Petualangan ke Indochina hari keempat.
Setelah menghadiri ‘The 422nd International Conference on Medical & Health Science’ (ICMHS) 2019 yang diselenggarakan di The Pearl Hotel Hanoi, Vietnam, kami melanjutkan terbang ke Siem Reap, Kamboja, untuk menikmati keindahan dan kemegahan Candi Angkor Wat. Pada tahun 1907 Angkor direbut dari Siam (sekarang Thailand) secara paksa oleh kolonial Perancis dan dikembalikan kepada Kamboja. Lembaga ilmiah di Perancis, yaitu École Française d’Extrême Orient (EFEO) membersihkan Candi Angkor yang merupakan situs purbakala dari cengkeraman hutan dan akhirnya mendapat perhatian dunia.
.
baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/05/26/2019-hari-pertama-di-indochina/
.
.
baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/05/26/2019-hari-kedua-di-indochina/
.
Selasa pagi buta, 28 Mei 2019 kami terbangun di kamar 504 Cheathata Angkor Hotel, Siem Reap, Kamboja, untuk bergabung bersama banyak sekali turis dari berbagai negara, untuk menikmati matahari terbit di seputaran Angkor Wat. Kami naik tuktuk yang malam sebelumnya mengantar kami ke hotel. Kami segera berdiri paling depan, di loket pembelian tiket masuk areal Angkor Wat, yang buka pk. 5. Dengan membayar $37 untuk setiap orang dalam paket wisata 1 hari, kami mendapat tiket yang disertai foto wajah masing-masing pengunjung.
.
baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/05/27/2019-hari-ketiga-di-indochina/
.
.
Angkor Wat adalah sebuah gugus bangunan candi di Kamboja yang merupakan salah satu monumen keagamaan terbesar di dunia. Candi yang berdiri di atas areal seluas 1.626.000 m2 ini mula-mula dibangun sebagai candi agama Hindu Kerajaan Khmer, yang dibaktikan untuk dewa Wisnu, namun lambat laun berubah menjadi candi agama Buddha menjelang akhir abad ke-12. Angkor Wat dibangun oleh Raja Khmer Suryawarman II pada permulaan abad ke-12 di Yaśodharapura, ibu kota Kemaharajaan Khmer, sebagai candi negara sekaligus tempat persemayaman abu jenazahnya. Berbeda dari raja-raja pendahulunya yang berbakti kepada dewa Siwa, Raja Suryawarman II justru membangun Angkor Wat untuk dibaktikan kepada dewa Wisnu. Sebagai candi yang paling terawat di kawasan percandian Angkor, Angkor Wat merupakan satu-satunya candi yang masih menjadi pusat keagamaan penting semenjak didirikan. Mahakarya langgam klasik arsitektur Khmer ini telah menjadi salah satu lambang negara Kamboja, ditampilkan pada bendera negara Kamboja, dan menjadi daya tarik wisata utama negara itu.
.
.
.
Angkor Wat (bahasa Khmer: “candi kota”) adalah sebuah gugus bangunan candi di negara Kamboja yang merupakan salah satu monumen keagamaan terbesar di dunia. Candi yang berdiri di atas situs seluas 1.626.000 m2, Angkor Wat memadukan dua rancangan pokok arsitektur candi Khmer, yakni rancangan candi gunungan dan rancangan candi berserambi. Angkor Wat dirancang sebagai lambang Gunung Meru (kahyangan dewa-dewi Hindu) yang dikelilingi tiga undak bangunan serambi persegi panjang, dan masih dipagari lagi dengan tembok luar sepanjang 3,6 km (2,2 mil) berikut sebuah parit sepanjang lebih dari 5 km (3 mil). Di tengah-tengah gugus bangunan candi ini, menjulang menara-menara yang membentuk tatanan quinquncia (tatanan lima objek yang membentuk lambang tapak dara, salah satunya terletak pada titik persilangan). Berbeda dari kebanyakan candi yang bertebaran di kawasan percandian Angkor, candi ini dibangun menghadap ke arah barat; para peneliti berbeda pendapat sehubungan dengan makna dari perbedaan ini. Angkor Wat dikagumi karena kemegahan dan keselarasan arsitekturnya, luasnya bidang yang dihiasi relief dangkal, dan sekian banyak sosok dewata yang terukir pada tembok-temboknya.
.
.
Angkor Wat terletak 5,5 km di sebelah utara kota modern Siem Reap. Candi ini juga berada tidak jauh di sebelah selatan dan agak ke timur dari bekas ibu kota Khmer yang berpusat di candi Baphuon. Angkor Wat sendiri berlokasi di kawasan percandian Angkor, dan juga merupakan candi paling selatan dari antara candi-candi lainnya di kawasan tersebut.
Selanjutnya kami mengunjungi Bayon yang merupakan candi agung Kerajaan Khmer di dalam kawasan Angkor. Dibangun pada akhir abad ke-12 hingga awal abad ke-13, candi yang kaya ukiran ini adalah candi agung resmi kerajaan yang bersifat Buddha Mahayana, yang dibangun atas prakarsa Raja Jayawarman VII. Candi Bayon berdiri menjulang tepat di pusat ibu kota milik Jayawarman VII Angkor Thom. Setelah Jayawarman wafat, candi ini kerap diubah fungsinya menjadi candi Hindu dan Buddha Theravada sesuai keinginan raja berikutnya.
Ciri utama candi Bayon adalah terdapat banyak wajah berukuran raksasa dengan ekspresi yang tenang, teduh, dan anggun, terukir pada menara-menara candi yang mengelilingi puncak utama. Candi ini juga terkenal dengan dua set bas relief yang menampilkan kombinasi antara mitologi, sejarah, serta adegan sehari-hari pada masa Kerajaan Angkor, yang menggambarkan candi ini sebagai “sebuah perwujudan paling mengagumkan dari gaya barok” dalam Arsitektur Khmer, apabila dibandingkan dengan gaya klasik Angkor Wat.
.
Tokoh pesohor seperti Charlie Chaplin dan Jackie Kennedy, adalah mereka yang pernah mengunjungi Angkor Wat dan kami tidak mau kalah. Setelah puas menikmati kemegahannya, selanjutnya kami mengenang Dr. Beat Richner (13 Maret 1947 – 9 September 2018) adalah seorang dokter spesialis anak dari Swiss, pemain cello dan pendiri rumah sakit anak di Kamboja. Dia menciptakan Yayasan Kantha Bopha di Zurich pada tahun 1992 dan menjadi kepalanya. Saat bekerja untuk Palang Merah Swiss, ia dikirim ke Kamboja di mana ia bekerja di Rumah Sakit Anak Kantha Bopha di Phnom Penh pada tahun 1974 dan 1975. Rumah sakit ini dinamai untuk mengenang HRH Samdach Preah Ang Mechas Norodom Kantha Bopha (1948– 1952), yang merupakan putri Raja Norodom Sihanouk dan meninggal pada usia yang sangat muda.
.
.
Ketika Khmer Merah menyerbu Kamboja, Richner terpaksa kembali ke Swiss di mana ia melanjutkan pekerjaannya di Rumah Sakit Anak Zurich. Pada Desember 1991, Richner kembali ke Kamboja dan menyaksikan kehancuran yang terjadi setelah konflik antara Khmer Merah dan Vietnam. Dia diminta untuk membuka kembali dan membangun kembali Kantha Bopha oleh pemerintah Kamboja. Menciptakan Yayasan Kantha Bopha pada Maret 1992, Richner secara resmi kembali ke Kamboja untuk memulai rekonstruksi dan Kantha Bopha dibuka kembali pada November 1992. Sejak itu, yayasan telah mendanai perluasan Rumah Sakit Anak Kantha Bopha untuk berkembang menja lima rumah sakit, termasuk di Siem Reap.
.
.
Sebanyak 5 buah Rumah sakit Kantha Bopha merawat sekitar setengah juta anak per tahun tanpa biaya, termasuk untuk sekitar 100.000 anak yang sakit parah dan harus dirawat inap. Ensefalitis Jepang, malaria, demam berdarah dengue, dan tipus sering terjadi, yang bahkan sering diperburuk oleh adanya infeksi tuberkulosis (TB) sebelumnya. TB adalah pembunuh nomor satu bagi anak di Kamboja dan lebih dari 80% dari semua perawatan anak di Kamboja, dilayani oleh jaringan rumah sakit Kantha Bopha. Operasional rumah sakit terutama didanai oleh sumbangan individu filantropis di Swiss. Biaya operasional pada tahun 2006, saat terjadi lonjakan kasus malaria, mencapai US $ 17 juta. Sejak Yayasan dimulai pada tahun 1991, dilaporkan telah mengumpulkan US $ 370 juta. Selain perawatan medis, rumah sakit juga menyediakan Pendidikan Vokasi Pascasarjana Internasional, yaitu Akademi Pediatri Kantha Bopha yang dimulai pada tahun 2009. Program ini mencakup kuliah dan kursus tentang pediatri umum, infektologi, imunologi dan pencitraan diagnostik. Program kursus juga mencakup pengenalan ke dalam organisasi dan manajemen rumah sakit anak dan fasilitas bersalin di negara tropis yang miskin.
.
Setelah puas menikmati kemegahannya, selanjutnya kami naik bis Giant Ibis, menuju Phnom Pehn, ibukota Kerajaan Kamboja. Menempuh perjalanan 323 km, kami perlu waktu 6 jam dalam bis ekskutif buatan Hyundai, Korea. Sepanjang perjalanan kami melewati jalan raya yang mulus, tertata dan datar. Rasanya tidak ada jalan mendaki dan menurun di darata Komboja. Kendaraan yang lewat pada umumnya berukuran besar, tidak ada yang berminat dengan kendaraan kecil. Camry, Prius, Fortuner, Pajero, Highlander, Land Cruiser, Navara, Alphard, Hi Lux dan H1, adalah kendaraan besar yang lalu lalang di sepanjang jalan di Kamboja.
Sepanjang mata memandang, masih banyak areal tanah kosong, rumah dibangun dengan halaman yang luas, dan jalan yang lebar dengan warna tanah kemerahan. Panoramanya mirip dengan wilayah Kalimantan Tengah, yang masih jarang penduduk. Meskipun medannya tidak berat karena hanya datar, tetapi warga Kamboja lebih senang menggunakan mobil dengan kapasitas mesin yang besar, yang biasanya diiperuntukkan bagi medan berat.
.
.
Kami turun di garasi bis Giant Ibis, di pinggiran kota Phnom Penh, dilanjutkan naik tuktuk keliling kota dalam sore hari menjelang malam yang sedikit gerimis. Dengan cepat kami mengunjungi Museum Genosida Tuol Sleng, Monumen Kemerdekaan, Patung Raja Norodom Sihanouk, dan Istana Kerajaan Kamboja, karena hari keburu malam dan hujan semakin lebat. Selanjutnya kami check in di hotel dan berniat mengulangi lagi kunjungan ke tempat tersebut pagi hari, sebelum melanjutkan perjalanan ke Vietnam.
.
Ditulis di dalam kamar 304 King Grand Boutique Hotel, 18 Street 258, Phnom Penh, Cambodia, The Kingdom of Wisdom
Selasa malam, 28 Mei 2019.
-wikan
(bersambung)