Categories
anak COVID-19 Healthy Life Pendukung ASI sekolah UHC

2021 Kesehatan Anak Paska Pandemi COVID-19

Anak Sehat, Indonesia Kuat! | Indonesia Baik

KESEHATAN  ANAK  PASKA  PANDEMI  COVID-19

fx. wikan indrarto*)

Dimuat di Harian Nasional KOMPAS hari Senin, 19 April 2021, halaman 7

Selama dua dekade terakhir, epidemiologi kesehatan anak global telah berubah secara signifikan, termasuk dalam kesejahteraan anak. Ketika semua negara berusaha membangun kembali saat pulih dari ganasnya pandemi COVID-19, diperlukan evolusi substansial dalam berbagai program, untuk memenuhi kebutuhan kesehatan anak yang berubah. Apa yang harus berubah?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2021/03/21/2021-imunitas-anak/

.

Pola kematian dan penyakit pada masa anak berubah secara dramatis. Tren menunjukkan bahwa kematian yang dapat dicegah sekarang tertinggi pada periode bayi baru lahir. Namun demikian, sebnarnya pneumonia, diare dan malaria yang diperparah oleh malnutrisi, masih juga terus berdampak besar pada anak balita. Ini terutama terjadi di antara populasi yang paling terpinggirkan di wilayah Afrika sub-Sahara, di mana populasi anak justru diperkirakan akan tumbuh dalam beberapa dekade mendatang.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2021/02/06/2021-covid-19-pada-anak/

.

Di beberapa negara kematian pada remaja (15-19 tahun) justru meningkat karena kecelakaan lalu lintas di jalan raya, kekerasan fisik, dan melukai diri sendiri. Peningkatan jumlah anak dan remaja yang masih bertahan hidup, banyak yang dipengaruhi oleh kejadian cedera, gangguan perkembangan, penyakit tidak menular dan kesehatan mental yang buruk. Kelebihan berat badan dan obesitas di kalangan remaja dengan cepat meningkat, sehingga banyak negara menghadapi beban ganda malnutrisi, baik berupa kekurangan maupun kelebihan gizi.

.

Tantangan ini cenderung diperparah oleh pergeseran demografis. Peningkatan jumlah anak yang tinggal di pusat kota pada tahun-tahun mendatang, membatasi kesempatan untuk mendapatkan udara bersih dan beraktivitas fisik, sehingga menyebabkan tekanan serius pada berbagai fasilitas layanan kesehatan di daerah, apabila tanpa intervensi khusus. Kesehatan dan kesejahteraan anak dan remaja harus menjadi pusat upaya untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) pada tahun 2030. Dunia perlu mengubah orientasi program untuk mencapai SDG (reframing child and adolescent health for the SDG era).

.

Kata Dokter, Begini Ciri-ciri Anak Sehat Secara Fisik dan Mental

Negara hanya dapat berkembang dan makmur jika negara berinvestasi untuk anak dan remaja, dan mengoptimalkan dukungan dalam momen penting pembentukan kesehatan anak di masa depan, dengan menggunakan apa yang disebut pendekatan alur kehidupan (lifecourse approach). Dengan pemikiran ini, meningkatkan kesehatan anak tidak boleh lagi hanya dianggap semata-mata sebagai masalah sektor kesehatan. Kebijakan, layanan, dan edukasi harus ditempatkan sebagai bagian dari solusi oleh pemerintah dan masyarakat, untuk mendorong agenda kesehatan anak dan remaja global, regional dan nasional.

.

Hampir satu tahun setelah COVID-19 dinyatakan sebagai pandemi, peningkatan luar biasa terlihat pada pembalikan risiko kelangsungan hidup anak dan remaja. Kerangka Sasaran Pembangunan Berkelanjutan (SDG) yang diadopsi pada tahun 2015, memang telah mencakup pendekatan holistik untuk meningkatkan kesehatan anak dan remaja, tetap masih relevan setelah pandemi COVID-19 berakhir, tetapi perlu penajaman fokus.

.

Kerangka kerja tersebut dahulu disusun berdasarkan tren tingkat makro, sehingga saat ini membutuhkan perubahan besar dalam paradigma tentang kesehatan anak dan remaja. Hal ini memerlukan peralihan dari fokus (shift in thinking) yang sebelumnya hanya tentang kelangsungan hidup anak di bawah 5 tahun, menjadi keterkaitan kesehatan ibu, bayi baru lahir, anak dan remaja, dengan pemahaman tentang bagaimana alur kehidupan manusia, tidak hanya pada masa dini, tetapi harus berlanjut sepanjang kehidupan anak hingga dewasa.

.

Perubahan demografi dan beban penyakit telah memaksa setiap negara harus memperkuat sistem kesehatannya, agar lebih responsif terhadap perubahan kebutuhan anak dan remaja. WHO dan UNICEF telah memulai upaya untuk mengarahkan kembali strategi kesehatan anak, mengalihkan perhatian ke perspektif alur kehidupan (life course perspective), dan menjauh dari fokus eksklusif sebelumnya, yaitu hanya terkait kelangsungan hidup bayi dan anak di bawah 5 tahun.

.

Prinsip pemrograman ulang (redesign) kesehatan anak, berupa program kesehatan anak dan remaja, serta implementasi kebijakannya yang harus mengikuti pendekatan alur kehidupan (life course perspective), yang didasarkan pada data tentang epidemiologi penyakit terbaru. Pemrograman ulang ini termasuk memastikan layanan kesehatan prakonsepsi yang baik, layanan kesehatan ibu hamil, serta intervensi medis yang berkualitas tinggi untuk anak sampai remaja, yang berusia 0 hingga 19 tahun.

.

Program baru harus berdasarkan hak dan adil (rights based and equitable), sehingga intervensi dan layanan medis penting harus disediakan untuk semua anak, di mana pun mereka tinggal. Selain itu, program harus mencakup layanan terpadu yang berpusat pada keluarga, anak, dan remaja, dalam bentuk mempromosikan kesehatan, pertumbuhan, dan kesejahteraan. Implementasinya meliputi pembentukan ketahanan atau imunitas, mencegah pajanan terhadap penyakit dan komplikasi selanjutnya, dan meminimalkan kerentanan atau faktor risiko sakit, dengan mempertimbangkan kebutuhan personal anak dan remaja.

.

Masyarakat dan keluarga harus diberdayakan untuk berpartisipasi dalam perancangan kebijakan pada anak dan remaja, untuk penyediaan layanan kesehatan yang berkualitas, paska pandemi COVID-19.

Sudahkah Anda terlibat membantu?

Sekian

Yogyakarta, 22 Maret 2021

*) Dokter spesialis anak di RS RS Panti Rapih Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, Lektor FK UKDW, WA: 081227280161,

Categories
COVID-19 Healthy Life

2020 INFODEMIK COVID-19

Situasi Terkini Perkembangan Coronavirus Disease (COVID-19) 14 September  2020 » Info Infeksi Emerging Kementerian Kesehatan RI

INFODEMIK  COVID-19

fx. wikan indrarto*)

Virus SAR CoV-2 mungkin tidak lebih menyebar secara global saat pandemi COVID-19 dibandingkan informasinya, sehingga justru telah terjadi infodemik COVID-19. Mengelola infodemik COVID-19 harus dilakukan untuk mengurangi bahaya dari kesalahan informasi atau disinformasi. Apa yang harus dilakukan?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/08/23/2020-resesi-rumah-sakit/

.

WHO, PBB, UNICEF, UNDP, UNESCO, UNAIDS, ITU, UN Global Pulse, dan IFRC telah berkoordinasi pada Rabu, 23 September 2020. COVID-19 adalah pandemi pertama dalam sejarah di mana teknologi dan media sosial digunakan dalam skala besar untuk membuat semua orang tetap aman, terinformasi, produktif, dan terhubung. Pada saat yang sama, teknologi informasi yang diandalkan agar segenap warga tetap terhubung dan terinformasi, justru memungkinkan dan memperkuat infodemik, yang  malah merusak respons global dan membahayakan langkah pengendalian pandemi COVID-19.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/09/26/2020-jantung-dan-covid-19/

.

Infodemik adalah informasi yang melimpah, baik online maupun offline. Ini termasuk upaya yang disengaja dalam menyebarkan informasi yang salah, untuk mengganggu respons kesehatan masyarakat dan memajukan agenda alternatif kelompok atau individu tertentu. Kesalahan kolektif dan informasi yang salah dapat membahayakan kesehatan fisik dan mental banyak orang, meningkatkan stigmatisasi, dan mengancam derajad kesehatan. Selain itu, juga mengarah pada ketaatan yang buruk terhadap protokol kesehatan masyarakat, sehingga mengurangi keefektifannya dan membahayakan kemampuan banyak negara untuk menghentikan pandemi COVID-19.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/09/16/2020-keselamatan-pasien-covid-19/

.

Misinformasi sangat mungkin dapat menelan korban jiwa. Bahkan di Iran, ratusan orang tewas karena meminum methanol alkohol yang disebut bisa menyembuhkan pasien COVID-19. Tanpa kepercayaan yang tepat dan informasi yang benar, tes diagnostik dapat tidak digunakan, kampanye imunisasi atau kampanye untuk mempromosikan vaksin yang efektif, juga tidak akan memenuhi target, sehingga pandemi COVID-19 akan terus berkembang. Selain itu, disinformasi mempolarisasi debat publik tentang topik yang terkait dengan COVID-19, meningkatkan ujaran kebencian, mempertinggi risiko konflik, kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia, dan bahkan mengancam prospek jangka panjang untuk memajukan demokrasi, hak asasi manusia, dan kohesi sosial. Dalam konteks ini, Sekretaris Jenderal PBB meluncurkan inisiatif ‘United Nations Communications Response’ untuk memerangi penyebaran mis dan disinformasi pada April 2020. PBB juga mengeluarkan Panduan Penanggulangan Ujaran Kebencian (Hate Speech) terkait COVID-19, yang dikeluarkan pada 11 Mei 2020.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/09/09/2020-gangguan-layanan-medis/

.

Pada sidang Majelis Kesehatan Dunia Mei 2020, Negara Anggota WHO mengeluarkan Resolusi WHA73.1 tentang tanggapan COVID-19. Resolusi tersebut mengakui bahwa mengelola infodemik adalah bagian penting dalam mengendalikan pandemi COVID-19. Resolusi tersebut meminta semua negara Anggota untuk menyediakan konten COVID-19 yang andal, mengambil tindakan untuk melawan kesalahan dan disinformasi, serta memanfaatkan teknologi digital untuk merespons. Resolusi tersebut juga menyerukan kepada organisasi internasional untuk mengatasi kesalahan dan disinformasi di ranah digital, bekerja untuk mencegah kejahatan cyber yang berbahaya, karena mampu merusak respon kesehatan, dengan mendukung penyediaan data berbasis sains kepada publik.

.

Infodemik COVID-19 yang sebagian besar berisi rumor, stigma, dan teori konspirasi yang tersebar di media sosial dan surat kabar online teridentifikasi di enam negara, salah satunya Indonesia. Hal itu termuat dalam penelitian yang diterbitkan ‘The American Society of Tropical Medicine and Hygiene’ dan dipublikasikan secara online pada 10 Agustus 2020. Dari 2.311 laporan terkait infodemik COVID-19 dalam 25 bahasa dari 87 negara, yang terbanyak beredar di India, Amerika Serikat, China, Spanyol, Indonesia, dan Brazil. Rumor diartikan sebagai klaim, pernyataan, dan diskusi seputar COVID-19 yang belum terverifikasi.

.

Update Corona Indonesia 28 Maret: Covid-19 Tersebar di 28 Provinsi -  Tirto.ID
.

WHO pun tak tinggal diam melawan infodemik COVID-19 dan mengambil 3 langkah penting. Pertama, menyisir website yang menyebarkan informasi palsu atau hoaks oleh lembaga pemeriksa fakta independen, berdasarkan kebijakan resmi yang diambil oleh pemerintah, WHO, ataupun PBB. Salah satu contoh mencolok kasus ini adalah “Plandemi”, video teori konspirasi berdurasi 26 menit yang secara keliru menuduh Dr. Anthony Fauci, pakar penyakit menular terkemuka di Amerika Serikat, memproduksi virus dan mengirimkannya ke China.

.

Kedua, menggunakan kecerdasan buatan atau Artificial Intelegence (AI), untuk dapat mengembangkan strategi ofensif yang efektif, dalam meredakan kekhawatiran publik sebelum informasi yang salah dapat berkembang. Ketiga, menggandeng komunitas lokal di manapun, karena WHO menyadari informasi tentang COVID-19 harus diterapkan berbeda di masing-masing negara. Oleh sebab itu, WHO menggandeng bukan sekedar insitutsi pemerintah setempat, tetapi juga komunitas pemuda, jurnalis, dan organisasi berbasis agama untuk secara bersama-sama mengembangkan panduan praktis untuk masyarakat, yang disesuaikan dengan konteks dan budaya setempat.

.

HEADLINE: Kasus COVID-19 Salip China, Indonesia Bakal Jadi Episentrum Virus  Corona di Asia? - Global Liputan6.com

Pandemi COVID-19 megajarkan kita tentang bahaya infodemik, yang  malah merusak respons global dan membahayakan langkah pengendalian pandemi COVID-19. Apakah kita sudah bijak?

.

Yogyakarta, 29 September 2020

*) Dokter spesialis anak RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161