Categories
Istanbul

2018 Adu Kuat JKN

Hasil gambar untuk jkn-kis

 

ADU   KUAT  JKN
fx. wikan indrarto*)

Peraturan baru Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang disebut Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan (Perdirjampelkes) No 2, 3, dan 5 menjadi perdebatan dan adu kuat argumentasi. Apa yang seharusnya dipahami?

 

Ketiga jaminan tersebut, yaitu layanan katarak, bayi baru lahir, dan rehabilitasi medik merupakan layanan yang memiliki pengeluaran biaya yang cukup besar. Operasi katarak mencapai Rp. 2,6 triliun, bayi baru lahir sehat yang ditagihkan secara terpisah dari paket ibunya sekitar Rp. 1,1 triliun dan layanan fisioterapi pada program rehabilitasi medik mencapai Rp. 960 miliar. Angka itu melebihi kasus katastropik, seperti jantung, gagal ginjal, sehingga ketiga layanan tersebut memiliki batasan baru dalam Perdirjampelkes yang dapat menghasilkan efisiensi mencapai Rp. 360 miliar.

 

Hasil gambar untuk jkn-kis

 

Perdirjampelkes yang mulai diberlakukan pada Rabu, 25 Juli 2018, dipandang sebaliknya oleh perwakilan Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami) Dr. Johan Arif Martua Maruarar Hutauruk, SpM(K), karena jika operasi katarak dibatasi, maka kualitas pelayanan tindakan dokter akan terganggu. Sekretaris Jenderal Perhimpunan Ahli Obsteri dan Ginekologi Indonesia (POGI) Budi Wiweko mengatakan, Perdirjampelkes sangat kontradiktif dengan upaya mengurangi angka kematian bayi dan ibu. Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aman Pulungan, mempertanyakan Perdirjampelkes karena resiko kematian bayi akan meningkat, dan hak hidup untuk bayi akan berkurang. Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Ilham Oetama Marsis menyoroti pembatasan rehabilitasi medik dan pasien akan mengeluarkan biaya sendiri, untuk membiayai pengobatannya tersebut.

 

Saat ini para dokter, tenaga kesehatan professional lainnya, PERSI (Persatuan RS Seluruh Indonesia), dan ARSSI (Asosiasi RS Swsata Indonesia) sepakat untuk menyerahkan semua proses negosiasinya kepada PB IDI di Jakarta. Desakan oleh Menkes, DJSN dan PB IDI agar Perdirjampelkes ditunda pelaksanaannya sampai diadakan pembicaraan lebih lanjut, terasa gagal.

 

Hasil gambar untuk uhc

 

Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2017 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional, berisi koordinasi sumber pendanaan lain karena terjadi defisit BPJS Kesehatan. Namun, ada beberapa kendala antara lain tidak adanya kenaikan iuran, tidak ada dalam APBN-P, tidak boleh mengurangi manfaat yang didapat peserta, Perpres Jaminan Kesehatan yang belum selesai, kondisi rumah sakit yang terganggu akibat pembayaran BPJS yang tertunda, hingga pajak rokok yang belum terkutip.

 

Namun demikian, pemerintah kemungkinan akan mengucurkan anggaran dalam jumlah besar untuk BPJS Kesehatan guna menutupi defisit keuangannya. Pada Senin, 6 Agustus 2018 disepakati bahwa kucuran dana dari pemerintah bukan dalam bentuk PMN (penyertaan modal negara), tetapi menggunakan skema APBN. Selain itu, pemerintah memastikan bahwa iuran BPJS Kesehatan tidak naik.

 

Berdasarkan PP Nomor 84 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan, sebenarnya ada tiga pilihan untuk meningkatkan kapasitas keuangan BPJS, yakni dari penyesuaian iuran, penyesuaian manfaat dan bantuan dana pemerintah. Meski demikian, berdasarkan arahan Presiden Jokowi, penambalan defisit keuangan BPJS tidak akan dilakukan dengan pilihan pertama dan kedua. Tahun 2018 ini BPJS Kesehatan diperkirakan defisit Rp 16,5 Triliun dan semakin lama akan semakin meningkat, sehingga pilihan pertama dan kedua tetap layak dibahas sejak sekarang, meskipun baru akan dapat ditetapkan kelak pada saat yang tepat.

 

Hasil gambar untuk katarak

 

Ramke J (2018), dalam tulisannya berjudul ‘Effective cataract surgical coverage: an indicator for measuring quality-of-care in the context of universal health coverage’, menjelaskan tentang cara menentukan efektivitas cakupan layanan bedah katarak, yaitu pengukuran ketajaman visual sebelum operasi. Dengan demikian, indikasi operasi katarak berdasarkan pengukuran ketajaman visual sebelum operasi, memang harus ditetapkan dalam kesepakatan anatara dokter dan penjamin biaya pasien. Selain itu, juga dilakukan pengaturan prioritas pasien untuk tindakan operasi, yaitu pada pasien katarak yang menuju kebutaan, jika ketajaman visual minimal 6/18.

 

WHO (2015) mengkategorikan negara dengan angka operasi caesar di bawah 10% sebagai “underused,” 10-15% dianggap “adequate”, dan di atas 15% sebagai “overused”. Dr. Marleen Temmerman, Direktur Departemen Kesehatan Reproduksi WHO mengungkapkan, bahwa ketika tingkat operasi caesar meningkat sampai 10%, jumlah kematian ibu dan bayi baru lahir menurun. Tetapi ketika tingkatnya di atas 10%, tidak ada bukti pengaruh pada kematian ibu dan bayi baru lahir. Data ini menyoroti peran operasi caesar dalam menyelamatkan kehidupan ibu dan bayi baru lahir. Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013 menunjukkan kelahiran dengan operasi sesar di Indonesia sebesar 9,8% dari total 49.603 kelahiran sepanjang tahun 2010 sampai dengan 2013.

 

Hasil gambar untuk persalinan sesar

 

Pada periode dari Januari 2017 sampai Maret 2018, persentase kasus operasi caesar sekitar 45% di RS tipe C, B dan A, tetapi bahkan sampai 67% di RS tipe D, dari total persalinan di Indonesia. Persentase kasus bayi baru lahir sehat yang ditagihkan secara terpisah adalah sebesar 18% dari seluruh kasus persalinan. Dengan demikian, persentase operasi caesar di Indonesia harus dipertahankan tetap ideal, dengan berbagai cara yang diatur secara tegas. Bagi bayi baru lahir yang sehat, selama ini memang sudah berjalan paket layanan rawat gabung antara bayi dan ibu, sehingga wajar bila penjaminan biaya adalah untuk persalinan ibu saja. Namun demikian, bagi bayi baru lahir dengan kondisi perlu pelayanan khusus, maka penjaminan biaya adalah terpisah dengan ibunya, tidak tergantung dari metode persalinannya.

 

Hasil gambar untuk rehabilitasi medik

 

Rehabilitasi medik adalah terapi yang dilakukan guna mengembalikan fungsi tubuh yang mengalami masalah. Keputusan Menteri Kesehatan no 378/Menkes/SK/IV/2008 tentang Pedoman Pelayanan Rehabilitasi Medik di RS, disebutkan bahwa dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi (SpRM) sebagai koordinator tim. Saat ini pelayanan rehabilitasi medik yang dapat dijamin oleh BPJS Kesehatan adalah yang dilakukan oleh dokter SpRM dalam 2 kali seminggu (8 kali sebulan), sesuai dengan kemampuan finansial BPJS Kesehatan.

 

Argumentasi PB IDI dalam dialog yang difasilitasi Menteri Kesehatan adalah, bahwa keluarnya tiga Perdirjampel itu akan berpotensi menurunkan mutu layanan medis. Namun demikian, harus disadari bahwa mutu tiga layanan medis tersebut saat ini memang belum disepakati bersama, antara dokter pemberi layanan dan penjamin biaya layanan. Panduan tiga layanan medis yang sudah ada, disusun oleh PB IDI dan perhimpunan dokter spesialis di bawah IDI, tentu saja baru berfokus pada aspek ilmiah medis sesuai dengan iptekdok, tetapi belum memperhatikan aspek pembiayaan dan ke-mampulaksana-nya dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

 

Hasil gambar untuk sistem pembiayaan pasien jkn

 

Selain itu, usaha PB IDI untuk menekan terjadinya ‘overdiagnosis’ dan ‘overused’ layanan dokter dengan sebuah ‘review,’ perlu ditunjukkan lebih nyata dalam sebuah program audit medis yang berkala. Selama ini, proses audit medis hanya dilakukan untuk para pasien yang meninggal dari sudut pandang medis, tetapi rasanya belum pernah dilakukan audit klinis dari sudut pandang program layanan yang lebih luas. Namun demikian, Program Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan (P2KB) sudah berlangsung dengan sangat baik dalam koordinasi PB IDI, sehingga rasanya dapat ditiru untuk penyelenggaraan audit klinis atas layanan dokter. Audit klinis seperti ini sangat diperlukan, tidak hanya atas 3 jenis layanan dokter di atas, terkait pola penjaminan biaya layanan pasien yang telah berubah, yaitu sekarang bersifat prospektif.

 

Perdirjampel yang berlaku sejak Rabu, 25 Juli 2018, sebaiknya dipandang sebagai momentum, untuk sebuah proses pembentukan pedoman tentang mutu layanan medis yang lebih komprehensif, bukan lagi ajang adu kuat argumentasi secara egosektoral. PB IDI pantas mengkoordinasikan segenap dokter untuk hal tersebut, demi keberlangsungan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia.

 

Sudahkah kita berpikir cerdas?

 

Ikut pak Jokowi

Sekian

Yogyakarta, 7 Agustus 2018

*) dokter spesialis anak, Ketua IDI Cabang Kota Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, Lektor FK UKDW, WA : 081227280161,

By Fx Wikan Indrarto

Dokter Fx Wikan Indrarto

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *