Categories
Istanbul

2019 Peran Lengkap Dokter

Gambar terkait

PERAN  LENGKAP  DOKTER
fx. wikan indrarto*)



Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dalam peringatan seabad Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) pada 20 Mei 2008 yang lalu, menegaskan perlunya revitalisasi peran dokter. Apakah revitalisasi peran tersebut masih relevan setelah 10 tahun berlalu?

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/11/07/2018-dokter-pahlawan/


.

Sejak tahun 2008, tanggal 20 Mei, telah ditetapkan IDI sebagai Hari Bakti Dokter Indonesia (HBDI), untuk mengingat jasa para dokter yang telah menggerakkan kebangkitan nasional bangsa Indonesia. Dokter seharusnya tidak hanya melakukan pengobatan (agent of treatment), tetapi juga menjadi agen perubahan (agent of change) dan agen pembangunan (agent of development).  Kebangkitan nasional tidak terlepas dari peran para dokter, seperti Wahidin Soedirohoesodo, Soetomo dan teman-teman dokter dalam pembentukan Boedi Oetomo pada tahun 1908. Dokter pada saat ini rasanya juga perlu menjalankan peran secara lengkap seperti teladan para dokter senior tersebut.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/02/13/2019-etika-profesi-dokter/

.

Profesi dokter jaman sekarang sangat dipengaruhi oleh program besar JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) yang diterapkan mulai 1 Januari 2014. BPJS Kesehatan menerapkan sistem pembiayaan kesehatan dalam era JKN yang disebut ‘kapitasi’ untuk dokter umum di layanan primer dan ‘case-mix’ untuk dokter spesialis di layanan sekunder atau tersier, sehingga kendali mutu dan kendali biaya untuk pasien yang sakit akan lebih mudah terwujud. Hal ini karena kebebasan profesi dokter semakin mampu direduksi, kompleksitas masalah medis pasien semakin dapat diabaikan, dan mutu pelayanan medik yang dilakukan semakin dapat disetarakan.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/10/12/2018-dokter-4-0/


.

Perubahan drastis dalam sistem pembiayaan pasien ini, diduga telah menyebabkan konfik internal, perubahan besar pada alur pikir dan tindakan medik yang diambil dokter, bahkan juga pendapatan finansial sebagian besar dokter. Selain itu, perlu juga kita sadari bahwa saat ini telah terjadi perubahan peran dalam membuat sebuah keputusan layanan medik kepada pasien. Kalau dahulu keputusan layanan medik yang dilakukan oleh dokter hampir sepenuhnya dilakukan oleh para dokter, saat ini manajemen RS, BPJS Kesehatan sebagai penjamin biaya atau ‘payer’, dan pemerintah memiliki peran yang semakin besar dalam turut serta mengambil keputusan medik, bahkan peran dokter dapat sangat menurun.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/04/27/2019-sisi-buruh-dokter/

 
.

Perubahan sistem pembiayaan kesehatan, juga pembatasan peran dan kebebasan dalam profesi dokter sebagai ‘agent of treatment’, dalam pengambilan keputusan medik pada pelayanan pasien, diduga telah menimbulkan syok budaya dan penolakan dalam diam bagi banyak dokter.  Dampak buruknya, berbagai tantangan besar untuk dokter jaman sekarang seolah menjadi terabaikan. Tantangan dokter dalam keterlibatan dengan program pengendalian penyakit menular, perbaikan angka kematian ibu dan anak, juga peningkatan angka harapan hidup, yang merupakan perpaduan profesi dokter dan birokrasi kebijakan kesehatan, rasanya belum nampak direspon nyata. Bahkan tantangan tentang persaingan dengan dokter dari kawasan ASEAN dalam era pasar bebas, mungkin sudah sempat terbengkelai. Buktinya, Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) tidak sempat dikritisi, sehingga para dokter Indonesia kurang terlindungi secara ‘fair’, adil, dan bermartabat.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/02/11/2019-dokter-virtual/

.

Sebaliknya, beda harapan tentang program pendidikan Dokter Layanan Primer (DLP) pada 17 fakultas kedokteran dan hambatan inovasi iptekdok dari para dokter di luar sentra pendidikan, justru telah menyebabkan sedikit sengketa dan perpecahan pendapat dalam internal dokter Indonesia. Belum lagi luaran pendidikan dokter dari 37 atau 45% fakultas kedokteran yang masih terakreditasi C dan perlindungan profesi dokter dari risiko sengketa medik yang berlebihan, belum mendapatkan titik temu yang disepakati bersama. Apalagi dalam kehidupan kebangsaan sepanjang tahun politik 2019 yang rawan ini, para dokter Indonesia ternyata berpotensi dapat ikut terbelah ulang, sebagaimana pernah terjadi saat menjelang Pilkada DKI tahun 2017 lalu.

.

baca juga :https://dokterwikan.wordpress.com/2018/12/06/2018-bisnis-medis-dokter/

.

Pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) bersama Menteri Kesehatan (Menkes) Nila F. Moeloek pada Rabu, 8 Mei 2019 telah menggelar rapat dengan KPU, untuk membahas penyebab petugas KPPS meninggal dunia. Pada hari Senin, 14 Mei 2019, IDI menyebut penyebab utama kematian ratusan petugas KPPS pasca-pemilu 17 April 2019 bukanlah kelelahan. Penyakit yang sebelumnya diderita, seperti jantung dan saraf, menjadi pemicu meninggalnya petugas KPPS. Anggota KPPS yang meninggal saat bertugas sampai hari Minggu, 13 Mei 2019 siang yang meninggal mencapai 469 orang.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/02/13/2019-etika-profesi-dokter/

.

Pada hal DBD dan Diphteri pada tahun 2018 menimbulkan kematian di Indonesia yang lebih banyak dibandingkan petugas KPPS tahun 2019. Sedangkan radang paru-paru atau pneumonia pada bayi usia < 1 tahun di tahun 2018, menelan korban sebanyak petugas KPPS tersebut. Para dokter justru tidak tertarik membahas kematian karena penyakit infeksi tersebut, namun lebih intens berdebat tentang penyebab petugas KPPS meninggal. Perdebatan dipicu oleh seorang dokter yang menyebutkan kemungkinan kematian karena keracunan. Pada hal perdebatan tersebut tidak perlu, karena tanpa didasari logika, data, fakta, dan justru cenderung tendensius, sehingga semakin meningkatkan gesekan pendapat antar dokter, yang menghabiskan energi dan menimbulkan perpecahan.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/02/10/2019-biologi-politik/

.

Dalam tantangan besar dan kondisi rumit seperti ini, sangat diperlukan munculnya dokter dengan peran lain, yaitu peran perubahan (agent of change) dan pembangunan (agent of development). Para dokter Indonesia, baik sebagai pribadi maupun kelompok, sangat diharapkan mengambil inspirasi para dokter senior pencetus pergerakan Boedi Oetomo dan semangat Kebangkitan Nasional. Para dokter hendaknya menggunakan kerangka berpikir keindonesiaan bukan sektoral, logis profesional bukan berdasar kabar bohong (hoax), dan peduli bukan menghindari panggilan profesi, demi terwujudnya Indonesia yang bangkit.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/08/17/2018-dokter-merdeka/

.

Momentum Harkitnas dan HBDI pada hari Senin, 20 Mei 2019 mengingatkan kita semua, akan perlunya revitalisasi peran dokter Indonesia yang lebih lengkap.

Sudahkah Anda terlibat membantu?

Sekian

Yogyakarta, 13 Mei 2019

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Lektor FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161

By Fx Wikan Indrarto

Dokter Fx Wikan Indrarto

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *