Categories
anak bayi prematur COVID-19 dokter Healthy Life UHC

2023 Makanan Fortifikasi

Makanan Fortifikasi, Apakah Sudah Pasti Lebih Baik dan Menyehatkan?

MAKANAN  FORTIFIKASI  UNTUK  ANAK

fx. wikan indrarto

Senin, 29 Mei 2023 diterbitkan Resolusi Majelis Kesehatan Dunia (WHA) ke-76 untuk mempercepat upaya fortifikasi mikronutrien pangan. Ini adalah upaya pencegahan defisiensi mikronutrien melalui fortifikasi pangan yang aman dan efektif. Apa yang perlu dicermati?

.

catatan : ringkasan tulisan ini telah dimuat di Harian Kedaulatan Rakyat Yogyakarta pada hari Minggu, 2 Juli 2023, halaman 8 kolom HUSADA

.

Defisiensi mikronutrien adalah kekurangan nutrisi yang diperlukan dalam jumlah kecil tetapi penting, mencakup vitamin dan mineral, terutama folat, besi, vitamin A, dan seng. Defisiensi mikronutrien mempengaruhi 50% dari semua anak usia prasekolah dan 67% dari semua wanita usia reproduksi di seluruh dunia, yang dapat menimbulkan konsekuensi serius, termasuk spina bifida pada bayi baru lahir dan kelanan bawaan tabung saraf lainnya. Kekurangan yang dapat dicegah ini juga dikaitkan dengan risiko kebutaan yang lebih tinggi, sistem kekebalan yang rapuh, berkurangnya kemampuan berolahraga dan kapasitas fisik pada anak. Ibu dengan mikronutrien rendah dapat melahirkan bayi prematur atau berat badan lahir rendah. Kekurangan yodium mengganggu perkembangan otak pada anak, melemahkan kemampuan belajar dan akhirnya produktivitas mereka juga turun.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2018/08/08/2018-nutrisi-bayi-pengungsi/

.

Fortifikasi pangan skala besar adalah salah satu solusinya. Dengan menambahkan vitamin dan mineral esensial ke makanan pokok dan bumbu, seperti tepung terigu dan jagung, beras, minyak goreng, dan garam sesuai dengan pola dan defisiensi konsumsi nasional, negara dapat memperbaiki dan selanjutnya mencegah defisiensi mikronutrien yang dimaksud. Fortifikasi adalah intervensi berbasis bukti yang berkontribusi pada pencegahan, pengurangan, dan pengendalian defisiensi mikronutrien. Ini dapat digunakan untuk memperbaiki defisiensi mikronutrien yang ditunjukkan pada populasi umum (fortifikasi massal atau skala besar) atau pada kelompok populasi tertentu (fortifikasi target) seperti anak-anak, wanita hamil dan warga penerima manfaat program perlindungan sosial.

.

WHO merekomendasikan fortifikasi makanan skala besar sebagai intervensi berbasis bukti yang kuat dan hemat biaya untuk melawan konsekuensi kekurangan vitamin dan mineral, termasuk gangguan kekurangan yodium, anemia dan kekurangan zat besi, dan cacat tabung saraf, dapat dikendalikan.

.

Resolusi tersebut diajukan oleh Australia, Brasil, Kanada, Chili, Kolombia, Ekuador, Uni Eropa dan 27 negara anggotanya, Israel, Malaysia, dan Paraguay. Indonesia belum ikut terlibat aktif dalam penerbitan resolusi tersebut, meskipun resolusi tersebut mendapat dukungan luas dari masyarakat sipil, dengan lebih dari 50 organisasi menyerukan WHO untuk mempercepat upaya fortifikasi mikronutrien makanan melalui surat yang ditandatangani bersama. Defisiensi mikronutrien adalah krisis yang mempengaruhi semua komunitas secara global, berpenghasilan rendah atau berpenghasilan tinggi. Program fortifikasi makanan memiliki potensi besar untuk memerangi defisiensi yang dapat dicegah ini dan melindungi kesehatan masyarakat. Resolusi tersebut diadopsi dari laporan United Nations Decade of Action on Nutrition (2016-2025). Dekade Nutrisi bertujuan untuk mempercepat implementasi komitmen semua negara untuk mencapai target nutrisi global dan penyakit tidak menular (PTM) terkait diet pada tahun 2025, dan berkontribusi pada realisasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan pada tahun 2030.

.

Fortifikasi adalah proses penambahan kandungan satu atau lebih mikronutrien (yaitu, vitamin dan mineral) dalam makanan, dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas gizi dengan risiko minimal terhadap kesehatan. Selain meningkatkan kandungan gizi bahan makanan pokok, penambahan mikronutrien dapat membantu mengembalikan kandungan mikronutrien yang hilang selama proses pengolahan makanan. Fortifikasi adalah intervensi berbasis bukti yang berkontribusi pada pencegahan, pengurangan, dan pengendalian defisiensi mikronutrien. Ini dapat digunakan untuk memperbaiki defisiensi mikronutrien yang ditunjukkan pada populasi umum (fortifikasi massal atau skala besar) atau pada kelompok populasi tertentu (fortifikasi target) seperti bayi, anak, atau ibu hamil, dan komunitas penerima manfaat program perlindungan sosial.

.

5 Tips Memilih Bubur Fortifikasi Terbaik yang Aman agar Anak Tidak Alami  Obesitas
.

Rekomendasi di semua wilayah meliputi iodisasi garam dan fortifikasi tepung jagung, tepung terigu dan beras dengan vitamin dan mineral. Untuk anak usia 6 bulan sampai 12 tahun meliputi bubuk mikronutrien yang mengandung zat besi dalam fortifikasi bahan makanan. Fortifikasi pangan secara hukum mewajibkan produsen makanan untuk menambahkan produk olahan makanan dengan mikronutrien tertentu, dengan jaminan yang meningkat dari waktu ke waktu, bahwa proses fortifkasi mengandung jumlah mikronutrien yang telah ditentukan sebelumnya. Fortifikasi sukarela terjadi ketika produsen makanan secara bebas memilih untuk menambahkan pada bahan makanan tertentu, untuk meningkatkan nilai gizi pada produk mereka. Secara global, peraturan wajib paling sering diterapkan pada fortifikasi makanan dengan zat gizi mikro seperti yodium, zat besi, vitamin A, dan asam folat. Dari jumlah tersebut, iodisasi garam adalah yang paling banyak diterapkan secara global. 

.

Setiap bayi dan anak berhak atas gizi yang baik menurut “Konvensi Hak Anak”. Kurang gizi dikaitkan dengan 45% kematian anak. Secara global pada tahun 2020, 149 juta anak di bawah usia 5 tahun diperkirakan mengalami stunting (terlalu pendek untuk usia), 45 juta diperkirakan kurus (terlalu kurus untuk tinggi badan), dan 38,9 juta kelebihan berat badan atau obesitas. Kurang gizi diperkirakan berhubungan dengan 2,7 juta kematian anak setiap tahunnya atau 45% dari seluruh kematian anak. Pemberian makan bayi dan anak sangat penting untuk meningkatkan kelangsungan hidup, menjamin pertumbuhan dan perkembangan yang sehat. Periode 2 tahun pertama kehidupan seorang anak sangat penting, karena nutrisi yang optimal selama periode ini menurunkan morbiditas dan mortalitas, mengurangi risiko penyakit kronis, dan mendorong perkembangan yang lebih baik secara keseluruhan.

.

Fortifikasi makanan bayi dan anak dengan folat, besi, vitamin A, dan seng, perlu kita dukung sepenuhnya, agar semua anak Indonesia dapat tumbuh dengan baik.

Apakah kita sudah bijak?

Sekian

Yogyakarta, 15 Juni 2023

*) dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Lektor FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161, e-mail : fxwikan_indrarto@yahoo.com

Categories
anak dokter Healthy Life medicolegal UHC

2023 Etika Medis Digital

Etika Kedokteran tentang Kerahasiaan Data Pasien

ETIKA  MEDIS  DIGITAL

fx. wikan indrarto*)

Ringkasan tulisan ini telah dimuat di portal nasional detik.com pada Kamis, 15 Juni  2023 :

https://news.detik.com/kolom/d-6772268/etika-medis-digital

Selasa, 16 Mei 2023 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyerukan kehati-hatian dalam menggunakan kecerdasan buatan (AI) di bidang kedokteran digital untuk melindungi dan mempromosikan kesejahteraan dan keselamatan manusia, dengan jaminan hak otonomi pasien, serta meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Apa yang perlu dicermati?

.

AI bidang medis digital mencakup juga beberapa platform yang paling cepat berkembang seperti ChatGPT, Bard, Bert, dan banyak lainnya yang meniru pemahaman, pemrosesan, dan menghasilkan komunikasi antar manusia. Sangat penting bahwa risiko buruk wajib dicermati saat menggunakan AI, baik untuk mendapatkan informasi kesehatan, sebagai alat pendukung keputusan medis, atau bahkan untuk meningkatkan kemampuan diagnostik dokter saat sumber daya yang terbatas, untuk menjaga kesehatan dan mengurangi ketidaksetaraan layanan medis.

.

Penggunaan teknologi yang tepat, untuk mendukung kerja dokter, tenaga kesehatan lain, pasien, peneliti, dan ilmuwan, ada kekhawatiran bahwa kehati-hatian yang biasanya dilakukan untuk teknologi baru apapun, justru tidak dilakukan secara konsisten pada AI medis digital. Ini termasuk kepatuhan luas terhadap nilai-nilai utama transparansi, inklusi, keterlibatan publik, pengawasan ahli, dan evaluasi yang ketat. Pengadopsian sistem yang belum teruji tentu dapat menyebabkan kesalahan oleh dokter, membahayakan pasien, mengikis kepercayaan pada AI dan dengan demikian merusak (atau menunda) potensi manfaat jangka panjang, dan bahkan memungkinkan penggunaan AI di seluruh dunia.

baca juga : https://dokterwikan.com/2019/02/13/2019-etika-profesi-dokter/

Kekhawatiran penggunaan AI medis dengan cara yang aman, efektif, dan etis meliputi pertama, data yang digunakan untuk menciptakan AI mungkin bias, menghasilkan informasi yang menyesatkan atau tidak akurat yang dapat menimbulkan risiko terhadap kesehatan, kesetaraan, dan inklusivitas. Kedua, AI menghasilkan respons yang dapat tampak masuk akal, namun tanggapan ini mungkin salah sama sekali atau mengandung kesalahan serius, di suatu saat kelak. Ketiga, AI dapat menggunakan data yang izinnya mungkin belum diberikan sebelumnya untuk penggunaan tersebut, dan AI mungkin tidak mampu melindungi data sensitif (termasuk data kesehatan personal). Keempat, AI dapat disalahgunakan untuk menghasilkan dan menyebarkan disinformasi yang sangat meyakinkan dalam bentuk teks, audio atau video yang sulit dibedakan oleh publik, dari informasi kesehatan yang dapat dipercaya.

.

Strategi Global tentang Kesehatan Digital, yang diadopsi pada tahun 2020 oleh Majelis Kesehatan Dunia, menyajikan peta jalan untuk pengembangan dan inovasi bidang medis digital, juga menerapkan AI untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Tujuannya adalah agar layanan medis digital memiliki akses yang adil, universal, dan berkualitas baik, membantu membuat sistem kesehatan menjadi lebih efisien dan berkelanjutan, bahkan memungkinkan tersedianya fasilitas kesehatan yang berkualitas, terjangkau, dan setara.

.

Pedoman WHO tentang Etika dan Tata Kelola Kecerdasan Buatan untuk Kesehatan adalah hasil diskusi intensif selama 18 bulan oleh para pakar global di bidang etika, teknologi digital, hukum, hak asasi manusia, serta birokrat dari kementerian kesehatan. Teknologi baru yang menggunakan AI sangat menjanjikan untuk meningkatkan ketepatan diagnosis oleh dokter, asuhan keperawatan, penelitian bidang kesehatan dan pengembangan obat untuk para pasien. Selain itu, juga untuk mendukung pemerintah dalam menjalankan fungsi layanan kesehatan masyarakat, termasuk pengawasan dan tanggapan atas wabah, seperti saat pandemi COVID-19.

Etika Medis Digital

Terdapat banyak tantangan dan risiko etika terkait penggunaan AI bidang kesehatan untuk kepentingan publik di semua negara. Perlu diperhatikan rekomendasi WHO tentang tata kelola AI untuk kesehatan, dengan meminta semua pemangku kepentingan, baik di sektor publik maupun swasta, untuk ikut bertanggung jawab dan responsif terhadap dokter dan tenaga layanan kesehatan lainnya, yang akan mengandalkan teknologi AI ini dalam melayani masyarakat dan pasiennya, yang mungkin akan terpengaruh oleh penggunaannya.

Etika medis tentang AI dalam bidang kesehatan dapat bertolak dari fakta hukum pada pengadilan Nuremberg tahun 1947, di mana kengerian eksperimen medis Nazi Jerman terungkap. Prinsip uji klinis yang dikenal sebagai Kode Nuremberg harus diterapkan pada penelitian bidang kesehatan yang melibatkan subjek manusia, termasuk uji klinis penggunaan AI. Manual WHO (Bagian XV.2) mendefinisikan penelitian dengan subjek manusia sebagai ‘aktivitas ilmu sosial, biomedis, perilaku, atau epidemiologi apapun, yang memerlukan pengumpulan atau analisis data secara sistematis dengan maksud untuk menghasilkan pengetahuan baru, di mana manusia terkena manipulasi, intervensi, observasi, atau interaksi lain dengan peneliti baik secara langsung atau melalui perubahan lingkungan mereka.

Prinsip etika medis dan tata kelola AI yang tepat harus diterapkan, sejak saat merancang dan mengembangkan, sampai pada tahap menerapkan AI untuk layanan medis digital. Terdapat 6 prinsip inti etika medis terakit AI, yaitu pertama, mampu melindungi hak otonomi pasien. Kedua, mampu mempromosikan kesejahteraan dan keselamatan pasien, juga untuk kepentingan umum. Ketiga, memastikan adanya transparansi dan kejelasan informasi. Keempat, memiliki aspek tanggung jawab dan akuntabilitas. Kelima, terjamin inklusivitas dan kesetaraan. Keenam, mempromosikan AI yang responsif dan berkelanjutan.

Apakah kita sudah bijak, cerdas dan digital?

Sekian

Yogyakarta, 24 Mei 2023

*) dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Lektor FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161, e-mail : fxwikan_indrarto@yahoo.com

Categories
anak bayi prematur dokter Healthy Life Pendukung ASI

2023 Menjaga Hidup Bayi Prematur

Perawatan bayi yang lahir prematur di rumah - LuviZhea

MENJAGA  HIDUP  BAYI  PREMATUR

fx. wikan indrarto*)

ringkasan tulisan ini telah dimuat di Harian Nasional Kompas Digital pada Rabu, 31 Mei 2023

baca juga : https://www.kompas.id/baca/opini/2023/05/29/menjaga-hidup-bayi-prematur

Pada Selasa, 9 Mei 2023 WHO melaporkan bahwa secara global dari setiap 10 bayi yang lahir, terdapat 1 bayi prematur (lahir sebelum usia 37 minggu kehamilan) dan setiap 40 detik, 1 bayi tersebut meninggal. Tingkat kelahiran prematur tidak berubah dalam dekade terakhir di wilayah mana pun di dunia. Dampak konflik bersenjata, perubahan iklim, dan pandemi COVID-19 meningkatkan risiko kematian bayi prematur di manapun. Apa yang sebaiknya dilakukan?

.

Kelahiran prematur menjadi penyebab utama kematian anak, terhitung lebih dari 1 dari 5 dari semua kematian anak terjadi sebelum ulang tahun ke-5 mereka. Bayi prematur dapat menghadapi konsekuensi kesehatan seumur hidup, dengan kemungkinan peningkatan kecacatan dan keterlambatan perkembangan. Hanya 1 dari 10 bayi sangat prematur (<28 minggu) bertahan hidup di negara berpenghasilan rendah, dibandingkan dengan lebih dari 9 dari 10 bayi di negara berpenghasilan tinggi. Ketidaksetaraan yang menganga terkait dengan ras, etnis, pendapatan, dan akses ke perawatan berkualitas menentukan kemungkinan kelahiran prematur, kematian, dan kecacatan, bahkan di negara berpenghasilan tinggi. Asia Selatan dan Afrika sub-Sahara memiliki tingkat kelahiran prematur tertinggi, dan bayi prematur di wilayah tersebut juga menghadapi risiko kematian tertinggi. Secara bersama-sama, kedua wilayah ini menyumbang lebih dari 65% kelahiran prematur secara global.

.

WHO, UNICEF, UNFPA dan PMNCH menyerukan tindakan berikut untuk meningkatkan perawatan bagi ibu dan bayi baru lahir, termasuk mengurangi risiko dari kelahiran prematur. Pertama, peningkatan investasi dengan mememobilisasi sumber daya internasional dan domestik untuk mengoptimalkan layanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir, memastikan perawatan medis berkualitas tinggi tersedia kapan dan di manapun dibutuhkan. Kedua, implementasi yang dipercepat untuk memenuhi target negara demi kemajuan melalui penerapan kebijakan nasional yang selqalu diperbaharui untuk perawatan ibu dan bayi baru lahir. Ketiga, integrasi lintas sektor dengan mempromosikan investasi ekonomi yang lebih cerdas, dengan pembiayaan bersama lintas sektor. Keempat, inovasi bentuk layanan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan secara lokal, untuk mendukung peningkatan kualitas perawatan medis dan pemerataan akses layanan.

.

Perawatan Metode Kanguru (PMK) segera dan langsung, akan mengurangi risiko sepsis pada bayi kecil dan prematur, seperti dimuat dalam jurnal medis, eClinicalMedicine. Pada bayi baru lahir yang rentan ini, PMK langsung  yang menggabungkan kontak kulit ibu dan bayi dengan pemberian ASI eksklusif, mampu mengurangi risiko sepsis sebesar 18%, kematian terkait sepsis sebesar 36%, dan kematian secara keseluruhan sebesar 25%. Hal ini sesuai dengan rekomendasi WHO terbaru yang dikeluarkan pada Selasa, 15 November 2022. Intinya penerapan kontak antar kulit ibu dan bayi sesegera mungkin, untuk meningkatkan kelangsungan hidup bayi kecil dan prematur, yaitu lahir lebih awal (sebelum usia 37 minggu kehamilan) atau berat badan kurang (di bawah 2,5 kg saat lahir). Pedoman tersebut menyarankan agar kontak kulit ibu dan bayi, yang dikenal sebagai PMK harus dimulai segera setelah bayi lahir, tanpa periode awal apapun, termasuk penempatan bayi di dalam inkubator. Ini menandai perubahan signifikan dari panduan praktek klinik sebelumnya, karena adanya manfaat klinik yang sangat besar dengan memastikan ibu dan bayi prematur dapat tetap dekat, tanpa dipisahkan, setelah lahir.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/11/14/2020-steroid-untuk-bayi-prematur/

Pedoman tersebut juga memberikan rekomendasi untuk memastikan dukungan emosional dan finansial, dari institusi tempat bekerja bagi keluarga dengan bayi yang sangat kecil dan prematur. Hal ini disebabkan karana dalam kondisi tersebut, keluarga sangat mungkin dapat menghadapi stres dan kesulitan finansial luar biasa, karena tuntutan pengasuhan bayi yang intensif dan kecemasan keluarga karena adanya gangguan kesehatan bayi.

.

“Bayi prematur seharusnya dapat bertahan hidup, berkembang, dan berperan mengubah dunia, oleh sebab itu setiap bayi harus diberi kesempatan hidup,” kata Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO. Panduan ini menunjukkan bahwa meningkatkan luaran klinis atau hasil akhir untuk bayi mungil ini tidak selalu tentang obat ataupun alat kesehatan paling canggih, tetapi dapat juga dengan memastikan akses ke perawatan kesehatan esensial yang berpusat pada kebutuhan keluarga. Sebagian besar bayi prematur dapat diselamatkan melalui tindakan yang sederhana, mudah, dan hemat biaya termasuk perawatan medis berkualitas baik pada periode sebelum, selama dan setelah kelahiran. Intervensi medis utama berupa pencegahan dan pengelolaan penyakit infeksi umum, juga PMK selama berjam-jam dengan ibu atau ayah, dan pemberian ASI eksklusif.

.

Bayi Prematur Juga Bisa Sehat! Ini Faktanya - Mama's Choice

Karena bayi prematur kekurangan lemak tubuh, banyak yang mengalami masalah dalam mengatur suhu tubuh mereka sendiri saat lahir, dan seringkali membutuhkan alat bantu napas atau ventilator. Untuk bayi seperti ini, rekomendasi WHO yang sebelumnya adalah adanya periode awal pemisahan bayi dari ibu, dengan kondisi bayi pertama kali distabilkan dalam inkubator atau kotak penghangat. Ini akan memakan waktu rata-rata sekitar 3-7 hari. Namun demikian, banyak penelitian menunjukkan bahwa memulai PMK segera setelah lahir justru mampu menyelamatkan lebih banyak nyawa, mengurangi risiko infeksi dan hipotermia, bahkan mampu meningkatkan pemberian nutrisi terbaik bagi bayi.

.

Pelukan pertama ibu tidak hanya penting secara emosional, tetapi juga sangat bermakna untuk meningkatkan peluang kelangsungan hidup dan hasil klinik kesehatan bayi kecil dan prematur. Setelah pandemi COVID-19, kita semua semakin paham bahwa banyak ibu yang tidak perlu dipisahkan dari bayinya, karena pemisahan tersebut justru dapat menjadi bencana besar bagi kesehatan bayi baru lahir prematur atau kecil. Pedoman WHO yang baru menekankan perlunya memberikan perawatan bagi keluarga dan bayi prematur sebagai satu kesatuan, dan memastikan orang tua mendapatkan dukungan terbaik, terlebih saat periode waktu yang sering membuat stres dan cemas.

.

Meskipun rekomendasi baru ini ditujukan khusus di wilayah dan negara yang lebih miskin, yang mungkin tidak memiliki akses ke peralatan medis berteknologi tinggi, atau bahkan pasokan listrik yang dapat diandalkan, rekomendasi WHO yang baru tersebut juga relevan untuk negara dengan pendapatan tinggi. Hal ini merupakan tantangan untuk memikirkan kembali bagaimana sistem perawatan intensif neonatal, dengan memastikan ibu dan bayi prematur yang baru lahir dapat bersama-sama setiap saat, tidak dipisahkan dalam ruang perwatan di RS yang berbeda.

.

Menyusui langsung secara eksklusif sangat dianjurkan untuk meningkatkan hasil klinik kesehatan bayi prematur dan bayi berat lahir rendah, bahkan terbukti lebih mampu mengurangi risiko infeksi dibandingkan dengan pemberian susu formula. Jika ASI tidak tersedia, ASI donor adalah alternatif terbaik, meskipun ‘formula prematur’ dapat digunakan jika tidak ada ASI donor. Berdasarkan umpan balik dari keluarga yang dikumpulkan melalui lebih dari 200 penelitian, pedoman ini juga mendukung peningkatan dukungan emosional dan finansial untuk ibu. Cuti dari pekerjaan untuk kedua orang tua diperlukan untuk merawat bayi prematur. 

.

Prematuritas merupakan masalah kesehatan masyarakat yang mendesak harus diatasi. Sudahkah kita bertindak bijak dengan segala cara, untuk menjaga bayi prematur di sekitar kita agar tetap hidup?

Sekian

Yogyakarta, 19 Mei 2023

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161

Categories
anak COVID-19 dokter Healthy Life Jalan-jalan sekolah UHC

2023 Pentingnya Aktivitas Fisik

PENTINGNYA AKTIVITAS FISIK – Rumah Sakit Umum Daerah Bali Mandara

PENTINGNYA AKTIVITAS FISIK

fx. wikan indrarto

Pada Jumat, 31 Maret 2023 telah ditandatangani Memorandum of Understanding (MOU), antara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Federasi Dunia Industri Alat Olah Raga (WFSGI), untuk aktivitas fisik dan olahraga yang lebih baik, guna meningkatkan kesehatan masyarakat global, termasuk untuk anak yang ikut keluarga saat mudik Lebaran tahun ini. Apa yang menarik?

Tulisan ini telah dimuat di harian Kedaulatan rakyat Yogyakarta pada Minggu, 21 Mei 2023, halaman 5

Kesepakatan pertama dengan asosiasi bisnis olahraga internasional ini, berupaya memperkuat pesan kesehatan masyarakat tentang aktivitas fisik, berbagi pengetahuan dan praktik terbaik olah raga, dan memperkuat kapasitas pelatih aktivitas fisik untuk membantu masyarakat menjadi lebih aktif. Selain itu, fokus tamabahan khusus untuk memungkinkan pemuda, anak, dan perempuan dan bahkan orang-orang yang hidup dengan disabilitas memiliki lebih banyak akses ke olahraga, bermain, dan beraktivitas fisik. 

.

baca juga :https://dokterwikan.com/2018/06/06/2018-aktivitas-fisik/

MOU antara WFSGI dan WHO difokuskan untuk meningkatkan penerapan kebijakan efektif dalam Rencana Aksi Global WHO tentang Aktivitas Fisik (GAPPA) 2018-2030. Bermain, beraktivitas fisik dan olahraga secara teratur membantu mencegah penyakit jantung, diabetes, obesitas, kanker, dan penyakit tidak menular lainnya. Ini juga meningkatkan kesejahteraan, dan sangat efektif untuk mengelola gejala depresi dan kecemasan.

.

Biaya kesehatan masyarakat menghabiskan sekitar US$ 27 miliar setiap tahun untuk mengobati penyakit tidak menular, yang seharusnya dapat dicegah dengan meningkatkan bermain dan beraktivitas fisik. WHO juga memperkirakan bahwa ada tambahan hampir 500 juta orang  akan mengalami penyakit tidak menular yang disebabkan oleh kurangnya aktivitas fisik antara tahun 2020 dan 2030. Sekitar 81% anak tidak pernah mendapat manfaat dari bermain dan aktivitas fisik yang cukup. Selain itu, seiring berkembangnya negara secara ekonomi, tingkat ketidakaktifan fisik warganya justru meningkat dan dapat mencapai 70%. 

.

World Federation of the Sporting Goods Industry (WFSGI) adalah asosiasi bisnis nirlaba global dari produsen dan pengecer produk olahraga, termasuk pakaian, alas kaki, dan peralatan, yang keanggotaan kolektifnya mewakili 70% omzet industri global. Federasi ini mendorong kegiatan bermain dan olahraga yang sehat, untuk setiap warga negara dari semua negara, dan berupaya menciptakan dunia yang lebih baik dan lebih sehat melalui permainan dan olahraga. Selain itu, juga memaksimalkan penggunaan alat dan inovasi digital yang dapat mendorong setiap orang untuk lebih banyak bergerak secara fisik, menyediakan akses yang terjangkau ke peralatan bermain dan olahraga, khususnya untuk remaja dan anak.

5 Aktivitas Fisik Sederhana Ampuh Cegah Penyakit Jantung dan Stroke - Jawa  Pos

Aktivitas fisik secara teratur terbukti membantu mencegah dan mengobati penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, diabetes, serta kanker payudara dan usus besar. Ini juga membantu mencegah hipertensi, kelebihan berat badan dan obesitas dan dapat meningkatkan kesehatan mental, kualitas hidup dan kesejahteraan. Selain berbagai manfaat kesehatan dari aktivitas fisik, masyarakat yang lebih aktif dapat menghasilkan pengembalian investasi tambahan, yang meliputi pengurangan penggunaan bahan bakar fosil, udara yang lebih bersih, dan jalan raya yang lebih aman dan tidak macet kendaraan, apalagi saat arus mudik Lebaran.

.

Sebaliknya, aktivitas fisik yang menggembirakan anak dan berlebihan karena kebersamaan dengan saudaranya saat mudik Lebaran, pada beberapa anak sebaiknya dialihkan ke aktivitas ketrampilan otot kecil, bukan kekuatan otot besar. Bermainlah bersama dengan mewarnai atau menggambar, permainan ular tangga, halma, scrable, kartu atau game digital, serta menghindari petak umpet, sepak bola dan lompat tali, khususnya untuk anak dengan riwayat asma dan kelainan jantung bawaan.

.

Rekomendasi WHO tentang aktivitas fisik untuk bayi (kurang dari 1 tahun) adalah pertama, aktif secara fisik beberapa kali sehari dalam berbagai cara, terutama melalui permainan di lantai yang interaktif, dengan lebih banyak dan lebih sering adalah lebih baik, menggunkan alat permainan  aman sesuai standar WFSGI. Bagi bayi yang belum dapat bergerak mandiri, setidaknya 30 menit dibantu dalam posisi tengkurap yang dilakukan sepanjang hari saat bayi terjaga. Kedua, tidak boleh lebih dari 1 jam setiap kali saat berada di kereta bayi, kursi tinggi, atau digendong di punggung pengasuh. Ketiga, waktu layar (sedentary screen time) tidak disarankan. Keempat, saat bayi tidak banyak bergerak, sangat dianjurkan dibacakan cerita oleh pengasuh. Kelima, tidur secara berkualitas selama 14-17 jam (usia 0–3 bulan) atau 12–16 jam (usia 4–11 bulan) sehari, termasuk tidur siang, dalam perjalanan mudik yang mungkin saja terjebak macet di jalan.

.

Anak-Anak Juga Perlu Melakukan Aktivitas Fisik - Info Sehat Klikdokter.com

Rekomendasi WHO untuk anak usia 1-2 tahun adalah pertama, meluangkan setidaknya 3 jam atau 180 menit untuk melakukan berbagai jenis aktivitas fisik pada intensitas apa pun, termasuk aktivitas fisik intensitas sedang hingga kuat, merata waktunya sepanjang hari, dan lebih banyak tentu lebih baik. Kedua, tidak boleh lebih dari 1 jam pada suatu waktu duduk dalam kereta bayi, kursi tinggi, atau digendong di punggung pengasuh. Untuk anak berusia 1 tahun, waktu layar yang membuat badannya tidak aktif bergerak, seperti menonton TV atau video dan bermain ‘game’ di komputer, tidak dianjurkan. Bagi mereka yang berusia 2 tahun, waktu tayang (sedentary screen time) tidak boleh lebih dari 1 jam, dan lebih sebentar terbukti justru lebih baik. Ketika anak tidak banyak bergerak, sebaiknya dilibatkan dalam aktivitas membaca dan bercerita dengan pengasuh. Selain itu, sebaiknya tidur berkualitas baik selama 11-14 jam, termasuk tidur siang, dengan waktu tidur dan bangun dilatih agar teratur, meski dalam perjalanan mudik.

Rekomendasi WHO untuk anak usia 3-4 tahun seharusnya pertama, menghabiskan setidaknya 180 menit dalam berbagai jenis aktivitas fisik  atau olahraga pada intensitas apa pun, menggunkan alat olahraga  aman sesuai standar WFSGI, di mana setidaknya 60 menit merupakan aktivitas fisik dengan intensitas sedang hingga kuat, menyebar sepanjang hari dan lebih banyak lebih baik. Kedua, tidak dianjurkan diam selama lebih dari 1 jam pada suatu waktu. Waktu tayang tidak lebih dari 1 jam, dan lebih sebentar, tentu lebih baik. Ketika anak tidak banyak bergerak, sebaiknya juga dilibatkan dalam aktivitas membaca dan bercerita dengan pengasuh. Selain itu, sebaiknya tidur berkualitas secara baik selama 10-13 jam sehari, termasuk tidur siang, dengan waktu tidur dan bangun dilatih agar lebih  teratur.

.

MOU antara WHO dan WFSGI untuk aktivitas fisik menggunkan alat permainan dan olah raga yang aman sesuai standar WFSGI, tentu juga seharusnya dilakukan saat anak ikut mudik Lebaran. Bermain dan beraktivitas fisik pada anak mampu mencegah penyakit jantung, diabetes, obesitas, kanker, dan sangat efektif untuk menghilangkan rasa bosan, jenuh, dan cemas saat liburan Lebaran.

Apakah kita sudah bijak?

Sekian

Yogyakarta, 16 April 2023

*) dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Lektor FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161, e-mail : fxwikan_indrarto@yahoo.com

Categories
anak antibiotika COVID-19 dokter Healthy Life HIV-AIDS Malaria UHC

2023 Hari Kesehatan Dunia

12 Ucapan Hari Kesehatan Sedunia 7 April 2023 dalam Bahasa Inggris dan  Artinya: Happy World Health Day

HARI  KESEHATAN  DUNIA  2023

fx. wikan indrarto

Ringkasan tulisan ini telah dimuat di harian nasional Kompas digital Jumat, 7 April 2023 pada link :

https://www.kompas.id/baca/opini/2023/04/05/fokus-ke-layanan-kesehatan-primer

Pada Jumat, 7 April 2023 diperingati sebagai Hari Kesehatan Dunia, bertepatan dengan hari jadi WHO yang ke-75. Apa yang menarik?

.

Pada tahun 1948 didirikan WHO untuk mempromosikan kesehatan, menjaga keamanan dunia, dan melayani warga yang rentan. Peringatan 75 tahun WHO dengan tema ‘Health For All’ memiliki visi bahwa semua orang akan memiliki derajat kesehatan yang baik dan tinggal di dunia yang damai, sejahtera, dan berkelanjutan. Hak atas kesehatan adalah hak dasar manusia, sehingga setiap orang harus memiliki akses ke layanan kesehatan yang mereka butuhkan kapan dan di mana mereka membutuhkannya, tanpa kesulitan keuangan, yang disebut cakupan kesehatan semesata atau  ‘Universal Health Coverage’ (UHC).

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2021/01/04/2020-uhc/

.

Saat ini masih ada sekitar 30% dari populasi global tidak dapat mengakses layanan kesehatan esensial. Hampir dua miliar orang menghadapi bencana keuangan atau pengeluaran untuk kesehatan yang memiskinkan, dengan ketidaksetaraan yang signifikan mempengaruhi mereka yang berada di lingkungan yang paling rentan.

Untuk mewujudkan kesehatan untuk semua, dunia membutuhkan akses ke layanan kesehatan berkualitas tinggi, agar setiap orang dapat menjaga kesehatan mereka sendiri dan keluarga mereka. Selain itu, juga dokter dan tenaga kesehatan terampil, yang memberikan layanan medis berkualitas dan berpusat pada orang, serta pembuat kebijakan yang berkomitmen untuk berinvestasi dalam UHC. Bukti menunjukkan bahwa sistem kesehatan yang didukung oleh pendekatan layanan kesehatan primer (PHC) adalah cara yang paling efektif dan hemat biaya untuk mendekatkan layanan kesehatan dan kesejahteraan kepada masyarakat.

.

Hari Kesehatan Sedunia 2023, Memperingati 75 Tahun WHO dan Mendorong  Kesehatan untuk Semua - Media Priangan

Namun demikian, pandemi COVID-19 memundurkan kemajuan setiap negara menuju #HealthForAll. Pandemi COVID-19 dan keadaan darurat kesehatan lainnya, krisis kemanusiaan dan iklim yang tumpang tindih, kendala ekonomi, dan perang, telah membuat perjalanan setiap negara menuju #HealthForAll menjadi lebih mendesak. Sekaranglah waktunya bagi para pemimpin untuk mengambil tindakan dalam memenuhi komitmen cakupan kesehatan universal mereka dan bagi masyarakat sipil untuk meminta pertanggungjawaban para pemimpin. 

.

Kemajuan perlu dipercepat jika SDG terkait kesehatan ingin dipenuhi. Tuntut hak Anda untuk mengakses layanan kesehatan yang Anda butuhkan tanpa mengalami kesulitan keuangan!

Pencapaian global adalah indeks cakupan layanan UHC (indikator SDG 3.8.1) meningkat dari 45 pada tahun 2000 menjadi 67 pada tahun 2019. Namun demikian, masih ada hampir 2 miliar orang menghadapi bencana keuangan atau pengeluaran kesehatan yang memiskinkan (indikator SDG 3.8.2). Pada hal pandemi COVID-19 semakin mengganggu layanan medis esensial di 92% negara. Untuk membangun kembali sistem kesehatan dengan lebih baik, rekomendasi WHO adalah memfokuskan kembali sistem kesehatan kepada layanan kesehatan primer atau Primary Health Care (PHC). Sebagian besar (90%) dari intervensi UHC esensial dapat diberikan melalui PHC dan 75% proyeksi peningkatan luaran kesehatan dari SDGs dapat dicapai melalui PHC.

.

Program Kerja Umum Ketigabelas WHO bertujuan agar 1 miliar lebih banyak orang mendapat manfaat dari UHC pada tahun 2025, sekaligus berkontribusi pada target 1 miliar lebih banyak orang terlindungi dengan lebih baik dari keadaan darurat kesehatan dan 1 miliar lebih banyak orang menikmati kesehatan dan kesejahteraan yang lebih baik.

.

Selama pandemi COVID-19, sekitar 92% negara melaporkan gangguan pada layanan medis esensial. Sekitar 25 juta anak balita tidak mendapat imunisasi rutin. Terdapat kesenjangan yang mencolok dalam akses ke vaksin COVID-19, dengan rata-rata hanya 24% populasi yang divaksinasi di negara berpenghasilan rendah dibandingkan dengan 72% di negara berpenghasilan tinggi. Intervensi perawatan darurat, kritis, dan operatif yang berpotensi menyelamatkan jiwa juga menunjukkan peningkatan gangguan layanan, yang kemungkinan menghasilkan dampak jangka pendek yang signifikan pada luaran bidang kesehatan.

.

Sekitar 930 juta orang di seluruh dunia berisiko jatuh miskin karena pengeluaran sektor kesehatan sebesar 10% atau lebih dari anggaran rumah tangga mereka. Meningkatkan intervensi layanan kesehatan primer (PHC) di negara berpenghasilan rendah dan menengah dapat menyelamatkan 60 juta nyawa dan meningkatkan harapan hidup rata-rata sebesar 3,7 tahun pada tahun 2030. Pencapaian target PHC membutuhkan tambahan investasi sekitar US$ 200-370 miliar per tahun untuk paket layanan kesehatan yang lebih komprehensif. WHO merekomendasikan agar setiap negara mengalokasikan atau merealokasi tambahan 1% dari PDB ke PHC dari sumber pendanaan pemerintah.

.

PHC memerlukan tiga komponen yang saling terkait dan sinergis, termasuk: pelayanan kesehatan terpadu yang komprehensif yang mencakup layanan medis primer, kebijakan dan tindakan multisektoral untuk mengatasi faktor penentu derajat kesehatan di sektor hulu, dan melibatkan atau memberdayakan individu, keluarga, dan masyarakat, dalam meningkatkan partisipasi sosial dan kemandirian dalam kesehatan.

.

Agar UHC menjadi benar-benar tercapai, diperlukan pergeseran fokus dari sistem kesehatan yang dirancang untuk mengatasi penyakit dan pembentukan institusi, menuju sistem kesehatan yang dirancang untuk melayani manusia. PHC mengharuskan pemerintah di semua tingkatan untuk bertindak dengan pendekatan secara menyeluruh, termasuk aspek kesehatan dalam semua kebijakan yang dikeluarkan, fokus yang kuat pada pemerataan dan intervensi kesehatan yang mencakup seluruh kehidupan manusia.

.

PHC menangani faktor risiko gangguan kesehatan yang luas dan berfokus pada aspek kesehatan dan kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang komprehensif dan saling terkait, tidak hanya untuk penanganan serangkaian penyakit tertentu. Layanan kesehatan primer memastikan setiap orang akan menerima layanan komprehensif yang berkualitas, mulai dari promtif (anjuran) dan preventif (pencegahan), sampai dengan kuratif (pengobatan), rehabilitatif (pemulihan) dan perawatan paliatif, sedekat mungkin dengan lingkungan sehari-hari masyarakat. PHC adalah pendekatan yang paling inklusif, adil, hemat biaya, dan efisien untuk meningkatkan kesehatan fisik dan mental masyarakat, serta kesejahteraan sosial. Bukti dampak luas dari investasi di PHC terus berkembang di seluruh dunia, terutama di saat krisis seperti pandemi COVID-19.

.

Di seluruh dunia, investasi di PHC meningkatkan pemerataan dan akses, kinerja perawatan kesehatan, akuntabilitas sistem kesehatan, dan hasil kesehatan. PHC juga penting untuk membuat sistem kesehatan lebih tahan terhadap situasi krisis, lebih proaktif dalam mendeteksi tanda-tanda awal epidemi dan lebih siap menghadapinya. Meskipun bukti masih berkembang, terdapat pengakuan luas bahwa PHC adalah “pintu depan” sistem kesehatan dan memberikan landasan untuk penguatan fungsi kesehatan masyarakat yang esensial untuk menghadapi krisis kesehatan masyarakat seperti COVID-19.

.

Momentum Hari Kesehatan Dunia, Jumat, 7 April 2023 yang bertepatan dengan hari jadi WHO yang ke-75, mengingatkan kita semua untuk mencapai UHC melalui PHC, yaitu cara yang paling efektif dan hemat biaya untuk mendekatkan layanan kesehatan dan kesejahteraan kepada masyarakat, sesuai dengan visi ‘Health For All’. 

Apakah kita sudah bertindak bijak?

Sekian

Yogyakarta, 3 April 2022

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Lektor FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM.

Categories
anak COVID-19 Healthy Life Jalan-jalan resisten obat UHC

2023 Pedoman Baru Melawan COVID-19

Universitas Nasional - Universitas Nasional

PEDOMAN  BARU  MELAWAN COVID-19

fx. wikan indrarto*)

Pada hari Jumat, 13 Januari 2023 WHO telah memperbarui pedoman melawan COVID-19. Dalam hal ini menyangkut tentang pemakaian masker di komunitas, perawatan COVID-19, dan manajemen klinis. Apa yang menarik?

.

Pedoman baru ini adalah bagian dari proses berkelanjutan dalam evaluasi rutin pedoman global dan bekerja sama pakar internasional independen. Pedoman disusun dengan mempertimbangkan bukti penelitian terbaru yang tersedia dan data epidemiologi yang terus saja berubah.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2022/01/28/2022-obat-baru-untuk-covid-19/.

Pertama, masker terus menjadi alat utama melawan COVID-19

WHO terus merekomendasikan penggunaan masker, terlepas dari situasi dan data epidemiologi lokal, mengingat penyebaran COVID-19 saat ini masih berlangsung secara global. Masker sangat direkomendasikan pada seseorang setelah terpapar COVID-19, dicurigai menderita COVID-19, dan berisiko tinggi terkena COVID-19 parah. Selain itu, masker juga sebaiknya digunakan untuk siapapun di dalam ruangan yang padat, tertutup, atau berventilasi buruk.

WHO juga menyarankan bahwa otoritas lokal, regional dan nasional terus melakukan penilaian risiko secara berkesinambungan. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan termasuk tren epidemiologi lokal atau peningkatan tingkat rawat inap, tingkat cakupan vaksinasi COVID-19 dan kekebalan di masyarakat, dan situasi di mana orang berada.

.

6 Langkah Mudah Melawan Covid-19 | Portal News
gunakan masker dengan benar

.

Kedua, pengurangan jangka waktu isolasi untuk pasien COVID-19

WHO menyarankan bahwa pasien COVID-19 dapat keluar dari ruang isolasi lebih awal, jika mereka dites sudah negatif menggunakan tes cepat berbasis antigen, bukan lagi PCR. Namun demikian, tanpa tes antigen, untuk pasien dengan gejala klinis isolasi cukup selama 10 hari sejak tanggal timbulnya gejala. Pedoman sebelumnya adalah pasien dapat dipulangkan 10 hari setelah timbulnya gejala, ditambah setidaknya tiga hari tambahan, sejak gejala klinisnya hilang.

Bagi orang yang dites positif COVID-19 tetapi tidak memiliki tanda atau gejala apa pun, WHO sekarang menyarankan cukup 5 hari isolasi, dibandingkan 10 hari pada pedoman sebelumnya. Isolasi untuk orang dengan COVID-19 adalah langkah penting dalam mencegah orang lain terinfeksi. Ini dapat dilakukan di rumah atau di fasilitas khusus, seperti rumah sakit, klinik atau shelter. Bukti menunjukkan bahwa orang tanpa gejala jauh lebih kecil kemungkinannya untuk menularkan virus dibandingkan mereka yang memiliki gejala. Meskipun kepastiannya sangat rendah, bukti juga menunjukkan bahwa orang dengan gejala yang dipulangkan pada hari ke 5 setelah timbulnya gejala, berisiko menularkan orang tiga kali lebih banyak daripada mereka yang dipulangkan pada hari ke 10.

.

TETAP SEMANGAT UNTUK SEMUA YANG SEDANG BERJUANG MELAWAN COVID-19 – Dinas  Kesehatan Kabupaten Karangasem
isolasi diri secara benar

.

Ketiga, pengobatan COVID-19. WHO telah memperluas rekomendasi kuatnya untuk penggunaan nirmatrelvir-ritonavir (Paxlovid). Ibu hamil atau menyusui dengan COVID-19 yang tidak parah harus berkonsultasi dengan dokter, untuk menentukan apakah mereka harus menggunakan obat ini, karena ‘kemungkinan manfaatnya’ dan terjadinya efek samping obat yang telah dilaporkan.

Nirmatrelvir-ritonavir pertama kali direkomendasikan oleh WHO pada April 2022. WHO sangat merekomendasikan penggunaannya pada pasien COVID-19 ringan atau sedang yang berisiko tinggi untuk dirawat inap di rumah sakit. Pada Desember 2022, produsen obat generik nirmatrelvir-ritonavir untuk pertama kalinya telah diprakualifikasi oleh WHO.

WHO juga menganalisis bukti manfaat pada dua obat lain, sotrovimab dan casirivimab-imdevimab. Pedoman baru terus mempertahankan rekomendasi kuat untuk penggunaannya dalam mengobati COVID-19. Obat-obatan antibodi monoklonal ini terbukti mampu mengurangi aktivitas varian virus COVID-19 yang beredar global saat ini. Obat baricitinib dan sotrovimab dalam rekomendasi kali ini, yang merupakan pembaruan kedelapan pedoman WHO tentang terapi COVID-19, didasarkan pada bukti dari tujuh uji klinis yang melibatkan lebih dari 4.000 pasien dengan COVID-19 derajat yang tidak parah, parah, dan kritis.

.

Indonesia.go.id - Melawan Covid-19

Saat itu ada beberapa pilihan pengobatan yang terbukti baik untuk pasien COVID-19. Terdapat tiga jenis pengobatan untuk mencegah rawat inap pada orang berisiko tinggi dan tiga di antaranya terbukti mampu menyelamatkan nyawa pada pasien dengan penyakit parah atau kritis. Obat lain adalah baricitinib, sangat direkomendasikan untuk pasien COVID-19 derajat parah atau kritis. Obat dalam kelas inhibitor Janus Kinase (JAK) ini mampu menekan stimulasi berlebihan dari sistem kekebalan tubuh. WHO merekomendasikan agar diberikan dengan kortikosteroid. Baricitinib adalah obat oral atau ditelan, yang selama ini telah digunakan untuk pengobatan radang sendi atau rheumatoid arthritis. Baricitinib ini mirip dengan obat radang sendi lain dalam kelas penghambat reseptor Interleukin-6, yang sebelumnya telah direkomendasikan oleh WHO pada Juli 2021.

Panduan penggunaan masker dan pengurangan masa isolasi pasien COVID-19 tentu tidak sulit kita lakukan. Sebaliknya untuk pengobatan terbaru COVID-19 adalah hal yang subngguh sulit, karena kecuali kortikosteroid, akses ke obat anti COVID-19 lainnya tetap tidak memuaskan secara global. 

Sudahkah kita bertindak bijak dalam pengendalian dan pengobatan COVID-19?

Sekian

Yogyakarta, 16 Januari 2023

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Lektor FK UKDW, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161

Categories
anak COVID-19 dokter Istanbul kanker UHC vaksinasi

2023 Hari Pendengaran

Hari Pendengaran Sedunia 2022, Guru Besar UI: Kasus Bayi Lahir Tuli 1 per  1.000 Kelahiran di Indonesia

HARI  PENDENGARAN  DUNIA 2023

fx. wikan indrarto*)

Hari Pendengaran Dunia (World Hearing Day) dirayakan pada Jumat, 3 Maret 2023 dengan tema : Peduli Telinga dan Pendengaran untuk Semua! Kita diingatkan akan pentingnya mengintegrasikan perawatan telinga dan pendengaran di fasilitas kesehatan primer, sebagai komponen penting dari cakupan kesehatan semesta atau UHC (universal health coverage). Apa yang menarik?

.

Pada tahun 2050, hampir 2,5 miliar orang diproyeksikan akan mengalami gangguan pendengaran pada tingkat tertentu dan setidaknya 700 juta akan membutuhkan rehabilitasi fungsi pendengaran. Lebih dari 1 miliar orang dewasa muda berisiko mengalami gangguan pendengaran permanen yang sebenarnya dapat dihindari, karena praktik kebiasaan mendengarkan yang tidak aman. Investasi tambahan tahunan sekitar US $ 1,40 per orang diperlukan untuk meningkatkan layanan perawatan telinga dan pendengaran secara global. Selama periode 10 tahun investasi, program ini menjanjikan pengembalian hampir US $16 untuk setiap dolar AS yang diinvestasikan.

.

juga dimuat di : https://www.kompas.id/baca/opini/2023/01/10/peduli-telinga-dan-pendengaran

.

Penyebab gangguan pendengaran adalah multi faktorial pada periode yang berbeda sepanjang rentang hidup. Pada periode prenatal, terdapat faktor genetik, yaitu gangguan pendengaran herediter dan non-herediter dan infeksi intrauterin dari ibu masuk ke janin, seperti virus rubella dan CMV (sitomegalovirus). Pada periode perinatal adalah asfiksia lahir (kekurangan oksigen pada saat lahir), hiperbilirubinemia (ikterus parah pada periode neonatal), berat badan lahir rendah (BBLR), morbiditas perinatal lainnya dan komplikasi penatalaksanaannya.

.

baca juga :https://dokterwikan.com/2022/03/07/2022-pendengaran-sehat/

.

Pada masa anak dan remaja adalah infeksi telinga kronis (otitis media supuratif kronis), pengumpulan cairan di telinga (otitis media nonsupuratif kronis), meningitis dan infeksi lainnya. Sedangkan pada usia dewasa dan lanjut berupa penyakit kronis, merokok, otosklerosis, degenerasi sensorineural terkait usia, dan gangguan pendengaran sensorineural mendadak

.

Faktor yang terdapat sepanjang rentang hidup seperti impaksi serumen (kotoran telinga yang menetap), trauma atau benturan pada telinga atau kepala, suara atau bunyi keras, obat ototoksik, bahan kimia ototoksik terkait pekerjaan, kekurangan gizi, infeksi virus dan kondisi telinga lainnya, onset tertunda atau gangguan pendengaran genetik progresif, dan dampak gangguan pendengaran yang tidak tertangani.

.

Jika tidak ditangani, gangguan pendengaran berdampak pada banyak aspek kehidupan. Di negara berkembang, banyak anak dengan gangguan pendengaran seringkali tidak dapat mengenyam pendidikan formal. Orang dewasa dengan gangguan pendengaran juga memiliki tingkat pengangguran yang jauh lebih tinggi. Di antara mereka yang bekerja, persentase yang lebih tinggi dari orang dengan gangguan pendengaran berada di tingkat pekerjaan dengan gaji yang lebih rendah dibandingkan dengan tenaga kerja umum. WHO memperkirakan bahwa gangguan pendengaran yang tidak tertangani menimbulkan biaya global tahunan sebesar US$ 980 miliar. Ini termasuk biaya yang dihabiskan dalam sektor layanan kesehatan (tidak termasuk biaya alat bantu dengar), biaya dukungan pendidikan, hilangnya produktivitas, dan biaya sosial. Pada hal 57% dari beban biaya ini harus ditanggung oleh negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Pencegahan gangguan pendengaran sangat penting sepanjang hidup, dari periode prenatal dan perinatal hingga usia yang lebih tua. Pada anak hampir 60% gangguan pendengaran disebabkan oleh penyebab yang dapat dihindari, yang dapat dicegah melalui penerapan langkah intervensi kesehatan masyarakat. Demikian pula, pada orang dewasa, penyebab gangguan pendengaran yang paling umum, seperti paparan suara keras dan obat ototoksik, sebenarnya dapat dicegah.

Strategi yang efektif untuk mengurangi gangguan pendengaran pada berbagai tahap kehidupan meliputi imunisasi, praktik pengasuhan anak yang baik, konseling genetik, identifikasi dan pengelolaan kondisi telinga yang umum. Selain itu, juga program konservasi fungsi pendengaran di tempat kerja untuk paparan kebisingan dan bahan kimia, strategi mendengarkan yang aman untuk mengurangi paparan suara keras di tempat rekreasi, dan penggunaan obat yang rasional untuk mencegah gangguan pendengaran ototoksik.

Identifikasi dini gangguan pendengaran dan penyakit telinga adalah kunci penatalaksanaan yang efektif. Program ini membutuhkan skrining sistematis untuk mendeteksi gangguan pendengaran dan penyakit telinga. Program ini sebaiknya dilakukan pada bayi baru lahir, bayi, anak usia pra sekolah dan usia sekolah. Selain itu, juga pada orang yang terpapar kebisingan atau bahan kimia di tempat kerja, pasien yang menerima obat ototoksik dan kemlompok usia lanjut.

Penilaian pendengaran dan pemeriksaan telinga dapat dilakukan di fasilitas kesehatan primer, rumah sakit dan layanan komunitas. Alat seperti aplikasi “hearWHO” dan solusi berbasis teknologi lainnya memungkinkan untuk uji saring penyakit telinga dan gangguan pendengaran. 

https://cdn.who.int/media/images/default-source/health-topics/deafness-and-hearing-loss/hearwho-banner-with-qr-code.tmb-1366v.png?sfvrsn=37b879bf_6

Aplikasi ‘hearWHO’ yang saat ini hanya tersedia dalam bahasa Inggris, Spanyol dan Mandarin, memiliki kompatibilitas pada perangkat iOS dan Android, serta didasarkan pada teknologi digit-in-noise yang tervalidasi. Aplikasi ini memberi masyarakat umum akses ke uji saring pendengaran untuk memeriksa status pendengaran dan memantaunya dari waktu ke waktu. Aplikasi ini mudah digunakan, dapat menampilkan hasil pemeriksaan, dan menyimpan status pendengaran dari waktu ke waktu. Aplikasi ini sangat direkomendasikan bagi mereka yang sering mendengarkan musik keras melalui perangkat audio pribadi, dan dapat digunakan oleh tenaga kesehatan untuk menyaring orang di komunitas untuk gangguan pendengaran dan merujuk mereka untuk tes diagnostik di RS, jika mereka gagal dalam skrining.

Unik, Alasan Tanggal 3 Maret menjadi Hari Kesehatan Telinga dan Pendengaran  Nasional | Medicalogy

Momentum Hari Pendengaran Dunia (World Hearing Day) 2023 mengingatkan kita bahwa masalah telinga dan fungsi pendengaran, merupakan salah satu masalah yang paling sering ditemui di masyarakat. Sebenarnya lebih dari 60% dari masalah ini dapat didiagnosis dan ditangani di fasilitas kesehatan primer. Untuk itu, integrasi perawatan telinga dan fungsi pendengaran ke dalam layanan kesehatan primer dimungkinkan, melalui pelatihan tenaga kesehatan dan pembangunan infrastruktur kesehatan. Integrasi semacam itu akan bermanfaat bagi masyarakat dan membantu negara bergerak menuju tujuan UHC. 

Apakah kita sudah melakukannya?

Sekian

Yogyakarta, 28 Desember 2022

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Lektor FK UKDW, Alumnus S3 UGM.

Categories
anak COVID-19 dokter Healthy Life kanker UHC vaksinasi

2022 Dosis Vaksin HPV

Brilio - Vaksin ini masuk program imunisasi nasional dan wajib untuk anak  perempuan usia sekolah dasar kelas 5-6 SD. #infografikbrilio | Facebook

DOSIS   VAKSIN   HPV

fx. wikan indrarto

Selasa, 20 Desember 2022 WHO memperbaharui rekomendasi jadwal vaksinasi HPV (human papillomavirus). Apa yang baru? 

.

Kanker serviks adalah jenis kanker paling umum keempat pada wanita, dan lebih dari 95% kanker serviks disebabkan oleh HPV yang ditularkan secara seksual. Sering disebut sebagai ‘silent killer’ dan hampir seluruhnya dapat dicegah, kanker serviks adalah salah satu penyakit dengan ketidaksetaraan akses, karena 90% wanita dengankanker serviks ini tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah.

.

Mencegah perkembangan kanker serviks dengan meningkatkan akses ke vaksin yang efektif, merupakan langkah yang sangat signifikan dalam mengurangi penyakit dan kematian yang tidak perlu. Rekomendasi baru ini didasarkan pada penurunan yang sangat memprihatinkan dalam cakupan vaksinasi HPV secara global. Antara 2019 dan 2021, cakupan vaksinasi HPV dosis pertama turun 25% menjadi 15%. Ini berarti 3,5 juta lebih banyak anak perempuan yang tidak mendapatkan vaksinasi HPV pada tahun 2021 dibandingkan dengan tahun 2019.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/09/02/2020-bebas-kanker-serviks/

.

Optimalisasi jadwal HPV diharapkan dapat meningkatkan akses ke vaksin, menawarkan banyak negara dan wilayah kesempatan untuk memperluas jumlah anak perempuan yang dapat divaksinasi HPV. Selain itu, juga mengurangi beban tindak lanjut yang seringkali rumit dan mahal, yang diperlukan untuk menyelesaikan rangkaian vaksinasi. Penting bagi banyak negara untuk memperkuat program vaksinasi HPV mereka, mempercepat implementasi, dan membalikkan penurunan cakupan.

.

WHO sekarang merekomendasikan 3 jadwal. Pertama, jadwal satu atau dua dosis untuk anak perempuan berusia 9-14 tahun. Kedua, jadwal satu atau dua dosis untuk remaja perempuan berusia 15-20 tahun dan ketiga, dua dosis dengan interval 6 bulan untuk wanita di atas 21 tahun. Selain itu, rekomendasi tersebut menggarisbawahi pentingnya vaksinasi sebagai prioritas wanita dengan gangguan kekebalan, atau mereka yang hidup dengan HIV. Juga remaja perempuan dengan immunocompromised harus menerima minimal dua dosis, bahkan jika mungkin tiga dosis. Sasaran utama vaksinasi HPV adalah anak perempuan berusia 9-14 tahun, sebelum dimulainya aktivitas seksual. Vaksinasi target sekunder adalah anak laki-laki dan perempuan yang lebih tua, jika memungkinkan dan terjangkau.

.

Siap-siap! Vaksin Kanker Serviks Gratis Segera Dimulai di 8 Provinsi
.

“Vaksin HPV sangat efektif untuk pencegahan HPV serotipe 16 & 18, yang menyebabkan 70% kanker serviks,” ujar Dr Alejandro Cravioto, Ketua SAGE. “SAGE mendesak semua negara untuk memperkenalkan vaksin HPV dan memprioritaskan pengejaran kohort multi-usia dari kohort anak perempuan yang ketinggalan dan lebih tua. Rekomendasi ini akan memungkinkan lebih banyak anak dan remaja perempuan untuk divaksinasi dan dengan demikian mencegah mereka terkena kanker serviks dan semua konsekuensinya selama hidup mereka.” Rekomendasi dosis tunggal ini berpotensi membawa kita lebih cepat ke tujuan kita untuk mencapai 90 persen remaja perempuan divaksinasi sebelum usia 15 tahun pada tahun 2030.

.

Secara global, penyerapan vaksin penyelamat hidup adalah lambat dan cakupan di banyak negara jauh lebih rendah dari target 90%. Akibatnya, pada tahun 2020 cakupan global dengan 2 dosis hanya 13%. Beberapa faktor telah memengaruhi penyerapan yang lambat dan cakupan vaksin HPV yang rendah termasuk tantangan pasokan dan distribusi vaksin, serta tantangan program dan biaya terkait pemberian dua rejimen untuk anak perempuan yang lebih tua yang biasanya bukan bagian dari program vaksinasi di sekolah. Selain itu, biaya vaksin HPV adalah relatif mahal, terutama untuk negara berpenghasilan menengah.

.

Rekomendasi untuk hanya satu dosis vaksin HPV adalah lebih murah, lebih sedikit sumber daya dan lebih mudah untuk diberikan. Selain itu, rekomendasi ini juga memfasilitasi pelaksanaan kampanye susulan untuk berbagai kelompok umur, mengurangi tantangan yang terkait dengan melacak remaja perempuan untuk pemberian dosis kedua mereka, dan memungkinkan cadangan keuangan dan sumber daya manusia dialihkan ke prioritas kesehatan lainnya.

.

Sorotan pertemuan lainnya dari pertemuan Strategic Advisory Group of Experts on Immunization (SAGE) 4-7 April 2022 meliputi 3 jenis vaksin lainnya. Pertama vaksin covid-19, SAGE merekomendasikan vaksin CanSino Bio (Ad5-nCOV-S) akan tersedia jika EUL WHO diberikan. Kedua vaksin Hepatitis A, SAGE merekomendasikan bahwa satu atau dua jadwal dosis vaksin hepatitis A yang tidak aktif dapat digunakan. Ketiga vaksin virus polio, SAGE mendukung untuk penghentian vaksin polio oral hidup yang dilemahkan atau Vaksin Polio Oral (OPV) dari program imunisasi rutin, guna mengantisipasi virus polio tipe liar. 

.

Secara global, diperkirakan penerapan strategi ini dapat mencegah 60 juta kasus kanker serviks dan 45 juta kematian selama 100 tahun ke depan. Di Indonesia sasaran vaksinasi HPV adalah anak perempuan kelas 5-6 SD atau usia 11-12 tahun. Saat ini program tersebut sudah diperluas di 11 kabupaten kota, setelah pada mulanya menjadi program percontohan di DKI Jakarta. Pandemi COVID-19 tidak menjadi alasan untuk menunda perluasan vaksinasi HPV yang tetap dapat dilakukan dengan memperhatikan protokol kesehatan. Kemenkes RI menargetkan perluasan imunisasi HPV untuk mencegah kanker serviks hingga berskala nasional pada 2023 dapat dicapai, apalagi dengan pemberian hanya dosis tunggal sesuai rekomendasi WHO terbaru tersebut.

Sudahkah kita terlibat membantu?

Sekian

Yogyakarta, 30 Desember 2022

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Lektor FK UKDW, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161

Categories
anak COVID-19 Healthy Life Istanbul Jalan-jalan vaksinasi

2023 Sepak Bola dan Flu

Jadwal Lengkap Fase Grup Piala Dunia 2022 Qatar - Victory News - Halaman 4

SEPAK  BOLA  DAN  FLU

fx. wikan indrarto

Jutaan orang telah menonton Piala Dunia FIFA 2022 Qatar secara langsung di stadion atau nonton bareng di TV, sangat mungkin berisiko lebih tinggi terkena flu dan menyebarkannya. Apalagi segera disusul dengan Piala Mitsubishi Electric AFF 2022 saat Tim Nasional Indonesia masuk babak semifinal. Pastikan kita tahu cara melindungi diri sendiri dan orang lain.

.

Sebelum Piala Dunia diadakan pertama kali, influenza telah menyerang pemain sepak bola, manajer, dan penonton. Pada tahun 1918, pandemi influenza yang dikenal sebagai “Flu Spanyol” menginfeksi sekitar 500 juta orang. Saat itu masyarakat dipaksa untuk menerapkan tindakan luas, membatasi pertemuan besar, termasuk menonton olahraga seperti pertandingan sepak bola. Lebih dari seabad  kemudian, sebanyak satu miliar orang, baik penonton maupun pemain sepak bola profesional, masih terkena influenza musiman setiap tahun, dan dapat menyebabkan penyakit parah atau bahkan kematian.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2019/10/16/2019-sepak-bola-sehat/

.

Gejala klinis influnza adalah demam, batuk (biasanya kering), sakit kepala, nyeri otot dan persendian, sakit tenggorokan dan pilek. Batuknya dapat parah dan bertahan 2 minggu atau lebih. Kebanyakan orang pulih dalam waktu seminggu tanpa memerlukan tindakan medis. Jika salah satu pesepakbola profesional terkena flu, mungkin tidak akan diijinkan bermain, meskipun mungkin tidak akan sakit parah. Namun demikian, bagi sebagian penonton sepak bola, terkena influenza menimbulkan ancaman rawat inap atau bahkan kematian yang jauh lebih serius. Penonton yang berisiko tinggi mengalami komplikasi influenza meliputi ibu hamil pada setiap tahap kehamilan, orang lanjut usia (berusia lebih dari 65 tahun), orang dengan kondisi medis kronis, tenaga kesehatan; dan anak usia 6 bulan sampai 5 tahun.

.

Indonesia vs Vietnam pada Semifinal Leg 1 Piala AFF 2022 - Tenggulang Baru
.

Jika kita menonton sepak bola bulan Januari 2023, baik secara langsung bersama ratusan atau ribuan orang lainnya di dalam stadion, atau nobar di TV bersama keluarga dan teman, sangat mungkin berisiko lebih tinggi terkena flu atau menularkannya ke orang lain. Hal ini karena, seperti halnya COVID-19, influenza tumbuh subur di ‘tiga C’: ruang tertutup, tempat ramai, dan kontak dekat (closed spaces, crowded places, and close contact). Influenza dapat menyebar dengan cepat di antara para penonton sepakbola ketika seorang penonton yang terinfeksi batuk atau bersin, menyebarkan tetesan virus ke udara.

.

Influenza musiman adalah infeksi saluran pernapasan akut yang disebabkan oleh virus influenza yang beredar di seluruh belahan dunia. Terdapat 4 jenis virus influenza musiman, yaitu tipe A, B, C dan D. Virus influenza A dan B beredar dan menyebabkan wabah penyakit musiman.

.

Virus influenza A selanjutnya diklasifikasikan menjadi subtipe sesuai dengan kombinasi hemagglutinin (HA) dan neuraminidase (NA), protein pada permukaan virus. Saat ini yang beredar pada manusia adalah virus influenza subtipe A(H1N1) dan A(H3N2). A(H1N1) juga ditulis sebagai A(H1N1)pdm09 karena menyebabkan pandemi pada tahun 2009 dan kemudian menggantikan virus influenza A(H1N1) musiman yang telah beredar sebelum tahun 2009. Hanya virus influenza tipe A yang diketahui menyebabkan pandemi .

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2019/03/20/2019-lawan-influenza/

.

Virus influenza B tidak diklasifikasikan menjadi subtipe, tetapi dapat dipecah menjadi garis keturunan. Virus influenza tipe B yang beredar saat ini termasuk dalam garis keturunan B/Yamagata atau B/Victoria. Virus influenza C terdeteksi lebih jarang dan biasanya menyebabkan infeksi ringan, sehingga tidak menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat. Sedangkan virus influenza D terutama menyerang ternak dan tidak diketahui menginfeksi atau menyebabkan penyakit pada manusia.

.

Derajad penyakit berkisar dari ringan hingga berat dan bahkan kematian. Rawat inap dan kematian terjadi terutama di antara kelompok risiko tinggi. Di seluruh dunia, epidemi tahunan ini diperkirakan mengakibatkan sekitar 3 hingga 5 juta kasus penyakit parah, dan sekitar 290.000 hingga 650.000 kematian. Di negara industri kebanyakan kematian karena influenza terjadi pada orang berusia 65 tahun atau lebih. Epidemi dapat mengakibatkan tingginya tingkat ketidak hadiran para pekerja, siswa di sekolah dan hilangnya produktivitas. Efek epidemi influenza musiman di negara berkembang tidak sepenuhnya diketahui, tetapi penelitian memperkirakan bahwa 99% kematian pada anak di bawah usia 5 tahun dengan infeksi saluran pernapasan bawah terkait influenza ditemukan di negara berkembang.

.

Sebagian besar kasus influenza manusia didiagnosis secara klinis. Namun, selama periode aktivitas influenza rendah dan di luar situasi epidemi, infeksi virus pernapasan lainnya, mis. rhinovirus, virus syncytial jalan napas, parainfluenza dan adenovirus juga dapat hadir sebagai Influenza-like Illness (ILI) yang membuat diferensiasi klinis influenza dari patogen lain menjadi sulit.

Pasien dengan derajat penyakit klinis parah atau progresif terkait dengan infeksi virus influenza yang dicurigai atau dikonfirmasi, yaitu sindrom klinis pneumonia, sepsis atau eksaserbasi penyakit bawaan kronis, harus diobati dengan obat antivirus sesegera mungkin. Obat inhibitor neuraminidase (yaitu oseltamivir) harus diberikan sesegera mungkin (idealnya, dalam waktu 48 jam setelah timbulnya gejala) untuk memaksimalkan manfaat terapeutik. Pemberian obat juga harus dipertimbangkan pada pasien yang datang kemudian dalam perjalanan penyakit. Pengobatan dianjurkan untuk minimal 5 hari, tetapi dapat diperpanjang sampai ada perbaikan klinis yang memuaskan.

.

Kortikosteroid tidak boleh digunakan secara rutin, kecuali diindikasikan untuk alasan lain (misalnya: asma dan kondisi spesifik lainnya); karena telah dikaitkan dengan pembersihan virus yang berkepanjangan, imunosupresi yang menyebabkan superinfeksi bakteri atau jamur. Semua virus influenza yang beredar saat ini resisten terhadap obat antivirus adamantane (seperti amantadine dan rimantadine), dan karenanya tidak direkomendasikan untuk monoterapi.

.

Cara paling efektif untuk mencegah penyakit ini adalah vaksinasi. Vaksin yang aman dan efektif tersedia dan telah digunakan selama lebih dari 60 tahun. Kekebalan dari vaksinasi berkurang dari waktu ke waktu, sehingga vaksinasi tahunan dianjurkan untuk melindungi terhadap influenza. Vaksin influenza inaktif yang disuntikkan paling sering digunakan di seluruh dunia.

.

WHO merekomendasikan vaksinasi influenza tahunan untuk ibu hamil pada setiap tahap kehamilan, anak balita, orang lanjut usia (berusia lebih dari 65 tahun), individu dengan kondisi medis kronis, dan petugas kesehatan. Rekomendasi WHO terus berkembang tentang komposisi vaksin (trivalen) yang menargetkan 3 jenis virus paling representatif yang beredar (dua subtipe virus influenza A dan satu virus influenza B) pada 2013-2014. Selanjutnya komponen ke-4 direkomendasikan menjadi vaksin kuadrivalen yang mencakup virus influenza B ke-2 selain virus dalam vaksin trivalen, dan diharapkan memberikan perlindungan yang lebih luas. Sejumlah vaksin influenza inaktif dan vaksin influenza rekombinan tersedia dalam bentuk injeksi. Vaksin influenza hidup yang dilemahkan tersedia dalam bentuk semprotan hidung.

.

Selain vaksinasi influenza dan pengobatan antivirus, manajemen kesehatan masyarakat berupa protokol kesehatan ketat, sebaiknya dilakukan. Yaitu mencuci tangan secara teratur, etika batuk dengan menutup mulut dan hidung. Selain itu, juga isolasi mandiri dini bagi mereka yang merasa tidak enak badan, demam dan memiliki gejala influenza lainnya, menghindari kontak dekat dengan orang sakit, dan menghindari menyentuh mata, hidung, atau mulut. Apalagi saat kita menonton sepakbola di stadion, ataupun nobar dengan banyak teman.

Sudahkah kita semua sehat?

Sekian

Yogyakarta, 4 Januari 2023

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Lektor FK UKDW, Alumnus S3 UGM, penggemar gol dalam sepakbola, WA: 081227280161.

Categories
anak antibiotika COVID-19 dokter Healthy Life resisten obat UHC vaksinasi

2023 Panduan Antibiotika

antibiotik | Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan

PANDUAN  ANTIBIOTIK

fx. wikan indrarto

Jumat, 9 Desember 2022 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menerbitkan buku panduan pemberian antibiotik yang berjudul WHO AWaRe (Access, Watch, Reserve). Apa yang menarik?

.

Resistensi antimikroba merupakan ancaman bagi kesehatan dan pembangunan global, dan berkontribusi terhadap jutaan kematian di seluruh dunia setiap tahun. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dan berlebihan, justru mendorong peningkatan resistensi antimikroba dan berdampak buruk pada efektivitas obat yang sangat penting ini. Buku antibiotik AWaRe telah diterbitkan oleh WHO di bawah lisensi Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 3.0 IGO yang dapat diakses secara bebas untuk penggunaan non-komersial.

.

Tautan The WHO AWaRe (Access, Watch, Reserve) antibiotic book adalah : https://www.who.int/publications/i/item/9789240062382

baca juga : https://www.who.int/publications/i/item/9789240062382

Resistensi antimikroba (AMR) adalah ancaman bagi kesehatan dan pembangunan global dan berkontribusi terhadap jutaan kematian di seluruh dunia setiap tahun. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dan berlebihan, mendorong peningkatan AMR dan berdampak buruk pada efektivitas obat-obatan penting ini. Buku antibiotik WHO AWaRe (Access, Watch, Reserve) memberikan panduan singkat berbasis bukti tentang pilihan antibiotik, dosis, rute pemberian, dan durasi pengobatan untuk lebih dari 30 infeksi klinis paling umum pada anak-anak dan orang dewasa di baik perawatan kesehatan primer dan pengaturan rumah sakit. Informasi yang dimuat dalam buku ini mendukung rekomendasi antibiotik yang tercantum dalam Daftar Model Obat Esensial dan Obat Esensial Anak WHO dan klasifikasi antibiotik WHO AWaRe.

.

Sekitar 90% dari semua obat antibiotik telah diresepkan untuk pasien di fasilitas kesehatan primer. Selain itu, diperkirakan sekitar separuh dari semua penggunaan antibiotik tersebut tidak tepat dalam beberapa hal, seperti tidak ada indikasi, pemberian antibiotik spektrum luas yang tidak perlu, dosis yang keliru, durasi pengobatan yang tidak tepat, dan cara pemberian atau formulasi antibiotik yang kurang pas.

.

Kementerian Kesehatan RI on Twitter: "#TahukahKamu jika Antibiotik adalah  obat untuk mematikan atau menghambat pertumbuhan bakteri penyebab infeksi.  Bukan mematikan virus atau jamur #BijakAntibiotik @gemacermat  https://t.co/69BUIfisms" / Twitter

Pada buka panduan WHO tersebut, obat antibiotika dibedakan menjadi 3 jenis. Pertama, antibiotik spektrum sempit pada umumnya berharha lebih murah, aspek keamanan yang lebih baik, profil dan potensi resistensi umumnya rendah. Obat ini sering direkomendasikan sebagai pilihan pengobatan pertama atau kedua secara empiris untuk penyakit infeksi umum. Kedua, antibiotik spektrum yang lebih luas, umumnya dengan harga yang lebih mahal, dan direkomendasikan hanya sebagai pilihan pertama untuk pasien dengan klinis yang lebih parah, atau untuk infeksi di mana patogen penyebab lebih mungkin menjadi resisten. Dan ketiga, antibiotik cadangan yang merupakan antibiotik pilihan terakhir, yang digunakan hanya untuk mengobati infeksi multidrug-resistant.

.

Sistem AWaRe pada buku tersebut dilakukan menggunakan pendekatan lampu lalu lintas. Obat antibiotika yang aman (access) digunakan berwarna hijau, perlu waspada (watch) berwarna oranye, dan cadangan (reserve) berwarna merah. Sistem ini memudahkan untuk digunakan dalam fasilitas Kesehatan terbatas, seperti klinik dan apotek atau sebagai bagian dari pusat pemantauan konsumsi antibiotik di RS. Semua negara, wilayah, dan RS didorong untuk menggunakan buku AWaRe sebagai dasar untuk mengembangkan indikator dan target kualitas mereka sendiri, dalam mengurangi tingkat peresepan antibiotik yang tidak tepat, meningkatkan keselamatan dan perawatan pasien, sekaligus mengurangi infeksi resisten dan pembengkakan biaya untuk pasien pribadi dan sistem penjaminan pembiayaan kesehatan. Target WHO setidaknya 60% dari total resep obat antibiotik pada tahun 2023 dikeluarkan sesuai panduan tersebut.

.

Sebagian besar pasien sehat dengan infeksi umum ringan sebenarnya dapat diobati tanpa menggunakan obat antibiotik, karena infeksi ini sering sembuh sendiri dan efek samping terkait obat potensial lebih besar daripada manfaat klinisnya. Risiko buruk penggunaan antibiotik saat tidak dibutuhkan harus selalu diperhatikan, seperti terjadinya efek samping, reaksi alergi, infeksi ikutan oleh bakteri Clostridioides difficile dan terjadinya bakteri resisten obat. Pasien yang diterapi hanya dengan obat simptomatis tanpa pemberian antibiotik, harus diberi informasi dengan jelas tentang tanda bahaya apa yang harus dipantau dan apa yang harus dilakukan jika hal itu terjadi.

.

Pada tahun 2006, WHO mengusulkan persentase pasien yang berkunjung ke fasilitas kesehatan primer yang menerima antibiotik harus kurang dari 30%. Namun demikian, saat ini rata-rata sekitar setengah dari pasien yang mengalami infeksi apa pun di fasilitas kesehatan primer masih menerima antibiotik, sehingga berkontribusi terhadap muncul dan penyebaran resistensi antimikroba (AMR). Oleh karena itu, penting bagi tenaga kesehatan profesional dan pasien untuk mempertimbangkan risiko penggunaan obat antibiotik, ketika tidak benar-benar diperlukan.

Mengenal Jenis Antibiotik, Ketahui Manfaat Serta Efek Sampingnya bagi  Kesehatan | merdeka.com

Pasien yang paling sering diresepkan obat antibiotik adalah untuk infeksi jalan pernapasan dan saluran kemih, merupakan contoh penyakit infeksi  yang umumnya berkembang menjadi resisten terhadap antibiotik yang digunakan. Pasien ini juga lebih mungkin menularkan sifat resisten bakteri ke orang lain. Pasien dengan infeksi yang disebabkan oleh bakteri resisten antibiotik lebih mungkin mengalami pemulihan klinis yang tertunda. Selanjutnya, pengobatan antibiotik akan mengubah mikrobiota normal, yaitu semua mikroorganisme yang hidup di dalam atau di tubuh manusia, dengan potensi konsekuensi jangka panjang dan peningkatan risiko infeksi oleh Clostridioides difficile, bakteri yang dapat menyebabkan diare parah.

.

Setiap pasien dianjurkan untuk mengingatkan dokter, tentang kewajiban dokter untuk mempertimbangkan D8 (Diagnose, Decide, Drug, Dose, Delivery, Duration, Discuss and Document) sebelum meresepkan obat antibiotika kepada pasiennya. Pertama diagnosis, apa diagnosis klinis dan apakah ada bukti adanya infeksi bakteri yang signifikan. Dokter diwajibkan untuk memutuskan dengan bijak apakah obat antibiotik benar-benar dibutuhkan pasien atau apakah dokter perlu melakukan pemeriksaan biakan atau tes lain sebelum antibiotika diberikan. Kedua drug atau obat, jenis obat antibiotik apa yang paling tepat untuk diresepkan dan kategori antibiotik sesuai panduan WHO apakah ‘Access’, ‘Watch’, atau ‘Reserve’? Adanya alergi obat, interaksi dengan obat lain atau kontraindikasi pemberian obat lainnya seharusnya ditentukan sejak awal.

.

Ketiga dosis, yaitu berapa dosis yang paling tepat dan diberikan berapa kali sehari, apakah diperlukan penyesuaian dosis obat, misalnya karena ada gangguan fungsi ginjal. Juga ditentukan cara pemberiannya, apakah dengan ditelan, disuntikkan atau dioleskan. Keempat durasi atau lama pemberian obat, yang harus dihitung dengan cermat sampai dengan dosis terakhir. Kelima diskusikan dengan pasien tentang diagnosis, kemungkinan durasi gejala, obat apa pun yang mungkin menyebabkan toksisitas dan apa yang harus dilakukan jika tidak pulih. Keenam dokumen tertulis yang berisi semua keputusan yang disepakati dan rencana pengelolaan medis selanjutnya.

.

Sebagian besar penyakit infeksi umum di fasilitas kesehatan primer sebenarnya dapat ditangani tanpa menggunakan obat antibiotik. Mengurangi penggunaan obat antibiotik yang tidak tepat adalah kunci untuk mengendalikan resistensi antibiotik sesuai panduan The WHO AWaRe (Access, Watch, Reserve). Seharusnya para pasien juga terlibat aktif dalam membuat keputusan dokter, untuk penggunaan obat antibiotika sesuai panduan.

Apakah kita sudah melakukannya?

Sekian

Yogyakarta, 18 Desember 2022

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Lektor FK UKDW, Alumnus S3 UGM.