Categories
anak COVID-19 dokter Healthy Life sekolah vaksinasi

2021 COVID-19 di Sekolah

Sekolah Diminta Bentuk Satgas Covid-19 Awasi Prokes Saat Pembelajaran Tatap  Muka : Okezone Nasional

COVID-19  DI  SEKOLAH

fx. wikan indrarto*)

Setelah laju penularan COVID-19 melandai dan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas di sekolah telah diselenggarakan, masih juga ada kekawatiran terjadinya klaster sekolah yang menakutkan, bagi sebagian orangtua. Apa yang sebaiknya dicermati?

.

Ringkasan tulisan ini telah dimuat di media online.

https://news.detik.com/kolom/d-5791356/tak-perlu-cemas-kluster-covid-di-sekolah

Gejala klinis COVID-19 pada anak yang perlu diwaspadai oleh orangtua sebenarnya cukup khas. Misalnya demam atau meriang, batuk, hidung tersumbat atau pilek, dan kehilangan indra penciuman. Juga sakit tenggorokan, sesak atau kesulitan bernapas, sakit perut hingga diare, ada juga mual dan muntah. Selain itu, kelelahan, sakit kepala, nyeri otot atau tubuh dan kehilangan selera makan. Jika muncul keluhan tersebut, sebaiknya anak tidak diijinkan mengikuti PTM terlebih dahulu.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2021/02/06/2021-covid-19-pada-anak/

.

Jika anak pada akhirnya terkonfirmasi positif COVID-19, orangtua wajib memberikan pengobatan atau perawatan yang tepat. Orang tua atau pengasuh harus mendampingi anak selama proses penyembuhan. Yang utama adalah anak menjalani isolasi mandiri di rumah, bukan dirawat inap di RS. Selain itu, orang tua harus ikut menamani anak selama isolasi, tidak meninggalkan anak sendirian di rumah, dan memastikan anak merasa aman dan nyaman. Juga jaminan pemberian nutrisi yang cukup selama perawatan, termasuk ASI sesuai usia anak, karena anak sedang dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Orangtua juga wajib tetap memberikan stimulasi pada anak dengan berbagai kegiatan dan permainan yang menyenangkan, memicu aktivitasi otak, dan tumbuh kembang anak. Yang terakhir adalah pengobatan dan pemberian vitamin sesuai derajad klinis penyakit, oleh dokter yang menangani. Setelah dokter menyatakan anak telah pulih, anak dapat segera diantar untuk mengikuti PTM di sekolah kembali.

.

Anak yang dirawat oleh dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) periode Maret-Desember 2020, terdapat 37.707 anak terinfeksi COVID-19 dan 522 kematian. Data yang diterbitkan dalam jurnal ‘Frontiers in Pediatrics’ pada 23 September 2021 lalu ini juga menyajikan komorbid dan gagal napas sebagai penyebab utama  (54,5%) kematian anak akibat COVID-19, diikuti dengan sepsis atau syok septik (23,7%). Sebagian besar anak yang meninggal dengan COVID-19 memiliki komorbid gizi buruk (18,0%), diikuti oleh penyakit kanker (17,3%) dan penyakit jantung bawaan (9,0%). Ada 62 (11,8%) anak terkonfirmasi COVID-19 yang meninggal tanpa komorbid atau penyakit penyerta.

.

Muncul Kasus Covid-19 di Sekolah, Bamsoet Minta Evaluasi Menyeluruh PTM  Terbatas

Sementara komorbid terbanyak pada anak yang meninggal terkait COVID-19 adalah malnutrisi dan kanker, disusul penyakit jantung bawaan, kelainan genetik, tuberkulosis (TBC), penyakit ginjal kronik, cerebral palsy, dan penyakit autoimun. Orangtua yang memiliki anak tanpa mengalami salah satu komorbid tersebut, tentu saja tidak boleh ragu untuk mengijinkan anak ikut PTM di sekolah.

.

Terdapat 10 propinsi di Indonesia dengan kasus anak terkonfirmasi COVID-19 terbanyak yaitu Jawa Barat, Riau, Jawa Tengah, Sumatera Barat, Kalimantan Timur, Jawa Timur, Bali, Sumatera Utara, DIY, dan Papua. Sedangkan 7 (tujuh) propinsi dengan kasus kematian anak terkonfirmasi COVID-19 terbanyak, yaitu Jawa Tengah, DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Jawa Timur, Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan. Orangtua yang tinggal di 10 propinsi tersebut wajib lebih waspada, apabila memiliki anak dengan komorbid, sebelum mengijinkan anak mengikuti PTM terbatas di sekolah.

.

Pada Jumat, 22 Oktober 2021 tidak hanya Indonesia, tetapi terdapat 225 negara di dunia yang melaporkan adanya COVID-19 dengan total kasus terkonfirmasi 242.348.657 orang dan meninggal 4.927.723 orang. Pada saat yang sama di Indonesia kasus terkonfirmasi positif COVID-19 sebanyak 4.238.594 orang (hanya 1,7% dari kasus global), sembuh 4.080.351 orang dan meninggal 143.153 orang (hanya 0,29% dari kematian global). Dengan demikian, kita semua yang tinggal di wilayah Indonesia sebaiknya tidak perlu takut lagi akan keganasan COVID-19, yang telah dapat diatasi dengan baik.

.

Hari Pertama Masuk Sekolah, Mayoritas Belajar Jarak Jauh

Direktur eksekutif Program Darurat Kesehatan WHO, Dr. Mike Ryan mengingatkan bahwa virus COVID-19 akan menetap, karena terus bermutasi di seluruh dunia. Selain itu, WHO juga menjelaskan bahwa vaksin tidak menjamin pembasmian COVID-19 seperti virus lainnya. Bahkan kepala penasihat medis Gedung Putih AS Dr. Anthony Fauci dan Stephane Bancel, CEO pembuat vaksin Moderna, telah memperingatkan bahwa dunia harus hidup dengan COVID-19 selamanya, seperti halnya influenza. Oleh sebab itu, proses PTM terbatas di sekolah seharusnya memang tidak perlu ditunda lagi, termasuk di seluruh wilayah Indonesia, karena ‘telah’ terjadi perubahan COVID-19 dari pandemi menjadi endemi.

.

Data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI terkait klaster PTM terbatas terbanyak terjadi di Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Timur. Pada 23 September 2021 terdapat 1.302 klaster sekolah. Klaster terbanyak di Sekolah Dasar dengan 583 klaster, PAUD 251 klaster, SMP 244 klaster, SMA 109 klaster, SMK 70 klaster, dan SLB 13 klaster. Meski klaster sekolah merebak, tetapi Mendikbudristek RI Nadiem Makarim menegaskan PTM di sekolah tidak akan dihentikan, bahkan terus dilanjutkan.

.

Untuk sekolah yang telah menjalankan PTM, keamanan PTM terbatas harusnya terus ditingkatkan melalui optimalisasi fasilitas sekolah dan perbaikan protokol kesehatan. Selain itu, perlu mempertimbangkan kapasitas kelas, memperbaiki sirkulasi udara, misalnya membentuk ruang kelas terbuka atau jendela kelas agar selalu dibuka, karena hal ini akan memperkecil risiko penularan COVID-19. Saat belajar di rumah yang sudah berlangsung selama pandemi COVID-19, banyak anak terbukti mampu belajar dan mengerjakan tugas sekolah. Oleh sebab itu frekuensi dan durasi PTM di sekolah sebaiknya tetap dibatasi, dan dilanjutkan atau dilengkapi dengan pembelajaran di rumah.

.

Untuk meningkatkan perlindungan anak, penting sekali bahwa setiap orang di sekitarnya, termasuk pengasuh, guru dan pegawai non akademik di sekolah, divaksinasi COVID-19 bila memenuhi syarat. Tentunya supaya vaksinasi pada orang tersebut tidak hanya melindungi diri mereka sendiri, tetapi juga melindungi orang lain yang tidak atau belum memungkinkan untuk divaksin, contohnya anak di bawah usia 12 tahun.

.

Data klaster sekolah sebaiknya jangan lagi mencemaskan orangtua, karena data itu merupakan kompilasi sejak Juli 2020, bukan berdasarkan laporan sejak PTM terbatas dilakukan dalam satu bulan terakhir. Dengan demikian penyebutan istilah ‘klaster’ sebenarnya juga berlebihan dan kurang tepat, karena angka 2,8 persen sekolah dari 46.500 sekolah yang melaporkan itu bukanlah data klaster, tetapi data sekolah yang melaporkan adanya warga sekolah yang pernah tertular COVID-19, meskipun penularannya belum tentu terjadi di sekolah. Berarti masih ada lebih dari 97 persen sekolah memiliki warga yang tidak pernah tertular COVID-19. Juga terkait isu yang beredar mengenai 15.000 siswa dan 7.000 guru positif COVID-19 akibat pelaksanaan PTM Terbatas, sebenarnya data tersebut belum diverifikasi, sehingga masih mungkin ditemukan kesalahan.

Sudahkah kita bijak dan tidak takut mengijinkan anak mengikuti PTM di sekolah, karena aman dari bahaya COVID-19?

Sekian

Yogyakarta, 25 Oktober 2021

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Lektor FK UKDW, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161

Categories
COVID-19 dokter Healthy Life sekolah vaksinasi

2021 SEKOLAH SEHAT

SEKOLAH SEHAT | SPNF SKB GROBOGAN

SEKOLAH  SEHAT

fx. wikan indrarto*)

Penutupan banyak sekolah di seluruh dunia selama pandemi COVID-19 telah menyebabkan gangguan parah pada  proses pendidikan anak. Sebelum pandemi COVID-19 diperkirakan 365 juta anak berangkat ke sekolah tanpa sarapan dan secara signifikan berhubungan dengan masalah kesehatan. Apa yang mencemaskan?

Tulisan ini dimuat di Harian Nasional Kompas Rabu, 7 Juli 2021, kolom opini : https://www.kompas.id/baca/opini/2021/07/07/sekolah-sehat/?utm_source=kompasid&utm_medium=whatsapp_shared&utm_content=sosmed&utm_campaign=sharinglink

Selasa, 22 Juni 2021 UNESCO dan WHO mendesak semua negara untuk menjadikan setiap sekolah pada saat pembelajaran tatap muka kelak, sebagai sekolah yang mempromosikan kesehatan. Sekolah memainkan peran penting dalam kesejahteraan 1,9 miliar anak usia sekolah, keluarga dan komunitas mereka. Hubungan antara pendidikan dan kesehatan tidak pernah lebih nyata sebelum pandemi COVID-19 ini, sehingga mulai sekarang wajib menciptakan sekolah yang berorientasi pendidikan dan kesehatan. Sekolah perlu membekali siswa dengan pengetahuan dan keterampilan, untuk mencapai derajad kesehatan, kesejahteraan, kehidupan, dan prospek kerja di kemudian hari.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/11/12/2020-sekolah-saat-pandemi-covid-19/

.

Terdapat paket sumber daya yang bertujuan untuk memastikan semua sekolah, mampu mempromosikan keterampilan kognitif, sosio emosional dan gaya hidup sehat untuk semua pelajar. Paket global baru ini akan diujicobakan di Botswana, Mesir, Ethiopia, Kenya, dan Paraguay. Namun demikian, Indonesia dapat belajar dari situ. Inisiatif ini berkontribusi pada target Program Kerja Umum WHO ke-13 yaitu ‘1 miliar kehidupan menjadi lebih sehat’ pada tahun 2023 dan Agenda Pendidikan 2030 global yang dikoordinasikan oleh UNESCO.

.

Pendidikan dan kesehatan adalah hak asasi manusia yang saling penting untuk semua anak, inti dari setiap hak asasi manusia, dan berperan penting untuk pembangunan sosial dan ekonomi. Sekolah yang tidak mempromosikan kesehatan tidak lagi dapat dibenarkan dan diterima. Standar global mewajibkan ketersediaan sumber daya bagi sekolah untuk menciptakan kesehatan dan kesejahteraan, melalui tata kelola yang lebih baik. Salah satunya adalah program kesehatan dan gizi yang komprehensif di sekolah yang berdampak signifikan pada anak usia sekolah.

.

Selain itu, program intervensi pencegahan malaria terbukti dapat menghasilkan pengurangan 62% ketidakhadiran atau absensi anak di sekolah. Makanan tambahan di sekolah yang bergizi akan meningkatkan angka pendaftaran rata-rata (enrolment rates) sebesar 9%, dan kehadiran atau presensi sebesar 8%. Selain itu, program tersebut juga dapat mengurangi anemia pada remaja putri hingga 20%. Promosi kebiasaan cuci tangan dapat mengurangi absensi sekolah karena penyakit diare dan pernapasan sebesar 21-61%. Skrining penglihatan dan kacamata gratis telah menyebabkan 5% lebih tinggi kemungkinan siswa lulus tes standar dalam membaca dan matematika.

Profil SMA Kolese de Britto & Rincian Biayanya Lengkap

Pendidikan seksualitas di sekolah jenjang menengah yang komprehensif mendorong penerapan perilaku yang lebih sehat, mempromosikan kesehatan, hak seksual dan reproduksi. Selain itu, juga meningkatkan derajat kesehatan seksual dan reproduksi remaja, seperti pengurangan kejadian infeksi HIV dan tingkat kehamilan remaja. Juga peningkatan ketersediaan air dan perbaikan sanitasi di sekolah, serta pengetahuan tentang kebersihan diri saat menstruasi, membekali remaja perempuan untuk menjaga kebersihan dan kesehatan tubuh mereka dengan bermartabat, dan dapat membatasi jumlah hari sekolah yang terlewat selama masa menstruasi.

.

Pendekatan Sekolah Sehat pertama kali dicetuskan oleh WHO, UNESCO dan UNICEF pada tahun 1995 dan diadopsi di lebih dari 90 negara, termasuk Indonesia. Namun, hanya sedikit negara yang menerapkannya dalam skala besar, dan bahkan lebih sedikit lagi yang secara efektif menyesuaikan sistem pendidikan mereka untuk memasukkan promosi kesehatan. Standar global yang baru akan membantu setiap negara untuk mengintegrasikan promosi kesehatan ke semua sekolah dan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan bagi semua siswanya.

.

Tantangan yang masih ada adalah terkait literasi. Literasi kesehatan menggambarkan pencapaian tingkat pengetahuan, keterampilan, dan kepercayaan diri untuk mengambil tindakan, dalam upaya meningkatkan kesehatan pribadi dan masyarakat, dengan mengubah gaya hidup dan kondisi kehidupan pribadi. Literasi kesehatan berarti lebih dari sekadar kemampuan membaca pamflet dan iklan layanan masyarakat dalam bidang kesehatan saja. Dengan meningkatkan akses anak sekolah terhadap informasi kesehatan, dan kapasitas mereka untuk menggunakannya secara efektif, literasi kesehatan sangat penting untuk pemberdayaan anak dan berperan mempercepat kemajuan dalam mengurangi ketidaksetaraan dalam derajad kesehatan.

.

Panduan WHO, UNICEF, dan UNESCO berjudul ‘Considerations for school-related public health measures in the context of COVID-19’ dapat digunakan untuk menjadikan setiap sekolah pada saat pembelajaran tatap muka kelak, menjadi sekolah sehat. Panduan tersebut disusun dengan mempertimbangkan aspek keadilan, penularan COVID-19, implikasi dan sumber daya, untuk menciptakan dunia yang lebih sehat, lebih aman, lebih adil, dan lebih berkelanjutan melalaui sekolah sehat, bagi pendidikan anak dan generasi mendatang secara global, termasuk di Indonesia.

Sudahkah kita bijak?

Sekian

Yogyakarta, 26 Juni 2021

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Lektor FK UKDW, Alumnus S3 UGM, WA: 081227280161, e-mail : fxwikan_indrarto@yahoo.com