Categories
COVID-19 Healthy Life Pendukung ASI vaksinasi

2022 ASI dan COVID-19

Ibu Terinfeksi Covid-19, Bolehkah Menyusui Bayinya? Ini Kata Dokter Halaman  all - Kompas.com

MENYUSUI  DAN  COVID-19

fx. wikan indrarto

Menyusui (breastfeeding) adalah salah satu cara paling efektif untuk memastikan kesehatan dan kelangsungan hidup anak. Namun, hampir 2 dari 3 bayi tidak disusui secara eksklusif selama 6 bulan pertama yang direkomendasikan WHO dan UNICEF, cakupan yang belum membaik dalam 2 dekade terakhir, apalagi saat ini ada penemi COVID-19. Apa yang mencemaskan?

.

ASI adalah makanan yang ideal untuk bayi. Aman, bersih dan mengandung antibodi yang membantu melindungi dari banyak penyakit infeksi yang umum pada anak. ASI menyediakan semua energi dan nutrisi yang dibutuhkan bayi untuk bulan-bulan pertama kehidupannya, dan ASI terus menyediakan hingga setengah atau lebih kebutuhan nutrisi anak selama paruh kedua tahun pertama, dan hingga sepertiga selama tahun kedua kehidupan.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2021/07/29/2021-pekan-menyusui-sedunia/

.

Anak yang disusui secara eksklusif memiliki hasil lebih baik dalam tes kecerdasan, lebih kecil kemungkinannya untuk kelebihan berat badan atau obesitas, dan kurang rentan terhadap diabetes di kemudian hari. Ibu yang menyusui secara eksklusif juga memiliki penurunan risiko kanker payudara dan ovarium. Menyusui juga meningkatkan kesehatan ibu, meskipun ibu dan bayi tinggal di komunitas dengan zona merah laju penularan COVID-19.

.

Setelah melahirkan, bayi sebaiknya tetap harus langsung ditaruh di dada ibu, agar terjadi kontak ‘skin-to-skin’ dan disusui secara dini, meskipun ibunya dipastikan atau diduga mengidap COVID-19. Perlekatan kulit-ke-kulit bayi dengan ibu segera setelah lahir dan berkelanjutan, termasuk perawatan metode kanguru, meningkatkan pengendalian suhu tubuh bayi baru lahir. Hal ini juga dikaitkan dengan peningkatan kelangsungan hidup pada bayi baru lahir, juga mampu mengurangi angka kematian bayi. Lebih banyak manfaat yang diperoleh dari proses kontak kulit-ke-kulit ibu dan bayi baru lahir, dibandingkan risiko buruknya. Selain itu, proses menyusui juga lebih besar manfaatnya daripada potensi risiko penularan COVID-19.

.

Ibu yang telah terkonfirmasi atau terduga COVID-19 seharusnya tetap dapat menyusui, jika ingin melakukannya. Ibu harus menerapkan protokol kesehatan ketat. Sering mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, atau menggunakan pembersih tangan berbasis alkohol, terutama sebelum menyentuh bayi. Juga mengenakan masker medis selama kontak dengan bayi, termasuk saat menyusui. Menerapkan etika bersin atau batuk ke arah tisu, kemudian tisu segera dibuang dengan benar dan cuci tangan kembali. Bersihkan dan disinfeksi permukaan benda yang telah disentuh ibu secara rutin. Penting untuk mengganti masker medis segera setelah menjadi lembab dan segera membuangnya. Masker tidak boleh digunakan kembali atau disentuh di bagian depan.

Ibu Positif Covid-19 Boleh Menyusui Anaknya, Asalkan...

Jika seorang ibu yang dikonfirmasi atau diduga mengidap COVID-19 tidak memiliki masker medis, ibu tetap harus menyusui. Ibu dengan gejala terinfeksi COVID-19 memang disarankan untuk memakai masker medis, tetapi meskipun tidak memungkinkan, menyusui tetap harus dilanjutkan. Ibu harus mengikuti tindakan pencegahan infeksi lainnya, seperti mencuci tangan, membersihkan permukaan benda yang disentuh, dan etika bersin atau batuk ke tisu. Masker non-medis, misalnya masker buatan sendiri atau masker kain, memang belum diteliti aspek keamanannya. Namun demikian, saat ini tidak mungkin untuk membuat rekomendasi untuk atau menentang penggunaannya.

.

Jika seorang ibu tidak sehat untuk menyusui bayinya karena terinfeksi COVID-19 atau komplikasi lain, ibu tetap harus didukung untuk memberikan ASI dengan aman kepada bayinya dengan cara yang memungkinkan, tersedia, dan dapat diterima oleh ibu. Dukungan ini dapat mencakup pemberian ASI perah (ASIP) dan donor ASI. Jika pemberian ASIP atau ASI donor tidak memungkinkan, maka pertimbangkan ditetekkan atau ‘wet nursing’, yaitu bayi ditetekkan pada ibu lain yang sedang menyusui bayinya. Kalau tidak memungkinkan juga, pilihan terakhir adalah pemberian susu formula bayi, dengan prosedur awal memastikan bahwa hal itu layak, disiapkan dengan benar, aman dan berkelanjutan.

.

Setelah terpapar COVID-19, seorang ibu dapat mulai menyusui ketika ibu sudah merasa cukup sehat untuk melakukannya. Tidak ada interval waktu yang pasti, untuk menunggu setelah dikonfirmasi atau diduga COVID-19. Tidak ada bukti bahwa menyusui mengubah perjalanan klinis COVID-19 pada seorang ibu. Petugas kesehatan atau konselor menyusui harus mendukung ibu untuk menjalani program relaktasi, atau kembali memberikan ASI eksklusif..

baca juga : https://dokterwikan.com/2021/12/16/2021-mis-c-pada-anak-covid-19/

Pada ibu yang terkonfirmasi atau dicurigai COVID-19, tetap lebih aman untuk meneteki dibandingkan memberikan susu formula pada bayinya. Selalu ada risiko yang terkait dengan pemberian susu formula kepada bayi baru lahir dan bayi di semua situasi. Risiko medis yang terkait dengan pemberian susu formula bayi, meningkat setiap kali kondisi di rumah dan masyarakat terganggu, seperti berkurangnya akses ke layanan medis jika bayi menjadi tidak sehat, berkurangnya akses ke air bersih dan atau akses ke pasokan susu formula tidak terjamin, terjangkau dan berkelanjutan.

.

Ibu yang sedang menyusui bayi dapat menerima vaksin COVID-19 saat tersedia. Tidak satu pun dari vaksin yang saat ini disetujui menggunakan virus hidup, jadi tidak ada risiko menularkan virus ke bayi melalui ASI. Justru ada beberapa bukti bahwa, setelah vaksinasi antibodi ibu ditemukan dalam ASI, yang dapat membantu melindungi bayi dari COVID-19.

Sudahkah kita terlibat membantu keberhasilan pemberian ASI eksklusif?

Sekian

Yogyakarta, 2 Maret 2022

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Lektor FK UKDW, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161

Categories
anak antibiotika COVID-19 dokter Healthy Life Pendukung ASI UHC

2021 Momentum Kesehatan

Hari Kesehatan Nasional ke-57 Momentum Lakukan Transformasi Kesehatan

MOMENTUM  KESEHATAN  2021

fx. wikan indrarto*)

Semua negara terus berjuang melawan COVID-19, yang merenggut lebih banyak nyawa pada tahun 2021 daripada pada tahun 2020. Terdapat beberapa momentum kesehatan global pada tahun 2021, yang sungguh menginspirasi untuk ditindaklanjuti di tahun 2022. Apa yang menarik?

Pertama, inovasi dan ketidaksetaraan dalam menghadapi pandemi COVID-19, termasuk ketimpangan dalam akses ke alat kesehatan, obat, vaksin dan RS. Lebih dari 8 miliar dosis vaksin COVID-19 telah diberikan di seluruh dunia tetapi pada akhir November 2021, hanya 1 dari 4 petugas kesehatan di Afrika yang divaksinasi dengan dosis penuh dan hanya 0,4% tes COVID-19 mampu dilakukan oleh negara berpenghasilan rendah. Target vaksinasi global telah ditetapkan dan prioritas di setiap negara harus melindungi populasi mereka yang paling berisiko, seperti petugas kesehatan dan lansia. Mulai 20 Desember 2021, telah divalidasi 10 jenis vaksin COVID-19 yang aman, efektif, dan berkualitas tinggi, serta terus memperbarui pedoman terapi sesuai data klinis terkini.

.

Kedua, kolaborasi adalah kunci sukses menghadapai pandemi COVID-19. Otak ilmiah terbaik dunia telah berkumpul dan berkolaborasi untuk menjawab pertanyaan penelitian kritis dalam mengatasi COVID-19. Kolaborasi lainnya berupa ACT-Accelerator, yang mampu mengurangi separuh biaya tes cepat COVID-19 dan menyediakan lebih dari 148 juta tes untuk negara berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah. Kolaborasi dalam hal vaksin disebut COVAX, telah mengirimkan lebih dari tiga perempat miliar dosis secara global, meskipun masih ada tantangan besar, seperti penimbunan vaksin dan rendahnya transparansi dari produsen. Kolaborasi lainnya berupa hub transfer teknologi mRNA yang merupakan contoh yang bagus tentang perjanjian yang transparan, global, non-eksklusif, yang akan memungkinkan semua negara untuk membuat tes serologis untuk diagnosis COVID-19.

.

Ketiga, keadaan darurat kemanusiaan lainnya masih terus bertahan. Di tengah pandemi COVID-19, bantuan untuk masyarakat yang terjebak dalam krisis kemanusiaan yang berkepanjangan, seperti yang terjadi di Yaman, Suriah, Afghanistan dan Ethiopia Utara, juga terus diberikan. Di Yaman, COVID-19 semakin memperketat sistem kesehatan yang telah dilanda konflik dan wabah penyakit lainnya, di mana hanya setengah dari fasilitas kesehatan negara yang dilaporkan berfungsi. Setelah lebih dari satu dekade terjadi krisis politik, telah terjadi peningkatan pengiriman pasokan medis dan dukungan kesehatan mental di Suriah. Keadaan darurat kemanusiaan terbesar di dunia saat ini terjadi di Afghanistan, karena tidak hanya menghadapi pandemi COVID-19 tetapi juga diare akut, demam berdarah, campak, polio, dan malaria. Kesulitan berat  berupa kekurangan bahan bakar, makanan dan obat, telah menimpa Etiopia Utara. 

.

Vaksinasi Covid-19 Akan Menjadi Momentum Positif bagi Sektor Kesehatan dan  Perekonomian

Keempat, mengatasi tantangan dalam layanan kesehatan, karena pandemi COVID-19 menghentikan dua dekade kemajuan global menuju cakupan kesehatan semesta atau Universal Health Couverage (UHC). Sekitar 23 juta anak balita melewatkan layanan imunisasi rutin pada tahun 2020, jumlah terbesar dalam lebih dari satu dekade, yang meningkatkan risiko terjadinya penyakit yang dapat dicegah seperti campak dan polio. Lebih dari setengah negara pada Juni sampai Oktober 2021 melaporkan adanya gangguan pada layanan kesehatan untuk diabetes, skrining dan pengobatan kanker, dan manajemen hipertensi. Bahkan sebelum pandemi COVID-19, dunia telah gagal mencapai target mencapai 1 miliar lebih banyak orang mendapat manfaat dari UHC, karena setengah miliar orang jatuh ke dalam kemiskinan ekstrem terkait pembayaran yang harus mereka lakukan untuk layanan kesehatan.

.

Kelima, peran lebih besar oleh para wanita. Sistem dan layanan kesehatan dalam dua tahun terakhir cukup berhasil, karena pengorbanan besar para wanita yang merupakan 70% tenaga kesehatan dan sosial. Para wanita juga memainkan peran utama dalam mendorong terobosan ilmiah. Namun demikian, wanita dan anak perempuan menghadapi tantangan kesehatan baru atau yang lebih tinggi, karena pandemi COVID-19 telah memperburuk ketidaksetaraan yang dialami para wanita dan mengganggu akses ke layanan kesehatan.

.

Keenam, vaksin COVID-19 dan malaria menjadi harapan baru dalam memerangi berbagai penyakit menular. Penggunaan vaksin COVID-19 secara global dan vaksin malaria untuk anak berisiko, khususnya di sub-Sahara Afrika, menandai momen penting bagi kesehatan anak dan pengendalian malaria. Program percontohan vaksin RTS,S untuk mengendalikan malaria yang sedang berlangsung di Ghana, Kenya dan Malawi yang telah menjangkau lebih dari 800.000 anak sejak 2019. Vaksin telah menghidupkan kembali semangat berperang melawan malaria, yang telah merenggut nyawa lebih dari 600.000 orang di Afrika pada tahun 2020, terutama pada anak balita yang mencapai 80% kasus kematian. Vaksinasi juga merupakan langkah yang harus diambil ketika resistensi obat antimikroba mencapai ambang kritis.

.

Ketujuh, dorongan baru untuk memerangi diabetes, bertepatan dengan tahun 2021 sebagai peringatan 100 tahun penemuan insulin yang merupakan obat diabetes utama. Tahun 2021 telah menyatukan banyak orang yang hidup dengan diabetes, akademisi, masyarakat sipil, komunitas bisnis dan banyak lagi, untuk mengurangi risiko diabetes dan memastikan bahwa semua orang diabetes memiliki akses ke layanan kesehatan yang terjangkau dan berkualitas baik. Harga  insulin masih berada di luar jangkauan sebagian besar orang yang membutuhkannya.   

.

Kedelapan, penggunaan tembakau menurun, karena sejumlah besar orang memutuskan untuk berhenti merokok. Antara tahun 2000 dan 2020, jumlah orang yang menggunakan tembakau turun 69 juta, dari sekitar sepertiga populasi global menjadi di bawah seperempat. Dua tahun lalu, hanya 32 negara yang berada di jalur untuk menurunkan penggunaan tembakau sebesar 30% antara 2010 dan 2025. Sekarang, 60 negara berada di jalur untuk mencapai target pengurangan tembakau tersebut.

.

Kesembilan, tantangan demensia atau pikun. Setiap lansia dapat melakukan banyak hal sendiri untuk tetap sehat, tetapi mereka tidak dapat melakukan semuanya sendiri. Respons global kesehatan masyarakat terhadap demensia, ternyata hanya seperempat negara di dunia yang memiliki kebijakan, strategi, atau rencana nasional untuk mendukung penderita demensia dan keluarganya. Kesenjangan ini semakin mengkhawatirkan, karena jumlah orang yang hidup dengan demensia terus bertambah. Lebih dari 55 juta orang (8,1% wanita dan 5,4% pria di atas 65 tahun) hidup dengan demensia dan dengan meningkatnya harapan hidup di seluruh dunia, jumlah ini diperkirakan meningkat menjadi 78 juta pada tahun 2030, bahkan akan menjadi 139 juta pada tahun 2050.

.

Momentum kesehatan sepanjang tahun 2021 mengingatkan kita akan pentingnya berinvestasi dalam bidang kesehatan sebagai motor pembangunan. Negara tidak perlu memilih prioritas apakah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan keadilan sosial terlebih dahulu, atau pembangunan masyarakat yang berkelanjutan, ketahanan pangan dan nutrisi yang memadai, mengatasi perubahan iklim atau menggenjot roda ekonomi. Semua hasil penting ini ternyata berjalan seiring, tidak terpisahkan, dan saling terkait (hand in hand), dalam menciptakan dunia yang lebih sehat dan adil setelah pandemi COVID-19 usai.

 Sudahkah Anda terlibat membantu?

Sekian

Yogyakarta, 31 Desember 2021

*) Dokter spesialis anak di RS RS Panti Rapih Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, Lektor FK UKDW, WA: 081227280161,

Categories
anak COVID-19 dokter Healthy Life Pendukung ASI resisten obat

2021 Keselamatan Pasien Bayi

Krisis Listrik, Nyawa 200 Bayi di Rumah Sakit di Gaza Terancam - Dunia  Tempo.co

KESELAMATAN  PASIEN  BAYI

fx. wikan indrarto*)

Hari Keselamatan Pasien Sedunia (World Patient Safety Day) diperingati setiap tahun dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran dan keterlibatan publik, juga untuk mempromosikan keselamatan pasien di fasilitas kesehatan. Tema Hari Keselamatan Pasien Sedunia 2021–2022 adalah membuat perawatan ibu dan bayi baru lahir lebih aman. Apa yang perlu dilakukan untuk bayi?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/09/03/2020-asi-untuk-bayi-covid-19/

Hari Keselamatan Pasien Bayi Baru Lahir memiliki 5 tujuan. Pertama, mengurangi praktik medis yang tidak perlu dan berbahaya, bagi bayi baru lahir. Kedua, memperkuat kapasitas dan dukungan petugas kesehatan untuk perawatan bayi baru lahir yang aman. Ketiga, mempromosikan persalinan yang aman dan penuh hormat. Keempat, meningkatkan penggunaan obat dan transfusi darah yang aman.

.

Tujuan pertama, yaitu mengurangi praktik yang tidak perlu dan berbahaya bagi bayi baru lahir, didasari data bahwa lebih dari tiga perempat kematian ibu, lebih dari 40% kelahiran mati, dan seperempat kematian neonatus disebabkan oleh komplikasi selama persalinan dan nifas. Di beberapa fasilitas kesehatan justru terlalu sedikit intervensi medis atau terlambat diberikan, kepada ibu bersalin dan bayi baru lahir, sedangkan di tempat lain justru ibu dan bayi baru lahir menerima terlalu banyak intervensi, bahkan juga terlalu cepat. Sebagian besar bayi baru lahir mungkin mengalami penjepitan tali pusat dini, penghisapan ciaran di mulut dan hidung secara rutin atau berlebihan, dan pemisahan dari ibu segera setelah lahir tanpa alasan medis kuat.

.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menerbitkan serangkaian rekomendasi tentang perawatan intrapartum untuk terbentuknya pengalaman ibu melahirkan yang positif, agar merawat bayinya dengan penuh kegembiraan. Juga mengharuskan setiap fasilitas kesehatan sepenuhnya mematuhi Kode Internasional Pemasaran Pengganti ASI. Untuk keselamatan bayi baru lahir, tidak dianjurkan menjepit tali pusat lebih awal (sebelum satu menit setelah lahir), tidak boleh melakukan penyedotan cairan di mulut dan hidung pada neonatus, yang lahir dari ibu dengan cairan ketuban bening, dan mampu mulai bernapas sendiri setelah lahir. Selain itu, juga larangan agar tidak secara rutin memisahkan ibu dan bayi setelah lahir.

.

Bayi 50 Hari di Cirebon Sembuh dari Covid-19 | Republika Online

Alasan tujuan kedua, yaitu memperkuat kapasitas dan dukungan bagi petugas kesehatan untuk perawatan ibu dan bayi baru lahir yang aman, adalah bahwa semua tenaga kesehatan, termasuk dokter, bidan dan perawat, memiliki peran penting dalam memberikan perawatan yang aman dan terhormat untuk mencegah kematian ibu dan bayi baru lahir, bahkan juga kelahiran mati. Namun demikian, saat ini sistem kesehatan di seluruh dunia menghadapi kekurangan tenaga kesehatan, terutama perawat dan bidan. Selain itu, distribusi tenaga kesehatan yang tidak merata antar dan di dalam negara, menambah kesenjangan untuk mencapai target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG).

.

Sedangkan tujuan ketiga, yaitu mempromosikan perawatan penuh hormat untuk persalinan yang aman, dapat dilakukan dengan menetapkan mekanisme identifikasi bayi baru lahir di tempat bersalin, pencatatan sipil, dan akte kelahiran sebagai identitas hukum untuk semua bayi sejak lahir. Selain itu, perlu ditetapkan mekanisme untuk proses ganti rugi pada kasus bayi baru lahir yang mengalami penganiayaan, pelanggaran privasi, kerahasiaan, tindakan medis tanpa persetujuan, dan perawatan yang tidak adil. Juga jaminan agar pasangan ibu-bayi tetap bersama dalam sebuah ruangan atau rawat gabung, agar mampu meningkatkan kesempatan untuk menyusui dan kontak kulit-ke-kulit antara ibu dan bayi setiap saat, terlebih dalam satu jam pertama setelah kelahiran.

.

Perlu juga dipastikan bahwa semua bayi lahir mati dan bayi baru lahir yang meninggal, ditangani dengan penuh hormat. Juga orang tua serta keluarga diperbolehkan untuk mengungkapkan duka cita, dengan cara yang sesuai dengan budaya dan agama masing-masing.

.

Sedangkan tujuan keempat, yaitu meningkatkan penggunaan obat  dan transfusi darah yang aman, disebabkan karena akses keduanya adalah kunci untuk pencegahan dan pengelolaan komplikasi berat, seperti sepsis neonatal. Kesalahan pengobatan pada neonatus, di mana dosis obat harus dihitung berdasarkan berat badan atau usia, merupakan sumber kesalahan utama ketidakamanan. Untuk itu, biasakanlah menggunakan huruf kapital dan jelas dalam mengurangi kesalahan saat memesan dan meresepkan obat. Juga menerapkan langkah untuk mengurangi kesalahan, karena nama dan kemasan obat yang mirip atau terdengar mirip, dan mengurangi kemungkinan kesalahan selama penyimpanan maupun pemberian obat. Jika tersedia, gunakan rekam medis elektronik, sistem peresepan elektronik, dan barcode (kode batang) untuk menyederhanakan pertukaran informasi dan meningkatkan keterbacaan resep dokter.

.

Pastikan ketersediaan obat antidotum seperti nalokson, untuk mengatasi depresi pernapasan bayi baru lahir atau asfiksia neonatus. Menerapkan kebijakan dan protokol rinci, yang menguraikan penggunaan antibiotik yang benar sebagai bagian dari program pengelolaan antibiotik secara rasional. Juga memastikan praktik injeksi yang aman dan penggunaan teknik aseptik saat memberikan obat secara suntikan atau parenteral, dan transfusi darah pada bayi baru lahir.

.

Tujuan kelima adalah melaporkan dan menganalisis insiden keselamatan dalam persalinan, didasari oleh data bahwa di seluruh dunia, ibu dan bayi baru lahir dapat terpapar bahaya yang dapat dihindari, selama proses persalinan di fasilitas kesehatan, dan beberapa kasus menjadi meninggal atau menderita morbiditas parah yang tidak perlu. Sebagian besar kerugian ini dapat dicegah dengan perawatan berkualitas tinggi, intervensi berbasis bukti yang diberikan selama kehamilan, persalinan dan melahirkan. Sistem pelaporan insiden keselamatan pasien dapat memberikan pembelajaran tentang penyebab bahaya dan tindakan perbaikan, untuk mencegahnya di masa depan. Audit Kematian Maternal dan Perinatal  adalah intervensi penting untuk mengurangi kematian bayi baru lahir yang dapat dihindari.

.

Pandemi COVID-19 telah memicu krisis kesehatan lanjutan yang berdampak buruk pada ibu dan bayi baru lahir, karena terganggunya layanan kesehatan rutin. Momentum Hari Keselamatan Pasien Bayi Baru Lahir menunjukkan betapa pentingnya memperkuat layanan kesehatan dan kebidanan secara rutin, seperti sebelum pandemi COVID-19, demi keselamatan pasien bayi baru lahir di sekitar kita.

Sudahkah kita bijak?

Sekian

Yogyakarta, 2 Oktober 2021

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161

Categories
anak COVID-19 Healthy Life Pendukung ASI UHC

2021 Pekan Menyusui Sedunia

World Breastfeeding Week (WBW) - World Alliance for Breastfeeding Action

PEKAN  MENYUSUI  SEDUNIA  2021

fx. wikan indrarto*)

Pekan Menyusui Sedunia (The World Breastfeeding Week) 2021 dimulai Minggu, 1 Agustus 2021 dan berakhir pada Sabtu, 7 Agustus 2021. Tema peringatan tahun 2021 adalah Perlindungan Menyusui: Tanggung Jawab Bersama (Protect Breastfeeding: A Shared Responsibility). Perlindungan dan dukungan menyusui individual pada ibu tidaklah cukup, menyusui harus dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat yang membutuhkan investasi di semua tingkatan, mencakup sistem kesehatan, tempat kerja, dan komunitas di semua lapisan masyarakat. Apa yang harus dilakukan?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/08/08/2020-konseling-menyusui-eksklusif/

.

Di negara berpenghasilan rendah dan menengah, hanya 37% bayi di bawah usia 6 bulan yang disusui secara eksklusif. Durasi menyusui lebih pendek di negara berpenghasilan tinggi daripada di negara miskin sumber daya. Pada hal meta-analisis menunjukkan menyusui memberikan perlindungan terhadap penyakit infeksi dan maloklusi gigi, mendukung peningkatan kecerdasan, pengurangan kelebihan berat badan dan diabetes pada anak. Selain itu, tidak ditemukan hubungan menyususi dengan alergi seperti asma, dengan tekanan darah tinggi atau peningkatan kadar kolesterol. Bagi ibu menyusui, menyusui memberikan perlindungan terhadap kanker payudara, kanker ovarium dan diabetes mellitus tipe 2, juga meningkatkan jarak kelahiran.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2021/07/09/2021-ketika-caesar-meningkat/

.

Tingkat menyusui sangat bervariasi, terkait pola hidup sehat yang lebih umum di negara miskin daripada negara kaya. Di negara berpenghasilan rendah, sebagian besar bayi masih disusui pada usia 1 tahun, dibandingkan dengan kurang dari 20% di banyak negara berpenghasilan tinggi dan kurang dari 1% di Inggris. Alasan mengapa wanita menghindari atau berhenti menyusui berkisar dari medis, budaya, dan psikologis, hingga ketidaknyamanan. Hal ini tidak boleh dianggap sepele, karena banyak ibu tanpa dukungan menyusui yang memadai, akan beralih ke susu formula.

.

Dukungan menyusui secara politis dapat berupa ketentuan baru tentang cuti hamil dan menyusui, juga adanya polis asuransi untuk kesulitan menyusui yang diprediksi dapat meningkatkan cakupan menyusui sebesar 25%. Namun demikian, yang lebih penting adalah dukungan komitmen yang tulus dan mendesak dari pemerintah dan otoritas kesehatan di manapun, untuk membangun norma baru di mana setiap ibu dapat menyusui dan mampu menerima setiap dukungan yang dia butuhkan, untuk menyusui bayinya.

.

Peningkatan cakupan pemberian ASI eksklusif global dapat mencegah 823.000 kematian tahunan pada anak balita dan 20.000 kematian wanita tahunan akibat kanker payudara. Selain itu, Lancet pada 30 Januari 2016 juga menyimpulan bahwa menyusui membuat dunia lebih sehat, lebih pintar, dan lebih setara, bahkan terjadi penghematan ekonomi sebesar US$ 300 miliar.  

.

10 reasons why we should celebrate World Breastfeeding Week 2021 Post

Penelitian perilaku ibu menyusui selama masa pandemi COVID-19 di Indonesia oleh tim peneliti ‘Health Collaborative Center’ (HCC) menunjukkan bahwa prevalensi keberhasilan pemberian ASI eksklusif di Indonesia pada tahun 2020 mencapai sebesar 89,4 persen. Dijelaskan oleh Ketua Tim Peneliti, DR. Dr. Ray Wagiu Basrowi bahwa hasil penelitian terbaru ini merupakan suatu keberhasilan yang terjadi di tengah keterbatasan akibat pandemi COVID-19. Pasalnya, pada tahun-tahun sebelum pandemi COVID-19 melanda, Indonesia tergolong negara yang rendah keberhasilan program ASI eksklusif di dunia, dengan prevalensi sekitar 30-50 persen saja secara nasional.

.

Namun demikian, semakin banyak ibu menyusui yang terkonfirmasi COVID-19, dapat menurunkan cakupan pemberian ASI eksklusif, karena kekawatiran ibu untuk menularkan penyakitnya kepada bayi. Dengan slogan ‘Tetap Beri ASI, Anak Terlindungi, Keluarga Sejahtera’, dukungan menyusui saat pandemi COVID-19 diperlukan oleh semua ibu yang positif COVID-19. Ibu perlu diyakinkan bahwa menyusui dan memberikan ASI aman bagi bayi dari risiko penularan COVID-19, asalkan menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Ibu harus selalu memakai masker saat menyusui dan merawat bayi, mencuci tangan sebelum dan sesudah memegang bayi, dan membersihkan dengan cairan disfeksi permukaan dan benda yang sering disentuh ibu dan bayi.

.

Untuk ibu dengan gejala klinis sedang atau berat dan tidak mampu menyusui secara langsung, dapat melakukan pemberian ASI perah (ASIP). Ibu haruslah memastikan kebersihan saat memerah ASI. Gunakan cangkir bermulut lebar untuk memberikan ASIP pada bayi dan gunakan wadah dengan tutup untuk menyimpan ASIP. ASIP dapat disimpan dengan beberapa cara, yaitu di freezer dengan suhu -18 sampai -20 derajat celcius, ASIP dapat bertahan selama 4 bulan. Di lemari pendingin bawah dengan suhu 4 sampai 5 derajat celcius, ASI dapat bertahan 3-4 hari. Di kotak ‘ice pack’ dengan suhu 15 derajat celcius, ASI dapat bertahan selama 24 jam, sedangkan di ruangan dengan suhu kamar, ASI dapat bertahan selama 3-4 jam.

.

Momentum Pekan Menyusui Dunia (World Breastfeeding Week) tanggal 1 hingga 7 Agustus 2021, juga mengingatkan akan pentingnya tanggung jawab kita bersama dalam memberikan Dukungan Menyusui (Protect Breastfeeding) bagi semua ibu, untuk menyusui bayinya secara eksklusif, meskipun ibu terkonfirmasi COVID-19.

Apakah kita sudah bertindak bijak?

Sekian

Yogyakarta, 28 Juli 2021

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161

Categories
COVID-19 dokter medicolegal Pendukung ASI

2021 Ketika Caesar Meningkat

Kapan Ibu Harus Melahirkan dengan Operasi Sesar? | Republika Online

KETIKA  CAESAR  MENINGKAT

fx. wikan indrarto*)

Tingkat operasi atau bedah caesar terus meningkat, di tengah masih tingginya ketidaksetaraan dalam akses. Selain itu, kenaikan biaya operasi caesar menunjukkan peningkatan jumlah prosedur medis yang tidak perlu dan berpotensi berbahaya, baik bagi ibu maupun bayinya. Apa yang mencemaskan?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/09/10/2020-kesehatan-seksual-remaja/

.

Rabu, 16 Juni 2021 WHO memberikan catatan bahwa operasi caesar terus meningkat secara global, sekarang terhitung lebih dari 1 dari 5 (21%) dari semua persalinan. Jumlah ini akan terus meningkat selama dekade mendatang, dengan hampir sepertiga (29%) dari semua kelahiran kemungkinan akan terjadi melalui operasi caesar pada tahun 2030. Meskipun operasi caesar dapat menjadi operasi yang penting dan menyelamatkan nyawa, operasi ini dapat menempatkan ibu dan bayi pada risiko masalah kesehatan jangka pendek dan jangka panjang yang tidak perlu, jika dilakukan ketika tidak ada indikasi medis.

.

Operasi caesar dapat menjadi penting dan harus dilakukan dalam kondisi medis seperti persalinan lama atau terhambat, gawat janin, atau karena janin berada dalam posisi abnormal. Namun demikian seperti semua operasi, bedah caesar dapat memiliki risiko, termasuk potensi perdarahan berat atau infeksi, waktu pemulihan yang lebih lambat setelah melahirkan, keterlambatan dalam mulai menyusui dan kontak kulit-ke-kulit ibu dengan bayi, dan peningkatan kemungkinan komplikasi pada kehamilan berikutnya.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2019/10/21/2019-kekerasan-pada-kelahiran-bayi/

.

Kerugian yang akan dialami bayi yang lahir melalui bedah caesar dengan alasan non medis, cenderung akan mengalami masalah jangka panjang. Dampak buruk akan terjadi bukan sekitar saat kelahiran, tetapi justru pada saat bayi berumur 6 bulan sampai saat telah menjadi anak berusia 8 tahun. Kerugian yang paling sering dilaporkan adalah terjadinya diare, asma dan kegemukan atau obesitas. Ketiganya diduga terjadi karena gagalnya pemberian ASI Ekslusif dan perubahan imunologis dalam sistem kekebalan tubuh, yang sedikit banyak dipengaruhi oleh cara persalinan saat bayi, yaitu persalinan secara bedah caesar.

.

Ada perbedaan yang signifikan dalam akses ibu ke operasi caesar, tergantung di belahan dunia mana dia tinggal. Di negara kurang berkembang, sekitar 8% wanita melahirkan melalui operasi caesar dengan hanya 5% di sub-Sahara Afrika, menunjukkan kurangnya akses ke operasi penyelamatan ini. Sebaliknya, di Amerika Latin dan Karibia, angkanya mencapai 4 dari 10 (43%) dari semua kelahiran. Di lima negara (Republik Dominika, Brasil, Siprus, Mesir dan Turki), operasi caesar sekarang melebihi jumlah persalinan pervaginam.

Kiat S, PDP Korona yang Berhasil Melahirkan Lewat Operasi Caesar

Tingkat operasi caesar di seluruh dunia telah meningkat dari sekitar 7% pada tahun 1990 menjadi 21% hari ini, dan diproyeksikan akan terus meningkat selama dekade ini. Jika tren ini berlanjut, pada tahun 2030 tingkat tertinggi kemungkinan berada di Asia Timur (63%), Amerika Latin dan Karibia (54%), Asia Barat (50%), Afrika Utara (48%) Eropa Selatan (47% ) dan Australia dan Selandia Baru (45%). Perawatan berkualitas dan berpusat pada ibu hamil diperlukan untuk mengatasi tingginya kejadian operasi caesar. Penyebab tingginya operasi caesar sangat bervariasi antar dan di dalam negara. Penyebabnya multifaktorial, termasuk kebijakan dan pembiayaan sektor kesehatan, norma budaya, persepsi dan praktik klinik, tingkat kelahiran prematur, dan kualitas layanan kesehatan.

.

Daripada merekomendasikan menurunkan tingkat target spesifik, lebih penting kita berfokus pada kebutuhan unik setiap ibu, dalam proses kehamilan dan persalinannya. Penting bagi semua ibu untuk dapat berbicara dengan tenaga kesehatan dan menjadi bagian dari pengambilan keputusan tentang proses melahirkan yang akan mereka jalani, menerima informasi medis yang memadai, termasuk risiko dan manfaatnya. Dukungan emosional adalah aspek penting dari perawatan berkualitas selama kehamilan dan persalinan. Berikut rekomendasi beberapa tindakan non-klinis yang dapat mengurangi kejadian operasi caesar yang tidak perlu secara medis.

.

Pertama, pemberian informasi dan edukasi yang melibatkan ibu secara aktif dalam merencanakan kelahiran mereka, seperti kelas persiapan persalinan, program relaksasi dan dukungan psikososial jika diinginkan, bagi mereka yang takut akan rasa sakit atau kecemasan. Kedua, penggunaan Panduan Praktek Klinis (PPK) berbasis bukti, melakukan audit medis rutin operasi caesar di RS, dan memberikan umpan balik yang tepat waktu kepada dokter yang melakukannya, tentang temuan audit. Ketiga, persyaratan adanya pendapat medis kedua (second opinion) dari dokter lain untuk keputusan operasi caesar, dalam kondisi di mana hal ini memungkinkan.

Ketiga, untuk tujuan utama mengurangi kejadian operasi caesar, beberapa alternatif intervensi medis lainnya telah diteliti di beberapa negara, tetapi masih memerlukan penelitian yang lebih ketat. Keempat, menciptakan model perawatan kolaboratif antara bidan dan dokter, yang diberikan terutama oleh bidan, dengan dukungan 24 jam dari dokter spesialis kebidanan. Terakhir kelima, strategi tegas dalam aspek keuangan, dengan menyamakan biaya atau tarif yang dikenakan untuk persalinan pervaginam maupun operasi caesar.

.

Data tingkat bedah caesar yang terus meningkat pada survei oleh UNDP, UNFPA, UNICEF, WHO, dan Bank Dunia pada 154 negara, yang mewakili 94,5% kelahiran hidup dunia pada tahun 2018 di atas, sangat mencemaskan. Rekomendasi WHO tentang tindakan non-klinis yang dapat mengurangi kejadian operasi caesar layak dilakukan. 

Sudahkah kita bijak?

Sekian

Yogyakarta, 18 Juni 2021

*) dokter spesialis anak di RS Panti Rapih dan Lektor FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161

Categories
anak dokter Healthy Life HIV-AIDS Pendukung ASI UHC

2021 Metode Kangoro untuk Bayi

Kangaroo Mother Care Technique | Download Scientific Diagram

METODE   KANGURU   UNTUK   BAYI

fx. wikan indrarto*)

Sabtu, 15 Mei 2021 diperingati sebagai Hari Peringatan Kesadaran pada Penerapan Perawatan Metode Kanguru (PMK) untuk Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan Bayi Prematur. Apa yang menarik?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/11/14/2020-steroid-untuk-bayi-prematur/

.

Perawatan Metode Kanguru (PMK) pertama kali diperkenalkan oleh Ray dan Martinez di Bogota, Kolumbia pada tahun 1979 sebagai cara alternatif perawatan BBLR di tengah tingginya angka BBLR dan terbatasnya fasilitas kesehatan yang ada. Metode ini meniru binatang berkantung kanguru dari Australia, yang bayinya lahir sering prematur, dan setelah lahir disimpan di kantung perut ibunya untuk mencegah kedinginan, sekaligus mendapatkan makanan bergizi berupa air susu induknya.

.

Hakekat PMK adalah kontak kulit-ke-kulit sejak dini, terus menerus dan berkepanjangan antara ibu dan bayi dengan pemberian ASI secara eksklusif, yang telah terbukti menjadi intervensi medis yang efektif dan berbiaya rendah, dalam meningkatkan kelangsungan hidup dan luaran klinis bayi kecil dan sakit. Metode PMK ini telah dibuktikan dapat meningkatkan stabilitas fisiologis, lingkungan yang mendukung secara termal, mengurangi risiko infeksi serius, dan mengurangi kematian bayi prematur, BBLR dan BBLSR (Berat Badan Lahir Sangat Rendah). 

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2019/09/26/2019-ibu-dan-bayi-lebih-banyak-hidup/

.

Namun demikian, cakupan PMK global di seluruh populasi tetap rendah selama beberapa dekade dan peningkatan skala penerapannya sangat sulit diukur. Hanya sebagian kecil bayi kecil dan sakit yang mendapat manfaat dari PMK, telah menerimanya. Pada 10 Desember 2020 penerapkan PMK dapat meningkat dari mendekati 0% menjadi lebih dari 40% setelah satu tahun pendampingan dari Kementrian Kesehatan setempat, di tiga distrik di India dan 4 wilayah di Ethiopia.

.

Kangaroo care - Wikipedia

Melalui pelatihan tenaga kesehatan, kebijakan yang kondusif dan peningkatan infrastruktur, target global adalah memastikan PMK diberikan kepada setidaknya 80% bayi BBLR di seluruh dunia. Meskipun jumlah kematian bayi baru lahir secara global menurun dari 5 juta pada tahun 1990 menjadi 2,4 juta pada tahun 2019, tetapi banyak bayi masih menghadapi risiko kematian terbesar dalam 28 hari pertama mereka. Pada 2019, sekitar 47% dari semua kematian balita terjadi pada periode baru lahir dengan sekitar sepertiganya meninggal pada hari kelahiran dan hampir tiga perempat meninggal dalam minggu pertama kehidupan. Bayi yang meninggal dalam 28 hari pertama kelahiran, biasanya menderita penyakit yang terkait dengan kurangnya layanan medis berkualitas saat lahir, atau perawatan segera setelah lahir, dan pada hari-hari pertama kehidupan bayi.

.

Pada tahun 2019 terdapat 10 negara teratas dengan jumlah tertinggi (dalam ribuan) kematian bayi baru lahir, yaitu India (522), Nigeria (270), Pakistan (248), Etiopia (99), Kongo (97), Cina (64), Indonesia (60), Bangladesh (56), Afganistan (43), dan Tanzania (43). Perawatan bayi baru lahir yang penting adalah perlindungan dari kedinginan, misalnya dengan PMK untuk terjadinya kontak kulit-ke-kulit antara ibu dan bayi, pemberian ASI dini dan eksklusif, serta perawatan tali pusat dan kulit bayi secara higienis. Selain itu, penilaian masalah kesehatan yang serius atau membutuhkan perawatan tambahan, misalnya bayi BBLR, bayi sakit atau lahir dari ibu yang terinfeksi HIV. Kemudian juga tindakan pencegahan, misalnya imunisasi BCG dan Hepatitis B, injeksi vitamin K dan infeksi mata. Semua intervensi medis tersebut sangat berperan dalam menekan angka kematian bayi.

.

PMK merupakan alternatif pengganti inkubator dalam perawatan BBLR, merupakan cara yang efektif untuk memenuhi kebutuhan bayi yang paling mendasar, yaitu adanya kontak kulit bayi ke kulit ibu, dimana tubuh ibu akan menjadi thermoregulator bagi bayinya, sehingga bayi mendapatkan kehangatan (menghindari bayi dari hipotermia). Selain itu, PMK memudahkan pemberian ASI dini dan eksklusif, perlindungan dari infeksi, stimulasi, keselamatan, dan kasih sayang. PMK dapat meningkatkan hubungan istimewa antara ibu dan bayi, serta mendukung pertumbuhan dan perkembangan bayi.

.

PMK terdiri dari 4 komponen, yaitu ‘position’, ‘nutrition’, ‘support’ and ‘discharge’. PMK menempatkan bayi pada posisi tegak di dada ibunya, di antara kedua payudara ibu, dan tanpa busana. Bayi dibiarkan telanjang hanya mengenakan popok, kaus kaki dan topi sehingga terjadi kontak kulit bayi dan kulit ibu seluas mungkin. Posisi bayi diamankan dengan kain panjang atau pengikat lainnya. Kepala bayi dipalingkan ke sisi kanan atau kiri, dengan posisi sedikit tengadah (ekstensi). Ujung pengikat tepat berada di bawah kuping bayi. Posisi kepala bayi seperti ini bertujuan untuk menjaga agar saluran napas tetap terbuka, dan memberi peluang agar terjadi kontak mata antara ibu dan bayi.

.

Kanguru nutrisi merupakan salah satu manfaat PMK, yaitu meningkatkan pemberian ASI secara langsung maupun dengan pemberian ASI perah. Bayi dengan PMK selalu berada di dekat payudara ibu, menempel dan terjadi kontak kulit ke kulit, sehingga bayi dapat menyusu setiap kali ia inginkan. Selain itu, ibu dapat dengan mudah merasakan tanda bahwa bayinya mulai lapar, seperti adanya gerakan pada mulut bayi, munculnya hisapan kecil, serta adanya gerakan bayi untuk mencari puting susu ibu. Bila telah terbiasa melakukan PMK, ibu dapat dengan mudah memberikan ASI tanpa harus mengeluarkan bayi dari baju kangurunya.

.

‘Kangaroo support’ merupakan bentuk bantuan secara fisik maupun emosi, baik dari tenaga kesehatan di mana bayi lahir, ibu lain yang telah melakukan PMK maupun keluarga, agar ibu dapat melakukan PMK untuk bayinya. Sedangkan ‘kangaroo discharge’ adalah membiasakan ibu melakukan PMK selama di RS, sehingga pada saat ibu pulang dengan bayi, ibu tetap dapat melakukan PMK bahkan melanjutkannya di rumah. Metode PMK ini merupakan salah satu teknologi tepat guna yang sederhana, murah, dan dapat digunakan apabila fasilitas untuk perawatan BBLR sangat terbatas.

.

Momentum  ‘International Kangaroo Mother Care Awareness Day’ pada Sabtu, 15 Mei 2021 mengingatkan kita untuk mendukung penerapan PMK pada bayi BBLR dan prematur di seluruh dunia. Inisiatif ini bertujuan untuk mempercepat penurunan angka kematian bayi, dengan memastikan tidak ada seorang bayipun yang tertinggal (to ensure no one is left behind), termasuk semua bayi di sekitar kita.

 Sudahkah Anda terlibat membantu?

Sekian

Yogyakarta, 3 Mei 2021

*) Dokter spesialis anak di RS RS Panti Rapih Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, Lektor FK UKDW, WA: 081227280161,

Categories
anak COVID-19 Healthy Life Pendukung ASI sekolah UHC

2021 Kesehatan Anak Paska Pandemi COVID-19

Anak Sehat, Indonesia Kuat! | Indonesia Baik

KESEHATAN  ANAK  PASKA  PANDEMI  COVID-19

fx. wikan indrarto*)

Dimuat di Harian Nasional KOMPAS hari Senin, 19 April 2021, halaman 7

Selama dua dekade terakhir, epidemiologi kesehatan anak global telah berubah secara signifikan, termasuk dalam kesejahteraan anak. Ketika semua negara berusaha membangun kembali saat pulih dari ganasnya pandemi COVID-19, diperlukan evolusi substansial dalam berbagai program, untuk memenuhi kebutuhan kesehatan anak yang berubah. Apa yang harus berubah?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2021/03/21/2021-imunitas-anak/

.

Pola kematian dan penyakit pada masa anak berubah secara dramatis. Tren menunjukkan bahwa kematian yang dapat dicegah sekarang tertinggi pada periode bayi baru lahir. Namun demikian, sebnarnya pneumonia, diare dan malaria yang diperparah oleh malnutrisi, masih juga terus berdampak besar pada anak balita. Ini terutama terjadi di antara populasi yang paling terpinggirkan di wilayah Afrika sub-Sahara, di mana populasi anak justru diperkirakan akan tumbuh dalam beberapa dekade mendatang.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2021/02/06/2021-covid-19-pada-anak/

.

Di beberapa negara kematian pada remaja (15-19 tahun) justru meningkat karena kecelakaan lalu lintas di jalan raya, kekerasan fisik, dan melukai diri sendiri. Peningkatan jumlah anak dan remaja yang masih bertahan hidup, banyak yang dipengaruhi oleh kejadian cedera, gangguan perkembangan, penyakit tidak menular dan kesehatan mental yang buruk. Kelebihan berat badan dan obesitas di kalangan remaja dengan cepat meningkat, sehingga banyak negara menghadapi beban ganda malnutrisi, baik berupa kekurangan maupun kelebihan gizi.

.

Tantangan ini cenderung diperparah oleh pergeseran demografis. Peningkatan jumlah anak yang tinggal di pusat kota pada tahun-tahun mendatang, membatasi kesempatan untuk mendapatkan udara bersih dan beraktivitas fisik, sehingga menyebabkan tekanan serius pada berbagai fasilitas layanan kesehatan di daerah, apabila tanpa intervensi khusus. Kesehatan dan kesejahteraan anak dan remaja harus menjadi pusat upaya untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) pada tahun 2030. Dunia perlu mengubah orientasi program untuk mencapai SDG (reframing child and adolescent health for the SDG era).

.

Kata Dokter, Begini Ciri-ciri Anak Sehat Secara Fisik dan Mental

Negara hanya dapat berkembang dan makmur jika negara berinvestasi untuk anak dan remaja, dan mengoptimalkan dukungan dalam momen penting pembentukan kesehatan anak di masa depan, dengan menggunakan apa yang disebut pendekatan alur kehidupan (lifecourse approach). Dengan pemikiran ini, meningkatkan kesehatan anak tidak boleh lagi hanya dianggap semata-mata sebagai masalah sektor kesehatan. Kebijakan, layanan, dan edukasi harus ditempatkan sebagai bagian dari solusi oleh pemerintah dan masyarakat, untuk mendorong agenda kesehatan anak dan remaja global, regional dan nasional.

.

Hampir satu tahun setelah COVID-19 dinyatakan sebagai pandemi, peningkatan luar biasa terlihat pada pembalikan risiko kelangsungan hidup anak dan remaja. Kerangka Sasaran Pembangunan Berkelanjutan (SDG) yang diadopsi pada tahun 2015, memang telah mencakup pendekatan holistik untuk meningkatkan kesehatan anak dan remaja, tetap masih relevan setelah pandemi COVID-19 berakhir, tetapi perlu penajaman fokus.

.

Kerangka kerja tersebut dahulu disusun berdasarkan tren tingkat makro, sehingga saat ini membutuhkan perubahan besar dalam paradigma tentang kesehatan anak dan remaja. Hal ini memerlukan peralihan dari fokus (shift in thinking) yang sebelumnya hanya tentang kelangsungan hidup anak di bawah 5 tahun, menjadi keterkaitan kesehatan ibu, bayi baru lahir, anak dan remaja, dengan pemahaman tentang bagaimana alur kehidupan manusia, tidak hanya pada masa dini, tetapi harus berlanjut sepanjang kehidupan anak hingga dewasa.

.

Perubahan demografi dan beban penyakit telah memaksa setiap negara harus memperkuat sistem kesehatannya, agar lebih responsif terhadap perubahan kebutuhan anak dan remaja. WHO dan UNICEF telah memulai upaya untuk mengarahkan kembali strategi kesehatan anak, mengalihkan perhatian ke perspektif alur kehidupan (life course perspective), dan menjauh dari fokus eksklusif sebelumnya, yaitu hanya terkait kelangsungan hidup bayi dan anak di bawah 5 tahun.

.

Prinsip pemrograman ulang (redesign) kesehatan anak, berupa program kesehatan anak dan remaja, serta implementasi kebijakannya yang harus mengikuti pendekatan alur kehidupan (life course perspective), yang didasarkan pada data tentang epidemiologi penyakit terbaru. Pemrograman ulang ini termasuk memastikan layanan kesehatan prakonsepsi yang baik, layanan kesehatan ibu hamil, serta intervensi medis yang berkualitas tinggi untuk anak sampai remaja, yang berusia 0 hingga 19 tahun.

.

Program baru harus berdasarkan hak dan adil (rights based and equitable), sehingga intervensi dan layanan medis penting harus disediakan untuk semua anak, di mana pun mereka tinggal. Selain itu, program harus mencakup layanan terpadu yang berpusat pada keluarga, anak, dan remaja, dalam bentuk mempromosikan kesehatan, pertumbuhan, dan kesejahteraan. Implementasinya meliputi pembentukan ketahanan atau imunitas, mencegah pajanan terhadap penyakit dan komplikasi selanjutnya, dan meminimalkan kerentanan atau faktor risiko sakit, dengan mempertimbangkan kebutuhan personal anak dan remaja.

.

Masyarakat dan keluarga harus diberdayakan untuk berpartisipasi dalam perancangan kebijakan pada anak dan remaja, untuk penyediaan layanan kesehatan yang berkualitas, paska pandemi COVID-19.

Sudahkah Anda terlibat membantu?

Sekian

Yogyakarta, 22 Maret 2021

*) Dokter spesialis anak di RS RS Panti Rapih Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, Lektor FK UKDW, WA: 081227280161,

Categories
COVID-19 Healthy Life Pendukung ASI UHC

2021 INFEKSI NEONATAL SERIUS

Waspadai Neonatal Tetanus pada Bayi Baru Lahir, Cermati Tandanya Moms! -  Semua Halaman - Nakita

INFEKSI  NEONATAL  SERIUS

fx. wikan indrarto

Setiap tahun secara global sekitar 2,8 juta bayi meninggal pada bulan pertama kehidupan, dengan 98% kematian terjadi di negara berkembang. Infeksi bakteri serius, termasuk sepsis atau infeksi sistemik dan meningitis atau radang selaput otak, diperkirakan menyebabkan lebih dari 420.000 kematian bayi setiap tahun, dengan 136.000 bayi lainya disebabkan oleh pneumonia atau radang paru-paru. Apa yang harus dilakukan?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2019/05/09/2019-kematian-bayi/

.

Perawatan di RS untuk bayi dengan infeksi serius bertujuan agar bayi mendapatkan setidaknya paket tujuh hari kombinasi dua suntikan obat  antibiotik, yaitu benzilpenisilin atau ampisilin plus gentamisin. Namun demikian, bukti menunjukkan bahwa di wilayah dengan keterbatasan sumber daya, banyak bayi kecil dengan tanda-tanda infeksi serius tidak mendapat pengobatan rawat inap di RS seperti yang dianjurkan, karena perawatan semacam itu tidak dapat diakses, tidak disetujui atau kurang terjangkau oleh keluarga. Dengan demikian bayi tersebut tidak menerima pengobatan, mengakibatkan kematian bayi baru lahir yang tidak perlu, dan sebenarnya berpotensi untuk dapat dicegah.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2019/10/21/2019-kekerasan-pada-kelahiran-bayi/

.

Identifikasi tanda bahaya pada bayi sakit serius dilakukan oleh dokter, bidan, perawat maternitas atau tenaga kesehatan lainnya, saat melakukan kunjungan rumah. Tanda klinis kemungkinan infeksi bakteri  serius pada bayi adalah napas cepat (laju pernapasan ≥ 60 kali / menit), tarikan dinding dada, demam (suhu ≥ 38 °C), hipotermia (suhu <35,5 °C), tidak ada gerakan otot sama sekali atau gerakan hanya pada saat distimulasi, menetek lemah atau tidak mampu menetek sama sekali, dan kejang. 

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/09/03/2020-asi-untuk-bayi-covid-19/

.

Penelitian meta analisis dan tinjauan sistematis pada semua bayi baru lahir atau neonatus usia 0-28 hari, yang mendapat kunjungan rumah oleh bidan dibandingkan dengan yang tidak, menunjukkan bahwa kunjungan rumah berhasil mengidentifikasi bayi muda dengan penyakit serius, dan meningkatkan kesempatan untuk mencari perawatan di RS. Selain itu, spesifisitas diagnosis penyakit infeksi bakteri serius oleh bidan adalah tinggi, mekipun beberapa ada yang positif palsu, dan karenanya kemungkinan rujukan ke RS yang tidak perlu, dapat ditekan.

.

Penelitian lainnya telah dilakukan pada bayi muda usia 0–59 hari, yang memiliki hanya nafas cepat sebagai tanda bahaya, yang orang tuanya tidak menyetujui tindakan rujukan ke rumah sakit. Penelitian ini melibatkan 2.333 bayi dalam kelompok perlakukan yang diberikan obat telan atau oral amoksisilin selama tujuh hari, dibandingkan dengan 2.196 bayi dalam kelompok kontrol, yang diberikan obat injeksi gentamisin intramuskular ditambah prokain penisilin intramuskular.

.

Uji klinis terkontrol secara acak tersebut dilakukan di Kongo, Kenya dan Nigeria. Obat antibiotika oral yang diberikan pada pasien rawat jalan terbukti seefektif pemberian kombinasi suntikan penisilin dan gentamisin selama tujuh hari, yang diukur dari tingkat kematian dan perburukan klinis, yaitu perkembangan tanda-tanda infeksi serius, dalam dua minggu setelah memulai pengobatan.

.

Penyakit Asfiksia Neonatorum - Gejala, Penyebab, Pengobatan - Klikdokter.com

.

Selain itu, tidak ada perbedaan dalam kemanjuran klinis dan kegagalan pengobatan, efek samping yang serius atau kematian bayi. Obat antibiotik oral sama manjurnya dengan obat suntikan, bahkan obat oral lebih disukai karena lebih sederhana dan menghindari tindakan penyuntikan. Obat oral kemungkinan besar juga lebih dapat diterima oleh keluarga, lebih mudah diakses, dan memiliki tingkat penyelesaian paket pengobatan yang lebih tinggi. Harga obat amoksisilin oral lebih murah daripada antibiotik suntik dan dapat mengurangi beban ekonomi keluarga dan sistem kesehatan. Selain itu, amoksisilin oral paling dianjurkan untuk pengobatan pneumonia pada anak berusia 2–59 bulan, dan karenanya harus tersedia secara rutin di fasilitas kesehatan.

.

Untuk itu, bayi dengan napas cepat perlu tindaklanjut yang ditentukan oleh usia bayi, yaitu bayi 0–6 hari atau usia 7–59 hari. Bayi muda 0–6 hari dengan napas cepat sebagai satu-satunya tanda penyakit serius harus dirujuk ke RS. Jika keluarga tidak menyetujui atau tidak dapat mengakses perawatan rujukan, bayi ini harus diobati dengan amoksisilin oral 50 mg / kg BB per dosis, yang diberikan dua kali sehari selama tujuh hari. Sedangkan pada bayi kecil berusia 7–59 hari harus diobati dengan amoksisilin oral, 50 mg / kg BB per dosis, yang diberikan dua kali sehari selama tujuh hari dan bayi ini tidak membutuhkan rujukan ke RS.

.

Bayi muda (0–59 hari) gejala klinis infeksi berat, yang keluarganya tidak menyetujui atau tidak dapat mengakses rujukan ke RS, boleh dikelola sebagai pasien rawat jalan, dengan salah satu dari dua pilihan rejimen berikut. Pilihan pertama adalah obat suntikan gentamisin intramuskular 5–7,5 mg / kg BB, sedangkan untuk bayi dengan berat lahir rendah gentamisin cukup 3–4 mg / kg BB sekali sehari selama tujuh hari dan amoksisilin oral dua kali sehari, 50 mg / kg BB per dosis selama tujuh hari. Sedangkan pilihan kedua adalah obat suntikan gentamisin intramuskular selama dua hari dan 2 kali sehari amoksisilin oral, selama tujuh hari. Tindak lanjut pemantauan klinis pada hari ke-4 wajib dilakukan untuk menentukan apakah bayi membaik. Bila memiliki tanda kritis penyakit pada pemeriksaan awal, atau berkembang menjadi memburuk selama pengobatan, harus dirawat inap di RS, dengan disertai pemberian antibiotika selama perawatan pra-rujukan.

.

Pengelolaan infeksi bakteri serius pada neonatus (0-28 hari) dan bayi muda (0-59 hari) adalah dirujuk ke RS. WHO telah menerbitkan pedoman saat rujukan ke RS tidak memungkinkan. Layanan medis sesuai rekomendasi WHO tersebut dapat melindungi semua bayi dari penyakit infeksi bakteri serius dan mampu menurunkan angka kematian bayi.

Sudahkah kita memlakukannya pada bayi di sekitar kita?

Sekian

Yogyakarta, 21 Februari 2021

*) Dokter spesialis anak RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161

Categories
COVID-19 Healthy Life Pendukung ASI

2021 Tumpas Obesitas

Belajar dari Beberapa Kasus, Ini 4 Cara Cegah Obesitas pada Anak Halaman  all - Kompas.com

TUMPAS  OBESITAS

fx. wikan indrarto*)

Pada hari Kamis, 4 Maret 2021 dirayakan sebagai Hari Obesitas Dunia (World Obesity Day), untuk mendorong solusi praktis dalam membantu orang mencapai dan mempertahankan berat badan yang sehat, melakukan perawatan yang tepat, dan membalikkan krisis dengan menumpas obesitas. Tema peringatan tahun 2021 adalah memerangi akar penyebab obesitas (Let’s work together to combat the root causes of obesity). Apa yang perlu disadari?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2018/01/10/stigma-sosial-obesitas/

.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan obesitas sebagai ‘penumpukan lemak berlebihan yang berisiko bagi kesehatan’. Hidup dengan obesitas menempatkan orang pada risiko yang lebih tinggi dari penyakit berbahaya, termasuk penyakit jantung, diabetes dan beberapa jenis kanker. Orang yang hidup dengan obesitas dua kali lebih mungkin untuk dirawat di rumah sakit jika dinyatakan positif COVID-19. Bahkan obesitas pada anak diperkirakan terjadi lonjakan dan meningkat 60% selama dekade berikutnya, mencapai 250 juta pada tahun 2030. Pada hal, konsekuensi medis dari obesitas akan menelan biaya lebih dari $ 1 triliun pada tahun 2025. Saat ini, sekitar 800 juta orang di dunia hidup dengan obesitas.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/12/08/2020-kematian-anak-karena-covid-19/

.

Di banyak negara, orang dengan obesitas secara berulang disalahkan atas kondisi mereka. Terbentuk stigma bahwa obesitas disebabkan karena kegagalan individu, dan menempatkan tanggung jawab pada orang dengan obesitas untuk ‘memperbaikinya’. Hal ini justru dapat merusak kesehatan mental dan fisik, bahkan justru mencegah orang tersebut mencari perawatan medis yang diperlukan. Mengobati obesitas adalah tentang meningkatkan kesehatan secara keseluruhan, bukan hanya tentang mengupayakan kehilangan berat badan.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/03/19/2020-pajak-gemuk/

.

Tingkat obesitas anak meningkat hampir dua kali lipat setiap 10 tahun. Kondisi ini sangat mempengaruhi kesehatan fisik, sosial, emosional, kesejahteraan, dan harga diri anak. Hal ini juga terkait dengan prestasi akademis yang buruk, bahkan kinerja dan kualitas hidup yang lebih rendah. Dengan demikian pencegahan dan pengobatan sangat penting untuk menghentikan peningkatan global dalam obesitas pada anak.

.

Anak yang hidup dengan obesitas sering kali diberi tahu bahwa jawabannya adalah ‘makan lebih sedikit, bergerak lebih banyak’. Namun demikian, mengatasi obesitas bukan hanya soal pola makan dan olahraga. Saat kita memberi tahu orang untuk ‘makan lebih sedikit, bergerak lebih banyak’, kita sebenarnya mengabaikan faktor penting lainnya. Padahal latihan fisik meskipun memegang peranan penting dan merupakan bagian dalam kesehatan secara keseluruhan, namun hal itu bukanlah faktor yang signifikan dalam mengelola obesitas. Daripada menyalahkan individu atas penyakit mereka, kita harus mendorong pemerintah dan pembuat kebijakan untuk mengatasi akar penyebabnya. Selain itu, juga meningkatkan aktivitas fisik sejak bayi, untuk mencegah anak agar tidak mengalami obesitas, sesuai pedoman yang dikeluarkan WHO pada hari Rabu, 24 April 2019 (WHO guidelines on physical activity, sedentary behaviour and sleep for children under 5 years of age).

.

3 Cara Untuk Mencegah Obesitas Pada Anak - Health Liputan6.com

Pola keseluruhan aktivitas anak selama 24 jam kuncinya adalah mengganti waktu memandangi layar gawai (screen time) yang lama atau tubuh yang diam, menjadi bermain yang lebih aktif, sambil memastikan anak mendapatkan tidur yang cukup dan berkualitas. Waktu tubuh kurang aktif tetapi berkualitas, adalah waktu yang dihabiskan dalam kegiatan interaktif langsung (non-screen-based) dengan pengasuh, seperti membaca, bercerita, bernyanyi dan mengisi teka-teki, juga terbukti sangat penting untuk perkembangan anak.

.

Rekomendasi WHO untuk bayi (kurang dari 1 tahun) adalah pertama, aktif secara fisik beberapa kali sehari dalam berbagai cara, terutama melalui permainan di lantai yang interaktif, dengan lebih banyak dan lebih sering adalah lebih baik. Bagi bayi yang belum dapat bergerak mandiri, setidaknya 30 menit dibantu dalam posisi tengkurap yang dilakukan sepanjang hari saat bayi terjaga. Kedua, tidak boleh lebih dari 1 jam setiap kali saat berada di kereta bayi, kursi tinggi, atau digendong di punggung pengasuh. Ketiga, waktu layar (sedentary screen time) tidak disarankan. Keempat, saat bayi tidak banyak bergerak, sangat dianjurkan dibacakan cerita oleh pengasuh. Kelima, tidur secara berkualitas selama 14-17 jam (usia 0–3 bulan) atau 12–16 jam (usia 4–11 bulan) sehari, termasuk tidur siang.

.

Rekomendasi WHO untuk anak usia 1-2 tahun adalah pertama, meluangkan setidaknya 3 jam atau 180 menit untuk melakukan berbagai jenis aktivitas fisik pada intensitas apa pun, termasuk aktivitas fisik intensitas sedang hingga kuat, merata waktunya sepanjang hari, dan lebih banyak tentu lebih baik. Kedua, tidak boleh lebih dari 1 jam pada suatu waktu duduk dalam kereta bayi, kursi tinggi, atau digendong di punggung pengasuh. Untuk anak berusia 1 tahun, waktu layar yang membuat badannya tidak aktif bergerak, seperti menonton TV atau video dan bermain ‘game’ di komputer, tidak dianjurkan. Bagi mereka yang berusia 2 tahun, waktu tayang (sedentary screen time) tidak boleh lebih dari 1 jam, dan lebih sebentar terbukti justru lebih baik. Ketika anak tidak banyak bergerak, sebaiknya dilibatkan dalam aktivitas membaca dan bercerita dengan pengasuh. Selain itu, sebaiknya tidur berkualitas baik selama 11-14 jam, termasuk tidur siang, dengan waktu tidur dan bangun dilatih agar teratur.

.

Bahaya Obesitas Pada Bayi - Semua Halaman - Nakita

Rekomendasi WHO untuk anak usia 3-4 tahun seharusnya pertama, menghabiskan setidaknya 180 menit dalam berbagai jenis aktivitas fisik pada intensitas apa pun, di mana setidaknya 60 menit merupakan aktivitas fisik dengan intensitas sedang hingga kuat, menyebar sepanjang hari dan lebih banyak lebih baik. Kedua, tidak dianjurkan diam selama lebih dari 1 jam pada suatu waktu, misalnya di dalam kereta bayi atau duduk untuk waktu yang lama. Waktu tayang tidak lebih dari 1 jam, dan lebih sebentar, tentu lebih baik. Ketika anak tidak banyak bergerak, sebaiknya juga dilibatkan dalam aktivitas membaca dan bercerita dengan pengasuh. Selain itu, sebaiknya tidur berkualitas secara baik selama 10-13 jam sehari, termasuk tidur siang, dengan waktu tidur dan bangun dilatih agar lebih  teratur.

Momentum Hari Obesitas Dunia (World Obesity Day) pada Kamis, 4 Maret 2021, mengingatkan kita untuk mencegah obesitas sejak usia dini, termasuk mengkoreksi akarnya (obesity and its root causes). Orangtua wajib mendorong anak agar aktif bermain, sekaligus menjamin tidur yang cukup untuk menumpas obesitas.

Sudahkah anak di sekitar kita aktif bermain?

Sekian

Yogyakarta, 27 Februari 2021

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Lektor di FK UKDW, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161, e-mail : fxwikan_indrarto@yahoo.com

Categories
Healthy Life Istanbul Pendukung ASI

2019 MP-ASI

Gambar terkait

MP-ASI

fx. wikan indrarto*)

Di Brussels, Belgia, pada hari Senin 15 Juli 2019, dilaporkan bahwa dua penelitian baru dari WHO menunjukkan bahwa sebagian besar makanan bayi di Eropa, dipasarkan secara keliru sebagai makanan yang cocok untuk bayi di bawah usia 6 bulan, dan banyak dari makanan itu mengandung kadar gula terlalu tinggi. Apa yang perlu dicermati?

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/07/27/2018-pekan-menyusui-sedunia/

.

Rekomendasi WHO menyatakan bahwa bayi harus disusui secara eksklusif selama 6 bulan pertama. Panduan global 2016 tentang ‘Mengakhiri Promosi Makanan yang Tidak Pantas untuk Bayi dan Anak Kecil’, secara eksplisit menyatakan bahwa Makanan Pendamping ASI (MP-ASI), berupa makanan pelengkap komersial tidak boleh diiklankan untuk bayi di bawah usia 6 bulan. Nutrisi yang baik pada masa bayi dan anak usia dini, tetap menjadi kunci untuk memastikan pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal. Selain itu, juga untuk menghasilkan derajad kesehatan yang lebih baik di kemudian hari, termasuk pencegahan kelebihan berat badan, obesitas dan penyakit tidak menular terkait diet. Hal ini sesuai dengan Sasaran 3 Pembangunan Berkelanjutan PBB, untuk memastikan kehidupan yang sehat dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat untuk semua umur.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/08/08/2018-nutrisi-bayi-pengungsi/

.

Panduan Profil Gizi untuk bayi dan anak berusia 6-36 bulan, disusun sebagai pegangan pemilihan makanan mana yang tidak pantas, untuk dipromosikan bagi kelompok usia ini. WHO juga mengembangkan metodologi praktis untuk mengidentifikasi makanan bayi komersial yang tersedia di pasaran ritel, dan untuk melakukan pendatataan kandungan nutrisi pada label, serta informasi lain dari pengemasan, pelabelan dan promosi, termasuk klaim produsen. Metodologi ini pada awalnya digunakan untuk mengumpulkan data tentang 7.955 jenis produk makanan atau minuman, yang dipasarkan untuk bayi dan anak kecil dari 516 toko swalayan di 4 kota, yaitu Wina, Austria; Sofia, Bulgaria; Budapest, Hongaria; dan Haifa, Israel, pada rentang November 2017 dan Januari 2018.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/08/06/2018-ayo-imd/

.

Di keempat kota tersebut, sebagian besar produk makanan, mulai dari 28% hingga 60%, telah dipasarkan sesuai untuk kebutuhan nutrisi bayi di bawah usia 6 bulan. Meskipun pemasaran ini diizinkan berdasarkan undang-undang di seluruh Uni Eropa, tetapi produsen makanan itu tidak membayar fee kepada Kode Internasional Pemasaran Pengganti ASI (International Code of Marketing of Breastmilk Substitutes). Kode internasional dan WHO secara eksplisit menyatakan bahwa makanan pelengkap komersial tidak boleh dipasarkan dengan cara apapun, meskipun cocok untuk bayi di bawah usia 6 bulan.

.

Secara nasional, cakupan bayi mendapat ASI eksklusif tahun 2018 yaitu sebesar 68,74%. Angka tersebut sudah melampaui target Renstra tahun 2018 yaitu 47%. Persentase tertinggi cakupan pemberian ASI eksklusif terdapat pada Provinsi Jawa Barat (90,79%), sedangkan persentase terendah terdapat di Provinsi Gorontalo (30,71%). Sebanyak enam provinsi belum mencapai target Renstra tahun 2018. Selain itu, terdapat sembilan provinsi yang belum mengumpulkan data. Bayi yang tidak mendap[at ASI eksklusif tersebut, sangat rentan mengalami gangguan kesehatan, karena diberikan MP-ASI yang tidak sehat.

.

Makanan untuk bayi dan anak diwajibkan untuk mematuhi berbagai rekomendasi gizi dan komposisi. Meskipun demikian, ada kekhawatiran bahwa banyak produk makanan mungkin masih terlalu tinggi dalam kadar gula. Di 3 kota tadi, setengah atau lebih dari produk makanan mengandung lebih dari 30% kalori dari total kandungan gula. Sekitar sepertiga dari produk makanan tersebut mengandung gula, jus buah pekat atau bahan pemanis lainnya. Rasa (flavours) dan gula yang ditambahkan ini dapat memengaruhi perkembangan cita rasa anak, dengan meningkatkan kesukaan mereka pada makanan yang lebih manis.

.

Meskipun makanan segar seperti buah dan sayuran yang secara alami mengandung gula dalam kadar yang sesuai untuk kebutuhan bayi dan anak, kadar gula bebas yang sangat tinggi dalam produk komersial murni, juga patut dikhawatirkan. Dalam rangka menerapkan upaya gizi seimbang, setiap keluarga harus mampu mengenal, mencegah, dan mengatasi masalah gangguan gizi setiap anggota keluarganya. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 23 Tahun 2014 tentang Upaya Perbaikan Gizi. Adapun upaya yang dapat dilakukan oleh orangtua untuk mengenal, mencegah, dan mengatasi masalah gizi pada bayi, yaitu dengan cara menimbang berat badan secara teratur, memberikan ASI saja kepada bayi sejak lahir sampai umur 6 bulan, menu makanan yang bervariasi, menggunakan garam beryodium, dan pemberian suplemen gizi sesuai anjuran petugas kesehatan. Suplemen gizi yang diberikan menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 tahun 2016 tentang Standar Produk Suplementasi Gizi, meliputi kapsul vitamin A untuk balita, tablet tambah darah (TTD) dan makanan tambahan untuk ibu hamil, anak balita, dan anak usia sekolah, juga MP-ASI, bubuk multi vitamin dan mineral untuk bayi setelah usia 6 bulan.

.

Temuan bahwa sebagian besar MP-ASI di Eropa, dipasarkan secara keliru sebagai makanan yang cocok untuk bayi di bawah usia 6 bulan, dan banyak dari makanan itu mengandung kadar gula terlalu tinggi, sangatlah mengejutkan. Pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan harus terus digalakkan, agar semua bayi memperoleh haknya yang paling azasi, yaitu ASI, dan tidak diberikan MP-ASI secara dini.

Sudahkah kita bijaksana?

Sekian

Yogyakarta, 17 Juli 2019

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Lektor di FK UKDW, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161, e-mail : fxwikan_indrarto@yahoo.com