Categories
Istanbul

2019 Hari Keenam di Indochina

Basilica Notre Dame of Saigon di Ho Chi Min City, Vietnam yang megah

Petualangan ke Indochina hari keenam.

Setelah selesai menghadiri ‘The 422nd International Conference on Medical & Health Science’ (ICMHS) 2019 yang diselenggarakan di Hanoi, Vietnam, kami melanjutkan terbang ke Siem Reap, Kamboja. Setelah menempuh jalur darat dari Siem Reap menuju Phnom Penh, ibukota Kamboja, kami berlanjut menuju ke kota Ho Chi Minh di Vietnam.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/05/29/2019-hari-kelima-di-indochina/

.

Kota Ho Chi Minh adalah kota terbesar di Vietnam dan terletak dekat delta Sungai Mekong. Dahulu namanya Prey Nokor dalam bahasa Khmer dan saat itu, kota ini merupakan pelabuhan utama Kamboja, yang kemudian ditaklukkan oleh bangsa Vietnam pada abad ke-16. Namanya kemudian berubah menjadi Saigon, hingga berakhirnya perang Vietnam, dan dijadikan ibu kota koloni Prancis yang disebut Cochinchina, dan pernah menjadi ibu kota Vietnam Selatan dari tahun 1954 hingga 1975, saat berkecamuknya Perang Vietnam.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/05/28/2019-hari-keempat-di-indochina/

.

Sejarah Kota Ho Chi Minh dimulai sebagai sebuah desa nelayan kecil dengan nama Prey Nokor. Pada 1623, Raja Chey Chettha II dari Kamboja (1618-1628) mengizinkan pengungsi-pengungsi Vietnam melarikan diri dari perang saudara Trinh-Nguyen di Vietnam untuk menetap di wilayah Prey Nokor, dan membangun sebuah rumah adat di Prey Nokor dan akhirnya dikenal sebagai Saigon. Setelah ditaklukkan pasukan colonial Perancis pada 1859, kota ini dipengaruhi oleh Prancis selama pendudukan mereka atas Vietnam, dan sejumlah bangunan bergaya klasik kota ini mencerminkan pengaruh tersebut. Akibatnya Saigon sempat dijuluki sebagai “Mutiara dari Timur Jauh” (Hòn ngọc Viễn Đông) atau “Paris di Timur” (Paris Phương Đông).

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/05/27/2019-hari-ketiga-di-indochina/

.

Kamis dini hari, 30 Mei 2019 kami berjalan kaki dari hotel menuju Gereja Katederal Notre Dame of Saigon, untuk mengikuti misa harian pagi di Basilika Notre-Dame Saigon, yang secara resmi bernama Basilika Bunda Konsepsi Imakulata, yang terletak di pusat kota Ho Chi Minh City, Vietnam. Dibangun dengan arsitek Jules Bourard oleh kolonialis Perancis antara tahun 1863 dan 1880, gereja bergaya Gotic Romanesque murni tersebut memiliki dua menara lonceng dengan tinggi 58 meter, dan dibuka untuk umum pada 11 April 1880.

.

Sebelum misa kudus harian dimulai di Basilica Notre Dame of Saigon di Ho Chi Min City, Vietnam

.

Gereja Katolik Roma tersebut dibangun untuk pelayanan keagamaan bagi para serdadu kolonialis Prancis. Gereja pertamanya dibangun di Jalan Ngo Duc Ke, yang merupakan sebuah pagoda Vietnam pada masa perang. Uskup Lefevre memutuskan untuk membuat pagoda tersebut menjadi sebuah gereja. Pada tahun 1960, Paus Yohanes XXIII meresmikan keuskupan Katolik Roma di Vietnam dan melantik uskup agung untuk Hanoi, Huế dan Saigon, yang sejak itu katedral tersebut diberi nama Katedral Pemimpin Saigon. Pada 1962, Paus Yohanes XXIII memberikannya status basilika dan disebut Basilika Katedral Notre-Dame Saigon, yang saat ini membawahi 203 paroki. Luar biasa banyak.

.

Kantor Pos Pusat Saigon yang dirancang setengah tenggelam dan setengah  timbul

.

Setelah puas berdoa dan berfoto di situ, kami segera menyeberang jalan ke sebelah kiri geraja, yang terdapat Kantor Pos Sentral Saigon, yaitu kantor pos terbesar di Vientam. Gedung ini memiliki arsitektur Eropa Barat yang berkombinasi dengan arsitektur Timur dan dibangun dari tahun 1886 sampai 1891. Perancangan gedung kantor Pos ini dibuat oleh arsitek Perancis, Gustave Eiffel, yang terkenal  dengan perancangan menara Eiffel di Paris Perancisdan Patung Liberty di New York AS, yang keduanya telah kami kunjungi sebelumnya. Setelah 23 tahun digunakan, arsitek Villedieu dan Foulhoux merancang pengembangan bangunan yang baru. Ciri khas dan yang luar biasa indahnya dari gedung tiga lantai ini, dirancang setengah tenggelam dan setengah  timbul. Kalau dilihat dari luar terlihat jendela berbentuk lengkung, jam besar di atas pintu utama dan bendera  merah berbintang kuning Vietnam yang berkibar-kibar di tengah-tengah angin. Pagi itu kantor pos belum buka, sehingga kami hanya dapat berfoto di luarnya saja.

.

Jendela berbentuk lengkung, jam besar di atas pintu utama dan bendera  merah berbintang kuning Vietnam
di Kantor Pos Pusat Saigon, Ho Chi Min City

.

Kalau seandainya kami dapat masuk gedung itu, tentu saja kami akan dapat mengagumi lukisan peta Vietnam Selatan dan Kamboja dengan judul ‘Lignes telegraphiques du Sud Vietnam et Cambodge’ (Telegraphic lines of Southern Vietnam and Cambodia) dan lukisan peta kota Saigon dengan judul ‘Saigon et ses environs’ (Sai Gon and its environment), kedua lukisan tersebut menggambarkan kondisi tahun 1892. Selain itu, juga lukisan wajah tokoh besar Ho Chi Minh, yang terpampang di tengah dinding bagian dalam bangunan. Selanjutnya kami berjalan kaki sejauh 300 m menuju Balai Kota (City Hall), sebuah bangunan indah yang awalnya adalah Hotel de Ville Saigon. City Hall ini dibangun pada tahun 1902 hingga 1908, pada masa penjajahan Perancis. Yang menarik di Balai Kota ini ialah lampu-lampu di bagian luar gedung, yang dinyalakan pada malam hari, karena memberikan iluminasi cahaya sangat unik. Selain itu, kami juga menikmati bagian taman dan patung ‘Uncle Ho’ yang berdiri gagah di seberang bangunan utama.

.

patung ‘Uncle Ho’ yang berdiri gagah di seberang bangunan utama Balai Kota Saigon yang artistik

.

Oleh karena impor sepeda motor murah, maka jumlah sepeda motor telah meningkat hingga sekitar 3 juta. Ditambah lebih dari 400.000 mobil yang memadati jalan-jalan arteri kota ini, membuat jalanan macet dan udara terpolusi. Bila Beijing dikenal sebagai “Kota Sepeda”, maka Kota Ho Chi Minh dapat disebut “Kota Sepeda Motor.” Setelah kami mengunjungi Balai Kota Vietnam dan kemudian sarapan di hotel, kami menyewa sepeda motor paket sehari seharga $10. Sejak itu, kami melakukan uji adrenalin dan bergabung dengan para pengendara sepeda motor yang merajai semua jalan di sepanjang kota Ho Chi Min, termasuk para pengendara ojek aplikasi Grab yang berseragam hijau dan Goviet yang berseragam merah. Goviet adalah anak usaha Go Jek yang asli Indonesia. Lalu lintas di Ho Chi Min sangat menantang, sebab sangat teratur dalam ketidakteraturan. Selain laju kendaraan berada di lajur kanan jalan yang sering kali kami lupa setelah berbelok, juga setiap lampu hijau menyala, jangan berharap hanya kita yang melaju, sebab banyak pengendara motor dan mobil dari arah lain, termasuk yang melawan arus, pada saat yang sama juga ikut melaju.

.

Balai Kota yang semula adalah Hotel de Ville Saigon yang dibangun pada tahun 1908.

.

Tujuan kami yang pertama adalah Istana Reunifikasi yang megah dan bersejarah. Istana Merdeka atau Istana Reunifikasi (Dinh Thống Nhất) dibangun di situs bekas Istana Raja Norodom yang merupakan ‘landmark’ kota Saigon, Vietnam. Istana ini dirancang oleh arsitek Ngô Viết Thụ, dengan gaya arsitektur yang memadukan gaya modern dan tradisional Vietnam, serta merupakan rumah dinas dan tempat kerja Presiden Vietnam Selatan, selama Perang Vietnam. Di istana itulah Presiden Vietnam Selatan Nguyen Van Thieu mundur dan menyerahkan kekuasaan ke tangan Wapres Tran Van Huong, sebelum kabur pada 25 April 1975. Pada dini hari 30 April 1975, tentara Vietnam Utara menyerang dan hanya mendapati perlawanan ringan dari lawan. Kemudian sejumlah tank AD Vietnam Utara menabrak pintu gerbang Istana Presiden dan sekaligus mengakhiri perang Vietnam, karena akhirnya Vietnam Selatan menyerah.

.

Gerbang Istana Reunifikasi (Dinh Thống Nhất) yang terbuka ditabrak tank Tentara Vietnam Utara

.

Jenderal Duong Van Minh mengaku kalah dan menyerah kepada Koloner Bui Tin dari AD Vietnam Utara. Sebelumnya Duong Van Minh mengambil alih kekuasaan dari Presiden Tran Van Huong yang baru berkuasa selama satu hari. “Anda tak perlu khawatir. Di antara bangsa Vietnam tidak ada yang menang atau kalah. Hanya bangsa Amerika yang kalah,” kata Kolonel Bui Tin kepada Jenderal Dong Van Minh. “Jika Anda seorang patriot, anggap saat ini sebagai saat bahagia. Perang di negara kita sudah berakhir,” tambah Bui Tin (29 Desember 1927 – 11 Agustus 2018). Di istana itulah tempat berakhirnya perang berdarah yang panjang, menewaskan setidaknya tiga juta orang Vietnam, dan kami sempatkan berfoto di depan gerbang yang dulu ditabrak tank AD Vietnam Utara, yang masih utuh sampai sekarang.

.

Cuplikan doa persatuan bangsa Vietnam di dinding Basilica Notre Dame of Saigon di Ho Chi Min City

.

Selanjutnya kami mengunjungi Sr. Astrid, CB dari Manado, Indonesia yang sejak sebulan ditugaskan di tanah misi Vietnam. Bantuan aplikasi Google maps, sangat membantu kami menemukan rumah biara Sr. Astrid, CB di Distrik 7, meskipun pada kondisi padat rumah tinggal agak kurang presisi. Sustser yang bergelar megister pendidikan dini tersebut, ditugaskan untuk membuka TK, yang sangat sulit birokrasi dalam sistem pemerintahan komunis. Penyelenggaraan pendidikan dasar, menengah dan tinggi di seluruh daratan Vietnam hanya boleh dilakukan oleh pemerintah, sedangkan pihak swasta termasuk gereja, hanya diijinkan mengoperasionalkan TK. Dalam bidang kesehatan, layanan RS dan klinik rawat inap juga hanya boleh dilakukan oleh pemerintah. Pihak swasta dan gereja yang sempat mengoperasionalkan klinik rawat jalan, juga diincar untuk ditutup. Biaya layanan pendidikan dan kesehatan mendapatkan subsidi besar, sehingga warga hanya membayar sangat murah untuk kedua layanan negara tersebut.

.

Sowan Sr. Astrid, CB misionari asal Manado, Sulawesi Utara di tanah misi Vietnam

Selanjutnya kami segera memacu sepeda motor ke Cu Chi Tunnels yang merupakan tempat wisata terowongan tentara di Vietnam, yang terletak di luar Kota Saigon. Cu Chi Tunnels ini dibuat pada masa perang antara Vietnam dan Amerika Serikat. Terowongan ini sengaja dibuat sempit supaya hanya orang Vietnam yang kecil-kecil saja yang dapat masuk. Cu Chi Tunnels merupakan tempat pertahanan gerilyawan Vietnam pada waktu itu, tetapi sekarang ini Cu Chi Tunnels menjadi tempat wisata yang terkenal di Vietnam. Kami mengambil jalan yang berbeda saat pulang dari Cu Chi, agar dapat merasakan lebih banyak sensasi berkendara di Vietnam. Saat hujan sangat lebat turun, kami beruntung sudah sempat masuk Big C, sebuah hypermarket di pinggiran kota Ho Chi Min, agar terhindar dari hujan dan dapat membeli oleh-oleh khas Vietnam. Selanjutnya kami masuk gerai KFC, untuk mengisi batere HP secara gratis, karena penggunaan aplikasi Google maps ternyata menghabiskan energi HP dengan cepat, pada hal kami tidak punya power bank.

.

Gerbang Cu Chi Tunnels tempat wisata terowongan tentara di Vietnam, yang terletak di luar Kota Saigon

.

Tantangan kedua adalah saat ban sepeda motor belakang kempes, di keramaian jalanan yang ganas di Distrik 4 kota Ho Chi Min, saat hujan sudah reda dan bertepatan dengan jam pulang kantor. Untung saja tambal ban tubeless tidak jauh dari kami, sehingga laju motor dapat segera dilakukan lagi.

.

Tambal ban tubeless di Distrik 3 pusat kota Ho Chi Min

.

Kami segera menuju ‘War Remnant Museum War’ atau Museum Sisa Perang yang menyimpan berbagai macam koleksi peninggalan Perang Indo-China I melawan Perancis dan Perang Vietnam melawan AS. Adapun barang-barang yang dipamerkan di museum ini, antara lain perlengkapan perang Amerika Serikat, yaitu helikopter UH-1, tank M-48 Patton, berbagai jenis bom dan rudal, dokumentasi kekejaman dan penyiksaan yang terjadi selama perang, serta beberapa karya seni (artwork) yang menyerukan anti peperangan. Meskipun tampak mengerikan dan seram, namun hal tersebut tetap merupakan sebuah bukti nyata peninggalan perang, yang memiliki nilai sejarah tinggi, dan menjadi sebuah pelajaran, agar perang serupa tidak boleh terulang kembali. Perang Vietnam terlukis sadis dalam film ‘The Deer Hunter’ karya Michaal Cimino (1978) dan ‘Apocalypse Now’ karya Francis Ford Coppola (1979). Selain itu, film-film karya Oliver Stone, di antaranya berjudul ‘Platoon’, ‘Born on the fourth of July’, serta  ‘Heaven and Earth’, juga menggambarkan perang besar itu.

.

Gerbang ‘War Remnant Museum War’ atau Museum Sisa Perang yang mengingatkan tentang perdamaian

.

Malam itu kami segera mandi dan melanjutkan memicu adrenalin dalam ganasnya lalu lintas jalan menuju Distrik 7, untuk menghadiri undangan pertemuan warga Indonesia yang beragama Katolik di kota Ho Chi Min. Kami tidak kesulitan menemukan Apartemen Riverside yang mewah di dekat Sungai Mekong, tempat acara berlangsung, dalam waktu tempuh 30 menit. Setelah Misa Kudus Hari Raya Kenaikan Tuhan Yesus ke Sorga, segera kami bergabung dalam makan malam bersama, menu campuran Indonesia dan Vietnam, sehingga kami dapat kembali menyantap makanan kegemaran, yaitu kerupuk.

.

Kegembiraan warga Indonesia di Apartemen Riverside di dekat Sungai Mekong

.

Malam itu kami segera berkemas di Kamar 602 Anpha Boutique Hotel, Ho Chi Minch City Vietnam, karena pagi berikutnya harus kembali ke Indonesia.

Ditulis di kursi 30C dalam kabin pesawat Airbus A 321 Vietnam Air, yang terbang dalam ketinggian jelajah 10.668 m dalam kecepatan 864 km/jam, menuju Jakarta.

Jumat siang, 31 Mei 2019

-wikan

(Bersambung)

By Fx Wikan Indrarto

Dokter Fx Wikan Indrarto

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *