Categories
antibiotika COVID-19 Healthy Life

2021 Imunitas Anak

Tips Menjaga Imunitas Anak di Masa Pandemi

ANCAMAN  PADA  IMUNITAS  ANAK

fx. wikan indrarto*)

Seringkali orangtua memperingatkan anak, “Jangan memasukkan jari ke dalam mulut.” Orang tua dan pengasuh berulang kali berusaha melindungi anak dari kuman, baik virus maupun bakteri, yang dapat menyebabkan flu biasa atau infeksi bakteri serius, seperti pneumonia dan disentri. Apakah ada yang kurang?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2021/02/06/2021-covid-19-pada-anak/

.

Tulisan ini telah dimuat di Harian Kedaulatan Rakyat Yogyakarta Minggu, 28 Maret 2021, halaman 5.

Anak biasa merangkak di tanah dan memasukkan jari mereka ke dalam mulut, tetapi sistem imunitas atau kekebalan mereka yang belum matang, membuat anak lebih rentan terhadap penyakit. Lebih berbahaya kalau penyakit infeksi pada anak disebabkan oleh mikroba yang telah kebal atau resisten terhadap obat yang ada di sekitar anak. Saat ini, resistensi antimikroba atau ‘Anti Microbial Resistance’ (AMR) adalah ancaman utama dan terus berkembang terhadap kesehatan dan kehidupan manusia. Terjadinya resistensi antimikroba ini sangat mempengaruhi kemampuan medis untuk secara efektif mengobati berbagai infeksi dengan obat antibiotik, termasuk infeksi saluran kemih, sepsis, dan diare.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/09/19/2020-antibiotika-semasa-covid-19/

.

‘Superbugs’ atau bakteri yang resisten terhadap berbagai antibiotik, juga menjadi lebih umum terdapat di mana-mana. Anak yang tinggal di lingkungan dengan sumber daya rendah dan akses terbatas ke layanan kesehatan, tentu menghadapi risiko yang lebih besar. Kurangnya air bersih, kondisi sanitasi buruk, praktik kebersihan yang kurang, dan pengendalian infeksi yang tidak memadai, secara bersama-sama memungkinkan penyebaran resistensi antimikroba.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/01/29/2020-semakin-sedikit-antibiotika/

.

Resistensi terhadap obat, seperti obat antiretroviral (ARV), antimalaria, anti tuberkulosis (OAT), dan antijamur mengancam untuk membalikkan kemajuan dan prestasi bidang medis, dalam mengurangi kematian anak. Di negara berpenghasilan rendah, di mana sebagian besar kematian anak terjadi, obat antibiotik yang efektif dan dapat diakses sangat penting untuk mengobati penyakit anak yang paling umum, yaitu pneumonia, infeksi saluran pernapasan lain, disentri, serta sepsis atau infeksi bakteri dalam darah. Jika obat antibiotika ini menjadi resisten, peluang anak untuk bertahan hidup menjadi terancam.

.

Saat ini, sekitar 2 juta anak terpajan tuberkulosis (TB) yang telah resisten terhadap beberapa obat, dan 5 juta lainnya terpajan TB yang resisten terhadap Rifampisin, sebuah OAT yang paling poten. Satu dari setiap dua bayi baru lahir yang didiagnosis dengan HIV, terinfeksi virus dari ibu yang sudah memiliki resistensi terhadap obat ARV lini pertama yang paling umum digunakan. Bahkan secara global resistensi terhadap ARV lini pertama mencapai 63,7% pada bayi baru lahir dengan HIV karena tertular dari ibu.

.

Selain itu, resistensi antibiotik meningkat pesat pada bakteri berarti beberapa kelas antibiotik yang secara tradisional digunakan untuk memerangi infeksi umum tetapi berpotensi mematikan anak, seperti diare, pneumonia, dan sepsis neonatal, tentu tidak lagi efektif. Namun demikian, resistensi bukanlah satu-satunya ancaman bagi peluang anak untuk bertahan hidup dan berkembang. Kurangnya akses ke antimikroba berkualitas dan terjangkau, terutama di wilayah dengan sumber daya rendah mengganggu kemampuan untuk mengobati infeksi di tempat pertama. Pada tahun 2016 saja, diperkirakan 6,3 juta kematian di anak balita disebabkan oleh penyakit menular, yang sebenarnya dapat dicegah dengan peningkatan akses ke obat antibiotik.

.

Pada saat yang sama, kita juga mengetahui bahwa resistensi berkembang lebih cepat melalui penyalahgunaan dan penggunaan obat antimikroba yang berlebihan, terutama karena penggunaan antibiotik pada manusia yang meningkat pesat. Meskipun penting bagi anak untuk mendapatkan antimikroba lengkap pada waktu yang tepat dan saat dibutuhkan, penting juga bagi petugas kesehatan dan pengasuh untuk menghindari penggunaan antimikroba yang salah atau berlebihan (mis- or over-use of antimicrobials).

.

Cara Membuat Imunitas Anak Lebih Baik Tanpa Membuat Mereka Sakit | Orami

Kita semua diingatkan untuk meningkatkan kesadaran tentang AMR dan mendorong praktik terbaik di antara masyarakat, petugas kesehatan, dan pembuat kebijakan. Namun demikian, kita juga memiliki tujuan untuk mengedepankan hak anak atas kesehatan. Hari Anak Sedunia (World Children’s Day), yang jatuh pada waktu yang bersamaan dengan Pekan Kewaspadaan Antimikroba (World Antimicrobial Awareness Week), merupakan kesempatan untuk merayakan dan merefleksikan upaya kolektif kita untuk memastikan bahwa hak anak, termasuk hak mereka atas kesehatan yang baik, harus terus dihormati, dilindungi, dan dipenuhi.

.

Hak atas kesehatan berarti berhak atas perawatan kesehatan yang berkualitas, termasuk akses ke obat esensial, seperti antimikroba. Ini juga berarti memiliki hak untuk mengakses informasi kesehatan yang sesuai, termasuk tentang penggunaan antimikroba yang tepat, tetapi juga akan risiko yang terkait dengan penyalahgunaan atau penggunaan berlebihan.

.

Sesuai dengan Konvensi Hak Anak (the Convention on the Rights of the Child), pengakuan hak anak atas kesehatan mengharuskan pemerintah untuk mengembangkan dan menerapkan kebijakan dan peraturan yang memastikan anak dan pengasuhnya, memiliki akses yang sama ke obat antimikroba. Dengan demikian kebijakan, peraturan dan protokol harus ada untuk mencegah peresepan obat antimikroba yang berlebihan oleh para dokter dan tenaga kesehatan, bahkan untuk menghindari obat yang dijual bebas.

.

Meskipun orangtua tidak dapat sepenuhnya menghentikan anak untuk memasukkan jari mereka ke dalam mulut, namun kita semua seharusnya mampu berperan dalam meningkatkan imunitas anak dan melindungi anak dari ancaman AMR yang semakin meningkat. Hak anak atas kesehatan haruslah ditegakkan.

Sudahkah kita melakukannya pada anak di sekitar kita?

Sekian

Yogyakarta, 2 Maret 2021

*) Dokter spesialis anak RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161

Categories
Istanbul

2020 Makanan Sehat Saat COVID-19

Ketahui Prinsip Penyajian Makanan Sehat Untuk Anak Berikut Ini | Enervon

MAKANAN  SEHAT  SAAT  COVID-19

fx. wikan indrarto*)

Saat ini tidak ada bukti bahwa orang dapat tertular COVID-19 dari makanan, termasuk buah dan sayuran segar. Keduanya adalah bagian dari diet sehat dan konsumsinya harus terus didorong. Bagaimana sebaiknya?

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/10/06/2020-ancaman-covid-19/

.

Sistem kekebalan tubuh membutuhkan dukungan dari banyak nutrisi. Setiap orang direkomendasikan untuk mengkonsumsi berbagai makanan dalam diet yang sehat dan seimbang, termasuk makanan bijian, polongan, sayuran, buah, kacang dan protein hewani. Tidak ada satu jenis makanan tunggal yang akan mampu mencegah dari tertular COVID-19.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/08/23/2020-resesi-rumah-sakit/

.

Sebelum makan buah dan sayur, wajib cuci tangan dengan sabun dan air mengalir. Kemudian cuci bersih buah dan sayur dengan air bersih, terutama jika akan dimakan mentah (raw food diet). Saat ini tidak ada bukti bahwa orang dapat tertular COVID-19 dari makanan yang dimasak, termasuk produk hewani. Virus yang menyebabkan COVID-19 dapat dimatikan pada suhu panas, mirip dengan virus dan bakteri lain yang ditemukan dalam makanan. Makanan seperti daging, unggas, dan telur harus selalu dimasak sampai suhu paling tidak 70 °C. Sebelum memasak, produk hewani mentah harus ditangani dengan hati-hati, untuk menghindari kontaminasi silang dengan makanan yang dimasak.

.

baca juga : https://dokterwikan.com/2020/09/23/2020-dokter-dan-rs-era-normal-baru/

.

COVID-19 membutuhkan hewan hidup atau inang manusia, untuk berkembang biak dan bertahan hidup, serta tidak dapat berkembang biak di permukaan kemasan makanan. Bahan kemasan makanan tidak perlu didisinfeksi, tetapi tangan harus dicuci dengan benar setelah menerima paket makanan dan sebelum makan. Secara umum pergi berbelanja ke toko grosir dan pasar makanan lainnya adalah aman, dengan mengikuti langkah-langkah pencegahan berikut ini. Bersihkan tangan dengan cairan pembersih sebelum memasuki toko. Tutupi mulut saat batuk atau bersin dengan siku atau jaringan yang tertekuk. Pertahankan jarak setidaknya 1 meter dari orang lain. Setelah pulang, cuci tangan dengan bersih di rumah, dan juga diulang setelah menangani dan menyimpan produk makanan yang dibeli. Sampai saat ini tidak ada kasus COVID-19 yang dikonfirmasi, yang ditularkan melalui makanan atau kemasan makanan.

.

Cara Tepat Menyusun Makanan di Tengah Pandemi Covid-19
.

Lakukan desinfeksi di rumah tangga secara teratur, yang akan secara efektif menghilangkan virus dari permukaan barang-barang di rumah. Untuk membersihkan dan mendisinfeksi barang rumah tangga yang dicurigai atau dikonfirmasi COVID-19, disinfektan virucidal permukaan, seperti 0,05% natrium hipoklorit (NaClO) dan produk yang berbahan dasar etanol (setidaknya 70%), harus digunakan.

.

Suplemen mikronutrien (vitamin dan mineral) saja tidak dapat mencegah COVID-19 pada orang sehat, atau menyembuhkannya pada mereka yang menderita penyakit COVID-19. Saat ini tidak ada panduan tentang suplementasi mikronutrien untuk pencegahan COVID-19 pada individu sehat atau untuk pengobatan COVID-19. Mikronutrien sangat penting untuk sistem kekebalan agar berfungsi dengan baik, dan memainkan peran penting dalam meningkatkan derajad kesehatan dan kesejahteraan. Jika memungkinkan, asupan zat gizi mikro atau mikronutrien harus berasal dari makanan yang bergizi seimbang dan beragam, termasuk dari buah, sayuran, dan protein hewani.

.

Vitamin D dapat dibuat di kulit manusia dengan paparan sinar matahari. Selain itu, dapat juga diperoleh melalui makanan dari sumber alami (misalnya ikan berlemak seperti salmon, tuna dan mackerel, minyak hati ikan, hati sapi, keju dan kuning telur), atau dari makanan yang diperkaya atau suplemen yang mengandung vitamin D. Dalam situasi di mana status vitamin D individu sudah marjinal atau di mana makanan kaya vitamin D (termasuk makanan yang diperkaya vitamin D) tidak dikonsumsi, dan paparan sinar matahari terbatas, suplemen vitamin D dalam dosis asupan nutrisi yang direkomendasikan (200-600 IU, tergantung usia), dapat dipertimbangkan.

.

Saat ini tidak ada teh herbal atau suplemen herbal lainnya yang dapat membantu mencegah atau menyembuhkan COVID-19. Tidak ada bukti yang mendukung penggunaan teh herbal atau suplemen herbal untuk mencegah atau menyembuhkan COVID-19. Demikian juga probiotik tidak terbukti mampu membantu mencegah COVID-19. Probiotik adalah mikroorganisme hidup yang umumnya ditambahkan ke makanan atau digunakan sebagai suplemen makanan, untuk memberikan manfaat kesehatan. Namun demikian, saat ini tidak ada bukti yang mendukung penggunaan probiotik untuk membantu mencegah atau menyembuhkan COVID-19.

.

Demikian juga minuman dan makanan yang mengandung jahe, belum ada bukti yang menunjukkan bahwa mampu membantu mencegah COVID-19. Namun demikian, jahe adalah makanan yang mungkin memiliki sifat antimikroba dan anti-inflamasi. Tidak ada bukti bahwa makan bawang putih dapat melindungi orang dari COVID-19. Namun demikian, bawang putih adalah makanan yang mungkin memiliki beberapa sifat antimikroba. Selain itu, tidak ada bukti bahwa menambahkan merica (hot peppers) dan cabai (pepper) ke dalam makanan dapat mencegah atau menyembuhkan COVID-19.

.

Pandemi COVID-19 megajarkan kita tentang perlunya dukungan nutrisi lengkap, dalam salah satu langkah pengendalian pandemi COVID-19. 

Apakah kita sudah bijak?

Yogyakarta, 2 Oktober 2020

*) Dokter spesialis anak RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, WA : 081227280161