langkah-langkah yang diperlukan untuk meminimalkan risiko terinfeksi COVID-19, terutama pada anak di bawah usia 18 tahun. Panduan WHO, UNICEF, dan UNESCO telah disusun dengan mempertimbangkan keadilan, implikasi sumber daya, dan kelayakan, demi kesinambungan pendidikan, kesejahteraan, kesehatan, dan keselamatan untuk anak, orang tua atau pengasuh, guru dan staf lain dan lebih luas lagi, komunitas dan masyarakat sekitar.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/10/06/2020-ancaman-covid-19/

.

Keputusan tentang penutupan penuh atau sebagian, juga pembukaan kembali sekolah harus diambil di tingkat pemerintah daerah, berdasarkan tingkat lokal penularan SARS-CoV-2 dan penilaian risiko lokal, serta seberapa besar pembukaan kembali sekolah dapat meningkatkan penularan di komunitas. Penutupan sekolah hanya perlu dipertimbangkan jika tidak ada alternatif lain. COVID-19 menyebabkan beban langsung yang sebenarnya cukup terbatas pada kesehatan anak, hanya sekitar 8,5% dari kasus yang dilaporkan secara global, dan sangat sedikit kematian terkait COVID-19 pada anak. Sebaliknya, penutupan sekolah memiliki dampak negatif yang jelas terhadap kesehatan anak, pendidikan dan perkembangan, pendapatan keluarga dan perekonomian secara keseluruhan. Pemerintah pusat dan daerah harus mempertimbangkan untuk memprioritaskan kesinambungan pendidikan, sementara juga membatasi penularan di masyarakat yang lebih luas.

.

Siswa di China Pakai Topi Social Distancing Saat Kembali Sekolah Usai  Lockdown Akibat Covid-19 - Tribunnews.com Mobile

.

Pihak berwenang dapat mempertimbangkan untuk menutup sekolah sebagai bagian dari PSBB, di wilayah yang mengalami peningkatan jumlah kasus dan cluster yang mencakup sekolah. Tergantung tren dan intensitas  penularan, otoritas lokal dapat mempertimbangkan pendekatan berbasis risiko untuk penutupan sekolah, terutama di daerah dengan tren peningkatan, rawat inap, dan kematian terkait COVID-19. Selain itu, sekolah harus benar-benar mematuhi protokol kesehatan untuk COVID-19.

.

Ketentuan tentang jaga jarak fisik di sekolah dapat diterapkan untuk siswa  di luar ruang kelas setidaknya 1 meter untuk siswa (semua kelompok umur) dan staf sekolah. Di dalam ruang kelas, tindakan sesuai usia berikut dapat dipertimbangkan berdasarkan intensitas penularan SARS-COV-2 setempat.

.

Untuk wilayah dengan transmisi komunitas, tetap pertahankan jarak setidaknya 1 meter antara semua orang. Untuk wilayah dengan transmisi cluster, pendekatan berbasis risiko harus diterapkan untuk menjaga jarak setidaknya 1 meter antar siswa.  Untuk wilayah dengan tidak ada kasus penularan, anak di bawah usia 12 tahun tidak harus selalu menjaga jarak secara fisik. Sebaliknya, anak berusia 12 tahun ke atas harus menjaga jarak setidaknya 1 meter satu sama lain. Saat jaga jarak minimal 1 meter, maka siswa, guru dan staf pendukung sekolah tetap harus memakai masker.

.

Batasi pencampuran kelas dan kelompok usia, untuk semua kegiatan, termasuk program ekstra atau setelah sekolah. Sekolah dengan ruang atau sumber daya terbatas dapat mempertimbangkan pengaturan kelas alternatif, untuk membatasi kontak antar siswa yang berbeda kelas. Misalnya, pengaturan jadwal mulai dan berakhirnya pelajaran pada waktu yang berbeda. Sekolah juga dapat meminimalkan waktu istirahat bersama dengan bergantian kapan dan di mana siswa boleh makan. Selain itu, pertimbangkan untuk menambah jumlah guru atau meminta bantuan tenaga guru sukarela, untuk memungkinkan lebih sedikit siswa per ruang kelas.

.

Hindarkan adanya kerumunan selama waktu sekolah atau penitipan anak, dengan pengaturan jalur masuk dan keluar areal yang jelas, dan pertimbangkan pembatasan untuk orang tua atau pengasuh yang memasuki areal sekolah. Ciptakan kesadaran pada siswa, agar tidak berkumpul dalam kelompok besar atau berdekatan saat dalam antrean, saat meninggalkan sekolah dan di waktu istirahat.

.

Hari Pertama Masuk Sekolah, Mayoritas Belajar Jarak Jauh
.

Anak berusia 5 tahun ke bawah tidak diharuskan memakai masker. Untuk anak antara 6 dan 11 tahun, pendekatan berbasis risiko harus diterapkan pada keputusan untuk menggunakan masker. Pertama, intensitas penularan di daerah tempat anak itu berada dan data terkini tentang risiko infeksi dan penularan pada kelompok usia ini. Kedua, lingkungan sosial dan budaya seperti kepercayaan, adat istiadat, perilaku atau norma sosial yang mempengaruhi masyarakat dan interaksi sosial populasi. Ketiga, kapasitas anak untuk mematuhi aturan penggunaan masker dan ketersediaan pengawasan orang dewasa. Keempat, dampak potensial pemakaian masker pada pembelajaran dan perkembangan psikososial. Kelima, pertimbangkan untuk pengaturan khusus seperti kegiatan olahraga atau untuk anak berkebutuhan khusus atau penyakit yang mendasari.

.

Anak tidak boleh ditolak aksesnya ke pendidikan karena alasan aturan pemakaian masker atau kurangnya ketersediaan masker, terkait sumber daya yang rendah atau tidak tersedia. Penggunaan masker oleh anak dan remaja di sekolah, sebaiknya hanya dianggap sebagai salah satu bagian dari strategi komprehensif untuk membatasi penyebaran COVID-19. Sekolah harus membuat sistem pengelolaan limbah, termasuk pembuangan masker bekas untuk mengurangi risiko penularan melalui masker yang terkontaminasi, yang dibuang di areal sekolah.

.

Pastikan penggunaan ventilasi alami, yaitu membuka jendela ruang kelas untuk meningkatkan pengenceran (dilution) udara dalam ruangan. Jika menggunakan pendingin udara ruangan, sistem tersebut harus diperiksa, dipelihara, dan secara teratur dibersihkan. Untuk penggunaan sistem mekanis pengaturan kelembaban udara, aturlah dengan meningkatkan total suplai aliran udara luar, seperti dengan menggunakan ‘economizer mode’ yang berpotensi setinggi 100%. Pastikan sistem aliran udara luar maksimum selama 2 jam sebelum dan sesudah waktu pembelajaran di kelas.

.

Panduan WHO, UNICEF, dan UNESCO berjudul ‘Considerations for school-related public health measures in the context of COVID-19’, telah diterbitkan pada 14 September 2020. Panduan tersebut disusun dengan mempertimbangkan aspek keadilan, penularan COVID-19, implikasi dan sumber daya, untuk menciptakan dunia yang lebih sehat, lebih aman, lebih adil, dan lebih berkelanjutan bagi pendidikan anak dan generasi mendatang, termasuk di Indonesia.

Sudahkah kita bijak?

Sekian

Yogyakarta, 7 November 2020

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Lektor FK UKDW, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161, e-mail : fxwikan_indrarto@yahoo.com

Categories
COVID-19 Healthy Life

2020 Sepsis yang Mematikan

Sepsis | El Camino Health

SEPSIS  YANG  MEMATIKAN

fx. wikan indrarto*)

Laporan global pertama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tentang sepsis, yang dipublikasikan pada Selasa,  8 September 2020 menemukan bahwa sepsis adalah penyebab 1 dari 5 kematian di seluruh dunia. Sepsis membunuh 11 juta orang setiap tahun, terutama anak. Selain itu, upaya untuk mengatasi jutaan kematian dan kecacatan akibat sepsis, telah terhambat oleh kesenjangan yang serius, terutama di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Apa yang harus dilakukan?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/09/26/2020-kematian-anak-terkait-covid-19/

.

Sepsis terjadi sebagai respons tubuh terhadap infeksi. Jika sepsis tidak dikenali secara dini dan ditangani dengan segera, hal itu dapat menyebabkan syok septik, kerusakan organ (multiple organ failure), dan kematian pasien. Pasien COVID-19 parah dan penyakit menular lainnya, berisiko lebih tinggi berkembang dan meninggal akibat sepsis. Bahkan penderita sepsis pun tidak lepas dari bahaya, karena hanya separuh yang akan sembuh total, sisanya akan meninggal dalam periode waktu 1 tahun, atau dibebani oleh kecacatan jangka panjang.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/01/02/2020-menurunkan-angka-kematian-anak/

.

Sepsis secara tidak proporsional memengaruhi populasi yang rentan, terutama bayi baru lahir, wanita hamil, dan pasien dengan sumber daya yang rendah. Sekitar 85% kasus sepsis dan kematian terkait sepsis, terjadi di dalam kondisi tersebut. Hampir separuh dari 49 juta kasus sepsis setiap tahun terjadi pada anak, mengakibatkan 2,9 juta kematian, yang sebagian besar dapat dicegah melalui diagnosis dini dan manajemen klinis yang tepat. Kematian ini seringkali merupakan akibat dari penyakit diare atau pneumonia, yaitu infeksi saluran pernapasan bagian bawah.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2019/05/09/2019-kematian-bayi/

.

Infeksi dalam bidang kebidanan, termasuk komplikasi setelah aborsi atau infeksi setelah operasi caesar, adalah penyebab kematian pada ibu peringkat ketiga yang paling umum. Secara global, diperkirakan dari setiap 1.000 wanita yang melahirkan, 11 wanita mengalami disfungsi organ parah yang berhubungan dengan infeksi atau kematian. Selain itu, sepsis sering kali disebabkan oleh infeksi yang didapat di RS. Sekitar setengah (49%) dari pasien dengan sepsis di unit perawatan intensif RS, justru tertular infeksi saat dirawat inap di RS. Diperkirakan 27% orang pasien dengan sepsis di bangsal umum RS dan 42% orang pasien di unit perawatan intensif akan meninggal.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2019/01/17/2019-kematian-anak/

.

Resistensi antimikroba, khususnya terhadap obat antibiotika, merupakan tantangan utama dalam pengobatan sepsis. Hal itu mempersulit pengobatan infeksi, terutama pada infeksi yang berhubungan dengan layanan kesehatan (health-care associated infections). Kita semua haruslah khawatir tren perburukan tersebut akan semakin hebat, karena dipicu oleh penggunaan obat antibiotik yang tidak tepat selama pandemi COVID-19. Bukti menunjukkan bahwa sebenarnya hanya sebagian kecil pasien COVID-19 yang membutuhkan antibiotik untuk mengobati infeksi bakteri. WHO telah mengeluarkan panduan untuk tidak memberikan obat antibiotik sebagai terapi ataupun profilaksis, kepada pasien dengan COVID-19 ringan atau kepada pasien dengan dugaan atau dikonfirmasi COVID-19 sedang, kecuali ada indikasi klinis untuk melakukannya.

.

Lincolnshire leads the way on sepsis | East Midlands Ambulance Service NHS  Trust

Untuk itu, penciptaan sanitasi, kualitas dan ketersediaan air bersih yang lebih baik, serta tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi, seperti kebersihan tangan yang tepat, harus terus menerus dilakukan, karena dapat mencegah sepsis dan menyelamatkan nyawa pasien. Namun demikian, hal ini harus dibarengi dengan upaya diagnosis dini, manajemen klinis yang tepat, dan akses ke obat dan vaksin yang aman dan terjangkau. Intervensi ini dapat mencegah sebanyak 84% kematian bayi baru lahir akibat sepsis.

.

Selain itu, komunitas global perlu memperhatikan beberapa hal penting berikut ini. Pertama, memperbaiki desain penelitian dan pengumpulan data, terutama di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Kedua, meningkatkan advokasi global, pendanaan dan kapasitas penelitian untuk bukti epidemiologi tentang beban sepsis yang sebenarnya. Ketiga, memperbaiki sistem surveilans, mulai dari tingkat perawatan primer, termasuk penggunaan definisi standar sesuai dengan Klasifikasi Penyakit Internasional (ICD-11). Keempat, mengembangkan alat diagnostik yang cepat, terjangkau dan tepat, untuk meningkatkan identifikasi sepsis, pemantauan, pencegahan dan pengobatan. Yang terakhir adalah kelima, melibatkan dan mendidik petugas kesehatan dan masyarakat dengan lebih baik, untuk tidak meremehkan risiko infeksi yang dapat berkembang menjadi sepsis, dan menghindari komplikasi klinis sepsis.

.

Panduan tatalaksana medis yang jelas dan ketat tentang penggunaan obat antibiotik saat pandemi COVID-19 ini, akan membantu berbagai negara dalam menangani COVID-19 secara efektif, dan sekaligus mencegah muncul dan berkembangnya resistensi obat antibiotika dan sepsis yang mematikan.

Sudahkah kita bijak?

Sekian

Yogyakarta, 11 Oktober 2020

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161

Categories
COVID-19 Healthy Life

2020 INFODEMIK COVID-19

Situasi Terkini Perkembangan Coronavirus Disease (COVID-19) 14 September  2020 » Info Infeksi Emerging Kementerian Kesehatan RI

INFODEMIK  COVID-19

fx. wikan indrarto*)

Virus SAR CoV-2 mungkin tidak lebih menyebar secara global saat pandemi COVID-19 dibandingkan informasinya, sehingga justru telah terjadi infodemik COVID-19. Mengelola infodemik COVID-19 harus dilakukan untuk mengurangi bahaya dari kesalahan informasi atau disinformasi. Apa yang harus dilakukan?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/08/23/2020-resesi-rumah-sakit/

.

WHO, PBB, UNICEF, UNDP, UNESCO, UNAIDS, ITU, UN Global Pulse, dan IFRC telah berkoordinasi pada Rabu, 23 September 2020. COVID-19 adalah pandemi pertama dalam sejarah di mana teknologi dan media sosial digunakan dalam skala besar untuk membuat semua orang tetap aman, terinformasi, produktif, dan terhubung. Pada saat yang sama, teknologi informasi yang diandalkan agar segenap warga tetap terhubung dan terinformasi, justru memungkinkan dan memperkuat infodemik, yang  malah merusak respons global dan membahayakan langkah pengendalian pandemi COVID-19.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/09/26/2020-jantung-dan-covid-19/

.

Infodemik adalah informasi yang melimpah, baik online maupun offline. Ini termasuk upaya yang disengaja dalam menyebarkan informasi yang salah, untuk mengganggu respons kesehatan masyarakat dan memajukan agenda alternatif kelompok atau individu tertentu. Kesalahan kolektif dan informasi yang salah dapat membahayakan kesehatan fisik dan mental banyak orang, meningkatkan stigmatisasi, dan mengancam derajad kesehatan. Selain itu, juga mengarah pada ketaatan yang buruk terhadap protokol kesehatan masyarakat, sehingga mengurangi keefektifannya dan membahayakan kemampuan banyak negara untuk menghentikan pandemi COVID-19.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/09/16/2020-keselamatan-pasien-covid-19/

.

Misinformasi sangat mungkin dapat menelan korban jiwa. Bahkan di Iran, ratusan orang tewas karena meminum methanol alkohol yang disebut bisa menyembuhkan pasien COVID-19. Tanpa kepercayaan yang tepat dan informasi yang benar, tes diagnostik dapat tidak digunakan, kampanye imunisasi atau kampanye untuk mempromosikan vaksin yang efektif, juga tidak akan memenuhi target, sehingga pandemi COVID-19 akan terus berkembang. Selain itu, disinformasi mempolarisasi debat publik tentang topik yang terkait dengan COVID-19, meningkatkan ujaran kebencian, mempertinggi risiko konflik, kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia, dan bahkan mengancam prospek jangka panjang untuk memajukan demokrasi, hak asasi manusia, dan kohesi sosial. Dalam konteks ini, Sekretaris Jenderal PBB meluncurkan inisiatif ‘United Nations Communications Response’ untuk memerangi penyebaran mis dan disinformasi pada April 2020. PBB juga mengeluarkan Panduan Penanggulangan Ujaran Kebencian (Hate Speech) terkait COVID-19, yang dikeluarkan pada 11 Mei 2020.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/09/09/2020-gangguan-layanan-medis/

.

Pada sidang Majelis Kesehatan Dunia Mei 2020, Negara Anggota WHO mengeluarkan Resolusi WHA73.1 tentang tanggapan COVID-19. Resolusi tersebut mengakui bahwa mengelola infodemik adalah bagian penting dalam mengendalikan pandemi COVID-19. Resolusi tersebut meminta semua negara Anggota untuk menyediakan konten COVID-19 yang andal, mengambil tindakan untuk melawan kesalahan dan disinformasi, serta memanfaatkan teknologi digital untuk merespons. Resolusi tersebut juga menyerukan kepada organisasi internasional untuk mengatasi kesalahan dan disinformasi di ranah digital, bekerja untuk mencegah kejahatan cyber yang berbahaya, karena mampu merusak respon kesehatan, dengan mendukung penyediaan data berbasis sains kepada publik.

.

Infodemik COVID-19 yang sebagian besar berisi rumor, stigma, dan teori konspirasi yang tersebar di media sosial dan surat kabar online teridentifikasi di enam negara, salah satunya Indonesia. Hal itu termuat dalam penelitian yang diterbitkan ‘The American Society of Tropical Medicine and Hygiene’ dan dipublikasikan secara online pada 10 Agustus 2020. Dari 2.311 laporan terkait infodemik COVID-19 dalam 25 bahasa dari 87 negara, yang terbanyak beredar di India, Amerika Serikat, China, Spanyol, Indonesia, dan Brazil. Rumor diartikan sebagai klaim, pernyataan, dan diskusi seputar COVID-19 yang belum terverifikasi.

.

Update Corona Indonesia 28 Maret: Covid-19 Tersebar di 28 Provinsi -  Tirto.ID
.

WHO pun tak tinggal diam melawan infodemik COVID-19 dan mengambil 3 langkah penting. Pertama, menyisir website yang menyebarkan informasi palsu atau hoaks oleh lembaga pemeriksa fakta independen, berdasarkan kebijakan resmi yang diambil oleh pemerintah, WHO, ataupun PBB. Salah satu contoh mencolok kasus ini adalah “Plandemi”, video teori konspirasi berdurasi 26 menit yang secara keliru menuduh Dr. Anthony Fauci, pakar penyakit menular terkemuka di Amerika Serikat, memproduksi virus dan mengirimkannya ke China.

.

Kedua, menggunakan kecerdasan buatan atau Artificial Intelegence (AI), untuk dapat mengembangkan strategi ofensif yang efektif, dalam meredakan kekhawatiran publik sebelum informasi yang salah dapat berkembang. Ketiga, menggandeng komunitas lokal di manapun, karena WHO menyadari informasi tentang COVID-19 harus diterapkan berbeda di masing-masing negara. Oleh sebab itu, WHO menggandeng bukan sekedar insitutsi pemerintah setempat, tetapi juga komunitas pemuda, jurnalis, dan organisasi berbasis agama untuk secara bersama-sama mengembangkan panduan praktis untuk masyarakat, yang disesuaikan dengan konteks dan budaya setempat.

.

HEADLINE: Kasus COVID-19 Salip China, Indonesia Bakal Jadi Episentrum Virus  Corona di Asia? - Global Liputan6.com

Pandemi COVID-19 megajarkan kita tentang bahaya infodemik, yang  malah merusak respons global dan membahayakan langkah pengendalian pandemi COVID-19. Apakah kita sudah bijak?

.

Yogyakarta, 29 September 2020

*) Dokter spesialis anak RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161